Anda di halaman 1dari 12

B.

Pembahasan

Pada bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Kebidanan

Komprehensif pada Ny. S.N di Puskesmas Kombos Kecamatan Singkil Kota

Manado pada bulan Agustus 2015 sampai Juni 2016. Dalam memberikan asuhan

kebidanan penulis menggunakan teknik pengumpulan data, menginterpretasi data

dasar, menegakkan diagnosa potensial atau yang mungkin terjadi, melakukan

tindakan segera pada diagnose potensial, meyusun perencanaan, melakukan

tindakan suhan kebidanan sesuai perencanaan, melakukan evaluasi atau

melakukan penilaian kembali pada hasil tindakan dan melakukan

pendokumentasian asuhan.

1. Kehamilan

Pada kunjungan pertama dirumah tanggal 17 September 2015 pukul 19.00

wita, diperoleh hasil pemeriksaan pada responden keadaan umum baik,

kesadaran penuh, keadaan emosional stabil, tekanan darah 120/80 mmHg,

nadi 80x/menit, pernapasan 22x/menit, suhu badan 36,5ºC, berat badan 50 kg,

tinggi badan 157 cm, lingkar lengan atas (LILA) 23 cm, pemeriksaan Leopold

tinggi fundus uteri 17 cm, teraba ballotement. Pemeriksaan ini untuk

mendeteksi secara dini kesehatan Ny. S.N sesuai dengan tujuan asuhan

antenatal adalah mendeteksi komplikasi yang mungkin terjadi selama

kehamilan menurut Walyani, 2015.

Tanggal 24 oktober 2015 dilakukan kunjungan ulang rumah kedua dan di

dapatkan hasil pemeriksaan keadaan umum baik, kesadaran penuh, keadaan

emosional stabil, tekanan darah 110/70mmHg, nadi 86x/menit, pernapasan

142
143

24x/menit, suhu badan 36,8ºC, berat badan 54 kg, Leopold I tinggi fundus

uteri 21 cm (21-22 minggu) teraba bokong, Leopold II dibagian kanan teraba

punggung dan dibagian kiri teraba ekstremitas, Leopold III bagian bawah

perut ibu teraba kepala belum masuk PAP, dan tidak dilanjutkan dengan

Leopold IV. Responden mengalami kenaikan berat badan sebesar 4 kg dari

berat badan sebelumnya 50 kg menjadi 54 kg, hal sesuai dengan teori menurut

Prawirohardjo (2012) pada kehamilan trimester 2 dan 3 wanita dengan gizi

baik dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,5 kg,

diperkirakan selama hamil berat badan akan bertambah 12,5kg.

Kunjungan rumah ke tiga dilakukan pada umur kehamilan 29-30 minggu,

ibu mengeluh kakinya bengkak. Menurut Prawirohardjo (2010) kaki bengkak

ada dua yaitu retensi (penahanan) air dan garam karena gestosis dan

tertekannya pembuluh darah, karena bagian terendah janin mulai masuk pintu

atas panggul. Bengkak pada wajah, tangan dan kaki disertai dengan tekanan

darah tinggi dan sakit kepala sangat berbahaya bila dibiarkan karena bias

terjadi kejang-kejang yang disebut eklamsia, keadaan ini bisa menyebabkan

kematian pada ibu dan janin. Namun dalam kasus Ny. S.N tidak terjadi

kesenjangan antara kasus dan teori yang dapat.

Kunjungan rumah ke empat dilakukan pada umur kehamilan 35-36

minggu ibu mengatakan sering buang air kecil dan sakit pinggang hasil

pemeriksaan keadaan umum ibu baik, kesadaran penuh, keadaan emosional

stabil, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 86x/menit, pernapasan 24x/menit,

suhu badan 36,8ºC, berat badan 58 kg. Pemeriksaan leopold TFU 31 cm teraba
144

bokong, leopold II dibagian kanan perut ibu teraba punggung dan dibagian kiri

perut ibu teraba bagian-bagian kecil yaitu ekstremitas, leopold III dibagian

bawah perut ibu teraba bulat, keras yaitu kepala, leopold IV kepala sudah

masuk PAP (divergent), auskultasi DJJ 135x/menit. Tidak terjadi kesenjangan

antara teori dan kasus karena menurut Walyani (2015) ini merupakan hal yang

fisiologis pada saat hamil dikarenakan rahim yang semakin besar dan turunnya

kepala di panggul sehingga menekan kandung kemih, sedangkan nyeri

panggung disebabkan karena ada tekanan dari pembesaran uterus.

Dalam penatalaksanaan asuhan kebidanan kehamilan pada kasus Ny. S.N

di lakukan pelayanan asuhan standar minimal diantaranya timbang berat

badan dan tinggi badan, tekanan darah, pengukuran tinggi fundus, pemberian

tablet tambah darah (tablet Fe), pemberian imunisasi TT, pemeriksaan Hb,

Temuwicara (konseling), terjadi ketidaksesuaian dengan teori menurut

Walyani (2015) yang menyatakan pelayanan asuhan standar minimal terdiri

dari 14T yaitu : timbang berat badan tinggi badan, ukur tekanan darah,

pengukuran tinggi fundus, pemberian tablet tambah darah (tablet Fe),

pemberian imunisasi TT, pemeriksaan Hb, pemeriksaan protein urine,

pemeriksaan darah untuk pemeriksaan VDRL (Veneral Desease Research

Laboratory), pemeriksaan urine reduksi, perawatan payudara, senam ibu

hamil, pemberian obat malaria, pemberian kapsul minyak beryodium,

temuwicara (konseling).

2. Persalinan
145

Kala I pukul 15.00 wita hasil pemeriksaan keadaan umum baik, kesadaran

penuh, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80x//menit, respirasi 24x/menit,

suhu 36ºC. Hasil pemeriksaan dalam portio tipis dan lunak, pembukaan 6 cm,

ketuban sudah pecah, presentasi kepala, penurunan Hodge II-III, posisi UUK

kanan, dan tidak ada moulase. Berdasarkan hasil pemeriksaan responden

sudah ada tanda-tanda persalinan yaitu keluar lendir bercampur darah dan

mules-mules. Tanda-tanda persalinan diantaranya adanya rasa sakit oleh

adanya his yang datang lebih kuat menjalar ke depan, sering dan teratur

kekuatannya semakin besar. Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan

uterus, makin beraktivitas (jalan) kekuatan semakin bertambah, Keluar lendir

bercampur darah (bloody show), dan pengeluaran cairan.

Menurut teori Nurasiah (2012), kala I terdiri dari fase laten dimulai sejak

awal berkontraksi serviks membuka sampai 3 cm atau ≤ 4 cm berlangsung ± 8

jam, dan fase aktif frekuensi atau lamanya kontraksi uterus akan meningkat

secara bertahap ±3 kali dalam 10 menit dan berlangsung selama ±40 detik,

pembukaan 4 cm mencapai pembukaan lengkap 10 cm dan kecepatan 1

cm/jam pada nullipara atau primigravida atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm

pada multipara terjadi penurunan pada bagian terbawah janin.

Pada kasus Ny. S.N berlangsung Kala I 12 jam dihitung dari ibu merasakan

mules sampai pembukaan lengkap. Pada kasus ini tidak terjadi kesenjangan

antara teori dan kasus yang begitu berarti karena dipantau melalui partograf

dan tidak melewati garis waspada. Faktor pendukung dalam proses persalinan
146

yaitu dengan adanya power, pasenger, dan passege ketiga faktor utama ini

sangat mendukung jalannya persalinan.

Pada kala II dan III di tolong oleh dokter dan bidan RSUP DR.R.D Prof.

Kandou. Kala IV pada responden yaitu TTV batas normal 110/80 mmHg,

suhu 36,5ºC, nadi 82x/menit, respirasi 22x/menit, ada pengeluaran ASI.

Tinggi fundus uteri setelah plasenta lahir setinggi pusat, kontraksi baik,

konsistensi keras, kandung kemih kosong, lochea rubra, terdapat rupture

derajat II dilakukan penjahitan luka perineum dengan teknik jelujur,

pengeluaran darah selama proses persalinan yaitu ± 250 cc. Pengeluaran darah

pada kasus Ny. S.N masih dalam batas normal dan sesuai dengan teori.

Persalinan pada responden tidak ada komplikasi sesuai dengan teori yang

dikemukakan Nurasiah (2012) yaitu pengawasan post partum Kala IV

dilakukan selama 2 jam post partum untuk memantau perdarahan, TTV,

kontraksi, TFU, dan kandung kemih, pada 1 jam pertama pemantauan

dilakukan setiap 15 menit sekali, pada 1 jam berikutnya dilakukan setiap 30

menit sekali.

Ibu dan keluarga diajarkan menilai kontraksi dan masase uterus agar

uterus berkontraksi baik dan tidak terjadi perdarahan, yaitu dengan

meletakkan telapak tangan pada perut dan melakukan gerakan memutar searah

jarum jam dilakukan kurang lebih 15 detik.

3. Bayi Baru Lahir

Kunjungan bayi baru lahir (BBL) 2 jam pertama hasil dari pemeriksaan

berat badan bayi 3200 gram, panjang badan 48cm, apgar score 8-10, nadi
147

140x/menit, pernapasan 78x/menit, lingkar dada 33cm, bayi menangis

spontan, kuat, tonus otot positif, warna kulit kemerahan, jenis kelamin laki-

laki, anus ada dan tidak ada cacat bawaan. Sesuai dengan teori menurut Marmi

(2012) yang menyatakan berat badan 2500-4000 gram, panjang badan 48-52

cm, lingkar dada 30-38 cm, lingkar kepala 33-35, nadi 120-160x/ menit,

pernafasan ± 40-60x/ menit, kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan

sub kutan cukup, rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah

sempurna, kuku agak panjang dan lemas, genetalia perempuan labia mayora

sudah menutupi labia minora. laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada,

reflek hisap dan menelan sudah terbentuk baik, reflek morro atau gerak

memeluk bila dikagetkan sudah baik, reflek graps atau menggenggam ada.

Kunjungan I, bayi baru lahir umur 2 jam tindakan yang dilakukan pada

bayi responden adalah melakukan IMD selama 30 menit dan menurut

Prawirohardjo (2012) melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) bagi bayi

membantu stabilisasi pernapasan, mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik,

dan mencegah infeksi nosokomial. Dengan cara kontak kulit bayi dengan ibu,

membuat bayi lebih tenang sehingga didapat pola tidur yang lebih baik. Bayi

umur 6 jam bayi belum dimandikan, terjadi kesenjangan dengan teori Tando

(2013) yang mengemukakan bayi baru lahir dapat dimandikan setelah 6 jam.

Bayi belum dimandikan karena keterbatasan fasilitas untuk air hangat, bayi

dimandikan saat usia 28 jam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yuntas

dkk (2013) di Puskesmas Batua Kota Makassar yaitu seluruh bidan di

Puskesmas Batua Makassar sudah sangat mengerti dan memahami akan IMD
148

itu sendiri, sehingga mereka selalu melakukan IMD pada saat membantu

persalinan, menurut para informan IMD sangat bermanfaat bagi ibu dan bayi

karena IMD kontak batin antara ibu dan bayi dapat terjalin erat, bayi juga

langsung mendapatkan kolostrum dan mencegah terjadinya hipotermi pada

bayi dan untuk ibu bisa mengurangi perdarahan.

Kunjungan II, 6 hari hasil pemantauan keadaan bayi dalam batas normal

tidak ditemukan masalah atau komplikasi keadaan bayi baik, tali pusat masih

terbungkus dengan kassa. Mengingatkan ibu untuk tetap memberikan ASI ekslusif

pada bayinya. Imunisasi HB0 sudah didapatkan. Tidak ditemukan tanda-tanda

bahaya pada bayinya. Terjadi kesenjangan antara kasus dan teori, sesuai dengan

teori menurut Marmi (2012) karena terdapat beberapa perbedaan seperti masih

membungkus tali pusat dengan kasa steril berisi betadine yang seharusnya

pembungkusan tali pusat sebaiknya dihindari karena menyebabkan tali pusat

lembab atau basah. Sedangkan pada pemeriksaan yang dilakukan pada bayi

responden tali pusat masih dibungkus dengan kassa. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Sukarni dkk (2012) di Bidan Praktik Mandiri Soraya Kecamatan

Kemuning Palembang yaitu rata-rata lama pelepasan tali pusat pada kelompok

yang dirawat secara terbuka adalah 5 sampai 6 hari sedangkan untuk kelompok

yang dirawat secara tertutup didapat nilai rata-rata pelepasan tali pusatnya 6

sampai 7 hari, dari data tersebut tergambar bahwa secara rata-rata metode

perawatan tali pusat dengan membiarkannya terbuka tanpa di tutupi apapun atau

tanpa dibubuhi obat apapun akan lebih cepat puput dibandingkan dengan

dibungkus menggunakan kassa steril.


149

Kunjungan III, 2 minggu hasil pemantauan keadaan bayi dalam keadaan

normal, tali pusat telah puput pada umur 7 hari tanggal 27 februari 2016, tidak

ada terjadi ikterus, bayi menyusu ASI sesuai dengan kebutuhan. Tidak terjadi

kesenjangan dengan teori.


150

4. Nifas

Berdasarkan anamnesa didapatkan hasil bahwa ibu masih merasakan

mules. Hal ini bersifat fisiologis karena pada saat itu uterus secara berangsur-

angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum.

Responden diberikan vitamin A 200.000 unit sebanyak 1 kapsul yang

diminum segera setelah melahirkan dan kapsul kedua diberikan selang waktu

minimal 24 jam, telah diberikan dan telah diminum. Tidak terjadi kesenjangan

antara kasus dan teori karena menurut Martalia (2012) Vitamin A (200.000

IU) dianjurkan untuk mempercepat proses penyembuhan pasca salin dan

mentransfernya ke bayi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Akbarani

dan Hidayati (2015) hasil penelitian menunjukan pemberian vitamin A pada

ibu nifas setelah 24 jam persalinan memiliki hubungan dengan peningkatan

status gizi yang disusuinya.

Kunjungan I, 2 jam post partum pada responden didapatkan hasil tinggi

fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus baik, kandung kemih

kosong, pengeluaran lochea rubra, semua hasil pemantauan tidak ada kelainan

tidak terjadi pendarahan. Kunjungan nifas dilakukan kunjungan 6 jam, 6 hari

dan 2 minggu dan kunjungan 6 minggu menurut teori Anggraini Y (2010),

mengatakan kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi

baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah

yang terjadi pada 6-8 jam postpartum, 6 hari postpartum, 2 minggu

postpartum dan 6 minggu postpartum. Terjadi kesenjangan dengan teori


151

Anggraini (2010) bahwa kunjungan nifas pertama yaitu pada 6 jam sedangkan

pada kasus yang didapat kunjungan nifas pertama yaitu 2 jam.

Kunjungan II, 6 hari postpartum dengan hasil pemeriksaan pada responden

adalah tinggi fundus uteri pertengahan antara pusat dan sympisis, kontraksi

uterus baik, konsistensi uterus baik, pengeluaran lochea sanguinolenta yang

berwarna merah kuning, bau khas, konsistensi cair, ibu memakan makanan

bergizi, tidak ada pantangan, dan ibu istirahat yang cukup, pengeluaran ASI

lancar, ibu menyusui bayinya dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan bayi

sesuai teori Ambarwati (2010) Kunjungan 6 hari yaitu menilai adanya tanda-

tanda bahaya nifas memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan

istirahat, memastikan ibu menyusui dengan baik, melakukan pemeriksaan

involusi uteri, pengeluaran lochea dan perdarahan.

Kunjungan III, 2 Minggu postpartum dengan hasil pemeriksaan pada

responden adalah tinggi fundus uteri pada 2 minggu postpartum sudah tidak

teraba lagi dan pengeluaran lochea serosa, berwarna kekuningan atau

kecoklatan, ibu memakan makanan bergizi, tidak ada pantangan selama masa

nifas, dan ibu istirahat yang cukup, pengeluaran ASI lancar, ibu menyusui

bayinya dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan bayi sesuai dengan teori

Ambarwati (2010) yaitu menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau

perdarahan abnormal, memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan

istirahat, memastikan ibu menyusui dengan baik.

Kunjungan IV, 6 Minggu postpartum dengan hasil pemeriksaan pada Ny.

S.N adalah tinggi fundus uteri sudah tidak teraba lagi dan pengeluaran lochea
152

alba yang berwarna keputihan. Menganjurkan ibu ber-KB dan ibu ingin KB

suntik 3 bulan. Hasil pemantauan tidak ada kesenjangan dengan teori

Ambarwati (2010) yaitu menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang

ibu atau bayi alami dan memberikan konseling untuk KB secara dini.

5. Keluarga Berencana

Asuhan kebidanan dalam melayani KB harus sesuai dengan kehendak ibu.

Setelah diberikan konseling yang nantinya ibu dapat mengambil keputusan

sendiri untuk memilih alat kontrasepsi sesuai dengan teori. Dalam pengkajian

yang telah dilakukan, responden memilih menggunakan KB suntik 3 bulan

(Depo Medroxyprogesterone Asetat). Berdasarkan teori Mulyani (2013)

kontrasepsi hormonal suntikan dapat digunakan oleh ibu dalam masa

menyusui sampai umur bayi ±6 bulan karena hanya mengandung hormone

progesterone tidak mengganggu produksi ASI. Dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Kansil dkk (2015) di Puskesmas Ranomuut Kota Manado

terdapat hubungan penggunaan kontrasepsi suntik Depo

Medroxyprogesterone Acetate dengan perubahan fisiologis pada wanita usia

subur siklus menstruasi yang tidak teratur, timbulnya jerawat, pusing, sakit

kepala, dan peningkatan berat badan. Berdasarkan data yang diperoleh tidak

terdapat kesenjangan teori yang dapat menyebabkan responden dalam keadaan

tidak normal.

Tanggal 31 maret 2015 pukul 16.00 wita dilakukan kunjungan rumah

asuhan keluarga berencana dengan melakukan anemnesa ibu mengatakan ibu

telah disuntik KB 3 bulan dan tanggal kembali pada tanggal 24 juni 2016.
153

Menurut Mulyani (2013), efek samping KB suntikan yaitu gangguan haid atau

tidak mendapat haid (amenorrhoe), mual, dan bercak darah (spotting).

Anda mungkin juga menyukai