Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS KELOMPOK

PROFESI PENDIDIKAN BIDAN ANGKATAN VII

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK REMAJA DAN PRA NIKAH PADA Nn “S”


USIA 17 TAHUN DENGAN AMENORHEA SEKUNDER DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PAUH PADANG

Disusun oleh:

Ashiva Liliana Zein : 2215901250


Elimurni : 2215901224
Lira Anggraini : 2215901232
Radika Febria Utari : 2215901239
Sonya Destrimonika : 2215901244
Tuti Hariani : 2215901249
Wahyuni Krisnawati : 2215901251
Wira Yuana Oktavia : 2215901260

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN BIDAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS FORT DE KOCK

BUKITTINGGI

2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK REMAJA DAN PRA NIKAH PADA Nn “S”


USIA 17 TAHUN DENGAN AMENORHEA SEKUNDER DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PAUH PADANG

Telah Disetujui dan Disahkan Oleh :

Preseptor Akademik Preseptor Lapangan

Remaja dan Pranikah Remaja dan Pranikah

(Nurul Amalia, S. ST. M. Keb) (Lidya Riniati, S. SiT)

Mengetahui,

Ketua Program Studi Profesi Pendidikan Bidan

Fakultas Kesehatan Universitas Fort De kock

(Ferbriniwati Rifdi, S. SiT, M. Biomed)


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kami ucapkan
kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan Laporan Kelolaan dengan judul “ASUHAN KEBIDANAN
HOLISTIK REMAJA DAN PRA NIKAH PADA Nn “S” USIA 17 TAHUN
DENGAN AMENORHEA SEKUNDER DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PAUH PADANG”. Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW, semoga
kita selalu dapat meneladani segala sisi dalam kehidupan beliau.

Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami sadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak lain berkat
bantuan dan bimbingan dari dosen pembibing dan teman-teman. Maka dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia Nya serta
kesehatan dalam proses penulisan laporan
2. Ibu Dr. Hj. Evi Hasnita, S.Pd,Ns. M.Kes selaku rektor universitas Ford
De Kock.
3. Ibu Ferbriniwati Rifdi, S.SiT, M.Bomed selaku ketua program studi
kebidanan Ford De Kock.
4. Ibu drg. Hj. Trisye Musfa selaku Kepala puskesmas Pauh yang telah
memfasilitasi dan memberi izin kami selama penyusunan laporan ini.
5. Ibu Nurul Amalia, S. ST. M. Keb selaku pembimbing akademik yang
telah membimbing kami dalam penyusunan laporan kasus ini.
6. Ibu Lidya Riniati, S.SiT selaku pembimbing lapangan yang telah
membimbing dan memberi saran kami dalam penyusunan laporan kasus.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kesalahan dalam pembuatan laporan
ini. Dan kami mohon kritik dan saran untuk kami yang membangun, selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Padang, 28 Juli 2023

Kelompok Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan umum dan khusus
1.4 Manfaat Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Definisi Pengertian
2.2 Tanda dan gejala
2.3 Penyebab
2.4 Patofisiologi terjadinya penyakit
2.5 Pemeriksaan fisik yang dilakukan sesuai teori
2.6 Pemeriksaan diagnostik / Penunjang yang dilakukan sesuai teori
2.7 Terapi / tindakan penanganan yang dilakukan sesuai teori
2.8 Komplikasi yang terjadi sesuai teori

BAB III LAPORAN KASUS


(SOAP)

BAB IV ANALISIS KASUS


(Sesuai Kasus dan Jurnal yang berhubungan dengan kasus)

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manuasia yang sering disebut
masa pubertas yaitu masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Menurut World Health
Organization (WHO), remaja adalah penduduk rentang usia 10-19 tahun (WHO, 2014).
Remaja wanita sudah dapat dikategorikan masuk dalam masa prakonsepsi atau wanita usia
subur (WUS). Pubertas Pada remaja perempuan ditandai dengan pertumbuhan payudara
tumbuhnya rambut kemaluan, pembesaran panggul dan menarche (datangnya menstruasi
pertama kali) (Manuaba, 2009). Normalnya remaja putri akan mengalami menstruasi
pertama yang biasa disebut dengan menarche saat usia 11-16 tahun (rata-rata 13 tahun),
menstruasi biasanya terjadi 1 bulan sekali dengan rentan waktu 21-35 hari dengan rata-
ratadurasi siklus 28 hari (Tombokan, 2017).
Menstruasi merupakan perdarahan yang teratur dari uterus melalui vagina sebagai tanda
bahwa organ kandungan telah berfungsi matang (BKKBN, 2008). Menurut Prawiroharjdo
(2007) menstruasi adalah pengeluaran cairan dari vagina secara berkala (3-7 hari) yang
dipengaruhi oleh hormon reproduksi selama masa usia reproduktif. Hari pertama dimulainya
menstruasi sampai hari pertama menstruasi berikutnya disebut siklus menstruasi (Mansur,
2012).
Siklus menstruasi dianggap normal dengan interval 21-35 hari (Manuaba, 2009). Siklus
menstruasi normal, menggambarkan organ reproduksi yang sehat dan tidak bermasalah.
Dengan siklus menstruasi yang normal, seorang wanita akan lebih mudah mendapatkan
kehamilan, menata rutinitas, dan menghitung masa subur (Wiknjosastro, 2009).
WHO tahun 2005 menyebutkan bahwa permasalahan remaja di dunia adalah seputar
permasalahan mengenai gangguan menstruasi (38,45%), masalah gizi yang berhubungan dengan
anemia (20,3%), gangguan belajar (19,7%), gangguan psikologis (0,7%), serta masalah
kegemukan (0,5%). Gangguan menstruasi merupakan hal yang sering terjadi dan dapat
menyebabkan remaja harus memeriksakan diri ke dokter (Kundre, 2015). Gangguan menstruasi
yang tidak ditangani dapat mempengaruhi kualitas hidup dan aktivitas sehari-hari
(Sianipar,2009)
Manusia biasanya merasa terganggu atau terusik jika dalam kebiasaan hidupnya
mengalami perubahan. Sama halnya dengan kaum perempuan akan merasa terganggu jika
menstruasi yang mereka alami mengalami perubahan. Misalnya perubahan menstruasi yang
dialami oleh perempuan menjadi lebih lama atau lebih banyak keluar darah haidnya, tidak
teratur, lebih sering atau tidak mengalami menstruasi sama sekali.
Perempuan dianggap sehat jika pada setiap bulannya mengalami menstruasi. Namun,
tidak semua perempuan mengalami hal yang demikian. Ada beberapa perempuan yang masa
menstruasinya tidak tertatur atau tidak terjadi haid dalam beberapa bulan, ketidak teraturan
haid dalam dunia medis disebut amenorhea. Pada saat terjadi amenorhea beberapa
perempuan mengalami kekhawatiran berlebihan yang sedikit banyak menganggu psikis
mereka. Bukan hanya itu, tubuh pun merasakan dampaknya seperti mudah lelah, serta wajah
terlihat sedikit pucat.
Oleh karena itu kami tertarik membahas kasus mengenai amenorhea yang terjadi pada
Ny. S usia 17 tahun di wilayah kerja Puskesmas Pauh Padang pada tanggal 28 Juli 2023

1.2.1 Tujuan Umum

Setalah membuat laporan ini diharapkan penulis dapat memhami tentang Amenore

1.2.2 Tujuan Khusus

Setelah membuat laporan ini diharapkan penulis dapat memahami tentang polimenorea

1. Mengetahui defenisi Amenorhea


2. Mengetahui etiologi Amenorhea
3. Mengetahui diagnosis Amenorhe
4. Pemberdayaan tanda dan gejala Amenorhae
5. Terapi Amenorhea
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Amenore

Menurut Manuaba (2009), amenore yaitu keterlambatan menstruasi lebih dari 3 bulan
berturut-turut, menstruasi wanita teratur setelah mencapai usia 16 tahun. Menurut Jones (2002),
amenore sekunder adalah keterlambatan menstruasi 3 bulan berturut-turut, sedangkan amenore
primer adalah menstruasi tidak datang walaupun usia remaja telah mencapai usia 16 tahun.
Menurut Kumala (2005), amenorea adalah tidak ada atau berhentinya menstruasi secara
abnormal yang mengiring penurunan berat badan akibat diet penurunan berat badan dan nafsu
makan tidak sehat pada anoreksia nervosa dan tidak disertai problem psikologik.
Menurut Jones (2002), amenore primer (dialami oleh 5 persen wanita amenore) mungkin
disebabkan oleh efek genetik seperti disgenensis gonad, yang biasanya ciri-ciri seksual
sekunder tidak berkembang. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelainan duktus Muller, seperti
tidak ada uterus, agenesis vagina, septum vagina transversal, atau himen imperforata. Pada tiga
penyebab terakhir, menstruasi dapat terjadi tetapi discharge menstruasi tidak dapat keluar dari
traktus genitalis. Keadaan ini disebut kriptomenore, bukan amenore.

2.2 Etiologi Amenore

1. Sindrome Asherman
Pada sindrom Asherman, amenore sekunder terjadi setelah kerusakan endometrium.
Umumnya hal ini disebabkan kuretase berlebihan yang kemudian menghasilkan jaringan
parut intrauterin. Pola yang khas yaitu sinekia multipel yang tampak pada histerogram.
Diagnosis dengan histeroskopi lebih akurat karena dapat mendeteksi perlekatan minimal
yang tidak tampak pada histerogram. Perlekatan dapat terjadi secara sebagian atau seluruh-
nya menutup rongga endometrium atau kanalis servikalis. Sindrom Asherman dapat juga
terjadi setelah pembedahan uterus, meliputi seksio saesaria atau miomektomi (Speroff,
2005).

Pasien dengan sindrom Asherman dapat memiliki masalah lain selain amenore, termasuk
keguguran dan dismenore. Pasien dengan abortus berulang, infertilitas, atau kegagalan
kehamilan harus menjalani pemeriksaan rongga endometrium dengan histerogram atau
histeroskopi.
Terapi sindrom Asherman meliputi dilatasi dan kuretase untuk melepaskan sinekia dan
bila diperlukan dapat dilakukan histerogram untuk memastikan rongga uterus telah bebas
dari sinekia. Histeros-kopi dengan melisiskan secara langsung perlekatan, memberikan
hasil yang lebih baik daripada dilatasi dan kuretase “buta”. Untuk mencegah rongga uterus
dari perlekatan digunakan kateter Folley intra uterin, kantung diisi dengan 3 ml cairan, dan
kateter diangkat setelah 7 hari. Selain kateter Folley, intrauterine device (IUD) juga dapat
digunakan untuk mencegah perlekatan ulang. Kateter Folley merupakan metode ajuvan
yang lebih aman dan lebih efektif dibandingkan dengan IUD. Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan Orhue et al. yang membandingkan 51 kasus sindrom Asherman
yang menggunakan IUD dan 59 kasus dengan kateter Folley untuk mencegah perlekatan
ulang dan ditemukan 81,4% pasien dari kelompok kateter Folley mendapatkan siklus
menstruasi yang normal sedangkan pada kelompok IUD sebanyak 62,7%. Tingkat konsepsi
pada kelompok kateter ialah 33,9% dibandingkan dengan 22,5% pada kelompok IUD.
Antibiotik spektrum luas dimulai sebelum operasi dan dipertahankan selama 10 hari. Pasien
diterapi selama 2 bulan dengan estrogen dosis tinggi 2,5 mg perhari selama 3 dari 4 minggu dan
dengan medroksi-progesteron asetat 10 mg perhari yang ditambahkan pada minggu ketiga
(Suparman, 2017).

2. Gangguan Pada Ovarium


a. Tumor Ovarium
Amenorea yang terjadi dapat disebab-kan oleh tumor ovarium yang tidak
memroduksi hormon maupun oleh tumor ovarium yang memroduksi hormon. Tumor
ovarium yang tidak memroduksi hormon akan merusak seluruh jaringan ovarium. Hormon
yang diproduksi oleh tumor ovarium ialah androgen dan estrogen. Androgen yang tinggi
menekan sekresi gonadotropin, sehingga menyebabkan amenorea, hirsutisme, hipertrofi
klitoris, perubahan suara, dan akne. Tumor yang memproduksi estrogen jarang
menyebabkan amenorea, namun sering terjadi perdarahan yang memanjang akibat
hiperplasia endometrium.
b. Kegagalan ovarium dini/premature ovarian failure (POF)
Sekitar 1% wanita akan mengalami kegagalan ovarium dini (deplesi dini dari folikel
ovarium) sebelum usia 40 tahun. Etiologi dari kegagalan ovarium dini pada sebagian besar
kasus belum diketahui dan lebih sering terjadi pada keluarga yang memiliki sindrom X
fragil; hal ini berguna bila kegagalan ovarium dini familial diidentifikasi. Perlu ditekankan
bahwa pembawa mutasi X fragil ialah pada peningkatan risiko untuk kegagalan ovarium
dini. Gangguan autosomal dominan yaitu sindrom blefaro-fimosis (kelainan kelopak mata),
telah diidentifi-kasi berhubungan dengan kegagalan ovarium dini, yang disebabkan oeh
mutasi dalam gen faktor transkripsi (FOXL2) pada kromosom 3. Selain itu, kegagalan
ovarium dini dapat disebabkan oleh destruksi folikel karena infeksi, misalnya ooforitis
gondok, atau kerusakan fisik (misalnya radiasi atau kemoterapi) (POF, 2016)
Efek radiasi tergantung pada usia dan dosis sinar X. Kadar estrogen dan progesteron
mulai menurun dan gonado-tropin meningkat dalam 2 minggu setelah radiasi ovarium. Pada
wanita berusia lebih muda yang terpapar dengan radiasi kuat akan lebih sulit terjadi efek
kastrasi total, karena memiliki jumlah oosit yang lebih banyak. Kerusakan ovarium mungkin
tidak terjadi saat itu, namun akan muncul di kemudian hari dalam bentuk kegagalan ovarium
dini. Bila daerah radiasi di luar pelvis, tidak terdapat risiko kegagalan ovarium dini. Untuk
alasan ini, transposisi elektif ovarium menggunakan laparoskopi dari ovarium di luar pelvis
sebelum radiasi memberikan harapan yang baik untuk fungsi fertilitas di masa akan datang.
c. Sindrom Resistensi Ovarium
Sindrom resistensi ovarium terjadi pada wanita amenore dengan pertumbuhan dan
perkembangan yang normal, namun memiliki peningkatan kadar gonadotropin. Wanita ini
akan sulit untuk hamil, bahkan dengan dosis gonadotropin eksogen yang tinggi. Penyebab
pasti kelainan ini belum sepenuhnya terungkap. Diduga adanya gangguan pembentukan
reseptor gonado-tropin di ovarium akibat proses autoimun. Perlu dilakukan biopsi ovarium
untuk membedakan dengan menopause prekok.
d. Sindroma Ovarium Polikistik
Sindrom ovarium polikistik adalah suatu anovulasi kronik yang menyebabkan infertilitas
dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan hubungan umpan balik antara pusat
(hipotalamus-hipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu tinggi yang berakibat
tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup adekuat (Guizick, 2016)
Gambaran klinis SOPK sangat bervariasi, tetapi secara umum dapat dijumpai
gangguan menstruasi dan gejala hiperandrogenisme. Keadaan klinis yang ditemukan ialah
gangguan menstruasi dengan siklus menstruasi tidak teratur atau tidak menstruasi sama
sekali, terkadang disertai terjadinya perdarahan uterus disfungsional. Gejala
hiperandrogenisme berupa hirsutisme, kelainan seboroik pada kulit dan rambut serta
kebotakan dengan pola seperti yang ditemukan pada pria. Tes laboratorium yang dilakukan
berupa tes hormonal, tidak saja penting untuk diagnosis tetapi juga sangat penting untuk
melihat kelainan secara keseluruhan. Kelainan endokrin yang ditemukan ialah peningkatan
konsentrasi LH dan aktivitas androgen yaitu testosteron dan androste-nedion. Pada
pemeriksaan ultrasonografi transvaginal didapatkan gambaran lebih dari 10 kista pada salah
satu ovarium dengan ukuran <1 cm.
3. Gangguan Pada Hipofisis Anterior
a. Syndrom Sheehan
Penyebab terbanyak amenorea karena gangguan di hipofisis ialah sindrom Sheehan
yang terjadi akibat adanya iskemik atau nekrosis adenohipofisis. Kelainan ini sering
dijumpai pada postpartum dengan perdarahan banyak. Perlu diketahui, bahwa
adenohipofisis sangat sensitif dalam kehamilan. Gejala baru muncul bila ¾ dari
adenohipofisis mengalami kerusakan. Bila hal ini terjadi, maka semua hormon yang
dihasilkan oleh adenohipofisis akan mengalami gangguan
b. Amenore Galaktorea
Pada wanita dengan oligomenore amenore, galaktorea atau infertilitas, harus diperiksa kadar
prolaktin serum. Hiper-prolaktinemia diperkirakan terjadi pada 9% wanita dengan amenore,
25% wanita dengan galaktorea, dan 70% wanita dengan amenore dan galaktorea. Prolaktin
merupa-kan hormon yang diproduksi oleh sel-sel laktotrof yang terletak di bagian distal
lobus anterior hipofisis. Pengeluaran prolaktin dihambat oleh prolactin inhibiting factor
(PIF) yang identik dengan dopamin. Bila PIF ini tidak berfungsi, atau produksinya
berkurang maka akan terjadi hiperprolaktinemia. Tidak berfungsinya PIF dapat disebabkan
oleh: gangguan di hipotalamus; obat-obatan (psikofarmaka, estrogen, domperidon,
simetidin); kerusakan pada sistem portal hipofisis; dan tumor hipofisis yang menghasilkan
prolaktin (prolaktinoma), hipertiroid, dan akromegali (Shahdokh, 2015)
Hiperprolaktinemia mengakibatkan reaksi umpan balik terhadap hipotalamus,
sehingga terbentuk dopamin dalam jumlah besar yang akan menghambat pengeluaran
gonadotropin-releasing hormone (GnRH) dan dengan sendirinya akan terjadi penurunan
sekresi FSH dan LH. Hiperprolaktinemia juga menyebabkan penurunan sensitivitas ovarium
terhadap FSH dan LH, memicu produksi asi, serta memicu sintesis androgen suprarenal.
Pada hiperprolaktinemia didapatkan kadar prolaktin yang tinggi di dalam darah
(normal 5-25 ng/ml). Bila didapatkan kadar prolaktin yang tinggi harus dicari ada tidaknya
prolaktinoma dengan mengguna-kan MRI atau CT scan. Umumnya terjadi gangguan haid
mulai dari oligomenorea sampai amenorea yang sangat bergantung dari kadar prolaktin
serum. Kadar prolaktin >100 ng/ml selalu menyebabkan amenorea. Hiperprolaktinemia
mengakibatkan timbul-nya gangguan pada pertumbuhan folikel, sehingga ovulasi tidak
terjadi. Kadang-kadang pasien mengeluh sakit kepala yang disertai dengan amenorea, serta
gangguan penglihatan. Bila hal ini ditemukan maka harus dipikirkan adanya prolaktinoma
4. Gangguan Pada Sistem Saraf Pusat
a. Amenore Hipotalamik
Gangguan hipotalamus didiagnosis dengan menyingkirkan lesi hipofisis. Gangguan ini
sering berhubungan dengan keadaan yang penuh dengan tekanan. Penyebab fungsional yang
paling sering ditemukan berupa gangguan psikis. Gangguan fungsional seperti ini paling
banyak dijumpai pada wanita pengungsi, dipenjara, sering mengalami stres, atau hidup
dalam ketakutan. Pasien dengn amenore hipotalamik (hipogonadotropin hipogonadisme)
memiliki defisiensi dari sekresi pulsatil GnRH. Tingkat penekanan GnRH menentukan
bagaimana klinis pasien ini. Penekanan ringan dapat berhubungan dengan efek marginal dari
reprofuksi, khususnya fase luteal yang tidak adekuat. Penekanan sedang dapat menghasilkan
anovulasi dengan ketidak-teraturan menstruasi, dan penekanan yang kuat bermanifestasi
sebagai amenore hipotalamik.
b. Anoreksi Nervosa dan Bulmia
Wanita yang mengalami gangguan pola makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia dapat
menyebabkan gangguan psikis, dan neurotik, sehingga dapat terjadi kerusakan organ
(atrofi). Bila kerusakan tersebut mengenai hipotalamus, maka dengan sendirinya
hipotalamus tidak dapat lagi memroduksi GnRH. Pengeluaran FSH dan LH dari hipofisis
pun berhenti. Akibatmya pematangan folikel dan ovulasi di ovarium tidak terjadi. Anoreksia
nervosa diagnosis bila ditemukan gejala berikut:
1. Onset antara usia 10 dan 30 tahun.
2. Penurunan berat badan sebanyak 25% atau 15% di bawah normal untuk usia dan tinggi
badan.
3. Kelakuan khusus: penyangkalan, gambar tubuh yang berubah, perlakuan yang tidak biasa
terhadap makanan.
4. Sedikitnya satu dari berikut ini: rambut halus (lanugo), bradikardi, overaktivitas, episode
makan berlebihan (bulimia), muntah, yang dapat diinduksi oleh diri sendiri.
5. Amenore.
6. Tidak ada penyakit medis yang diketahui.
7. Tidak ada kelainan psikiatrik lain
Bulimia merupakan sebuah sindrom yang ditandai dengan makan berlebihan yang episodik
dan diikuti dengan induksi muntah, puasa, dan penggunaan laksatif dan diuretik, bahkan
enema. Tampaknya ini merupakan permasalahan yang berkembang pada wanita muda.
Perilaku bulimik sering tampak pada pasien dengan anoreksia nervosa. Pasien dengan
bulimia memiliki insidensi gejala depresif yang tinggi atau gangguan kecemasan. Baik
anoreksia nervosa maupun bulimia menetap sebagai masalah kronis yang berjangka waktu
lama yang ditemukan pada 50% kasus
c. Olahraga dan Amenore
Atlet wanita dengan olahraga yang penuh tekanan memiliki peningkatan insidensi bermakna
dari ketidakteraturan menstruasi dan amenore akibat efek penekanan hipotalamus. Bila latihan
dimulai sebelum menarke, menarke dapat tertunda hingga 2-3 tahun, dan insidensi berikutnya
dari ketidakteraturan menstruasi lebih tinggi. Olahraga menurunkan gonado-tropin dan
meningkatkan prolaktin, hormon pertumbuhan, testosteron, ACTH, steroid adrenal, dan
endorfin sebagai akibat dari sekresi yang meningkat maupun bersihan yang berkurang
Hormon yang melepaskan kortiko-tropin (CRH) secara langsung menghambat sekresi GnRH
hipotalamik, mungkin dengan meningkatkan sekresi opioid endogen. Wanita dengan amenore
hipo-talamik (termasuk olahragawan dan wanita dengan gangguan pola makan) memper-
lihatkan hiperkortisolisme (karena peningkatan CRH dan ACTH), yang menunjukkan bahwa
ini merupakan jalur dimana tekanan mengganggu fungsi reproduktif. Atlet amenore yang
memiliki kadar kortisol kembali ke rentang normal memperoleh kembali fungsi menstrual
dalam 6 bulan, kebalikan dengan atlet yang mempertahankan kadar kortisol yang meningkat
dan terus mengalami amenore Terdapat beberapa perbedaan penting antara reaksi anorektik
dan anoreksia nervosa sejati. Pasien dengan anoreksia nervosa sejati memiliki persepsi yang
salah tentang realitas dan kurang kesadaran diri terhadap penyakit dan masalahnya sedangkan
pasien dengan reaksi anorektik memiliki kemampuan untuk menilai diri sendiri. Atlet wanita
yang bertanding dapat mengalami reaksi anorektik mereka dengan sengaja berusaha untuk
mengurangi berat badan. Seorang dokter harus waspada akan masalah ini dan akan ditemui
oleh pasien karena keluhan yang terjadi baik amenore maupun penurunan berat badan yang
tidak terkontrol lagi

2.3 Diagnosis Amenore


1. Uji menggunakan Progestogen (Uji P)
Bila ternyata wanita tersebut diyakini tidak hamil, maka baru boleh dilakukan uji
P. Jenis-jenis progestogen yang dapat digunakan ialah medroksiprogesteron asetat
(MPA), noretisteron, didrogesteron, atau nomegestrol asetat. Dosis progestogen untuk
uji P ialah 5-10 mg/hari dengan lama pemberian 7 hari. Umumnya perdarahan akan
terjadi 3-4 hari setelah obat habis, dan dikatakan uji P pada wanita ini positif. Jika dalam
10 hari setelah obat habis belum juga terjadi perdarahan, maka dikatakan uji P negatif.2
Bila terjadi perdarahan setelah uji P, berarti wanita tersebut masih memiliki uterus,
dengan endometrium normal. Perdarahan dapat keluar dari alat genitalia wanita tersebut,
berarti wanita tersebut memiliki vagina dan himen yang normal. Perdarahan dapat
terjadi karena endo-metrium telah mendapat pengaruh estrogen yang cukup (proliferasi).
Estrogen dihasil-kan oleh ovarium, tepatnya di folikel, artinya wanita tersebut memiliki
ovarium dan pertumbuhan folikel yang normal. Folikel-folikel di ovarium baru dapat
menghasilkan estrogen bila sebelumnya telah mendapat rangsangan dari FSH dan LH.
Karena FSH dan LH disintesis di hipofisis dan pengeluarannya dipicu oleh hormon
pelepas GnRH, maka dapat dikatakan bahwa wanita tersebut memiliki hipofisis dan
hipotalamus yang normal. Pemberian progesteron pada wanita ini menyebabkan
endometrium menjadi fase sekresi, dan begitu kadar progesteron turun terjadilah
perdarahan. Dapat dikatakan bahwa wanita ini kekurangan progesteron yang dihasilkan
oleh korpus luteum. Korpus luteum baru akan terbentuk bila pada seorang wanita terjadi
ovulasi. Jadi pada wanita ini kemungkinan tidak terjadi ovulasi. Pada analisis hormonal
seperti FSH, LH dan prolaktin umumnya dalam batas normal. Tidak dijumpai tumor di
hipofisis. Diagnosis pada wanita ini ialah disregulasi hipotalamus-hipofisis. Sebagai
penyebabnya kemungkinan besar karena gangguan pada sistem umpan balik. Kadang-
kadang ditemukan kadar FSH dan prolaktin normal, namun kadar LH tinggi. Wanita ini
sangat mungkin menderita sindroma ovarium polikistik (Baziad, 2008).
Penanganan wanita dengan uji P positif bagi wanita yang belum menginginkan
anak, cukup diberikan progestogen dari hari ke 16 sampai hari ke 25 siklus haid. Hari
pertama dihitung dari hari pertama terjadinya perdarahan setelah uji P dilaku-kan. Setiap
habis obat pada umumnya akan terjadi perdarahan. Pengobatan diberikan untuk 3 siklus
berturut-turut. Setelah itu dilihat apakah siklus haid menjadi normal kembali atau tidak.
Bila masih belum terjadi siklus haid normal, maka pengobatan dilanjutkan lagi sampai
dicapai siklus haid yang normal. Selama belum diperoleh siklus haid yang normal,
berarti wanita tersebut terus menerus berada di bawah pengaruh estrogen yang suatu
waktu dapat menyebabkan hiperplasia endo-metrium bahkan kanker endometrium.
Pemberian progestogen pada wanita ini selain untuk mendapatkan haid yang teratur juga
sekaligus untuk mencegah timbulnya kanker endometrium. Bila ternyata wanita tersebut
telah mendapatkan siklus haid yang teratur, namun wanita tersebut belum menginginkan
anak, maka perlu dilanjutkan penggunaan IUD, atau yang paling mudah ialah pemberian
pil kontrasepsi kombinasi. Bila hasil uji P negatif, maka perlu dilakukan uji berikutnya
dengan menggunakan estrogen dan progestogen (Suparman, 2017).

2. Uji Dengan Menggunakan Estrogen dan Progesteron


Cara melakukan uji E+P ialah dengan memberikan estrogen, seperti etinil
estradiol 50 μg, atau estrogen valerianat 2 mg, atau estrogen equin konjugasi 0, 625 mg
selama 21 hari dan dari hari ke 12 sampai hari ke 21 diberikan progestogen 10 mg/hari.
Paling mudah ialah dengan memberikan pil kontrasepsi kombinasi, meskipun cara ini
tidak dapat dikatakan sebagai uji E+P yang murni karena sejak awal estrogen dan
progestogen diberikan bersamaan. Uji E+P dikatakan positif, bila 2 atau 3 hari setelah
obat habis terjadi perdarahan. Pada wanita tertentu perdarahan dapat saja terjadi 7-10
hari setelah obat habis. Bila tidak terjadi perdarahan, maka dikatakan uji E+P negatif.2,3
Uji E+P positif artinya pada wanita ini perdarahan baru terjadi setelah diberikan
estrogen. Pada wanita ini terjadi gangguan pematangan folikel, sehingga estrogen tidak
dapat dihasilkan. Untuk pematangan folikel diperlukan rangsangan dari FSH dan LH,
sedangkan untuk pengeluaran FSH dan LH diperlukan rangsangan dari GnRH yang
dihasilkan oleh hipotalamus. Dapat dipastikan bahwa pada wanita ini tidak terjadi
ovulasi (Suparman, 2017).
Penanganan wanita dengan uji E+P positif yaitu penyebab folikel tidak
berkembang harus dicari serta dilakukan analisis hormonal FSH, LH, dan prolaktin. Bila
kadar FSH dan LH rendah, serta kadar prolaktin normal, maka diagnosisnya ialah
amenorea hipogonadotropin yang disebab-kan oleh insufisiensi hipotalamus-hipofisis.
Bila ditemukan kadar FSH dan LH tinggi dan prolaktin normal, maka penyebab
amenorea pada pasien ini ialah gangguan di ovarium, misalnya menopause prekok.
Diagnosisnya ialah amenorea hipergonado-tropin. Untuk memastikan secara pasti, perlu
dilakukan biopsi pada ovarium. Bila FSH dan LH sangat rendah berarti tidak terjadi
pematangan folikel, atau ovarium tidak memiliki folikel-folikel lagi. Untuk mengetahui
apakah ovarium benar-benar masih mengandung folikel dan masih memiliki
kemampuan untuk menumbuhkan folikel, dapat dilakukan uji stimulasi dengan hMG
(uji hMG) yang dapat mengandung hormon FSH dan LH. Pada ovarium yang normal,
pemberian hMG akan memicu pertumbuhan folikel dan memroduksi estrogen. Estrogen
tersebut dapat diperiksa melalui urin atau darah. Bila didapatkan kadar estrogen yang
normal, maka uji hMG dikatakan positif. Hasil uji hMG positif berarti amenorea yang
terjadi disebabkan oleh rendahnya produksi FSH dan LH di hipofisis, atau rendahnya
FSH dan LH yang bisa disebabkan oleh rendahnya produksi hormon pelepas GnRH di
hipotalamus. Hasil uji hMG negatif menunjukkan bahwa ovarium tidak memiliki folikel,
atau masih memiliki folikel, tetapi tidak sensitif terhadap gonadotropin seperti pada
kasus sindrom ovarium resisten (Suparman, 2017).
Untuk mencari tahu kemungkinan lokasi gangguan yang terjadi di hipotalamus
atau di hipofisis, maka perlu dilakukan uji stimulasi dengan clomifen sitrat dan uji
dengan GnRH. Clomifen sitrat diberikan 100 mg/ hari selama 5-10 hari. Uji clomifen
sitrat dikatakan positif bila selama penggunaan clomifen sitrat dijumpai peningkatan
FSH dan LH serum 2 kali lipat dan 7 hari setelah penggunaan clomifen sitrat ditemukan
peningkatan serum estradiol paling sedikit 200 pg/mL. Darah untuk pemeriksaan FSH,
LH, dan E2 diambil pada hari ke 7. Peningkatan FSH dan LH yang terjadi menunjukkan
hipofisis normal, artinya masih tersedia FSH dan LH yang cukup. Bila uji clomifen sitrat
negatif, berarti terjadi gangguan di hipotalamus dengan kemungkinan tidak tersedia
cukup GnRH, maka tindakan selanjutnya adalah melakukan uji dengan GnRH. GnRH
diberikan dengan dosis 25-100 μg intravena. Tiga puluh menit setelah pemberian GnRH
dilakukan pengukuran kadar FSH dan LH serum. Uji GnRH dikatakan positif, bila
dijumpai kadar FSH dan LH yang normal atau tinggi, hal ini berarti gangguan yang
terjadi adalah di hipotalamus, sedangkan bila tidak dijumpai peningkatan FSH dan LH,
maka gangguan yang terjadi ialah di hipofisis.2,3 Bila ditemukan FSH dan LH normal,
namun kadar prolaktin tinggi, maka pasien ini perlu ditangani sesuai dengan piñata-
laksanaan pasien dengan hiperprolaktin-emia (Suparman, 2017)
Pada pasien dengan uji P negatif dan uji E + P positif yang belum menginginkan
anak, cukup diberikan estrogen-progesteron siklik, meskipun cara ini tidak mengobati
penyebab dari amenorea tersebut. Bila diduga kelainan di hipofisis, maka untuk
pematangan folikel diberikan hMG atau FSH dan untuk induksi ovulasi diberikan HCG,
sedangkan bila diduga kelainan tersebut di hipotalamus, maka diberikan GnRH secara
pulsatif. Apabila tidak mungkin memberikan GnRH secara pulsatif, maka terpaksa
diberikan FSH dari luar, terutama bagi pasien yang ingin hamil (Speroff, 2005)
Penanganan amenorea pada wanita dengan uji P dan uji E + P negative ialah
pasien diperiksa kadar FSH, LH, dan prolaktin serum. Bila hasilnya semua normal,
maka diagnosis pasien ini ialah normogonadotrop amenorea. Amenorea yang terjadi
disebabkan oleh adanya defek di endometrium (aplasia uterus, sindrom Asherman, dan
tuberkulosis). Prognosis amenorea yang disebabkan oleh kuman TBC tergolong buruk
(Baziad, 2008).

2.4 Gejala Amenore


Gejala amenore bervariasi tergantung dari penyebabnya. Jika penyebabnya adalah
kegagalan mengalami pubertas maka tidak akan ditemukan tanda-tanda pubertas seperti
pembesaran payudara, pertumbuhan rambut ketiak serta perubahan bentuk tubuh. Jika
penyebabnya adalah kehamilan maka gejala yang timbul adalah morning sickness dan
pembesaran perut. Jika penyebabnya adalah kadar hormone tiroid yang tinggi maka gejalanya
adalah denyut jangtung terasa cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan lembab. Sindroma
cushing menyebabkan wajah bulat (moon face) perut buncit serta lengan dan tungkai yang
kurus.
Gejala lain yang mungkin terjadi:
a. Sakit kepala
b. Galaktore (pembekuan asir susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak sedang menyusui
c. Ganguan penglihatan pada tumor hipofisa
d. Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti
e. Vagina yang kering
f. Hirsutisme (pertumbuhan rambut yang berlebihan yang mengikuti pola pria) perubahan
suara dan perubahan ukuran payudara

2.5 Terapi Amenore

Menurut Nugroho dan Utama (2014), pengobatan tergantung kepada penyebabnya.


1. Jika penyebabnya adalah penurunan berat badan yang drastis atau obesitas, penderita dianjurkan
untuk menjalani diet yang tepat.
2. Jika penyebannya adalah olah raga yang berlebihan, penderita dianjurkan untuk menguranginya.
3. Jika seorang anak perempuan belum pernah mengalami menstruasi dan semua hasil pemeriksaan
normal, maka dilakukan pemeriksaan setiap 3 – 6 bulan untuk memantau perkembangan
pubertasnya. Untuk merangsang menstruasi bisa diberikan progesteron. Untuk merangsan
perubahan pubertas pada anak perempuan yang payudaranya belum membesar atau rambut
kemaluan dan ketiaknya belum tumbuh bisa diberikan estrogen.
4. Jika penyebabnya adalah tumor, maka dilakukan pembedahan untuk mengangkat tumor tersebut.
Tumor hipofisa yang terletak di dalam otak biasanya diobati dengan bromokriptin untuk
mencegah pelepasan prolaktin yang berlebihan oleh tumor. Bila perlu bisa dilakukan
pengangkatan tumor. Terapi penyinaran biasanya baru dilakukan jika pemberian obat ataupun
pembedahan tidak berhasil.

Menurut Fansia (2011), amenore sekunder tersebut dapat ditangani dengan:


1. Kombinasi terapi akupunktur dengan prinsip meningkatkan sirkulasi Qi, menghilangkan stasis
darah, dan memulihkan siklus menstruasi. Terapi akupunktur dilakukan dalam 5 kali perawatan
dengan merangsang titik-titik akupunktur yaitu Zhongji (CV 3), Diji (SP 8), Hegu (LI 4),
Sanyinjiao (SP 6), Taichong (LV 3), Fenglong ST 40), dan Guanyuan (CV 4).
2. Selain itu, pasien juga mendapat terapi herbal yaitu kunyit yang memiliki efek estrogenik. Dalam
pemberian herbal kunyit ditambahkan asam kawak yang kemungkinan dapat memperkuat efek
peluruh haid, dan madu yang memiliki kandungan vitamin dan mineral. Pemberian herbal kunyit
diberikan dalam bentuk dekokta (rebusan) kunyit asam dengan dosis kunyit sebanyak 21 gr,
asam kawak 5 gr, madu 3 sdm, dan garam secukupnya, kemudian direbus dalam 750 mL air, lalu
dijadikan 600 mL. Rebusan tersebut diminum 3 kali sehari @ 200 mL.
3. Pada pasien juga dilakukan upaya perbaikan gizi dengan pemberian susu kedelai sebanyak 30 gr
yang dicampur dengan air hangat sebanyak 240 mL dan pemberian rebusan air kacang hijau
dengan dosis kacang hijau sebanyak 30 gr dalam 300 mL air, lalu dijadikan 240 mL. Kedelai dan
kacang hijau memiliki efek estrogenik.
Menurut Proverawati dan Misaroh (2009), meliputi :
1. observasi keadaan umum
2. perbaikan status gizi
3. pengurangan berat badan pada wanita obesitas
4. pemberian tiroid pada wanita dengan hipotiroid
5. pemberian kortikosteroid pada gangguan glandula suprarenais
6. pemberian estrogen dan progesteron

BAB III
MANAJEMEN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK REMAJA DAN PRA NIKAH PADA Nn “S” USIA 17
TAHUN DENGAN AMENORHEA SEKUNDER DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAUH
PADANG

I. Data Subyektif
1.1 Identitas
Nama klien : Nn. S
Umur : 17 tahun
Suku/Bangsa : Minang/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Limau Manis
No.Hp : 0852xxxxxx

1.2 Anamnesis
1. Keluhan : Nn. S mengatakan sudah 3 bulan lagi belum datang menstruasi
serta merasa cemas dengan keadaannya

2. Riwayat Menstruasi
2.1 Menarche : 13 tahun
2.2 Siklus : 20 hari
2.3 Banyaknya : 2-3 kali ganti pembalut
2.4 Lamanya : 6-8 hari
2.5 Sifat darah : Encer
2.6 Teratur/tidak : Tidak teratur
2.7 Dismenorhoe : kadang-kadang
2.8 Fluor albus : Tidak
2.9 HPHT : 14 April 2023

3. Riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita :


Jantung :Tidak ada TBC : Tidak ada
DM : Tidak ada Hepatitis : Tidak ada
Asma : Tidak ada Hipertensi : Tidak ada

4. Riwayat kesehatan dan penyakit keluarga :


Jantung : Tidak ada TBC : Tidak ada
DM : Tidak ada Hepatitis : Tidak ada
Asma : Tidak ada Hipertensi : Tidak ada
Gemelli : Tidak ada

5. Pola Aktivitas sehari-hari


7.1 Pola Nutrisi
Frekuensi : 3-4 kali per hati porsi 2-3 cup nasi
Jenis : Nasi putih, lauk, sayuran,
Pantangan : tidak ada
7.2 Pola Istirahat dan Tidur : S iang hari : Tidak ada malam hari: 6 -7 jam
Keluhan : Tidak ada
7.3 Pola Eliminasi

BAK --> frekuensi : 5-6 kali perhari warna : Jernih kekuningan


keluhan : Tidak ada
BAB --> frekuensi : 1 kali per hari warna :Khas Feses
konsistensi : Lunak keluhan: Tidak ada
7.4 Pola Personal Hygine : Mandi 2 kali/hari, sikat gigi 2 kali/hari, keramas 3
kali seminggu

7.5 Pola Aktivitas Sehari-Hari : sekolah dari pukul 07.00 wib sampai 15.00 wib
7.6 Pola Kebiasaan
Merokok : Tidak
Minum alkohol : Tidak
Obat-obatan : Tidak
Konsumsi Jamu : Tidak

8. Status Spiritual : Pelaksanaan ibadah : ya


II. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
1.1 Keadaan umum : Baik
1.2 Kesadaran : Komposmentis
1.3 Tanda-tanda vital
TD : 110/70 mmHg Suhu : 36,7 oC
Nadi : 79x/m RR : 20x/m
1.4 Pengukuran
BB : 75 kg
TB : 152 cm
LILA : 35 cm
IMT : 32,46 kg/m2 (obesitas)

2. Pemeriksaan Fisik
2.1 Inspeksi
Wajah : berjerawat, Simetris, tidak pucat, tidak udema
Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : Bersih, tidak ada polip
Mulut : Bersih, tidak ada caries gigi
Ekstremitas: Simertis, tidak varises, jari lengkap, gerakan aktif

2.2 Palpasi
Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis, kelenjar limfe dan kelenjar tiroid

3. Pemeriksaan Khusus
Kadar Haemoglobin : Tidak dilakukan
Golongan darah : O+
III. Assesment
Diagnosa : Nn. S usia 17 tahun dengan Amenore Sekunder
Diagnosa potensial: PCOS, ganngguan system reproduksi
Masalah : Nn. S cemas dengan keadaannya

Kebutuhan:
 KIE mengenai gangguan menstruasi
 Menganjurkan pasien ke layanan kesehatan untuk mendapatkan terapi hormonal

yaitu terapi obat pil KB progesteron(mini pil) 1x175 mg selama 3 siklus

IV. Planning
1. Menjelaskan kepada pasien hasil pemeriksaan yang telah dilakukan yaitu, KU baik.
Menyampaikan bahwa pasien amenorrhea sekunder
2. Memberikan penkes mengenai penyebab Amenorhea yang pasien alami yaitu
kemungkinan karena pasien mengalami obesitas
3.  Menganjurkan pasien untuk melakukan diet makanan bergizi seimbang (karbohidrat,
protein, serat). dengan porsi sesuai kebutuhan ( mengurangi porsi sebelumnya secara
perlahan)
4.  Menganjurkan pasien untuk melakukan olahraga secara teratur minimal 30 menit dalam
sehari minimal 3x dalam seminggu
5. Memberikan pasien support untuk mengurangi kecemasan pasien, lakukan komunikasi
non verbal, meyakinkannya bahwa haid nya akan datang jika klien mengikuti anjuran
bidan, dank pasien pasti bisa melakukannya
6. menganjurkan pasien untuk ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan terapi obat sesuai
anjuran bidan, yaitu terapi obat pil KB progesteron (minipil) 1x1 75 mg selama 3 siklus.
7. Menganjurkan pasien untuk datang lagi 10 hari lagi jika keluhan masih muncul setelah
pasien melakukan semua anjuran yang bidan berikan

BAB IV
ANALISA KASUS

Remaja Nn S Usia 17 tahun di MAS Limau Manis mengatakan sudah lebih dari 3 bulan
ini belum datang haid. Nn. S mengatakan bahwa walapun siklus haidnya tidak teratur namun
pasti ada datang haid namun saat ini sudah lebih dari 3 bulan haidnya belum juga datang. Nn. S
cemas dengan keadaannya saat ini. Dari pengkajian subjektif didapatkan bahwa pasien memiliki
siklus haid yang tidak teratur. Nn. S tidak memiliki riwayat penyakit dan penyakit keluarga.
Untuk kegiatan sehari hari senin sampai sabtu kegiatan Nn. S adalah bersekolah dari pukul
07.00-15.00 WIB.
Keadaan tidak datangnya haid lebih dari 3 bulan berturut turut disebut dengan
Amenorhea sekunder. Amenore sekunder adalah keterlambatan menstruasi 3 bulan berturut-
turut, sedangkan amenore primer adalah menstruasi tidak datang walaupun usia remaja telah
mencapai usia 16 tahun (Jones, 2002). Penyebab dari Amenore Sekunder ini ialah gangguan
pada organ-organ yang bertanggung jawab terhadap proses terjadinya siklus haid, yaitu:
hipotalamus-hipofisis (amenorea sentral), ovarium (amenorea ovarium), dan uterus (amenorea
uteriner) (Suparman, 2017). Menurut Suparman, (2017) Amenore disebabkan disfungsi dari
berbagai kompartemen yang berhubungan dengan sistem organ spesifik, yaitu: kompartemen I,
gangguan pada uterus; kompartemen II, gangguan pada ovarium; kompartemen III, gangguan
pada hipofisis anterior; dan kompartemen IV, gangguan pada sistem saraf pusat (hipotalamus)
(Suparman, 2017).
Dalam melakukan pengkajian subjektif bahwa pasien mengatakan siklus haidnya tidak
teratur. Siklus haid normalnya berkisar antara 21-35 hari (Saryono, 2009). Siklus menstruasi
yang tidak teratur dan amenorhea merupakan salah satu gejala klinis dari SPOK ( Syndroma
Ovarium Polikistik). Sindrom ovarium polikistik adalah suatu anovulasi kronik yang
menyebabkan infertilitas dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan hubungan
umpan balik antara pusat (hipotalamus-hipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu
tinggi yang berakibat tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup adekuat (Guzick,
2016)
Untuk menegakkan diagnose SPOK pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan laboratorium.Tes laboratorium yang dilakukan berupa tes hormonal, tidak
saja penting untuk diagnosis tetapi juga sangat penting untuk melihat kelainan secara
keseluruhan. Kelainan endokrin yang ditemukan ialah peningkatan konsentrasi LH dan aktivitas
androgen yaitu testosteron dan androste-nedion. Pada pemeriksaan ultrasonografi transvaginal
didapatkan gambaran lebih dari 10 kista pada salah satu ovarium dengan ukuran <1 cm. Selain
tes laboratorium dapat juga didiagnosa dari pemeriksaan USG tampak terlihatnya morfologi
spesifik polikistik ovarium dari pemeriksaan USG (Sirait. 2019)
Dari hasil pemeriksaan fisik setelah dikaji didapatkan IMT klien dengan status obesitas.
Data penelitian mendapatkan bahwa 90% wanita dengan SPOK yang disertai infertilitas
mengalami kelebihan berat badan (Sirait, 2019)
Langkah pertama penanganan SOPK adalah perubahan gaya hidup, termasuk diet sehat
dan berolahraga Pengaturan makanan yang menunjukkan keberhasilan dalah dengan
mengurangi karbohidrat yait pengurangan kadar glikemik. Olah raga yang ianjurkan pada
pasien SOPK sedikitnya 30 menit kegiatan yang bersifat sedang minimal tiga kali seminggu
(Sirait, 2019).
Tidak ada pengobatan ideal pada SOPK yang benarbenar menormalkan kembali
gangguan hormonal dan menangani tampilan klinisnya. Pil kontrasepsi kombinasi memperbaiki
hyperandrogenism, mengembalikan regularitas haid dan
melindungi endometrium. Mekanisme kerjanya adalah meningkatkan produksi proteinprotein
dalam hepar seperti SHBG yang akan mengurangi kadar androgen bebas yang bersirkulasi,
bahkan dengan dosis yang rendah. Mekanisme penting ini hanya terjadi pada penggunaan pil
kontrasepsi yang mengandung estrogen (Sirait, 2019)

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Amenore yaitu keterlambatan menstruasi lebih dari 3 bulan berturut-turut, menstruasi
wanita teratur setelah mencapai usia 16 tahun. Menurut Jones (2002), amenore sekunder
adalah keterlambatan menstruasi 3 bulan berturut-turut, sedangkan amenore primer adalah
menstruasi tidak datang walaupun usia remaja telah mencapai usia 16 tahun.
Pada kasus yang didapatkan amenora yang klien alami dapat disebabkan oleh obesitas
sehingga klien disarankan melakukan diet bergizi seimbang serta olahraga secara teratur

5.2. Saran
5.2.1 Bagi Penulis
Diharapkan penulis dapat menerapkan asuhan kebidanan pada remaja mengenai
amenorhea sesuai dengan kebutuhan wanita tersebut.
5.2.2 Bagi Remaja
Diharapkan remaja dapat menerima dan menerapkan informasi mengenai
Amenorhea sehingga dapat menambah pengetahuan dan kewaspadaan mengenai
Amenorhea pada remaja.
5.2.3 Bagi Instansi Pendidikan
Diharapkan instansi pendidikan dapat mengembangkan pendidikan kebidanan
mengenai asuhan kebidanan pada remaja dengan gangguan menstruasi.

DAFTAR PUSTAKA
Baziad A. 2008. Amenorea sekunder. In Endokrinologi Ginekologi (3rd ed). Jakarta: Media
Aesculapius

Fansia, 2011. Penanganan Amenore Sekunder Sindrom Stagnasi Qi Dan Stasis Darah Dengan
Terapi Akupunktur Dan Herbal Kunyit (Curcuma Domestica
Val.)adln.lib.unair.ac.id/.../gdlhub-gdl-s1-2012-maslihahla-24203-fk-pt16 diakese
tanggal 3 November 2015

Jones. 2002. Menstruasi dan Remaja. Jakarta: RinekaCipta

Kumala. 2005. Manarche. Jakarta :Erlangga

Felicia, Hutagaol E, Kundre R. 2015. Hubungan Status Gizi dengan Siklus Menstruasi pada
Remaja Putri di PSIK FK UNSTRAT Manado. [dikutip 25 Desember 2015]. Tersedia di
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/6694/6214

Guzick D. 2016. Polycystic ovary syndrome: symptomatology, pathophysiology, and


epidemiology. [cited Apr 2016]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9855614.

Manuaba, I.B.G. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC

Mansur. 2012. Psilkoogi Ibu dan Anak dalam Kebidanan.Jakarta: Salemba Medika

Nugroho dan utama, 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta: Medical Book.

Prawihardjo. 2007. Ilmu Kandungan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Saryono. (2009). Sindrom Premenstruasi : mengungkap tabir sensitifitas perasaan menjelang


menstruasi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Shahdokht M, Babakhani L, Mohammad S, Mojtahedi K. 2015. A comparison of


bromocriptine & cabergoline on fertility outcome of hyperprolactinemic infertile women
undergoing intrauterine insemination. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20516539.

Sianipar, Olaf. 2009. Pravelensi Gangguan Menstruasi dan Faktor-faktor yang Berhubungan
pada Siswi SMU di Kecamatan Pulo Gadung Jaktim. MajKedokt Indon. Vol 59 No7. Juli
2009. Hal 312

Sirait, B.I. 2019. Sindroma Ovarium Polikistik dan Infertilitas. Jakarta: Jurnal Ilmiah Widya.
Vol. 5/No. 3. 1-6
Speroff L, Marc AF. 2005. Amenorrhea. In: Clinical Gynecologic Endocrinology & Infertility
(7th ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Suparman, E., Suparman, E. 2017. Amenore Sekunder: Tujuan dan Diagnosis. Jurnal Biomedik.
Vol. 9/No. 3: 144-151

Tombokan., Pangemanan, D., Engka. 2017. Hubungan antara stress dan pola siklus menstruasi
pada mahasiswa kepanitraan klinik madya (Co- assistant) Di RSUP DR. R. Kandou
Manado. Jurnal E- Biomedik.Vol. 5/No. 1

WHO. 2014. Health for the World’s Adolescents: A Second Chance in the Second Decade.
Geneva, World Health Organization Departemen of Noncommunicable disease
surveillance. (2014).

Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo;

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)


AMENORHEA
Hari, tanggal : Jum’at, 28 Juli 2023
Jam : 10.00-10.30 WIB
Sasaran : Remaja
Subtopik : Amenorea
Tempat : MAS Limau Manis
Waktu : 30 Menit
Sub pokok bahasan : Amenorea

1. Latar Belakang

Wanita dalam kehidupannya tidak luput dari adanya siklus Menstruasi normal yang
terjadi secara periodik. Wanita akan merasa terganggu bila hidupnya mengalami
perubahan, terutama bila menstruasi menjadi lebih lama dan atau banyak, tidak teratur,
lebih sering atau tidak menstruasi sama sekali, bahkan bisa disertai nyeri. Diharapkan
semua wanita mengalami siklus menstruasi yang teratur, namun hampir semua wanita
pernah mengalami gangguan Menstruasi selama masa hidupnya. Gangguan ini dapat
berupa kelainan siklus atau perdarahan. Masalah ini dihadapi oleh wanita remaja,
reproduksi dan klimakterium. (Manuaba,dkk. 2010).
Saat umur wanita di atas umur 16 tahun belum mengalami menstruasi ataupun pada
wanita yang sudah mengalami menstruasi tetapi setelah itu tidak mengalami menstruasi
kembali, maka kemungkinan wanita tersebut mengalami Amenorrhea.

2. Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Siswa/I MAS Limau
Manis dapat mengerti tentang amenorrhea sekunder.

3. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan selama 20 menit, diharapkan diharapkan Siswa/I
MAS Limau Manis dapat mengerti dan memahami tentang:

a) Pengertian amenorrhea sekunder.


b) Penyebab amenorrhea sekunder.
c) Tanda dan gejala amenorrhea sekunder.
d) Penanganan amenorrhea.
e) Pencegahan amenorrhea.
4. Sasaran
Remaja

5. Materi
a) Pengertian amenorrhea sekunder.
b) Penyebab amenorrhea sekunder.
c) Tanda dan gejala amenorrhea sekunder.
d) Penanganan amenorrhea.
e) Pencegahan amenorrhea.

6. Metode
a) Ceramah
b) Tanya Jawab
7. Pelaksanaan

No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


1 3 menit Pembukaan:
a) Memberi salam Menjawab salam
b) Perkenalan Mendengarkan dan
c) Menjelaskan tujuan penyuluhan Memperhatiakan
d) Menyebutkan materi / pokok bahasan materi yang
yang akan disampaikan disampaikan
2 10 menit Pelaksanaan / penyampaian materi:
a) Pengertian amenorrhea sekunder. Menyimak dan
b) Penyebab amenorrhea sekunder. memperhatikan
c) Tanda dan gejala amenorrhea sekunder.
d) Penanganan amenorrhea.
e) Pencegahan amenorrhea.

3 5 menit Evaluasi:
a) Memberi kesempatan kepada peserta Peserta bertanya
untuk bertanya mengenai masalah
b) Memberi pertanyaan kepada yang belum dipahami
peserta: Pengertian amenorrhea Peserta menjawab
sekunder, penyebab amenorrhea pertanyaan
sekunder dan pencegahan
amenorhea.
4 2 menit Penutup:
a) Menyimpulkan materi yang Peserta menjawab
telah disampaikan salam
b) Mengakhiri pertemuan dengan
mengucapkan terimakasih dan salam
8. Evaluasi
Dilakukan setelah ceramah diberikan dengan mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan
KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi struktur
a. Peserta hadir ditempat penyuluhan.
b. Penyelenggaraan penyuluhan di MAS Limau Manis

2. Evaluasi proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan.
b. Peserta mengikuti jalannya penyuluhan sampai selesai
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar

3. Evaluasi Hasil
a. Peserta mengetahui pengertian amenorrhea sekunder.
b. Peserta mengetahui penyebab amenorrhea sekunder.
c. Peserta mengetahui tanda dan gejala amenorrhea sekunder.
d. Peserta mengetahui penanganan amenorrhea.
e. Peserta mengetahui pencegahan amenorrhea
Lampiran Materi
AMENORHEA
SEKUNDER

A. Pengertian Amenorrhea Sekunder

Amenorrhea adalah gangguan dalam sistem reproduksi wanita, dimana


penderitanya tidak mengalami menstruasi secara rutin setiap bulannya.
Amenorrhea bukanlah penyakit, melainkan hanya gejala atau tanda dari
adanya ketidaknormalan lain dalam tubuh seorang wanita. Ketidaknormalan
tersebut pun tidak selalu merujuk pada suatu penyakit. Seorang wanita
hamil atau wanita menopause yang tidak mengalami haid pun bisa disebut
mengalami amenorrhea.
Amenorea sekunder adalah tidak terjadinya haid setelah menarche atau
pernah mengalami haid tetapi berhenti berturut-turut selama 3 bulan (pada
kasus oligomenorea ), atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan
siklus menstruasi biasa selama 6 bulan atau lebih pada wanita yang
sudah pernah mengalami haid dan bukan pada wanita yang tidak
hamil, menyusui atau menopause dengan angka kejadian berkisar antara 1 –
5% adanya amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang
timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan
metabolisme, tumor, dan penyakit infeksi.
Jadi, Amenorrhea Sekunder terjadi pada wanita yang sebelumnya pernah
mengalami menstruasi, tetapi kemudian siklus tersebut berhenti tanpa alasan
yang diketahuinya.

B. Penyebab Amenorrhea Sekunder


 Penyebab Amenorrhea Sekunder, yaitu :
- Kecemasan akan kehamilan
- Penurunan berat badan yang drastis
- Olah raga yang berlebihan
- Lemak tubuh kurang dari 15-17%extreme
- Mengkonsumsi hormon tambahan
- Menopause
- Kelainan endokrin (misalnya sindroma Cushing yang menghasilkan
sejumlah besar hormon kortisol oleh kelenjar adrenal)
- Obat-obatan (misalnya busulfan, klorambusil, siklofosfamid, pil KB,
fenotiazid)
- Prosedur dilatasi dan kuretase
- Kelainan pada rahim, seperti mola hidatidosa (tumor plasenta) dan
sindrom Asherman (pembentukan jaringan parut pada lapisan rahim
akibat infeksi atau pembedahan)
- Kehamilan. Selama kehamilan, kaum wanita tidak akan mendapat
haid. Ini merupakan penyebab terbanyak dari amenorea sekunder
- Penggunaan pil kontrasepsi. Beberapa jenis alat kontrasepsi seperti
pil KB bisa membuat siklus menstruasi terganggu. Menstruasi bisa
kembali normal jika penggunaan pil KB dihentikan.
- Masa menyusui. Ibu yang sedang dalam masa pemberian ASI
eksklusif seringkali tidak mendapat haid, meski sudah melahirkan.
Kehamilan bisa berdampak panjang terhadap siklus menstruasi.
- Beban pikiran atau stres. Beban pikiran yang terlampau berat bisa
berpengaruh terhadap kelenjar hipotalamus yang mengatur
keseimbangan hormon tubuh. Jika hormon tubuh terganggu, siklus
haid dan pembuahan bisa terhenti sementara. Menstruasi akan
datang kembali jika si perempuan sudah tidak stres.
- Pengaruh obat. Beberapa jenis obat bisa berpengaruh pada siklus
menstruasi.
Misalnya obat jenis antidepresi, antipsikotik, dan obat kemoterapi.
- Gangguan keseimbangan hormon tubuh.
- Kelebihan atau kekurangan berat badan. Kelebihan ataupun
kekurangan berat badan bisa mengganggu fungsi hormonal tubuh.
Perempuan yang memiliki kelainan pada makanan seperti anoreksia
atau bulimia seringkali mengalami amenorea.
- Olahraga yang terlalu berat. Wanita yang gemar berolahraga berat
bisa mengalami gangguan siklus haid.
- Gangguan pada kelenjar tiroid. Gangguan pada kelenjar ini bisa
menyebabkan produksi prolaktin, hormon yang bertanggungjawab
pada kesuburan wanita, terganggu. Akibatnya siklus menstruasi ikut
terganggu.
- Konsumsi obat-obatan (bisulfan, klorambusil, siklofosfamid,
fenotiazin, pil kontrasepsi,hormon terapi).

C. Tanda dan Gejala Amenorhea Sekunder


Tanda dan gejala yang muncul diantaranya :
- Tidak terjadi haid
- Produksi hormon estrogen dan progesteron menurun.
- Nyeri kepala
- Badan lemah
- Jika penyebanya adalah kehamilan, akan ditemukan morning
sickness (mual dan muntah) dan pembesaran perut.
- Jika penyebabnya adalah kadar hormon tiroid yang tinggi maka
gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang
hangat dan lembab.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore :

- Sakit kepala
- Galaktore ( pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil
dan tidak sedang menyusui )
- Gangguan penglihatan ( pada tumor hipofisa )
- Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti
- Vagina yang kering
- Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang
mengikuti pola pria ), perubahan suara dan perubahan ukuran
payudara.
D. Penanganan Amenorrhea

Penanganan amenorrhea sangat ditentukan oleh penyebab amenorrhea


tersebut.

- Jika penyebabnya adalah hormonal, maka dianjurkan untuk melakukan


pola hidup sehat, menjaga berat badan ideal, berolahraga sewajarnya,
dsb. Terkadang terapi hormon juga diperlukan.
- Jika penyebabnya adalah tekanan mental/stress, dokter akan
menganjurkan untuk refreshing atau setidaknya memberikan tips untuk
mengelola stres.
- Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi, dokter dapat
merekomendasikan untuk operasi.
- Jika penyebabnya adalah menopause, dokter mungkin tidak akan
melakukan apa-apa karena merupakan kondisi yang wajar.

E. Pencegahan Amenorrhea

1) Pertahankan dan pelihara berat badan yang sehat sesuai dengan body
mass index (indek massa tubuh) dengan diet sehat.
2) Olahraga teratur dan tidak terlalu berat. Cukup 30 menit jogging sehari
sudah baik untuk memelihara kondisi Anda.
3) Jangan terlalu banyak memendam stres. Kurangi jumlah kegiatan yang
harus dikerjakan, jangan sampai Anda terlalu dibebani oleh pekerjaan
kantor dan pekerjaan rumah. Sering-seringlah bergaul dan berinteraksi
dengan keluarga dan teman-teman, karena mereka adalah pelipur lara
yang sangat baik dan dapat memberi Anda bantuan apabila diperlukan.
Rekreasi secara teratur sangat dianjurkan untuk menghilangkan
kejenuhan setelah menjalani kehidupan yang rumit.
4) Jangan lupa untuk beristirahat yang cukup. Seorang manusia sebaiknya
tidur antara 7- 8 jam sehari.
5) Temukanlah jika ada dalam anggota keluarga Anda mempunyai
masalah sejenis. Anda harus berhati-hati jika ada kemungkinan bahwa
Anda juga mewarisi amenorrhea.
6) Konsultasikan dengan dokter yang kompeten jika anda mengalami
kejadian tidak menstruasi selama 3 kali atau lebih secara berturut-turut.
Jika kemungkinannya adalah karena kehamilan, lakukan tes kehamilan
yang dapat anda lakukan di rumah atau ke tempat pelayanan kesehatan.
7) Apabila masa atau siklus menstruasi anda tidak selalu sama tiap
bulannya, catatlah kapan mulainya dan berapa lama berlangsungnya.
Kemudian berikan informasi- informasi tersebut kepada dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul. 2003. Metode Penelitian Keperawatan. Jakarta : Rineka Cipta.


Kumala. 2005. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan. Soetjiningsih. 2002. Tumbuh Kembang. Jakarta : EGC.
Winknjosastro. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : YBPSP.
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai