Oleh :
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Regulasi mengenai hari sekolah tersebut telah diatur oleh pemerintah melalui
peraturan Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia dalam Peraturan
Menteri Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah, seperti tertuang dalam pasal 2
ayat 1, “(1) Hari sekolah dilaksanakan 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari atau 40
(empat puluh) jam selama lima hari dalam 1 (satu) minggu.”1 Kebijakan tersebut
berlaku untuk semua jenjang pendidikan, baik itu pendidikan dasar maupun pendidikan
menengah dengan durasi per jam yang berbeda.
Menurut sejarahnya, full day school muncul pada awal tahun 1980-an di Amerika
Serikat. Sistem ini diterapkan pada jenjang Taman Kanak-Kanak (TK), dan selanjutnya
meluas diterapkan di semua jenjang pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar sampai
Sekolah Menengah Atas. Ketertarikan orang tua di Amerika pada sistem full day school
ini, dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu semakin banyaknya kaum ibu yang bekerja
di luar rumah, dan mereka memiliki anak yang berusia di bawah 6 tahun, meningkatnya
pengaruh televisi, tingginya mobilitas orang tua, dan kemajuan pesat ilmu pengetahuan
dan teknologi. Para orang tua berharap, dengan memasukkan anak-anak ke sekolah
yang menerapkan full day school, bisa memperbaiki nilai akademik anak-anak sebagai
persiapan melanjutkan ke jenjang berikutnya. Kemunculan full day school di Indonesia,
diawali dengan menjamurnya istilah “sekolah unggulan” pada tahun 1990-an yang
banyak dipelopori oleh sekolah-sekolah swasta berlabel Islam. Istilah sekolah unggulan,
dalam pengertian ideal adalah sekolah yang fokus pada kualitas proses pembelajaran,
bukan pada kualitas input siswanya. Kualitas pembelajaran sangat bergantung pada
sistem pembelajarannya. Faktanya, sekolah unggulan biasanya berbiaya mahal,
memiliki fasilitas yang memadai, elit, serta memiliki tenaga-tenaga pengajar yang
kompeten dan profesional di bidangnya.
Istilah full day school sebetulnya bukan hal baru dalam dunia pendidikan. Konsep
sekolah seharian penuh ini sudah ada sejak zaman pesantren. Zaman dahulu, atau
bahkan sampai sekarang, santri mukim biasanya menimba ilmu dari pagi sampai malam
hari, tanpa pulang ke rumah. Mereka hanya pulang ke rumah beberapa kali saja dalam
satu tahun.4 Konsep inilah yang mungkin ditiru oleh Kemendiknas, yaitu dengan
memperpanjang durasi belajar di sekolah dari pagi sampai sore hari. Durasi delapan jam
per hari tersebut bisa dimanfaatkan guna memperkuat kepribadian dan karakter siswa.
Tingginya mobilitas orang tua dan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi,
membuat anak memiliki pola hidup yang relatif lebih bebas. Bahkan, perkembangan
teknologi yang seharusnya digunakan untuk kegiatan yang positif, ternyata justru
membawa ekses negatif bagi perkembangan psikologis anak. Terlebih bila anak-anak
minim pengawasan dari orang tua membuat anak lebih leluasa untuk menggunakan
teknologi sesukanya, bahkan membawa mereka pada sikap dan perilaku yang amoral
dan tidak sesuai ajaran agama yang dianutnya. Sistem full day school yang belakangan
ini diterapkan merupakan salah satu tawaran solusi bagi pembenahan akhlak generasi
muda Indonesia yang mengalami degradasi moral. Hal ini selaras dengan tujuan
pendidikan, yaitu membentuk perilaku yang baik. Pembentukan perilaku yang baik
harus mendapat dukungan dari internal keluarga, lingkungan masyarakat dan lembaga
pendidikan. Lembaga pendidikan sebagai salah satu institusi pembentukan karakter,
harus mampu menyediakan program-program yang pro terhadap pembentukan karakter,
misalnya pembinaan melalui kegiatan keagamaan, ektrakurikuler, dan sebagainya.
Kerusakan moral generasi muda kita sudah begitu memprihatinkan. Hal ini terbukti dari
banyaknya kasus kriminalitas yang muncul di media massa, misalnya perkosaan,
pembunuhan, pencurian, penggunaan narkotika, tindakan kriminal, dan berbagai
kenakalan remaja lainnya. Kejadian-kejadian ini menuntut institusi pendidikan untuk
melakukan upaya preventif dan kuratif terhadap berbagai kenakalan remaja yang terjadi.
Sekolah harus mampu membuat siswa melakukan perubahan perilaku ke arah yang
lebih baik. Sekolah masa kini tidak boleh hanya berfokus pada penguasaan aspek
kognitif dengan kemampuan menjawab soalsoal ujian, tetapi juga harus mampu
mengasah aspek afektif dan psikomotorik siswa, mengajarkan life skill, dan akhlak yang
baik.
Kebijakan mengenai lima hari sekolah dengan sistem full day school mengundang
pro dan kontra dari banyak pihak. Ada pihak yang mendukung kebijakan tersebut
dengan alasan memperkuat pendidikan karakter siswa dengan durasi belajar yang lebih
panjang di sekolah, dan menjadikan hari Sabtu dan Minggu sebagai hari libur bersama
keluarga. Sementara pihak yang kontra beralasan bahwa kebijakan tersebut sangat
merugikan, utamanya bagi Madrasah Diniyah yang melaksanakan kegiatan
pembelajaran pada sore hari selepas siswa pulang sekolah. Walaupun masih menjadi
polemik, sudah ada banyak sekolah yang menerapkan full day school ini. Isi kurikulum
full day school sebenarnya tidak berbeda dengan kurikulum yang berlaku pada
umumnya. Implementasi kurikulum full day school memadukan antara kurikulum inti
dari pemerintah dan kurikulum lokal.6 Artinya dalam implementasinya di sekolah,
terjadi penambahan mata pelajaran lokal, untuk mencapai standar delapan jam per
harinya. Sistem full day school yang diterapkan di SMP Bright Kiddie Surabaya
memadukan antara kurikulum inti dari pemerintah dan kurikulum lokal yang disusun
sendiri oleh sekolah. Kurikulum lokal yang disusun oleh sekolah berfokus pada
pembentukan akhlak siswa. Akhlak siswa yang diharapkan terbentuk adalah lahirnya
budi pekerti yang luhur, religius, dan berwawasan iptek.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja bentuk akhlak yang diharapkan terbentuk dalam implementasi Lima
Hari Sekolah dalam membentuk akhlak siswa?
2. Apa saja kendala dalam implementasi Lima Hari Sekolah dalam membentuk
akhlak siswa?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat bagi banyak pihak. Beberapa
manfaat itu, antara lain:
2. Manfaat praktis
KAJIAN PUSTAKA
A. Kebijakan Pendidikan
Menurut Putt dan Springer dalam Syafaruddin (1989:81) ada tiga proses kebijakan,
yaitu: formulasi, implementasi dan evaluasi. Ketiga proses tersebut diuraikan agar
secara holistik makna kebijakan sebagai suatu proses menajemen dapat dipahami
dengan baik. Tahap pertama dimulai dengan formulasi kebijakan. Formulasi atau
pembuatan kebijakan dalam pemerintahan termasuk aktivitas politis. Dalam konteks
ini, aktivitas politis dijelaskan sebagai pembuatan kebijakan yang divisualisasikan.
Aktivitas politis itu berisi serangakaian tahap yang saling bergantung dan diatur
menurut urutan waktu, penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan,
implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan. Formulasi kebijakan mengandung
beberapa isi penting yang dijadikan sebagai pedoman tindakan sesuai rencana yang
mencakup kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan, jenis dan manfaat yang
dihasilkan, pelaksanaan program serta sumber daya yang dikerahkan. tahap kedua
adalah implementasi kebijakan, dimana pada prinsipnya adalah cara yang
dilaksanakan agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. implementasi
kebijakan adalah serangkaian aktivitas dan keputusan yang memudahkan pernyataan
kebijakan dalam formulasi terwujud ke dalam praktik organisasi . Tahap ketiga dalam
proses kebijakan adalah evaluasi. Evaluasi kebijakan dilaksanakan sebagai proses
untuk mengetahui sejauh mana keefektivan kebijakan guna dipertanggungjawabkan
kepada semua pihak terkait (stakeholders). Dengan kata lain, sejauh mana tujuan
kebijakan tersebut telah tercapai. Di sisi lain, evaluasi dipergunakan untuk
mengetahui kesenjangan antara harapan atau tujuan dengan kenyataan yang dicapai.
Pengertian Budaya
Menurut Ary H. Gunawan (2000:16) kata “budaya” berasal dari bahasa sansekerta
“buddhayah” yakni bentuk jamak dari “budhi” (akal). Jadi budaya ialah segala hal
yang bersangkutan dengan akal. Kata “budaya” juga berarti “budi dan daya” atau
“daya dari budi”. Jadi budaya adalah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa, dan
karsa. Dalam bahasa Inggris, budaya adalah “culture” yang berasalah dari bahasa
latin “colere” yang berarti “mengolah atau mengerjakan”, terutama mengolah atau
mengerjakan tanah atau bertani atau bercocok tanam. Dari pengertian ini, kemudian
kata “culture” dapat diartikan sebagai segala daya dan kegiatan menusia untuk
mengolah dan merubah alam. budaya adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan
kecakapankecakapan serta kebiasaan-kebiasaan lainnya yang diperoleh atau
dihasilkan manusia sebagai anggota masyarakat. budaya sekolah merupakan konteks
di belakang layar sekolah yang menunjukan keyakinan, nilai, norma, dan kebiasaan
yang telah dibangun dalam waktu yang lama oleh semua warga dalam kerja sama di
sekolah. Budaya sekolah berpengaruh tidak hanya pada kegiatan warga sekolah,
tetapi juga motivasi dan semangatnya. Hampir semua sekolah memiliki serangkaian
atau seperangkat keyakinan, nilai, norma dan kebiasaan yang menjadi ciri khasnya
dan senantiasa disosialisasikan dan ditransmisikan melalui berbagai media. Dengan
berjalannya waktu, proses tersebut telah membentuk suatu iklim budaya tertentu
dalam lingkungan sekolah. Ikim tersebut secara langsung menggambarkan perasaan-
perasaan, pengalamanpengalaman moral yang ada di sekolah. Budaya sekolah
menunjukkan kompleksitas unsur keyakinan, nilai, norma, kebiasaan, bahasa dan
tujuantujuan apapun yang lebih baik. Budaya sekolah berada pada unsur yang lebih
dalam dari sekolah.
Menurut Ajat Sudrajat (ed. Darmiyati Zuchdi, 2011:144-146) proses yang efektif
untuk membangun budaya sekolah adalah dengan melibatkan dan mengajak semua
pihak dan pemangku kepentingan untuk bersama-sama memberikan komitmennya.
Keyakinan utama dari pihak sekolah harus difokuskan pada usaha-usaha
menyemaikan dan menanamkan keyakinan, nilai, norma, dan kebiasaan-kebiasaan
yang merupakan harapan setiap pemangku kepentingan tersebut. Untuk itu, pimpinan
sekolah, para guru dan karyawan harus fokus pada usaha pengorganisasian yang
mengarah pada harapan di atas dengan cara sebagai berikut: Pertama, mendefinisikan
peran yang harus dimainkan oleh pimpinan sekolah, guru, dan komunitas sekolah
melalui komunikasi yang terbuka dan kegiatan-kegiatan akademik yang dapat
memberikan layanan terbaik terhadap harapan dan kebutuha komunitas sekolah
tertentu (siswa). Kedua adalah dengan menyusun mekanisme komunikasi yang
efektif, seperti misalnya dengan melakukan pertemuan rutin (mingguan atau
bulanan) di antara pimpinan sekolah, guru, dan karyawan, pihak sekolah dengan
mitra seperti dengan perguruan atau orang tua murid dan pihak sekolah dengan
pemerintah. Ketiga, dengan melakukan kajian bersama untuk mencapai keberhasilan
sekolah, misalnya melalui pertemuan dengan sekolah-sekolah tertentu yang telah
berhasil atau sekolah unggulan, atau dengan melakukan studi banding. Keempat,
adalah dengan melakukan visualisasi visi dan misi sekolah, keyakinan, nilai, norma
dan kebiasaankebiasaan yang diharapkan sekolah. Kelima, memberikan
pelatihanpelatihan atau memberikan kesempatan kepada semua komponen sekolah
untuk mengikuti berbagai pelatihan atau pengembangan diri, yang mendukung
terwujudnya budaya sekolah yang diharapkan.
BAB III
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
A. Kebijakan Pendidikan
Tujuan Pembelajaran lima hari sekolah Tujuan dari pelaksanaan full day school
untuk mengatasi berbagai masalah pendidikan, baik dalam prestasi maupun dalam
hal moral atau akhlak. Dengan mengikut sertakan anak dalam full day school, orang
tua turut mencegah dan menetralisir kemungkinan dari kegiatan-kegiatan anak yang
menjurus pada kegiatan negatif. Tujuan lain dari sistem pembelajaran full day school
bagi anak didik, yaitu:
(1) Mendampingi anak didik yang kurang mendapat pendampingan orang tuanya.
Meningkatnya jumlah orangtua yang bekerja (parent-career) yang kurang
memberikan perhatian kepada anaknya, terutama yang berhubungan dengan aktivitas
anak setelah pulang dari sekolah.
Penerapan Sistem Pembelajaran Full Day School Sistem Pembelajaran full day
school bukan berarti para siswa belajar selama sehari penuh di sekolah. Program ini
memastikan siswa dapat mengikuti kegiatan-kegiatan penanaman pendidikan
karakter. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran formal
sampai dengan setengah hari, selanjutnya dapat diisi dengan kegiatan
ekstrakurikuler. “Usai belajar setengah hari, para peserta didik (siswa) tidak langsung
pulang ke rumah, tetapi dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang
menyenangkan dan membentuk karakter, kepribadian, serta mengembangkan potensi
mereka. Full Day School (FDS) menerapkan suatu konsep dasar “IntegratedActivity”
dan “Integrated-Curriculum” dan berorientasi pada prestasi belajar siswa yang
mencakup tiga ranah; kogitif, afektif dan psikomotorik. Proses sistem pembelajaran
full day school diberlangsungkan secara aktif, kreatif, tranformatif sekaligus intensif,
namun dikemas dengan pendekatan pembelajaran yang relaks dan tidak
membosankan.
a. Dampak Positif
Full day school Full day school memiliki empat dampak positif, yaitu:
(1) optimalnya pemanfaatan waktu karena full day school mendidik anak
bagaimana memanfaatkan waktu dengan hal-hal yang bermanfaat
seperti waktu untuk belajar, istirahat, olahraga, bergaul dengan teman,
refreshing, latihan pengembangan bakat, ekperimentasi, berorganisasi,
dan lain sebagainya.
(2) menggali dan mengembangkan bakat karena dengan waktu yang sangat
banyak, siswa diharapkan dapat menggali dan mengembangkan bakat
yang mereka miliki dengan maksimalkan yang fasilitas yang
disediakan oleh sekolah;
(3) fokus dalam belajar karena waktu belajar yang lebih lama dari sistem
sekolah biasa. Sekolah lebih leluasa membuat jadwal pelajaran, mana
yang diajarkan pada pagi dan sore hari;
(4) anak terkontrol dengan baik karena padatnya jam pelajaran membuat
anak setelah pulang sekolah merasa lelah. Hal tersebut dikarenakan
anak menghabiskan waktu dari pagi sampai sore disekolah, sehingga
hal ini membuat anak cendrung mengarahkan pikiran mereka untuk
beristirahat dari pada melakukan aktivitas lain.
(3) guru juga akan lelah karena mereka harus tinggal lebih lama di
sekolah untuk mengajar. Sistem full day school sangat menuntut guru
untuk mempunyai fisik yang prima karena stamina dan energi guru
akan sangat terkuras. Hal ini dikarenakan guru harus tiba di sekolah
lebih awal untuk menyiapkan materi, mencatat nilai, dan menghadiri
rapat guru sepulang sekolah.
BAB IV
PENUTUP
A. Saran
Beberapa saran dalam penyelenggaraan sistem pembelajaran full day school. Adapun
saran tersebut yaitu;
1. Strategi pembelajaran yang direncanakan haruslah tepat. Tanpa strategi yang tepat,
proses pembelajaran tidak akan terarah sehingga tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan sulit tercapai secara optimal, dengan kata lain pembelajaran tidak dapat
berlangsung secara efektif dan efisien. Strategi pembelajaran sangat berguna bagi guru
lebih-lebih bagi peserta didik. Bagi guru, strategi dapat dijadikan pedoman dan acuan
bertindak yang sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran. Bagi peserta didik,
penggunaan strategi pembelajaran dapat mempermudah proses belajar (mempermudah
dan mempercepat memahami isi pembelajaran).
2. Dalam penerapan full day school sebaiknya menggunaan metode yang bervariasi
dalam pembelajaran sistem full day school adalah salah satu stratgi guru yang dilakukan
agar siswa tidak merasa bosan dan jenuh dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga
motivasi siswa dalam belajarpun dapat meningkat.
3. Kurikulum dalam sistem pembelajaran full day school harus didesain untuk
menjangkau masing-masing bagian dari perkembangan peserta didik. Konsep
pengembangan dan inovasi penerapan sistem pembelajaran full day school harus
memapu mengembangkan kreatifitas. penerapan Sistem pembelajaran full day school
sebaiknya dikemas dalam metode belajar yang berorientasi pada penggunaan format
game (permainan) yang menyenangkan dalam pembelajarannya. Hal ini diterapkan
dalam sistem pembelajaran ini dengan tujuan agar proses kegiatan belajar mengajar
berlangsung dalam suasana yang menyenangkan, karena dilandasi dengan permainan
yang menarik sehingga motivasi belajar siswa akan meningkat, walaupun berlangsung
selama sehari penuh.
DAFTAR PUSTAKA
Islamika. D (2011). Pengaruh Full Day School Terhadap Kecerdasan Sosial Anak Kelas
IV DI SDIT Bina Anak Sholeh Yogyakarta. Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Mardani, “Polemik Full Day School Hingga Demo Santri „Bunuh Menterinya‟”,
diakses dari https://m.merdeka.com/peristiwa/polemik-full-day-school-hingga-demo-
santri-bunuhmenterinya,
Wahida Rahmania Arifah, “Berkaca Pada Sejarah, Full Day School Bukanlah Sistem
Pendidikan Terbaik. Ini Buktinya!”, diakses dari
http://m.jatimnews.com/baca/157601/20170828/131107/berkaca-pada-sejarah-full-day-
school