Anda di halaman 1dari 11

lOMoARcPSD|206 281 87

PENGEMBANGAN PROFESI GURU


TOPIK 7 T7-9 Aksi Nyata
PROPOSAL DESIGN THINKING PENTINGNYA PENDIDIKAN SEKS
DI SEKOLAH UNTUK MENCEGAH KASUS KEKERASAN DAN
PELECEHAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN SEKOLAH

(Studi Kasus: Kasus pelecehan Seksual Di universitas Sriwijaya Palembang) Diajukan


untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Design Thinking PPG Prajabatan Gelombang
2 Tahun 2022

Disusun Oleh

Muhammad Nurdiansyah 06214822326018

Dosen Pembimbing : Dr.Syafaruddin M.kes.


Dr. Wahyu Indra Bayu M.Pd.

PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS


SRIWIJAYA 2023
lOMoARcPSD|206 281 87

Nama : Muhammad Nurdiansyah (06214822326018)


Mata Kuliah : PPL II

Dosen Pengampu : Dr.Syafaruddin M.kes.


Dr. Wahyu Indra Bayu M.Pd.

TUGAS

Jenis Kegiatan : Kegiatan Individu

Paparan masalah dan pengajuan solusi

Dalam proposal inovasi yang Anda buat, hal-hal berikut perlu Anda sertakan:

1. Deskripsi permasalahan spesifik yang ingin dipecahkan - jelaskan


secara spesifik praktik kurang baik/tidak berkeadilan (diskriminasi,
kekerasan, dan lain sebagainya) yang Anda temui di sekolah. Sumber
data mengenai permasalahan ini dapat berupa temuan Anda selama
melakukan observasi/praktik di sekolah, berita aktual, ataupun kasus
yang Anda temui di lingkungan sekitar.
2. Perumusan tujuan - rumuskan tujuan solusi Anda dalam bentuk (1)
pemahaman inti hasil dari merangkai pemahaman/crafting insights , dan
(2) design challenge.
3. Deskripsi solusi/inovasi - jelaskan secara spesifik program/projek
inovasi yang Anda rancang untuk memecahkan permasalahan dan
mendorong praktik sekolah yang lebih berkeadilan (lihat pertemuan 15
sebagai inspirasi). Anda dapat menggambarkan jalannya program/projek
Anda dengan menggunakan teknik user journey. Sebagai pengayaan,
Anda dapat mengajukan solusi tersebut pada calon pengguna
(guru/peserta didik) untuk mendapat masukan. Sertakan masukan dari
pengguna tersebut dalam proposal Anda untuk mendapatkan nilai
tambahan.
lOMoARcPSD|206 281 87

DAFTAR
ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

BAB II RUMUSAN TUJUAN DAN SOLUSI .............................................. 3

A. Crafting Instight............................................................................... 3

B. Design Chalenge ............................................................................. 4

BAB III SOLUSI DAN INOVASI ................................................................... 5

A. Solusi ................................................................................................. 5

B. Metode Pelaksanaan .......................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... Y


lOMoARcPSD|206 281 87

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rentetan panjang kasus pelecehan hingga kekerasan seksual yang terjadi akhir-akhir
ini telah mencoreng reputasi dunia pendidikan tanah air. Ruang sekolah, kampus, bahkan
pondok pesantren yang seharusnya menjadi ruang aman bagi siswa untuk menimba ilmu
pengetahuan kini tidak lagi menjadi tempat aman dan 'steril' dari predator seksual.
Terjadinya kasus kejahatan seksual di lingkungan pendidikan beberapa waktu terakhir,
menimbulkan kekhawatiran banyaknya kasus yang belum terungkap. Pemerintah pun
diminta menindaklanjuti pengesahan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
(UU TPKS) dengan peraturan pemerintah sebagai turunannya.
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mengaku khawatir munculnya kasus
kejahatan seksual di lingkungan pendidikan belakangan ini merupakan fenomena
gunung es yang menimpa peserta didik. Menurut Netty, kasus sebenarnya jauh lebih
banyak. Kondisi ini, tentu menodai lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat
pembinaan jati diri dan karakter anak bangsa. Menurutnya, peserta didik berhak
mendapatkan lingkungan yang aman dan terlindungi dari kekerasan. Mereka juga berhak
jauh dari ancaman bahaya.
Salah satu faktor penyebab tindakan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan
adalah karena pelaku merasa memiliki kekuasaan. Pelaku juga merasa berhak berlaku
sewenang- wenang pada peserta didik. "Kekuasaan pelaku akhirnya membuat korban
tidak berdaya dan takut melapor," tegas Netty. Untuk mencegah kasus TPKS, Netty pun
meminta, kepada pemerintah agar menindak lanjuti pengesahan UU TPKS dengan
peraturan pemerintah sebagai turunannya. Dia menilai, payung hukum berupa undang-
undang saja tidak cukup.
Sementara itu, terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan
ternama di sumatera selatan, yang melibatkan tokoh lembaga tersebut, Netty meminta,
pihak kepolisian melakukan upaya terbaik untuk mengungkap kebenarannya. Dia
menyatakan, kasus itu sudah lama terjadi dan mendapat perhatian luas dari masyarakat.
Penyelesaian kasus sesuai hukum secara adil dan transparan akan menjadi momentum
penegakan hukum TPKS. Salah satu kasus yang sempat ramai diperbincangkan ialah
kasus kekerasan seksual yang dialami oleh mahasiswi di salah satu perguruan tinggi
ternama di Sumsel yg dilakukan oleh oknum Dosen itu sendiri.
lOMoARcPSD|206 281 87

"Akan kami lakukan pendampingan," kata Kepala Dinas PPPA Sumsel, Henny
Yulianti, ketika dimintai konfirmasi detikcom, Jumat (19/11). Menurut Henny, kejadian
seperti ini diperlukan tindakan yang serius. Selain untuk membuat jera pelaku juga jangan
sampai kejadian seperti terulang kembali kepada korban lainnya. "Tentu saja kita
menyarankan korban untuk melapor resmi. Selain untuk menindak pelaku, juga bisa
mencegah agar kejadian yang sama tidak terjadi lagi," jelas Henny.
Sebelumnya, Komnas Perempuan menyayangkan kasus dugaan pelecehan seksual
terhadap mahasiswi oleh dosen kembali terjadi di Universitas Sriwijaya, Palembang.
Kasus tersebut menunjukkan bagaimana posisi rentannya mahasiswi dilecehkan dalam
prosesnya menyelesaikan pendidikannya.
"Terduga pelaku menggunakan posisi dan kuasanya sebagai pembimbing skripsi
dengan memanfaatkan hambatan korban dalam menyelesaikan tugas akhirnya," kata
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi kepada wartawan, Kamis (18/11).
Siti menyebut kampus sangat penting memiliki sistem pencegahan, penanganan, serta
pemulihan korban kekerasan seksual. Terlebih, kata dia, BEM juga melakukan survei
kekerasan seksual yang menunjukkan kebutuhan para mahasiswa untuk aman dari
kekerasan seksual selama menempuh pendidikan.
"Terkait dengan kasusnya sendiri, pihak rektorat (Unsri) selain memeriksa kasus
pelecehan seksual yang sudah terungkap, dengan adanya dua kasus baru yang dilaporkan
ke BEM, maka sebaiknya membuka posko pengaduan kemungkinan adanya kasus-kasus
lain yang terjadi di lingkungan Unsri," ucapnya.
"Tentunya, posko pengaduan ini melibatkan perwakilan mahasiswa, dijamin
kerahasiaannya dan independen," tambahnya.
Selain itu, Siti juga mendorong agar pihak kampus harus memastikan pendidikan
korban tidak akan terganggu dan memfasilitasi korban untuk mendapatkan
layanan pemulihan psikologis. Untuk itu, Unsri disarankan bekerjasama dengan lembaga
layanan korban, seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A).
"Kasus ini juga menjadi tantangan sekaligus peluang bagi jajaran Kemendikbud Dikti
untuk melakukan pengawasan pelaksanaan Permendikbud 30/2021," imbuhnya.
lOMoARcPSD|206 281 87

BAB II
RUMUSAN TUJUAN DAN SOLUSI

A. Crafting Insight
Menurut Michael Foucault seorang filsuf pelopor strukturalisme, kekuasaan
merupakan satu dimensi dari relasi. Di mana ada relasi, di sana ada kekuasaan dan
kekuasaan selalu teraktualisasi lewat pengetahuan, karena pengetahuan selalu punya
efek kuasa. Hal ini berarti, di dalam suatu relasi antar individu maka pengetahuan
akan dirinya dan orang lain di saat bersamaan dapat menciptakan kekuasaan.
Dari beberapa kasus seringkali kasus kekerasan seksual terjadi karena ada
faktor relasi kuasa, bahkan ini bisa dijadikan salah satu faktor atau peluang dari
adanya kasus kekerasan seksual. Relasi kuasa sebagaimana tertuang dalam
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili
Perkara Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum, adalah relasi yang bersifat
hierarkis, ketidaksetaraan dan/atau ketergantungan status sosial, budaya,
pengetahuan/pendidikan, dan/atau ekonomi. Para korban tidak memiliki kuasa untuk
melawan karena di dalam sebuah institusi mereka berada pada hierarki yang lebih
rendah. Selain itu, mereka sering kali diminta tutup mulut mengenai kasus yang
menimpanya tersebut atas dasar melindungi nama baik institusi.
Misalnya dari kasus diatas ada kekuatan relasi kuasa yang menyebabkan
terjadinya kasus kekerasan seksual tersebut, karena Pelaku sebagai dosen pembimbing
dikampus itu memiliki kuasa penuh untuk mengendalikan para mahasiswi di kampus
tersebut, Diketahui, modus yang dilakukan oknum tsb adalah melakukan tindakan
cabul atau pelecehan seksual di Laboratorium Sejarah FKIP Unsri terhadap DR.
Korban dipaksa melakukan aktivitas seksual tertentu. sehingga pelaku memanfaatkan
peluang tersebut karena korban disebut sebagai orang yang tidak berdaya sebagai
mahasiswi bimbingan dosen tsb.

Maka dari itu penyadaran sedari dini melalui penanaman mind set kepada
peserta didik adalah pondasi utama, karena hal pertama korban akan merasa dia
korban ialah ketika mengetahui tentang apa saja hal yang tidak pantas orang lain
lakukan terhadap tubuh kita, hal tersebut bisa ditanamkan melalui pendidikan seks di
ranah sekolah.
lOMoARcPSD|206 281 87

B. Design Challenge

Bagaimana menciptakan ruang aman di sekolah melalui pengajaran


yang berperspektif gender?

Bagaimana menciptakan lingkungan aman dari kekerasan seksual di


sekolah dengan menciptakan ruang aman di sekolah?

Bagaimana menciptakan sekolah yang bebas dari kekerasan seksual


dengan menerapkan pendidikan seks?

Bagaimana mengedukasi guru dan siswa melalui sosialisasi UU TPKS


sebagai upaya pencegahan dan anti kekerasan seksual di sekolah?

Bagaimana menciptakan sekolah yang aman dari kekerasan seksual


melalui kebijakan sekolah tentang tindakan penanganan pelaku dan
korban kekerasan seksual?
lOMoARcPSD|206 281 87

BAB III
SOLUSI DAN INOVASI

A. SOLUSI
Peristiwa - peristiwa tersebut di atas menggambarkan perlunya upaya pemahaman dan
pencegahan bagi anak - anak generasi penerus bangsa, agar tidak mengalami trauma, ketakutan
dan bahkan menghindari masa depan yang curam bagi mereka akibat terganggu
kejiwaannya terhadap perlakuan yang dialami para korban. Berdasarkan permasalahan
tersebut, penulis berupaya mengkaji pentingnya Pendidikan seks bagi anak - anak sebagai
upaya (kunci pencegahan) guna memahami dan menghindari perilaku yang dianggap
menyimpang dalam norma kehidupan beragama, berbudaya dan berbangsa.
Upaya memberikan pemahaman sebagai cara untuk menghindari perbuatan yang tidak
baik atau tidak pantas dalam pandangan maupun norma kehidupan (norma agama, budaya dan
bangsa) merupakan peran utama para pendidik. Pendidikan dilakukan dalam berbagai
keadaan. Artinya, Pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, satuan Pendidikan
(sekolah), dan lingkungan masyarakat. Yang dikenal dengan istilah tripusat Pendidikan.
Pendidikan seks (sex education) bagi anak sangat diperlukan, walaupun hal tersebut
merupakan hal yang asing bagi anak karena belum masanya mereka lalui. Namun,
pemberian pemahana tentang seksualitas sangat berguna dan bermanfaat bagi anak - anak
generasi penerus bangsa, sebagai upaya meminimalisir dan mencegah perbuatan
menyimpang.
Menurut Santelli et al, Pendidikan seks sangat penting untuk memberikan informasi
perkembangan dan kesejahteraan seksual yang sehat, sehingga kaum remaja memiliki hak
atas informasi yang akurat serta lengkap (Santelli et al., 2017). Pendidikan seks bagi anak
mampu menghindari korban pelecehan seksual (Elok Permatasari, 2017). Pendidikan seksual
sejak dini sangat penting diajarkan sebagai Langkah menghindari dan menangani kekerasan
seksual pada anak (Lestari & Herliana, 2020). Pelaksanaan pendidikan seksual melalui
Pendidikan bagi anak usia dini penting sebagai upaya pencegahan perbuatan pelecehan seksual
(Anggraini et al., 2017).
Pendidikan seksual secara dini diawali dari rumah melalui peran orang tua sangat
penting dan harus dilaksanakan, karena orang tua memiliki peran utama sebagai role model
(Nadeak et al., 2020). Pendidikan seksual dapat efektif melalui peran orang tua dengan
memberikan pemahaman perilaku seksual sehat dengan metode ceramah, diskusi dan brosur
(Helmi & Paramastri, 2015). Alangkah bainya pemahaman Pendidikan seks yang diperoleh
anak itu secara langsung dari orang tua (Safita, 2013).
lOMoARcPSD|206 281 87

Peran pendidikan seksual bagi ketahanan psikologi remaja, yaitu :


1) menjawab rasa ingin tahu remaja melalui pemberian informasi yang benar terkait
seksualitas dan;
2) membentuk sikap guna menghadapi perilaku seksual dini dan pra-nikah (Rinta,
2015). Peningkatan pemahaman bagi orang tua mengenai pendidikan seksual bagi anak
melalui berbagai informasi baik media cetak maupun media elektronik (Tampubolon et al.,
2019).
Berdasarkan uraian tersebut, maka Pendidikan seksual (sex education) merupakan
salah satu sarana dalam memberikan pemahaman tentang Kesehatan alat reproduksidan
upaya pencegahan penyimpangan perilaku seksual dalam kehidupan manusia.

B. METODE PELAKSANAAN

1. Peran Guru
Para pendidik (guru dan dosen) memiliki peran mendidik para partisipan didik dalam
satuan Pendidikan di sekolah. Dalam hal ini guru sekolah melalui guru BP atau BK yang
terdapat dalam satuan Pendidikan memberikan Pendidikan tambahan diluar jam sekolah
dengan memberikan pemahaman seksualitas, seperti masa pubertas, bagaimana sikap anak
perempuan terhadap lawan jenisnya, dan sebagainya. Hal ini sangat penting bagi mereka.
Sebab sekolah adalah wadah kedua bagi mereka dalam memperoleh pemahaman, ilmu,
pengetahuan dan Pendidikan yang baik. Terutama mengani Pendidikan seksual. Menurut Suteja
dan Riyadi, guru memiliki peran begitu penting dalam memberikan pemahaman berupa
pendidikan seksual bagi anak sebagai upaya antisipasi, pengetahuan, pemahaman guna
mencegah perilaku seks bebas dan upaya menghindari efek kurang baik (Suteja & Riyadi,
2019). Pendidikan seks dalam satuan Pendidikan (di sekolah) memiliki peran yang juga sangat

penting guna menjaga kesehatan dan kesejahteraan seksual bagi anak (Goldfarb & Lieberman, 2021).

2. Peran Siswa & Lingkungan Sekolah (Pembuatan Poster)

Langkah lain yang bisa dilakukan ialah dengan membuat projek pembelajaran kelas yakni
membuat poster yang berisikan edukasi seks, seperti poster anti kekerasan, masa pubertas, dan
macam-macam kekerasan dan pelecehan seksual. Poster tersebut bisa disebar dan ditempel
di mading sekolah atau mading kelas. Penyebaran poster ini menandakan dan bisa mengingatkan
setiap pihak yang membaca agar tidak melakukan tindak kekerasan dan pelecehan seksual.
lOMoARcPSD|206 281 87

DAFTAR
PUSTAKA

Anggraini, T., Riswandi, & Ari, S. (2017). Pendidikan Seksual Anak Usia Dini: Aku dan Diriku. Jurnal
Pendidikan Anak, 3(2), 1–14
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/PAUD/article/view/12980

Elok Permatasari, G. S. A. (2017). Gambaran Pemahaman Anak Usia Sekolah Dasar Tentang
Pendidikan Seksual Dalam Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak. The
Indonesian Journal Of Health Science, 9(1), 70–79.
https://doi.org/10.32528/the.v9i1.1264

Goldfarb, E. S., & Lieberman, L. D. (2021). Three Decades of Research: The Case for
Comprehensive Sex Education. Journal of Adolescent Health, 68(1), 13–27.
https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2020.07.036

Helmi, A. F., & Paramastri, I. (2015). Efektivitas Pendidikan Seksual Dini Perilaku Seksual
Sehat.
Jurnal Psikologi, 25(2), 25–35. https://doi.org/10.22146/jpsi.7502

Lestari, N. E., & Herliana, I. (2020). Implementasi Pendidikan Seksual Sejak Dini Melalui
Audio Visual. Jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia Maju, 1(1), 29–33.
https://doi.org/10.33221/jpmim.v1i01.566

Nadeak, B., Sormin, E., Naibaho, L., & Deliviana, E. (2020). Sexuality in Education Begins
in
The Home (Pendidikan Seksual Berawal Dalam Keluarga). Jurnal ComunitÃ
Servizio,
2(1), 254–264. https://doi.org/10.33541/cs.v2i1.1651

Rinta, L. (2015). Pendidikan Seksual Dalam Membentuk Perilaku Seksual Positif Pada
Remaja
Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Psikologi Remaja. Jurnal Ketahanan
Nasional,
21(3), 163–174. https://doi.org/10.22146/jkn.15587

Safita, R. (2013). Peranan Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seksual pada Anak.
Jurnal Edu-Bio, 4(3), 32–40.
http://portalgaruda.fti.unissula.ac.id/index.php?ref=browse&mod=viewarticle\&article=
252
706

Santelli, J. S., Kantor, L. M., Grilo, S. A., Speizer, I. S., Lindberg, L. D., Heitel, J., Schalet, A.
T., Lyon, M. E., Mason-Jones, A. J., McGovern, T., Heck, C. J., Rogers, J., & Ott, M.
A. (2017). Abstinence-Only-Until-Marriage: An Updated Review of U.S. Policies and
Programs and Their Impact. Journal of Adolescent Health, 61(3), 273–280.
https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2017.05.031
0
Suteja, J., & Riyadi, M. (2019). Revitalisasi Peran Orang Tua Dan Guru Dalam
Memberikan
lOMoARcPSD|206 281 87

Pendidikan Seks Pada Anak. Equalita: Jurnal Pusat Studi Gender Dan Anak, 1(1),
38–
50. https://doi.org/10.24235/equalita.v1i1.5154
Tampubolon, G. N., Nurani, Y., & Meilani, S. M. (2019). Pengembangan Buku
Pendidikan
Seksual Anak Usia 1-3 Tahun. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,
3(2),
527. https://doi.org/10.31004/obsesi.v3i2.243

Anda mungkin juga menyukai