Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/335137910

PENGARUH UKURAN DAN KARAKTERISTIK BATUAN PADA PENENTUAN


FRACTURE TOUGHNESS MODE REKAHAN I DENGAN METODE UJI BRAZILIAN
DISC DAN CHEVRON BEND

Conference Paper · October 2015

CITATIONS READS

0 612

2 authors, including:

N.P. Widodo
Bandung Institute of Technology
102 PUBLICATIONS   222 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Big Data Analysis View project

Fluids Flow Measurements View project

All content following this page was uploaded by N.P. Widodo on 13 August 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PROSIDING TPT XXIV DAN KONGRES IX PERHAPI 2015

PENGARUH UKURAN DAN KARAKTERISTIK BATUAN


PADA PENENTUAN FRACTURE TOUGHNESS
MODE REKAHAN I DENGAN METODE UJI
BRAZILIAN DISC DAN CHEVRON BEND
I Dewa Gede Oka RAGHUNATHA1, Nuhindro Priagung WIDODO2
1
Mahasiswa Program Studi Terknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung
2
Dosen Program Studi Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung

Ringkasan

Rekahan merupakan struktur geologi yang umum ditemukan pada material di alam. Inisiasi dan
propagasi dari rekahan akan berujung pada keruntuhan material tersebut. Terdapat sebuah
paramater material terkait dengan proses inisiasi dan propagasi rekahan yang biasa disebut
sebagai fracture toughness. Secara praktik, pengujian fracture toughness pada mode rekahan I
sangat sering dilakukan karena kemudahan dalam persiapannya. Sebelum dikeluarkan standar
pengujian ISRM, telah banyak spesimen yang dapat digunakan untuk pengujian ini. Akan
tetapi, hasil yang didapatkan dirasa kurang memberikan nilai yang representatif.
Pengujian fracture toughness mode rekahan I di laboratorium dilakukan dengan menggunakan
spesimen Chevron Bend sebagai salah satu standar ISRM serta Brazilian Disc sebagai spesimen
diluar standar ISRM. Baik spesimen Chevron Bend maupun Brazilian Disc tidak memiliki
standar dimensi diameter yang pasti sehingga pengujian dengan diameter spesimen yang
berbeda (efek ukuran) diduga akan memberikan perbedaan hasil pengujian. Untuk memastikan
hal tersebut, digunakan tiga ukuran diameter yang berbeda yaitu 57 mm, 73 mm, serta 83 mm.
Material uji pada penelitian ini berupa campuran pasir dan semen dengan tiga komposisi
berbeda sehingga memiliki kekuatan yang berbeda juga.
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan untuk kedua jenis spesimen, didapatkan hasil
bahwa nilai fracture toughness berbanding lurus dengan kekuatan material, dimana contoh
batuan uji C memiliki nilai tertinggi, sedangkan contoh batuan uji A memiliki nilai paling
rendah. Ukuran diameter memberikan pengaruh terhadap hasil pengujian, pada penelitian ini
pengaruh tersebut lebih signifikan pada rentang diameter 57 mm – 73 mm. Efek ukuran
dimodelkan dengan hubungan logaritmik untuk menggambarkan hasil yang didapat. Evaluasi
terhadap efek ukuran memberikan hasil yaitu nilai fracture toughness yang digunakan berada
pada rentang diameter 73 mm – 83 mm dengan rincian sebagai berikut : contoh batuan uji A =
0,399 – 0,406 MPa√m (CB) dan 0,275 – 0,284 MPa√m (BD), contoh batuan uji B = 0,515 –
0,531 MPa√m (CB) dan 0,425 – 0,487 MPa√m (BD), serta contoh batuan uji C = 0,680 – 0,719
MPa√m (CB) dan 0,598 – 0,627 MPa√m (BD). Dengan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa
nilai fracture toughness spesimen brazilian disc berkisar 64,8% – 91,7% dari spesimen chevron
bend.
Kata kunci : fracture toughness, chevron bend (CB), brazilian disc (BD), efek ukuran, mode
rekahan I, rekahan

261
PENDAHULUAN
Rekahan merupakan struktur geologi yang umum ditemukan dalam massa batuan. Rekahan
yang terus mengalami pertumbuhan akan menyebabkan terbaginya struktur masif batuan
menjadi beberapa bagian. Jika massa batuan ditinjau sebagai sebuah struktur, maka
kesetimbangan awal terjadi pada kondisi tidak adanya gangguan berupa gaya luar pada massa
batuan. Namun, pertumbuhan rekahan dapat membuat beberapa bidang permukaan baru pada
massa batuan sehingga akan mengubah kesetimbangan awal yang sudah ada sebelumnya. Salah
satu cara untuk mendapatkan kesetimbangan baru sebagai contohnya adalah fenomena
kelongsoran pada sebuah lereng. Pertumbuhan rekahan dapat disebabkan oleh banyak faktor,
contohnya aktivitas tektonik yang merupakan faktor alami. Selain itu pada pertambangan
khususnya dibagian eksploitasi, banyak kegiatan yang juga dapat menyebabkan terjadinya
pertumbuhan rekahan, seperti : pemboran, penggalian, dan peledakan. Karenanya, mekanisme
inisiasi dan pertumbuhan rekahan pada batuan sangat penting untuk dipahami.
Properti material terkait dengan rekahan biasa disebut fracture toughness. Properti tersebut
dapat menjelaskan kapan, dimana, dan mengapa keruntuhan pada material akibat rekahan dapat
terjadi. Properti tersebut merupakan nilai kritis dari faktor intensitas tegangan (K). Faktor
intensitas tegangan merupakan kondisi dari tegangan di sekitar ujung rekahan akibat adanya
gaya yang bekerja. Ketika faktor intensitas tegangan lebih besar dari nilai kritisnya, maka
pertumbuhan rekahan diasumsikan akan terjadi (ISRM, 1988). Terdapat tiga jenis mode dasar
rekahan, yaitu : mode I, mode II, dan mode III. Masing-masing mode rekahan memiliki nilai
fracture toughness tersendiri. Mode rekahan I menjadi fokus pada pengujian fracture toughness
karena sederhana dalam persiapannya dan kondisi pembebanannya relatif lebih sering teradi
dibandingkan dengan dua mode rekahan lainnya.

METODOLOGI PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, dilakukan sebuah studi untuk
mengetahui efek ukuran yang terjadi pada pengujian fracture toughness mode rekahan I dengan
menggunakan dua jenis spesimen yaitu : chevron bend (standar ISRM) dan brazilian disc
(bukan standar ISRM). Pengujian dilakukan untuk material uji berupa campuran pasir dan
semen dengan komposisi yang berbeda. Diharapkan material uji ini memiliki kekuatan yang
berbeda untuk masing-masing komposisi.
Pada penelitian ini, dilakukan beberapa pengujian guna mendapatkan data untuk keperluan
analisis, diantaranya: Uji sifat fisik, Uji sifat mekanik (kuat tekan uniaksial, kuat tarik tidak
langsung, triaksial, cepat rambat gelombang ultrasonik), serta Uji fracture toughness
(menggunakan spesimen chevron bend dan brazilian disc)
Dari data yang diperoleh melalui pengujian, selanjutnya akan dibuat analisis yang secara garis
besar dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Perbandingan antara nilai fracture toughness yang didapatkan dengan tiga diameter yang
berbeda untuk mengetahui efek ukuran yang terjadi selama pengujian.
 Perbandingan antara nilai fracture toughness yang didapatkan dengan chevron bend dan
brazilian disc untuk mengetahui efek penggunaan jenis spesimen yang berbeda terhadap
hasil pengujian.

262
MODE REKAHAN
Terdapat tiga jenis mode dasar rekahan yang berbeda berdasarkan tegangan yang bekerja pada
ujung rekahan

Gambar 1 Mode Dasar Rekahan (Irwin, 1958)

Mode I atau mode tarik terjadi apabila tegangan normal berupa tarikan bekerja pada ujung
rekahan. Konfigurasi tegangan pada mode ini adalah
𝛔 ≠ 𝟎; 𝛕𝐢 = 𝛕𝐨 = 𝟎
Mode II atau mode geser terjadi apabila tegangan geser yang searah sumbu bidang rekahan
diaplikasikan. Konfigurasi tegangan pada mode ini adalah
𝛕𝐢 ≠ 𝟎; 𝛔 = 𝛕𝐨 = 𝟎
Mode III atau mode sobek terjadi apabila tegangan geser yang tegak lurus sumbu bidang
rekahan diaplikasikan. Konfigurasi tegangan untuk mode ini adalah
𝛕𝐨 ≠ 𝟎; 𝛔 = 𝛕𝐢 = 𝟎
FRACTURE TOUGHNESS
Fracture toughness merupakan nilai kritis dari faktor intensitas tegangan yang dapat
menyatakan kemampuan material untuk menahan terjadinya inisiasi dan propagasi rekahan.
Untuk setiap mode rekahan yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, terdapat nilai
fracture toughness yang berbeda.
Untuk mendapatkan nilai fracture toughness sebenarnya (KC), sangat penting untuk mengetahui
panjang rekahan dan pembebanan pada kondisi kritis, ac dan Pc. Pada material batuan, Pc dapat
disubstitusi dengan gaya keruntuhan maksimum (Pmax). Hal ini karena gaya keruntuhan
maksimum (Pmax) umumnya berkorespondensi dengan kondisi kritis, dengan kata lain
perbedaan nilai antara Pmax dan Pc biasanya sangat kecil. Karenanya, permasalahan utama
biasanya ditemukan saat menentukan panjang rekahan kritis (ac). Beberapa metode pengujian
sudah dikembangkan dan diantaranya, spesimen dengan rekahan berbentuk v (chevron notched)
dirasa menjadi geometri spesimen terbaik untuk memecahkan masalah penentuan ac.

SPESIMEN CHEVRON BEND


Spesimen ini merupakan salah satu spesimen standar dari ISRM yang dapat digunakan untuk
pengujian fracture toughness pada mode rekahan I. Berikut adalah geometri spesimen serta
standar dimensi yang telah diajukan.

263
Geometri Simbol Nilai Toleransi
Diameter D D > 10x ukuran butir
Panjang L 4D > 3.5D
Jarak Penyangga S 3.33D ± 0.02D
Sudut Rekahan θ 90o ± 1o
Ujung Rekahan a0 0.15D ± 0.1D
Lebar Rekahan t ≤ 0.03D atau 1mm*

*Menggunakan nilai yang lebih besar

Gambar 2 Geometri dan Standar Dimensi Spesimen Chevron Bend (ISRM,1988)

Perhitungan nilai fracture toughness dengan spesimen chevron bend dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan di bawah ini.
𝑭𝒎𝒂𝒙 𝒂 𝒂 𝟐 𝑺
𝑲𝑰𝑪 = 𝒀∗𝒎𝒊𝒏 dan 𝒀∗𝒎𝒊𝒏 = [𝟏. 𝟖𝟑𝟓 + 𝟕. 𝟏𝟓 ( 𝟎 ) + 𝟗. 𝟖𝟓 ( 𝟎 ) ]
𝑫𝟏.𝟓 𝑫 𝑫 𝑫
dengan
KIC : Fracture toughness (MPa√m)
Fmax : Gaya maksimum (N)
D : Diameter (mm)
Y*min : Faktor intensitas tegangan tak berdimensi
ao : Jarak ujung rekahan (mm)
S : Jarak penyangga (mm)

Pembebanan yang digunakan pada spesimen chevron bend adalah pembebanan tiga titik atau
three point bending. Alat untuk uji ini terdiri dari tiga buah roller yang bertindak sebagai
penekan serta penyangga. Alat ini kemudian disambungkan pada mesin tekan agar dapat
digunakan untuk pengujian.

Gambar 3 Uji Fracture Toughness dengan Spesimen Chevron Bend

SPESIMEN BRAZILIAN DISC


Spesimen brazilian disc merupakan spesimen yang sama yang digunakan untuk menentukan
kuat tarik tidak langsung dari batuan. (Guo dkk., 1992) melakukan analisis terhadap faktor
intensitas tegangan yang dimulai dari inisiasi dari rekahan sampai propagasi rekahan berakhir
pada spesimen ini sehingga dapat dievaluasi nilai fracture toughness pada mode rekahan I.
Pembebanan pada spesimen ini berupa pembebanan diametral yaitu gaya tekan (F) diasumsikan
terdistribusi secara radial pada sudut kontak tertentu (2α).

264
Analisis selanjutnya adalah dengan menganggap terdapat rekah internal pada disc sepanjang 2c
yang ikut terkena gaya sehingga akan muncul faktor intensitas tegangan di ujung rekahan
tersebut.

Gambar 4 Pembebanan Diametral Pada Spesimen Disc (Kiri); Model Rekahan Internal yang Mengalami Gaya
Tarik (Kanan)

Turunan dari analisis tersebut adalah persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung nilai
faktor intensitas tegangan, yang dapat digunakan juga untuk menghitung nilai fracture
toughness. Berikut adalah persamaan akhir yang dihasilkan.

𝟐
KIc = 𝑩 𝑷𝒄 ∅(𝒄/𝑹)danB =
𝝅𝟑/𝟐 𝑹𝟏/𝟐 𝒕𝜶

dengan
KIC : Fracture toughness (MPa√m)
B : Konstanta geometri (m-3/2)
PC : Gaya kritis (N)
φ(c/R) : Faktor intensitas tegangan tak berdimensi
R : Radius (mm)
t : Tebal (mm)
α : Setengah sudut kontak (o)

Gambar 5Nilai φ(c/R) Hasil Integrasi Numerik Untuk α yang Bervariasi (Guo dkk., 1992)

265
HASIL UJI SIFAT FISIK DAN MEKANIK CONTOH BATUAN UJI
Setelah dilakukan pengujian di laboratorium juga pengolahan terhadap data yang
didapatkan,berikut ini adalah hasil dan analisis yang dapat disajikan. Untuk setiap pengujian
digunakan 3 contoh batuan uji yaitu : contoh batuan uji A (semen : pasir = 1:3), contoh batuan
uji B (semen : pasir = 1:2), dan contoh batuan uji C (semen : pasir = 1:1)
Tabel 1 Hasil Uji Sifat Fisik

Contoh Bobot Isi / Densitas (kg/m3) Kadar Air (%) Derajat


Porositas Void
Batuan Kejenuhan
Natural Jenuh Kering Natural Jenuh (%) Ratio
Uji (%)
A 1578,43 1876,06 1460,99 8,05 28,44 28,23 41,51 0,71
B 1592,83 1875,62 1476,60 7,88 27,03 29,11 39,90 0,66
C 1657,25 1880,24 1519,75 9,05 23,72 38,16 36,05 0,56

Tabel 2Hasil Uji Sifat Mekanik

Contoh Sifat Mekanik


Batuan
Uji Vp (m/s) σc(MPa) E (GPa) υ σt(MPa) c (MPa)

A 2575,35 9,91 2,15 0,26 0,91 4,89


B 2835,75 15,25 3,00 0,21 1,62 8,36
C 3274,42 27,14 4,57 0,14 2,64 12,23

Berdasarkan dua tabel di atas, contoh batuan uji C memiliki kerapatan butir penyusun yang
paling tinggi dilihat dari bobot isi, serta memiliki cacat berupa rongga paling sedikit yang
ditunjukkan dengan nilai porositas dan void ratio yang paling rendah. Hal tersebut juga
menyebabkan contoh batuan uji C memiliki nilai kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas,
kohesi, serta cepat rambat gelombang ultrasonik yang paling tinggi. Karenanya, dapat diduga
bahwa secara fisik dan mekanik, kualitas contoh batuan uji C relatif lebih baik dibandingkan
dua contoh batuan uji lainnya.

HASIL UJI FRACTURE TOUGHNESS

Tabel 3 Hasil Uji Fracture Toughness Spesimen Chevron Bend (Kiri); Spesimen Brazilian Disc (Kanan)

KICCB (MPa.√m) Contoh KICBD (MPa√m)


Contoh
Diameter Batuan
Batuan Uji Diameter
Uji
57 mm 73 mm 83 mm 57 mm 73 mm 83 mm
A 0,225 ± 0,027 0,399 ± 0,030 0,406 ± 0,029 A 0,188 ± 0.036 0,275 ± 0,056 0,284 ± 0,063
B 0,365 ± 0,050 0,515 ± 0,050 0,531 ± 0,049 B 0,332 ± 0,035 0,425 ± 0,113 0,487 ± 0,012
C 0,617 ± 0,011 0,680 ± 0,034 0,719 ± 0,019 C 0,400 ± 0,032 0,592 ± 0,017 0,627 ± 0,124

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui nilai fracture toughness masing-masing batuan uji
pada setiap diameter yang digunakan. Contoh batuan uji C memiliki nilai fracture toughness
yang paling tinggi yang artinya memiliki resistansi yang paling baik terhadap proses inisiasi
dan propagasi rekahan. Dapat diketahui juga bahwa hasil pengujian untuk setiap diameter
berbeda satu dengan lainnya yang menandakan bahwa terdapat pengaruh dari penggunaan

266
diameter yang berbeda,dengan kecenderungan terjadinya peningkatan nilai fracture toughness
seiring kenaikan ukuran diameter.
Efek Ukuran Contoh Batuan Uji Efek Ukuran Contoh Batuan Uji
1,0 A 1,0 B

0,8 0,8
KIC (MPa m0,5)

KIC (MPa m0,5)


0,6 0,6

0,4 0,4

0,2 0,2

0,0 0,0
55 60 65 70 75 80 85 55 60 65 70 75 80 85
Diameter (mm) Diameter (mm)
Contoh Batuan Uji A (CB) Contoh Batuan Uji B (CB)
Contoh Batuan Uji A (BD) Contoh Batuan Uji B (BD)

Efek Ukuran Contoh Batuan Uji


1,0 C

0,8
KIC (MPa m0,5)

0,6

0,4

0,2

0,0
55 60 65 70 75 80 85
Diameter (mm)
Contoh Batuan Uji C (CB)
Contoh Batuan Uji C (BD)
Gambar 6 Grafik Perbedaan Nilai Fracture Toughness Contoh Batuan Uji pada Setiap Diameter

Secara keseluruhan, dapat terlihat bahwa terdapat satu ukuran diameter tertentu yang mulai
menghasilkan nilai fracture toughness yang tidak mendapatkan pengaruh perubahan ukuran
diameter. (Yi, X. et al., 1991) menyebutnya sebagai diameter minimum. Pada penelitiannya,
mereka menggunakan gabrro dengan jenis spesimen short rod dan mendapatkan hasil serupa
dengan penelitian ini, diameter minimum pada penelitian tersebut adalah 51 mm. Sedangkan
penelitian mengenai efek ukuran juga dilakukan oleh Iqbal dan Mohanty (2006) menggunakan
granit dengan jenis spesimen chevron bend. Dari tiga diameter yang digunakan (32 mm, 56
mm, dan 76 mm) didapatkan hasil bahwa pada rentang diameter 56 mm – 76 mm didapatkan
nilai fracture toughness yang tidak terlalu terpengaruh oleh diameter. Jika dibandingkan dengan
kedua penelitian sebelumnya, maka pada penelitian ini, kemungkinan diameter minimum yang
dapat digunakan adalah 73 mm, namun perlu adanya analisis lebih lanjut untuk lebih
memastikan dengan menggunakan diameter spesimen yang lebih bervariasi sehingga data yang
didapat akan lebih akurat.

267
Dari gambar 6 dapat diketahui juga bahwa perilaku efek ukuran untuk setiap contoh batuan uji
tidak dapat disamakan, sehingga diperlukan juga analisis yang lebih mendalam mengenai
perbedaan efek ukuran yang terjadi untuk contoh batuan uji yang berbeda.
Analisis terhadap efek ukuran juga memberikan hasil berupa pemilihan nilai fracture toughness
untuk setiap contoh batuan uji baik dengan spesimen chevron bend dan brazilian discpada
penelitian ini berada pada rentang diameter 73 mm – 83 mm karena dianggap sudah tidak
mendapatkan pengaruh ukuran diameter.

Tabel 4Perbandingan Nilai Fracture Toughness Spesimen Chevron Bend dan Brazilian Disc

Fracture Toughness(MPa m0.5)


Contoh Batuan Uji Diameter (mm) BD/CB
Chevron Bend Brazilian Disc
57 0,225 0,188 0,838
A 73 0,399 0,275 0,689
83 0,406 0,284 0,698
57 0,365 0,332 0,911
B 73 0,515 0,425 0,825
83 0,531 0,487 0,917
57 0,617 0,400 0,648
C 73 0,680 0,592 0,870
83 0,719 0,627 0,872

Pada penelitian ini, secara keseluruhan dapat terlihat bahwa spesimen brazilian disc
memberikan nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan spesimen chevron bend dengan
kisaran 64,8% - 91,7%.
Hal tersebut belum dapat dikatakan sebagai sesuatu yang pasti mengingat terbatasnya jenis
batuan uji yang digunakan pada penelitian ini. Namun, jika melihat pada persamaan yang
digunakan untuk menghitung nilai fracture toughness, perbedaan nilai dapat timbul akibal
berbedanya besar nilai faktor intensitas tak berdimensi untuk kedua spesimen. Selain itu dapat
juga disebabkan oleh berbedanya pendefinisian dan besar gaya kritis untuk spesimen chevron
bend dan brazilian disc. Untuk spesimen chevron bend, yang dimaksud gaya kritis adalah gaya
maksimum yang tercatat pada kurva tegangan regangan. Sedangkan untuk spesimen brazilian
disc, yang dimaksud gaya kritis adalah gaya pada saat proses propagasi rekahan berubah fase
dari stabil menjadi tak stabil yang mana pada kurva tegangan regangan, posisinya sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan gaya maksimum. Berdasarkan, pengujian yang telah dilakukan,
gaya kritis yang mampu ditahan spesimen brazilian disc lebih besar dibandingkan dengan gaya
kritis yang mampu ditahan spesimen chevron bend. Sedangkan faktor terakhir yaitu konstanta
geometri sendiri memiliki besar yang cenderung tidak jauh berbeda untuk kedua spesimen dan
dianggap kurang memberikan pengaruh terhadap hasil pengujian.

268
KESIMPULAN
Setelah dilakukannya pengujian di laboratorium juga berdasarkan analisis dari data yang telah
didapatkan, maka dapat disimpulkan beberapa hal:
1. Nilai fracture toughness cenderung mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan diameter
spesimen. Untuk kedua spesimen, efek ukuran dirasa kurang memberikan pengaruh pada
rentang diameter 73 mm – 83 mm.
2. Berdasarkan analisis mengenai efek ukuran, digunakan nilai fracture toughness pada selang
diameter 73 mm sampai 83 mm. Nilai untuk masing-masing contoh batuan uji adalah sebagai
berikut :
Contoh batuan uji A : 0,399 – 0,406 MPa√m (CB) dan 0,275 – 0,284 MPa√m (BD)
Contoh batuan uji B : 0,515 – 0,531 MPa√m (CB) dan 0,425 – 0,487 MPa√m (BD)
Contoh batuan uji C : 0,680 – 0,719 MPa√m (CB) dan 0,592 – 0,627 MPa√m (BD)
Nilai dari spesimen brazilian disc lebih rendah dari spesimen chevron bend dengan kisaran
64,8% - 91,7%.

SARAN
Agar penelitian terkait fracture toughness yang mungkin akan dilakukan di kemudian hari dapat
berlangsung dengan lebih baik dan dapat dikembangkan, berikut ini adalah beberapa saran yang
dapat penulis berikan:
1. Untuk meminimalkan terjadinya patah prematur (sesaat setelah pengujian dimulai tanpa ada
gaya yang terrekam), sebaiknya dilakukan modifikasi sambungan alat three point bending
dengan mesin tekan.
2. Untuk mendapatkan perilaku efek ukuran yang lebih akurat, sebaiknya pengujian
selanjutnya menggunakan lebih banyak variasi diameter.
3. Untuk mendapatkan lebih banyak variasi data, sebaiknya pengujian selanjutnya
menggunakan contoh batuan uji asli.
4. Untuk pengujian dengan spesimen brazilian disc, sebaiknya rasio tebal terhadap diameter
dibuat seragam, sehingga konstanta geometri (B) diharapkan hanya berubah terhadap ukuran
diameter.
5. Untuk mendapatkan gambaran mengenai propagasi rekahan dengan lebih baik, sebaiknya
dilakukan pemodelan numerik. Sejauh ini, perangkat lunak yang disarankan adalah
ABAQUS.

DAFTAR PUSTAKA
Backers, T. 2004. Fracture Toughness Determination and Micromechanics of Rock Under
Mode I and Mode II Loading. Potsdam: Mathematisch-Naturwissenschaftlichen Fakultat
der Universitat Potsdam.
Guo, H. 1990. Rock Cutting Studies Using Fracture Mechanics Principles. Australia :
University of Wollongong
Guo, H., Aziz, N. I., Schmidt, L.C. 1992. Rock Fracture Toughness Determination by the
Brazilian Test. Amsterdam: Elsevier Science Publisher B.V.
Iqbal, M. J., Mohanty, B. 2006. Experimental Calibration Of ISRM Suggested Fracture
Toughness Measurement Techniques in Selected Brittle Rocks. Canada: Department of
Civil Engineering and Lassonde Institute.

269
ISRM Commission On Testing Methods. 1988. Suggested Methods for Determining the
Fracture Tougness of Rock. Great Britain: Pergamon Press plc.
Ouchterlony, F. 1989. On the Background to the Formulae and Accuracy of Rock Fracture
Toughness Measurement Using ISRM Standard Core Specimens. Great Britain:
Pergamon Press plc.
Ouchterlony, F. 1990. Fracture Toughness Testing of Rock with Core Based Specimens. Great
Britain: Pergamon Press plc.
Rai, M. A., Kramadibrata, S. K., Wattimena, R. K. 2012. Catatan Kuliah Mekanika Batuan.
Bandung: Penerbit ITB.
Su, C. 1993. Fracture Mechanics and Its Application in Rock Excavation Engineering. The
University of Leeds Department Mining and Mineral Engineering.
Whittaker, B.N., Singh, R.N., Sun, G. 1992. Rock Fracture Mechanics Principles, Design,
and Applications. Amsterdam: Elsevier.
Yi, X., Sun, Z., Ouchterlony, F., Stephansson, O. 1991. Fracture Toughness of Kallax
Gabbro and Specimen Size Effect. Great Britain: Pergamon Press plc.

270

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai