Anda di halaman 1dari 50

PROPOSAL

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

PEMBELAJARAN FULL DAY SCHOOL

DI SD IT AL ABIDIN PONDOK BAMBU JAKARTA TIMUR

Dosen Pengampu:

Drs. Mulyadi, M.Pd

Disusun oleh:

Ira Fauziah ( 1101618076 )

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

202
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Lembaga pendidikan mempunyai tugas yang tidak ringan, karena di

lembaga pendidikan terjadi proses peningkatan kualitas manusia. Oleh karena itu

Kepala Sekolah harus mampu mengadakan perubahan system pendidikan, serta

mendorong bekerjanya komponen yang ada di dalam lembaga pendidikan itu,

agar berfungsi sebagaimana mestinya dan memberikan hasil sebagaimana yang

diharapkan dalam rangka mewujudkan pendidikan yang bermutu dan sesuai

dengan tuntutan zaman.

Beberapa perbaikan dan perubahan yang diharapkan dapat meningkatkan

kualitas pendidikan antara lain dilakukan penyempurnaan dalam bidang

kurikulum, proses kegiatan belajar mengajar, sistem pembelajaran, metode

pembelajaran, buku –buku pelajaran, evaluasi dan penyempurnaan dalam

memberikan bimbingan kepada siswa khususnya yang mengalami kesulitan

belajarnya, sehingga dengan pembaharuan sistem pendidikan tersebut siswa lebih

termotivasi dalam belajarnya sehingga akan diperoleh hasil pendidikan yang

maksimal. Salah satu sistem pendidikan modern yang berkembang di negara kita

adalah sistem pendidikan terpadu dengan sistem Full Day School atau sekolah

sehari penuh atau sekolah lima (5) hari.

Dalam pelaksanaannya, terlepas dari kelebihan dan kekurangannnya, Full

Day School telah mampu menciptakan generasi - generasi bangsa yang memiliki

karakter. Dalam pembahasan selanjutnya istilah Full Day School disingkat


dengan FDS. Dalam pembelajaran FDS dikembangkan pendidikan karakter dan

secara perlahan pendidikan karakter akan terbangun pada diri peserta didik.

Kemendikbud Muhadjir Effendy menjelaskan bahwa FDS merupakan

implementasi dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang menitik

beratkan lima nilai utama yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan

integritas.Dimana setiap sekolah dimungkinkan untuk menjalin kerja sama di luar

lembaga sekolah dan dijadikan sebagai sumber belajar. Hal ini dikenal dengan

tiga pusat pendidikan yaitu rumah, sekolah dan masyarakat bisa bekerja sama

dalam mengembangkan karakter siswa.

Dalam pelaksanaannya, FDS dilaksanakan di sekolah mulai pagi hingga

sore hari (dari pukul 06.45 –15.00) kurang lebih belajar selama 8 jam sehari,

secara rutin sesuai dengan program pada tiap jenjang pendidikannya.Jadi 8 jam

dihitung sebagai proses belajar siswa sudah termasuk berbagai aktivitas tambahan

atau kegiatan ekstrakurikuler, yang dilakukan oleh siswa setelah kegiatan

pembelajarannya. Dari penjelasan itu, memahami FDS tidak hanya sebatas

pemanjangan waktu sekolah saja, tetapi lebih kompleks yaitu meliputi semua

aktifitas siswa di sekolah, baik di ruang kelas maupun di luar kelas.

Dilihat dari kurikulumnya, sistem pendidikan FDS memiliki relevansi

dengan pendidikan terpadu. Pendidikan terpadu ini banyak diterapkan dalam

lembaga pendidikan umum yang berlabel Islam. Dalam konteks pendidikan Islam,

pendidikan terpadu artinya memadukan ilmu umum dengan ilmu agama secara

seimbang dan terpadu. Namun demikian sistem pembelajaran FDS masih

menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, hal ini terjadi dikarenakan
masyarakat belum memahami sepenuhnya tentang konsep pembelajaran FDS.

Oleh karena itu adanya evaluasi program pembelajaran FDS untuk mengetahui

dan mendeskripsikan konsep FDS, mengetahui dan mendiskripsikan efektifitas

keberhasilan pembelajaran FDS, dan mengetahui mendekripsikan berfungsinya

komponen – komponen pelaksanaan pembelajaran FDS.

Beberapa perbaikan dan perubahan yang diharapkan dapat meningkatkan

kualitas pendidikan antara lain dilakukan penyempurnaan dalam bidang

kurikulum, proses kegiatan belajar mengajar, sistem pembelajaran, metode

pembelajaran, buku –buku pelajaran, evaluasi dan penyempurnaan dalam

memberikan bimbingan kepada siswa khususnya yang mengalami kesulitan

belajarnya, sehingga dengan pembaharuan sistem pendidikan tersebut siswa lebih

termotivasi dalam belajarnya sehingga akan diperoleh hasil pendidikan yang

maksimal.

FDS memang menjanjikan banyak haldiantaranya: kesempatan belajar

siswa lebih banyak, guru bebas menambah materi melebihi muatan kurikulum

biasanya dan bahkan mengatur waktu agar lebih kondusif, orang tua siswa

terutama yang bapak-ibunya sibuk berkarier di kantor dan baru bisa pulang

menjelang maghrib mereka lebih tenang karena anaknya ada di sekolah sepanjang

hari dan berada dalam pengawasan guru. Dalam FDS lamanya waktu belajar tidak

dikhawatirkan menjadikan beban karena sebagian waktunya digunakan untuk

waktu-waktu informal. Cryan dan Others dalam Bobbi Deporter menemukan

bahwa adanya FDS memberikan efek positif bahwa anak-anak akan lebih banyak

belajar dari pada bermain, karena lebih banyak waktu terlibat dalam kelas yang
bermuara pada produktivitas yang tinggi, juga lebih mungkin dekat dengan guru,

dan siswa juga menunjukkan sikap yang lebih positif, terhindar dari

penyimpangan - penyimpangan karena seharian berada di kelas dan dalam

pengawasan guru.

FDS pada awalnya muncul pada awal tahun 1980-an di Amerika Serikat.

Pada waktu itu FDS dilaksanakan untuk jenjang sekolah Taman Kanak – kanak

dan selanjutnya meluas pada jenjang yang lebih tinggi mulai dari SD sampai

dengan menengah atas. Adapun munculnya sistem pendidikan FDS di Indonesia

diawali dengan menjamurnya istilah sekolah unggulan sekitar tahun 1990-an,

yang banyak dipelopori oleh sekolah - sekolah swasta termasuk sekolah - sekolah

yang berlabel Islam. Dalam pengertian yang ideal, sekolah unggul adalah sekolah

yang fokus pada kualitas proses pembelajaran, bukan pada kualitas input

siswanya. Kualitas proses pembelajaran bergantung pada system

pembelajarannya. Namun faktanya sekolah unggulan biasanya ditandai dengan

biaya yang mahal, fasilitas yang lengkap dan serba mewah, elit, lain daripada

yang lain, serta tenaga - tenaga pengajar yang “professional”, walaupun keadaan

ini sebenarnya tidak menjamin kualitas pendidikan yang dihasilkan.

Term unggulan ini yang kemudian dikembangkan oleh para pengelola di

sekolah-sekolah menjadi bentuk yang lebih beragam dan menjadi trade mark,

diantaranya adalah FDS dan sekolah terpadu. Ketertarikan para orang tua untuk

memasukkan anaknya ke FDS dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yaitu karena

semakin banyaknya kaum ibu yang bekerja di luar rumah dan mereka banyak

yang memiliki anak berusia di bawah 6 tahun, meningkatnya jumlah anak - anak
usia pra sekolah yang ditampung di sekolah - sekolah milik public (masyarakat

umum), meningkatnya pengaruh televisi dan mobilitas para orang tua, serta

kemajuan dan kemodernan yang mulai berkembang di segala aspek kehidupan.

Dengan memasukkan anak mereka ke FDS, mereka berharap dapat memperbaiki

nilai akademik anak - anak mereka sebagai persiapan untuk melanjutkan ke

jenjang berikutnya dengan sukses, juga masalah-masalah tersebut di atas dapat

teratasi. Dan dalam hasil penelitian ini disebutkan bahwa anak yang menempuh

pendidikan di FDS terbukti tampil lebih baik dalam mengikuti setiap mata

pelajaran dan menunjukkan keuntungan yang cukup signifikan.

Namun demikian sistem pembelajaran FDS masih menimbulkan pro dan

kontra di kalangan masyarakat, hal ini terjadi dikarenakan masyarakat belum

memahami sepenuhnya tentang konsep pembelajaran FDS. Dalam bidang

pendidikan ditinjau dari sasarannya, evaluasi ada yang bersifat makro dan ada

yang mikro. Evaluasi yang bersifat makro sasarannya adalah program pendidikan,

yaitu program yang direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan,

sedangkan evaluasi yang bersifat mikro sering digunakan guru di dalam kelas,

khususnya untuk mengetahui pencapaian hasil belajar peserta didik.

Dalam pembahasan ini yang dimaksud dengan program adalah sebuah

kegiatan yang sifatnya kompleks yang merupakan sebuah sistem. Pengertian

sistem adalah sebuah unit yang terdiri dari beberapa unsur yang kait - mengakit

yang semuanya bekerjasama untuk mencapai tujuan. Program pembelajaran dapat

disebut sebagai sistem pembelajaran, dengan demikian berarti program

pembelajaran tersebut berbentuk sistem yang terdiri dari komponen-komponen


yang saling kait-mengkait menuju pada tujuan pembelajaran. Jadi keberhasilan

sistem pembelajaran tergantung dari bagaimana setiap komponen tersebut

berfungsi. Untuk dapat memahami sebuah program, kita harus berpikir sistematik.

Berpikir sistematik adalah dalam berpikir tersebut kita memandang sesuatu

program pembelajaran tersebut sebagai sebuah sistem, yaitu unsur - unsur yang

saling terkait, bersama – sama mencapai tujuan.Sebuah program pasti merupakan

sebuah sistem. Sistem pembelajaran merupakan sebuah program yang terdiri dari

unsur-unsur sekurang - kurangnya ada enam, yaitu : 1) siswa 2) guru 3) materi

pelajaran 4) sarana pendukung 5) manajemen atau pengelolaan 6) lingkungan.

Menurut Suharsimi, secara umum ada enam komponen yang bersangkutan

langsung dengan kualitas lulusan, dan komponen-komponen itulah yang

seharusnya dijadikan objek pengamatan di dalam penelitian evaluasi lembaga.

Keenam komponen yang dimaksud adalah : 1) Kurikulum 2) Pengajar 3) Sarana

prasarana 4) Siswa atau objek didik 5) Kegiatan belajar mengajar 6) Pengelolaan.

Evaluasi program FDS dimaksudkan proses kegiatan untuk mengumpulkan

informasi tentang bekerjanya programyang telah disusun dan dilaksanakan terkait

dengan berfungsinya setiap komponen pembelajaran FDS. Tujuannya adalah

untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang telah dilaksanakan, dan

melaksanakan kegiatan tindak lanjut untuk mengambil suatu kebijakan atau

keputusan apakah program harus dihentikan, direvisi kembali, dilanjutkan atau

disebarluaskan.
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diketahui berbagai masalah yang muncul

terkait evaluasi program Full Day School yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah efektifitas Context (Konteks) evaluasi program

Full Day School di di SD IT Al Al – Abidin Pondok Bambu

Jakarta Timur?

2. Bagaimanakah efektifitas Input (Masukan) evaluasi program Full

Day School di di SD IT Al Al – Abidin Pondok Bambu Jakarta

Timur?

3. Bagaimanakah efektifitas Process (Proses) evaluasi program Full

Day School di di SD IT Al Al – Abidin Pondok Bambu Jakarta

Timur?

4. Bagaimanakah efektifitas Product (Hasil) evaluasi program Full

Day School di di SD IT Al Al – Abidin Pondok Bambu Jakarta

Timur?

1.3. Fokus Evaluasi

Fokus evaluasi program ini adalah evaluasi pembelajaran FDS di SD IT Al Al

– Abidin Pondok Bambu Jakarta Timur , dengan tujuan untuk mengevaluasi

keberhasilan setiap komponen pembelajarannya. Ruang lingkup pembelajaran

FDS meliputi : visi, misi, tujuan, sumber daya manusia, kurikulum, manajemen,
sarana prasarana dan pendanaan, manajemen sekolah dan manajemen

pembelajaran serta hasil atau produk dari pembelajaran FDS.

1.4. Manfaat Evaluasi

Adapun manfaat yang diharapkan dari evaluasi ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

a. Dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan, khususnya menyangkut

pelaksanaan program pembelajaran FDS.

b. Dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi kajian lebih lanjut

tentang program pembelajaran FDS.

c. Dapat dijadikan rujukan dalam pelaksanaan program pembelajaran

FDS.

2. Secara Praktis

a. Bagi sekolah, hasil penelitian ini sebagai bahan informasi dan

pertimbangan tentang pelaksanaan program pembelajaran FDS.

b. Sebagai bahan referensi bagi kepala sekolah, guru dan karyawan di SD

IT Al Al – Abidin Pondok Bambu Jakarta Timur dalam pelaksanaan

program pembelajaran FDS.

c. Bagi pemerintah, sebagai bahan kajian untuk mengambil kebijakan

tentang pelaksanaan program pembelajaran FDS di sekolah -sekolah.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Evaluasi Program

Setiap lembaga pendidikan memiliki berbagai macam program yang dapat

menjadi pembeda antara lembaga tersebut dengan lembaga lainnya. Program yang

terselenggara dengan baik tentu menambah nilai positif bagi sebuah lembaga di

mata masyarakat. Untuk mengetahui apakah program yang diselenggarakan sudah

berjalan secara efektif dan efisien, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap

program yang diselenggarakan. Untuk memahami lebih lanjut mengenai teori-

teori tersebut berikut akan dibahas terlebih dahulu kajian teoritis yang

berhubungan dengan evaluasi program.

1. Definisi Evaluasi

Evaluasi berasal dari bahasa Inggis yaitu “Evaluation” yang berarti penilaian.

Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan penilaian, pengukuran, maupun

tes. Evaluasi didefinisikan sebagai riset untuk mengumpulkan, menganalisis dan

menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai objek evaluasi, menilainya

dengan membandingkannya dengan indikator evaluasi dan hasilnya dipergunakan

untuk mengambil keputusan mengenai nilai dan manfaat objek evaluasi. Menurut

Sudijono “Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu. Untuk

dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai itu, dilakukanlah

pengukuran. Stufflebeam dan Shinkfield dalam Widoyoko menyatakan bahwa;

“Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing descriptive


and judgemental information about the worth and merit of some object’s goals,

design,implementation, and impact in order to guide decision making, serve need

for accountability, and promote understanding of the involved phenomena”.

Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan

sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (worth and merit) dari

tujuan yang dicapai, desain, implementasi, dan dampak untuk membantu

membuat keputusan, membantu pertanggungjawaban dan meningkatkan

pemahaman terhadap fenomena. Selanjutnya Tyler dalam Tayibnapis mengartikan

evaluasi sebagai proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan

dapat dicapai. Sedangkan Guba dan Lincoln dalam Arifin berpendapat mengenai

definisi evaluasi yaitu "a process for describing an evaluanand judging its merit

or worth", yakni sebuah proses untuk menggambarkan sebuah penilaian dan

menilai manfaat atau kualitas yang dievaluasi.

Dengan begitu, evaluasi dikatakan kegiatan yang membandingkan antara hasil

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat

keberhasilannya. Dari evaluasi kemudian akan tersedia informasi mengenai sejauh

mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai sehingga bisa diketahui bila terdapat

selisih antara standar yang telah ditetapkan dengan hasil yang bisa

dicapai.Stufflebeam dan Shrinkfield dalam Wirawan mengemukakan bahwa

evaluasi ialah kegiatan melakukan penilaian kualitas (merit) baik buruknya atau

tinggi rendahnya kualitas atau kinerja program yang dievaluasi, dan penilaian

manfaat (worth) bermanfaat tinggi atau rendahnya program dalam kaitan dengan

suatu tujuan atau standar tertentu. Menurut Muktiali, evaluasi merupakan proses
penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja program /

kegiatan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja

program / kegiatan. Hal tersebut ditegaskan kembali bahwa evaluasi merupakan

kegiatan yang bermaksud untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditentukan

dapat dicapai, apakah pelaksanaan program sesuai rencana, dan dampak apa yang

terjadi setelah program dilaksanakan.

Kemudian, berdasarkan rumusan tersebut dapat kita pahami bahwa arti dari

evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan.Evaluasi mampu

meningkatkan kualitas dan mutu suatu program atau proyek, yang mana kegiatan

evaluasi bertujuan untuk menilai, mengukur dan membandingkan program yang

telah dilaksanakan dengan rencana awal program tersebut, bukan untuk mencari

kesalahan dan menilai kekurangannya melainkan mencari solusi demi

keberlangsungan suatu program.

Dengan demikian, dapat disimpkan bahwa evaluasi merupakan kegiatan atau

proses mengumpulkan data dan informasi serta menilai keberadaan suatu

program, produksi, prosedursecara sistematis, yang berguna bagi decision maker

sebagai pertimbangan atau penentuan alternatif dalam pengambilan keputusan

serta penyusunan program selanjutnya yang lebih baik sehingga dapat diketahui

mutu dan hasil-hasilnya.


2. Definisi Program

Kata program menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah rancangan

mengenai asas serta usaha (dalam ketatanegaraan, perekonomian, dan sebagainya)

yang akan dijalankan. Arikunto menjelaskan program adalah kegiatan atau

aktifitas yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk

waktu yang tidak terbatas. Kebijakan tertentu bersifat umum dan untuk

merealisasikan kebijakan disusun berbagai jenis program. Program sebagai suatu

kegiatan atau aktifitas yang terencana dengan sistematis untuk dapat

diimplementasikan dalam kegiatan nyata secara berkelanjutan dalam organisasi

yang melibatkan banyak orang di dalamnya. Program dapat didefinisikan juga

sebagai unit kegiatan yang merupakan implementasi dari suatu kebijakan,

berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu

organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Rencana atau program perlu

dievaluasi agar dapat diketahui keunggulan, kelemahan, peluang, serta

tantangannya dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan. Lebih lanjut

dijelaskan oleh Widoyoko bahwa program sebagai satu unit atau kesatuan

kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan,

berlangsung dalam kegiatanyang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu

organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

Dalam pengertian tersebut ada empat unsur pokok untuk dapat dikategorikan

sebagai program, yaitu:


a. Kegiatan yang direncanakan atau dirancang dengan seksama.

Bukan asal rancangan, tetapi rancangan kegiatan yang disusun

dengan pemikiran yang cerdas dan cermat.

b. Kegiatan tersebut berlangsung secara berkelanjutan dari satu

kegiatan ke kegiatan yang lain. Dengan kata lain ada

keterkaitan antar kegiatan sebelum dengan kegiatan

sesudahnya.

c. Kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah organisasi, baik

organisasi formal maupun organisasi nonformal bukan kegiatan

individual.

d. Kegiatan program dalam implementasi atau pelaksanaannya

melibatkan banyak orang, bukan kegiatan yang dilakukan oleh

perorangan tanpa ada kaitannya dengan kegiatan orang lain.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa program

adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan seksama dalam suatu kelompok

atau organisasi dan dilaksanakan secara kontinu. Maka perlunya suatu program

dievaluasi untuk mengukur sejauh mana keberhasilan yang dicapai sehingga

dapat terwujud programyang baik dan dapat termanfaatkan banyak pihak.

3. Definisi Evaluasi

Arikunto mendefinisikan, evaluasi program sebagai suatu rangkaian kegiatan

yang dilakukan dengan sengaja untuk mengetahui tingkat keberhasilan program

dengan melihat pencapaian target program dan menentukan seberapa jauh target
program sudah tercapai, yang dijadikan sebagai tolak ukur adalah tujuan yang

sudah dirumuskan dalam tahap perencanaan kegiatan. Mengacu kepada paparan

pendapat ahli di atas dapat dinyatakan bahwa pelaksanaan evaluasi program harus

dilakukan secara sistematis dan kontinu agar dapat menggambarkan kemampuan

dan keberhasilan program yang dievaluasi. Karena sejatinya evaluasi program

bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang telah dilaksanakan.

Selanjutnya, hasil evaluasi program digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan

kegiatan tindak lanjut atau untuk melakukan pengambilan keputusan berikutnya.

Kemudian Mugiadi menjelaskan dalam Sudjana bahwa : Evaluasi program

merupakan upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan atau

proyek. Informasi tersebut berguna bagi pengambilan keputusan, antara lain untuk

memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan program lanjutan,

menghentikan suatu kegiatan, atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari

suatu program atau kegiatan. Informasi yang dikumpulkan harus memenuhi

persyaratan ilmiah, praktis, tepat guna, dan sesuai dengan nilai yang mendasari

dalam setiap pengambilan keputusan. Sedangkan Stake dalam Sudjana

menjelaskan bahwa evaluasi program adalah kegiatan untuk merespon suatu

program yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan. Sebagaimana Sudjana juga

mengartikan evaluasi program sebagai kegiatan yang teratur dan berkelanjutan

dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk memperoleh data yang berguna bagi

pengambilan keputusan.

Kedua teori tersebut memiliki kesamaan maksud yakni bahwa evaluasi

program merupakan kegiatan merespon suatu program secara kontinu sehingga


dapat dijadikan dalil bagi pengambilan suatu keputusan. Dengan demikian

evaluasi program merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja

dan secara cermat untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan atau keberhasilan

suatu program dengan cara mengetahui efektivitas masing - masing

komponennya, baik terhadap program yang sedang berjalan maupun program

yang telah berlalu. Selanjutnya, beberapa pakar psikologi dan pendidikan

mengemukakan mengenai istilah evaluasi program. Wilbur Harris dalam “The

Nature and Functions of Educationa Evaluation”, yang dikutip Steele,

menjelaskan bahwa “Evaluation is the systematic process of judging the worth,

desirability, effectiveness, or adequacy of something according to definitive

criteria and purposes. The judgement is based upon a careful comparison of

observation data with criteria standars”. Pengertian ini menjelaskan bahwa

evaluasi program adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan,

efektivitas, atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Proses penetapan tentang nilai yang dimaksud ialah menilai kualitas

pentingnya atau kemanfaatan program tersebut, dan penetapan keputusan tersebut

didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data yang diobservasi

dengan menggunakan standar dan kriteria tertentu yang telah dibakukan. Evaluasi

program, pada dasarnya pelaksana (evaluator) ingin mengetahui seberapa tinggi

mutu atau kondisi sesuatu hal sebagai hasil pelaksanaan program setelah data

terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu. Dalam evaluasi

program, evaluator ingin mengetahui tingkat ketercapaian program, dan apabila


tujuan belum tercapai evaluator ingin mengetahui letak kekurangan dan sebabnya.

Hasilnya digunakan untuk menentukan tindak lanjut atau keputusan yang akan

diambil. Dalam kegiatan evaluasi program, indikator merupakan petunjuk untuk

mengetahui keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu kegiatan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi program

merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan

program dengan mengumpulkan berbagai macam informasi yang kemudian

membandingkan antara informasi yang didapatkan dari lapangan dengan rencana

awal dan tujuan dari program. Selanjutnya informasi tersebut digunakan sebagai

pertimbangan dalam mengambil keputusan guna untuk memperbaiki program,

menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan suatu program dan

menyebarluaskan program.

4. Tujuan dan Manfaat Evaluasi Program

Tujuan merupakan penentu arah bagi setiap kegiatan yang diselenggarakan,

maka dari itu setiap kegiatan perlu menentukan tujuannya masing-masing,

demikian pula dengan kegiatan evaluasi program. Tujuan evaluasi program adalah

sebagai pengarah kegiatan evaluasi program dan sebagai acuan untuk mengetahui

efesiensi dan efektivitas kegiatan evaluasi program menurut Sudjana. Kemudian

Widyoko mendefinisikan tujuan evaluasi adalah : Untuk memperoleh informasi

yang akurat dan objektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa

proses pelaksanaan program, dampak/hasil yang dicapai, efisiensi serta


pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu

untuk mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan.

Selain itu, juga dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program

berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang terkait dengan program.

Selanjutnya, tujuan evaluasi menurut wirawan ialah mengumpulkan informasi

untuk menentukan nilai dan manfaat objek evaluasi, mengontrol, memperbaiki,

danmengambil keputusan mengenai objek tersebut. Arikunto dan Jabar

menambahkan, bahwa tujuan diadakannya evaluasi program adalah untuk

mengetahui pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui

keterlaksanaan kegiatan program.

Ada tujuh elemen yang harus dilakukan menurut Brikerhoff dalam Arikunto

dan Jabar, untuk pelaksanaan evaluasi, yaitu:

a. Penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the

evaluation),

b. Penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation),

c. Pengumpulan informasi (collecting information),

d. Analisis dan interpretasi informasi (analyzing and

interpreting),

e. Pembuatan laporang (reporting information),

f. Pengelolaan evaluasi (managing evaluation),dan

g. Evaluasi untuk evaluasi (evaluating evaluation).


Selanjutnya Arikunto dan Safruddin mengemukakan bahwa ada dua

macam tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum

diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan

pada masing-masing komponen. Tujuan umum evaluasi program ialah untuk

mengetahui seberapa efektif suatu program telah dilaksanakan, sedangkan tujuan

khususnya ialah untuk mengetahui seberapa tinggi kinerja masing-masing

komponen sebagai faktor penting yang mendukung kelancaran proses dan

pencapaian tujuan.

Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh

mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program

yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program-program yang

berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya. Maka jika dilihat dari tujuan

evaluasi dimaksudkan untukmengetahui kondisi suatu program, dan evaluasi

program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian evaluatif. Oleh

karena itu, dalam evaluasi program, pelaksana (evaluator) berfikir dan

menentukan langkah bagaimana melaksanakan penelitian.Berdasarkan penjelasan

yang telah dipaparkan di atas, dapat dikatakanbahwa tujuan dari evaluasi program

adalah untuk mengetahui seberapa efektif program yang telah dilaksanakan dan

membantu dalam pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program,

perbaikan program, pertanggungjawaban dari suatu program dengan cara

mengumpulkan informasi.

Setelah melaksanakan evaluasi program yang sesuai dengan tujuan dari

program yang akan dievaluasi, selanjutnya akan timbul manfaat dari kegiatan
evaluasi program. Arikunto dan Jabar menyatakan bahwa evaluasi program

pendidikan adalah supervisi pendidikan dalam pengertian khusus, tertuju pada

lembaga secara keseluruhan. Supervisi sekolah yang diartikan sebagai evaluasi

program dapat disama artikan dengan validasi lembaga dan akreditasi. Adapun

manfaat dari evaluasi program menurut Suharsimi Arikunto dan Safruddin adalah

sebagai berikut;

a) Menghentikan program,

b) Merevisi program,

c) Melanjutkan program,

d) Menyebarluaskan program.

Menghentikan program, dalam hal ini program tersebut dipandang tidak

ada manfaatnya atau tidak terlaksana sebagaimana mestinya sehingga apa yang

diharapkan tidak tercapai.Kemudian merevisi program, maksudnya karena ada

beberapa hal yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya

sedikit), maka program tersebut dapat diperbaiki kembali sehingga program dapat

berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya melanjutkan program,

karena pelaksanaan program menunjukan bahwa segala sesuatu sudah berjalan

sesuai dengan yang diharapkan dan memberikan hasil yang bermanfaat, maka

program tersebut dapat dilanjutkan. Menyebarluaskan program (melaksanakan

program ditempat -tempat lain atau mengulangi lagi program dilain waktu),

karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan

lagi ditempat dan waktu yang lain.


Roswati memaparkan tentang manfaat dari evaluasi program :

a. Memberikan masukan apakah suatu program dihentikan atau

diteruskan,

b. Memberitahukan prosedur mana yang perlu diperbaiki,

c. Memberitahukan stategi, atau teknik yang perlu dihilangkan /

diganti,

d. Memberikan masukan apakah program yang sama dapat

diterapkan di tempat lain,

e. Memberikan masukan dana harus dialokasikan ke mana,

f. Memberikan masukan apakah teori/pendekatan tentang

program dapat diterima/ditolak.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan mengenai manfaat dari evaluasi

program yakni memberikan informasi yang akurat dan objektif bagi pembuat

kebijakan untuk mengambil keputusan apakah program dihentikan, direvisi,

dilanjutkan atau disebarluaskan.

5. Model Evaluasi Program CIPP

Setelah memilih objek yang akan dievaluasi, maka harus ditentukan aspek -

aspek apa saja dari objek tersebut yang akan dievaluasi. Untuk mengevaluasi

aspek - aspek yang dimaksud, tentunya dibutuhkan model evaluasi yang tepat.

Model evaluasi merupakan desain yang dikembangkan oleh para ahli evaluasi,

yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahapan evaluasinya.

Selain itu juga, ada ahli evaluasi yang membagi evaluasi sesuai dengan misi yang
akan dibawakan dan kepentingan yang ingin diraih serta ada yang menyesuaikan

dengan paham yang dianutnya. Ada banyak model evaluasi program yang dapat

digunakan dalam melakukan evaluasi program khususnya program pendidikan,

dalam penulisan skripsi ini penulis memilih menggunakan model CIPP dalam

melaksanakan evaluasi program, karena dengan model CIPP semua komponen

dalam program dapat terevaluasi dengan baik.

Konsep evaluasi model CIPP pertama kali ditawarkan oleh Stufflebeam pada

1965. Madaus, Scriven, dan Stufflebeam dalam Widoyoko "The CIPP approach

is based on the view that the most importat purpose of evaluation is not to prove

but to improve".34Istilah CIPP adalah singkatan dari Context, Input, Process,

and Product. Seperti yang diuraikan oleh Stufflebeam bahwa: “Model evaluasi

CIPP merupakan kerangka yang komprehensif untuk mengarahkan pelaksanaan

evaluasi formatif dan evaluasi sumatif terhadap objek program, proyek,

personalia, produk, institusi, dan sistem. Model evaluasi ini dipakai secara meluas

di seluruh dunia dan dipakai untuk mengevaluasi berbagai disiplin bidang dan

layanan misalnya pendidikan, perumahan, pengembangan masyarakat,

transportasi, dan sistem evaluasi personalia militer.” Model evaluasi ini

merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator.

Karena model evaluasi CIPP ini terbilang model evaluasi yang paling lengkap

dari model - model evaluasi lainnya.

Adapun dalam bidang pendidikan Stufflebeam menggolongkan sistem

pendidikan atas 4 (empat) dimensi, yaitu context, input, process and product ,
yang keempatnya merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen

dari proses sebuah program kegiatan.

a. Evaluasi Konteks (Context Evaluation)

Sax dalam widoyoko mendefinisikan evaluasi konteks sebagai berikut

“evaluasi konteks merupakan penggambaran dan spesifikasi tentang lingkungan

program, kebutuhan yang belum dipenuhi, karakteristik populasi dan sampel dari

individu yang dilayani dan tujuan program”. Stufflebeam dalam Hasan

menyebutkan, tujuan evaluasi konteks yang utama adalah untuk mengetahui

kekuatan dan kelemahan yang dimilki evaluan. Dengan mengetahui kekuatan dan

kelemahan ini, evaluator akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan.

Kemudian dijelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk

menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi,

populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek. Menurut Stufflebeam

aspek evaluasi konteks membantu pengambil keputusan untuk menjawab

pertanyaan: Apa yang perlu dilakukan? (What needs to be done?). Evaluasi ini

mengidentifikasi dan menilai kebutuhan -kebutuhan yang mendasari disusunnya

suatu program. Yaitu mengumpulkan dan menganalisa needs assessment data

untuk menentukan tujuan, prioritas dan sasaran.

Context evaluation dalam model CIPP meliputi :

1. Berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan: Apa yang perlu dilakukan?

2. Waktu pelaksanaan: Sebelum program diterima.

3. Keputusan: Perencanaan program.


b. Evaluasi Masukan (Input Evaluation)

Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi

masukan. Menurut Widoyoko evaluasi masukan membantu mengatur keputusan,

menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana

dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk

mencapainya.Komponen evaluasi masukan meliputi:

1. sumber daya manusia,

2. sarana dan peralatan pendukung,

3. dana atau anggaran, dan

4. berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.

Aspek evaluasi masukan membantu pengambil keputusan untuk mencari

jawaban atas pertanyaan: “Apa yang harus dilakukan? (What should be done?)”.

Evaluasi ini mengidentifikasi problem, aset, dan peluang untuk membantu para

pengambil keputusan dalam mendefinisikan tujuan, prioritas-prioritas, dan

manfaat -manfaat dari program. Begitu pula dalam menentukan sumber-sumber

yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana, langkah - langkah dan

strategi untuk mencapai sasaran dan tujuan, bagaimana prosedur kerja untuk

mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi:

1. Sumber daya manusia,

2. Sarana dan perlatan pendukung,

3. Perancangan dana / anggaran,

4. Penstrukturan program, dan


5. Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.

c. Evaluasi Proses (Process Evaluation)

Worthen & Sanders (dalam Widoyoko, 2015: 182) evaluasi proses

menekankan pada tiga tujuan:

1. do detect or predict in procedural design or its implementation during

implementation stage,

2. to provide information for programmed decision, and 3) to maintain a

record of the procedure as it occurs”.

Evaluasi proses digunakan untuk mendeteksi atau memprediksi rancangan

prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan

informasi untuk keputusan program dansebagai rekaman atau arsip prosedur yang

telah terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan

dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program.Pada dasarnya evaluasi proses

betujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana program telah dilaksanakan dan

komponen apa yang perlu diperbaiki. Evaluasi Proses berupayamembantu

pengambil keputusanuntuk mencari jawaban atas pertanyaan : Apakah program

sedang dilaksanakan? (Is it being done?).

Evaluasi ini berupaya mengakses pelaksanaan dari rencana untuk

membantu staf program melaksanakan aktivitas dan kemudian membantu

kelompok pemakai yang lebih luas dalam menilai program dan

menginterpretasikan manfaat. Proses evaluasi meliputi :


1. Waktu pelaksanaan: ketika program sedang dilaksanakan.

2. Koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam

praktik pelaksanaan program.

3. Keputusan: Pelaksanaan.

d. Evaluasi Produk / Hasil (Product Evaluation)

Fungsi evaluasi produk / hasil seperti dirumuskan oleh Sax dalam

Widoyoko adalah “to allow to project director (or techer) to make decision of

program“. Dari evaluasi proses diharapkan dapat membantu pimpinan proyek

atau guru untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan, akhir,

maupun modifikasi program. Sementara menurut Tayibnapis, evaluasi produk

berfungsi untuk membantu membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil

yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.

Fungsi evaluasi produk / hasil diarahkan untuk mencari jawaban pertanyaan :

Apakah program tersebut berhasil dilaksanakan? (Did it succed?). Evaluasi ini

berupaya mengidentifikasi dan mengakses keluaran serta manfaat, baik yang

direncanakan maupun yang tidak direncanakan, jangka pendek maupun jangka

panjang.

Dengan mengukur outcome dan membandingkannya pada hasil yang

diharapkan, pengambil keputusan menjadi lebih mampu memutuskan jika

program harus dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan sama sekali.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat didefinisikan bahwa evaluasi produk

merupakan kegiatan menilai atau mengukur outcome serta membandingkannya


pada hasil yang diharapkan, yang dilakukan unuk mengukur keberhasilan dalam

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Data yang dihasilkan akan sangat

menentukan apakah program diteruskan, dimodifikasi, diresikel atau bahkan

dihentikan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan secara umum

bahwa model CIPP adalah suatu model yang dalam aktivitasnya melalui empat

tahapan evaluasi yaitu; evaluasi pada tahapan context, input, process dan product.

Untuk lebih jelas tentang model CIPP, maka dapat ditunjukkan pada

gambar konsep model CIPP sebagai berikut :

Aspek Evaluasi Tipe dari pengambilan Jenis Pertanyaan

keputusan

Context evaluation Planning decisions What needs to be done?/

What should we do?

Input evaluation Structuring decisions What should be done?/

How should we do it?

Process evaluation Implementing decisions is it being done?/ Did we

do it as it planned? And if

not, why not?

Product evaluation Recycling decisions Did it succed?/Did it

worked
B. Program Full Day School

1. Pengertian Full Day School

Menurut etimologi, kata Full Day School berasal dari Bahasa Inggris yang

mengandung arti sehari penuh. Jadi, arti dari Full Day School jika dilihat dari segi

etimologinya berarti sekolah atau kegiatan belajar yang dilakukan sehari penuh

yang berlangsung secara kreatif, aktif, dan transformatif. Aktif

mengoptimalisasikan seluruh potensi untuk mencapai tujuan pembelajaran, kreatif

mengoptimalisasikan pemanfaatan sarana dan prasarana dalam mewujudkan

proses pembelajaran yang kondusif bagi pengembangan seluruh potensi siswa,

serta transformatif dalam mengembangkan seluruh potensi kepribadian siswa

dengan lebih seimbang.

Menurut terminologi atau arti secara luas, Full Day School mengandung

arti pola pendidikan yang menerapkan pembelajaran sehari penuh dengan

memadukan pengajaran yang intensif yakni dengan menambah jam pelajaran

untuk pendalaman materi pelajaran serta pengembangan diri dan kreatifitas. Hal

yang diutamakan dalam Full Day School adalah pengaturan jadwal mata pelajaran

dan pendalaman. Sehingga materi yang disampaikan oleh guru kepada peserta

didik mencapai target yang telah ditetapkan sekolah program tersebut, dan dalam

hal ini guru diharuskan memiliki kompetensi dalam bidangnya masing - masing

serta mampu membuat metode belajar yang menarik untuk dapat mencegah
timbulnya kejenuhan peserta didik selama mengikuti proses kegiatan belajar

mengajar.

Baharudin menjelaskan bahwa Full Day School mempunyai beberapa

keunggulan yaitu siswa akan mendapatkan pendidikan umum dan pendidikan

keIslaman serta dapat mengembangkan potensi siswa melalui kegiatan ekstra

kurikuler. Yang pada intinya konsep Full Day School ini dalam pengertian yang

sebenarnya, ditandai oleh waktu belajar yang lebih lama daripada sekolah -

sekolah konvensional serta interaksi antara peserta didik dan pengaruh gurunya

lebih intensif. Dengan adanya program ini,yang memberikan pendidikan yang

intensif kepada peserta didik, tidak hanya upaya menambah waktu dan

memperbanyak materi pelajaran saja, namun mampu untuk mengkondisikan

peserta didik agar memiliki pembiasaan hidup yang baik serta pembinaan

kejiwaan, mental dan moral anak.

Dengan demikian, program Full Day School dapat diartikan sebagai

model sekolah dengan penerapan pendidikan intensif yang mampu

mengembangkan potensi, bakat dan skill peserta didik serta dapat meningkatkan

kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual peserta didik.

2. Latar Belakang Program Full Day School

Dilihat dari perspektif historisnya, program Full Day School sebenarnya

bukan hal yang baru. Banyak lembaga pendidikan yang telah menerapkan Full

Day School dengan model yang sangat variatif. Sistem pembelajaran ini telah

lama diterapkan dalam tradisi pesantren melalui sistem asrama atau pondok.
Bahkan jika ditarik ke belakang, sistem asrama telah dipraktikkan sejak masa

pengaruh hindu - budha pra-islam. Awal kemunculan sistem pendidikan Full Day

School di negara kita sebenarnya ditandai dengan banyak hadirnya sekolah-

sekolah berlabel "Sekolah Unggulan" yakni sekitar tahun sembilan puluhan. Di

dalam sistem pendidikanprogram FDS ini tidak semata-mata menghabiskan

semua waktunya dari pagi hingga sore hanya untuk belajar di dalam kelas tetapi

ada pula sebagian waktu yang dialokasikan untuk pengayaan materi seperti di luar

kelas atau luar ruangan.

Ada tiga alasan yang melandasi lahirnya sistem pembelajaran Full Day

School diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Mengurangi pengaruh negatif dari luar pada anak. Banyak masalah serius

pada anak karena terpengaruh dari lingkungan di luar sekolah dan rumah.

Kebanyakan lingkungan dari luar tersebut membawa pengaruh yang

negatif bagi anak. Oleh karena itu, maka perlu diimplementasikan Full

Day School guna meminimalkan pengaruh negatif pada anak, termasuk

televisi dan media elektronik lainnya.

b. Dengan diimplementasikannya pembelajaran Full Day School, waktu

belajar di sekolah lebih efektif dan efisien. Dengan sistem pembelajaran

ini, maka rentang waktu belajar di sekolah relatif lebih lama sehingga

memaksa siswa belajar mulai pagi hingga sore hari, sehingga waktu

belajar di sekolah lebih efektif dan efisien. Anak-anak tidak hanya

diajarkan dengan ilmu pengetahuan saja, akan tetapi mereka juga di didik
dengan ilmu agama sehingga ada keseimbangan antara IPTEK dan

IMTAQ sebagai bekal hidupnya kelak.

c. Dengan diimplementasikannya sistem pembelajaran Full Day School,

maka sangat membantu orang tua siswa terutama yang sibuk bekerja.

Karena dengan sistem pembelajaran ini, maka anak-anak harus belajar

mulai pagi hingga sore hari, sehingga orang tua tidak lagi direpotkan

dengan urusan mengasuh anak, mengawasi, dan lain sebagainya. Orang

tua tidak akan merasa khawatir anaknya terkena pengaruh negatif, karena

anaknya akan seharian berada di sekolah yang dalam artian sebagian besar

waktunya dimanfaatkan untuk belajar. Pembiasaan ibadah pun juga lebih

terkontrol.

Berdasarkan penjelasan tersebut dikatakan bahwa program Full Day School

didirikan dengan tujuan untuk mengakomodir berbagai permasalahan yang ada di

masyarakat, yang menginginkan anak mereka mendapatkan pendidikan terbaik

baik dari aspek akademik dan non akademik serta memberikan perlindungan bagi

anak dari pergaulan bebas.

3. Konsep Pembelajaran Full Day School

Proses pembelajaran Full Day yang diterapkan lebih lama di sekolah tidak

hanya berlangsung di dalam kelas. Konsep awal terbentuknya program ini bukan

semata-mata menambah materi ajar dan jam pelajaran yang sudah ditetapkan

Depdiknas seperti yang ada dalam kurikulum, melainkan tambahan jam sekolah

digunakan untuk pengayaan materi ajar yang disampaikan dengan metode


pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan guna untuk menambah wawasan

dan memperdalam ilmu pengetahuan, menyelesaikan tugas dengan bimbingan

guru, pembinaan mental, jiwa dan moral anak. Dengan kata lain konsep dari Full

Day School adalah integrated curriculum dan integrated activity.

Integrated curriculum dan integrated activity merupakan upaya

meningkatkan religiusitas peserta didik,sehingga dalam kurikulum yang

digunakan terdapat perpaduan antara pelajaran umum yang ditetapkan pemerintah

dan pelajaran tambahan yang mewujudkan apa yang menjadi visi dan misi

sekolah. Dapat dikatakan pula bahwa sistem Full Day School adalah sebuah

sistem yang dilakukan secara sadar untuk mengatur adanya tindak belajar yang

direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi dengan cara yang menyenangkan

sehingga peserta didik tidak merasa takut dan bosan walau mereka belajar

seharian. Semua itu dapat tercapai dengan menerapkan pendekatan, model, dan

metode yang tepat sehingga pembelajaran itu menjadi pembelajaran yang aktif,

kreatif, efektif, dan menyenangkan sehingga membuat peserta didik dinamis,

seperti: mendengar dan berbicara, melihat dan membaca, bahkan melakukan

peragaan atau melakukan aktifitas.

Full Day School diterapkan oleh sekolah yang diharapkan memberikan

pembelajaran yang bermutu, membentuk akhlak peserta didik yang lebih baik,

serta prestasi yang didapatkan lebih maksimal. Dengan demikian peran guru

sangatlah penting, guru harus dapat berperan sebagai fasilitator, motivator, dan

pencipta suasana yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Guru aktif

memantau kegiatan belajar peserta didik, memberi umpan balik, mengajukan


pertanyaan yang menantang, mempertanyakan gagasan peserta didik. Jika kondisi

ini terjadi, maka peserta didik akan bisa menjadi aktif. Artinya, peserta didik

dapat secara aktif membangun konsep, bertanya, bekerja, terlibat, dan

berpartisipasi, menemukan dan memecahkan masalah, mengemukakan gagasan

dan mempertanyakan gagasan.

4. Tujuan Program Full Day School

Mendidik merupakan tindakan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan,

sedangkan tujuan didalam pendidikan merupakan suatu hal yang sangat urgen

sebab pendidikan tanpa sebuah tujuan bukanlah dikatakan sebagai

pendidikan.Adanya sekolah dengan sistem Full Day School menjadi jawaban atas

segala problem masyarakat tentang berbagai penyimpangan yang banyak

dilakukan remaja sekarang. Hal inilah yang menjadi motivasi para orang tua untuk

mencari sekolah formal sekaligus mampu memberikan kegiatan-kegiatan positif

(informal) pada anak. Secara umum dapat dijelaskan bahwa tujuan sistem

pendidikan Full Day School adalah untuk memberikan dasar yang kuat untuk

mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan / inteligensi Quotient (IQ),

Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ) dengan berbagai inovasi yang

efektif dan aktual. Muhaimin dan Baharuddin menambahkan mengenai alasan

mengapa para orang tua lebih memilih pembelajaran Full Day School antara lain;

pertama, karena meningkatnya jumlah orang tua tungal dan banyaknya aktivitas

anak setelah pulang sekolah. Kedua, perubahan sosial budaya yang terjadi di

masyarakat-dari masyarakat agraris menuju ke masyarakat industri. Perubahan

tersebut jelas berpengaruh pada pola pikir dan cara pandang masyarakat.
Kemajuan sains dan teknologi yang begitu cepat perkembangannya, terutama

teknologi komunikasi dan informasi lingkungan kehidupan perkotaan yang

menjurus ke arah individualisme. Ketiga, perubahan sosial budaya memengaruhi

pola pikir dan cara pandang masyarakat.

Salah satu ciri masyarakat industri adalah mengukur keberhasilan dengan

materi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat yang

akhirnya berdampak pada perubahan peran. Peran ibu yang dahulu hanya sebagai

ibu rumah tangga, dengan tugas utamanya mendidik anak, mulai bergeser. Peran

ibu di zaman sekarang tidak hanya sebatas seagai ibu rumah tangga, namun

seorang ibu juga dituntut untuk dapat berkarier di luar rumah. Sehingga tidak

mampu mendidik anak secara maksimal di rumah. Keempat, kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi begitu cepat sehingga jika tidak dicermati, maka kita

akan menjadi korban, terutama korban teknologi komunikasi. Seperti banyaknya

program televisi serta menjamurnya stasiun televisi sehingga membuat anak lebih

enjoy duduk di depan televisi serta bermain Play Station (PS).

Untuk memaksimalkan waktu luang anak-anak agar lebih berguna, maka

diterapkanlah sistem Full Day School dengan tujuan:

a. membentuk akhlak dan akidah dalam menanamkan nilai-nilai

yang positif.

b. mengembalikan manusia pada fitrahnya sebagai khalifah fil ard

dan sebagai hamba Allah SWT, serta

c. memberikan dasar yang kuat dalam belajar di segala aspek.


Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan Kecerdasan

Spiritual (Spiritual Quotient atau disingkat SQ )sebagai berikut: “Kecerdasan

untuk memecahkan persoalan makna nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan

perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan

untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna

dibanding dengan yang lain.” Sehudin dalam Setiyarini, Joyoatmojo, dan Sunardi

kembali mengatakan bahwa garis-garis besar tujuan program Full Day School

adalah sebagai berikut:

a. Pembentukan sikap yang Islam

 Pengetahuan dasar tentang Iman, Islam dan Ihsan.

 Pengetahuan dasar tentang akhlak terpuji dan tercela.

 Kecintaankepada Allah dan Rosulnya.

 Kebanggaan kepada Islam dan semangat memperjuangkan.

b. Pembiasaan berbudaya

 Gemar beribadah

 Gemar belajar

 Disiplin

 Kreatif

 Mandiri

 Adab-adab Islam.
c. Penguasaan Pengetahuan dan Ketrampilan

 Pengetahuan materi-materi pokok program pendidikan.

 Mengetahui dan terampil dalam beribadah sehari - hari.

 Mengetahui dan terampil baca dan tulis Al qur'an.

 Memahami secara sederhana isi kandungan amaliyah sehari-

hari.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem

pembelajaran Full Day School merupakan keterkaitan antara unsur - unsur dalam

pembelajaran seperti lingkungan tempat belajar, metode, strategi, teknologi, dan

media agar terjadi tindak belajar yang menekankan pada pembelajaran aktif

(active learning), kreatif (creative learning), efektif (effective learning), dan

menyenangkan (fun learning) dalam mencapai tujuan yang ditentukan.

5. Faktor Penunjang dan Penghambat Full Day School

a. Faktor Penunjang Full Day School

Setiap sistem pembelajaran tentu memiliki kelebihan (faktor penunjang)

dan kelemahan (faktor penghambat) dalam penerapannya, tak terkecuali sistem

full day school. Adapun faktor penunjang dari pelaksanaan sistem ini adalah

setiap sekolah memiliki tujuan yang ingin dicapai, tentunya pada tingkat

kelembagaan. Untuk menuju kearah tersebut, diperlukan berbagai kelengkapan

dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Salah satunya adalah sistem yang akan

digunakan di dalam sebuah lembaga tersebut. Apabila kita sudah memilih sistem
dengan baik, maka semuanya dapat diberdayakan menurut fungsi masing –

masing kelengkapan sekolah.

Diantara faktor - faktor pendukung itu diantaranya adalah kurikulum. Pada

dasarnya kurikulum merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan pendidikan.

Kesuksesan suatu pendidikan dapat dilihat dari kurikulum yang digunakan oleh

sekolah. Faktor pendukung berikutnya adalah manajemen pendidikan. Manajemen

sangat penting dalam suatu organisasi. Tanpa manajemen yang baik, maka sesuatu

yang akan kita gapai tidak akan pernah tercapai dengan baik karena kelembagaan

akan berjalan dengan baik, jika dikelola dengan baik. Faktor pendukung yang

ketiga adalah sarana dan prasarana. Sarana pembelajaran merupakan sesuatu yang

secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar setiap hari tetapi

mempengaruhi kondisi belajar. Prasarana sangat berkaitan dengan materi yang

dibahas dan alat yang digunakan. Sekolah yang menerapkan Full Day School,

diharapkan mampu memenuhi sarana penunjang kegiatan pembelajaran yang

relevan dengan kebutuhan siswa. Faktor pendukung yang terakhir dan yang paling

penting dalam pendidikan adalah Sumber Daya Manusia (SDM).

Dalam penerapan Full Day School, guru dituntut untuk selalu memperkaya

pengetahuan dan keterampilan serta harus memperkaya diri dengan metode-

metode pembelajaran yang sekiranya tidak membuat siswa bosan karena Full Day

School adalah sekolah yang menuntut siswanya seharian penuh berada di sekolah.

Faktor lain yang signifikan untuk diperhatikan adalah masalah pendanaan. Dana

memainkan peran dalam pendidikan. Keuangan merupakan masalah yang cukup

mendasar di sekolah karena dana secara tidak langsung mempengaruhi kualitas


sekolah terutama yang berkaitan dengan sarana dan prasarana serta sumber belajar

yang lain.

b. Faktor Penghambat Full Day School

Faktor penghambat merupakan hal yang niscaya dalam proses pendidikan,

tidak terkecuali pada penerapan Full Day School. Faktor yang menghambat

penerapan sistem Full Day School diantaranya :

1. Keterbatasan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana merupakan

bagian dari pendidikan yang vital untuk menunjang keberhasilan

pendidikan. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan sarana dan

prasarana yang baik untuk dapat dapat mewujudkan keberhasilan

pendidikan. Banyak hambatan yang dihadapi sekolah dalam meningkatkan

mutunya karena keterbatasan sarana dan prasarananya. Keterbatasan

sarana dan prasarana dapat menghambat kemajuan sekolah.

2. Guru yang tidak profesional. Guru merupakan bagian penting dalam

proses belajar mengajar. Keberlangsungan kegiatan belajar mengajar

sangat dipengaruhi oleh profesionalitas guru. Akan tetapi pada

kenyataannya guru mengahadapi dua yang dapat menurunkan

profesionalitas guru. Pertama, berkaitan dengan faktor dari dalam diri

guru, meliputi pengetahuan, keterampilan, disiplin, upaya pribadi, dan

kerukunan kerja. Kedua berkaitan dengan faktor dari luar yaitu berkaitan

dengan pekerjaan, meliputi manajemen dan cara kerja yang baik,


penghematan biaya dan ketepatan waktu. Kedua faktor tersebut dapat

menjadi hambatan bagi pengembangan sekolah.

6. Kriteria Evaluasi

a. Pengertian Kriteria

Istilah “kriteria” dalam penilaian sering juga dikenal dengan kata “tolok

ukur” atau “standar”. Dapat dipahami bahwa kriteria, tolok ukur, atau standar,

adalah sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu

yang diukur. Program evaluasi harus didasarkan atas kriteria sebagai arahan untuk

menentukan daya yang harus dikumpulkan dan sebagai dasar untuk

menginterpretasi dat

Dalam mengembangkan kriteria ini perhatian harus difokuskan pada

faktor-faktor primer (yang harus dipenuhi) dan ultimat, jadi bukan faktor - faktor

sekunder. Hal ini dimaksudkan agar hasil evaluasi dapat mencapai keobjektifan

yang tinggi. Kriteria bisa didasarkan atas kesuksesan pengalaman lembaga lain

sebagai penentu. Hal ini dapat dilakukan dengan studi program supervisi,

penemuan-penemuan penelitian, opini para guru, staf, murid-murid dan

pelengkapan fisik yang ada di masing-masing sekolah.

Evaluasi program yang dimaksud menggunakan model CIPP sebagai

penentu suatu obyek diteliti untuk dievaluasi. Kriteria evaluasi program dengan

model CIPP menurut National Center for Education Statistics reports of

developmental education and The National Study of Developmental Education


(Exxon Project) sebagaimana yang dituturkan oleh Hunter R. Boylan & Barbara

S. Bonham tentang “Criteria for Program Evaluation” yaitu: "To what extent are

student users satisfied with the program? What are faculty / staff perceptions of

the program? What are faculty / staff perceptions of the program's students? What

is the impact of program on the campus as a whole?" "Sampai sejauh manakah

siswa puas dengan program ? Apa persepsi staf pengajar / guru tentang program

ini ? Apa persepsi pengajar / guru tentang programnya ? Apa dampak program

bagi sekolah secara keseluruhan?

b. Dasar Penyusunan Kriteria

Penyusun kriteria adalah calon-calon evaluator. Hal ini mengingat merekalah

orang-orang yang memahami tentang program yang akan dievaluasi. Dasar

penyusunan kriteria adalah peraturan atau ketetentuan yang melatar belakangi

dikeluarkannya program, pedoman pelaksanaan program, dokumen dan sumber -

sumber ilmiah yang umum digunakan, hasil penelitian yang relevan, petunjuk atau

pertimbangan ahli evaluasi, tim evaluator, evaluator sendiri dengan menggunakan

daya nalar dan kemampuan yang dimilikinya, yang dimaksud dengan istilah

“dasar” dalam pembuatan standar atau kriteria adalah sumber pengambilan

kriteria secara keseluruhan.

Dengan pengertian bahwa kriteria adalah suatu ukuran yang menjadi patokan

yang harus dicapai maka kriteria tersebut harus “top” kondisinya.


a. Sumber Pertama

Apabila yang dievaluasi merupakan suatu implementasi kebijakan maka yang

dijadikan sebagai kriteria atau tolak ukur adalah peraturan atau ketentuan yang

sudah dikeluarkan berkenaan dengan kebijakan yang bersangkutan. Apabila

penentu kebijakan tidak mengeluarkan ketentuan secara khusus maka penyusun

kriteria menggunakan ketententuan yang pernah berlaku umum yang sudah

dikeluarkan oleh pengambil kebijakan terdahulu dan belum pernah dicabut masa

berlakunya.

b. Sumber kedua

Dalam mengeluarkan kebijakan biasanya disertai dengan buku pedoman atau

petunjuk pelaksanaan (juklak). Di dalam juklak tertuang informasi yang lengkap,

antara lain dasar pertimbangan dikeluarkannya kebijakan, prinsip, tujuan, sasaran,

dan rambu-rambu pelaksanaannya. Butir –butir yang tertera didalam nya,

terutama dalamtujuan kebijakan, mencerminkan harapan dari kebijakan. Oleh

karena itu, pedoman atau petunjuk pelaksanaan itulah yang distatuskan sebagai

sumber kriteria.

c. Sumber ketiga

Apabila tidak ada ketentuan atau petunjuk pelaksanaan yang dapat digunakan

olehpenyusun sebagai sumber kriteria maka penyusun menggunakan konsep atau

teori-teori yang terdapat dalam buku-buku ilmiah.


d. Sumber keempat

Jika tidak ada ketentuan, peraturan atau petunjuk pelaksanaandan juga tidak

ada teori yang diacu, penyusun disarankan untuk menggunakan hasil penelitian.

e. Sumber kelima

Apabila penyusun tidak menemukan acuan yang tertulis dan mantap, dapat

minta bantuan pertimbangan kepada orang yang dipandang mempunyai kelebihan

dalam bidang yang sedang dievaluasi sehingga terjadi langkah yang dikenal

dengan expert judgment.

f. Sumber keenam

Apabila sumber acuan tidak ada,sedangkan ahli yang dapat diandalkan sebagai

orang yang lebih memahami masalah dibanding penyusun juga sukar dicari atau

dihubungi maka penyusun dapat menentukan kriteria secara bersama dengan yang

akandievaluasi.

g. Sumber ketujuh.

Dalam keadaan yang sangat terpaksa karena acuan tidak ada, ahli juga tidak

ada, sedangkan untuk menyelenggarakan diskusi terlalu sulit maka jalan terakhir

adalah melakukan pemikiran sendiri.

Untuk membuat kriteria evaluasi program dalam penelitian ini penulis memilih

sumber kelima dan keenam.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi proses

pembelajaran “Full Day School” yang meliputi sampai sejauh manakah

siswa puas dengan program ? Apa persepsi staf pengajar / guru tentang

program ini ? Apa persepsi pengajar / guru tentang programnya ? Apa

dampak program bagi sekolah secara keseluruhan ?

2. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di SDIT Al – Abidin Pondok Bambu , Jakarta

Timur. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2020 s.d Desember

2020.

3. Responden

Seperti yang telah di uraikan sebelumnya, sumber data penelitian meliputi

guru SDIT Al – Abidin, aktivitas pembelajaran “Full Day School”, dan

dokumen terkait pembelajaran “Full Day School”. Pada penelitian ini guru

dan tim pengembang kurikulum SDIT Al – Abidin yang akan menjadi

responden dan objek penelitian yang akan dijadikan sebagai sumber data

dalam penelitian. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive

sampling berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu jumlah sampel

sebanyak 40 orang sudah dapat mewakili populasi yang ada.


4. Metode

Metode penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan masalah ini

menggunakan metode deskriptif jenis survey dengan pendekatan

kuantitatif. Menurut Sugiyono (2009:14) mengungkapkan bahwa “metode

penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada

populasi atau sampel tertentu”. Menurut Narbuko dkk (2009:44)

menyatakan bahwa “metode deskriptif yaitu, berusaha untuk menuturkan

pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga

menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi”. Menurut Prasetyo

dkk (2006:143) bahwa, “penelitian survey merupakan suatu penelitian

kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan terstrukur / sistematis yang

sama kepada banyak orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang

diperoleh peneliti dicatat, diolah dan dianlaisis”.

Dapat disimpulkan bahwa penelitian survey adalah penelitian yang

mengambil sampel dari satu populasi dengan menggunakan kuisioner

untuk pengumpul data. Pemilihan metode deskriptif jenis survey dalam

penelitian ini didasari oleh maksud peneliti yang ingin mengkaji serta

mendeskripsikan mengenai Implementasi Kurikulum Full Day School di

Sekolah Dasar Islam Terpadu Al – Abidin . Langkah penelitian ini tidak

ada pengontrolan variabel, penelitian ini dilakukan secara alamiah tanpa

ada treatment dari peneliti, pengumpulan data dilakukan dengan instrumen


yang telah disusun dan diterapkan, lalu dilakukan analisis data secara

statistik.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan oleh peneliti

untuk memperoleh data yang diperlukan untuk menjawab sebuah

penelitian. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini digunakan untuk

menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan, karena data yang diperoleh

akan dijadikan landasan dalam mengambil suatu kesimpulan. Agar data

yang dikumpulkan baik dan benar, maka instrumen pengumpulan datanya

harus baik pula. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini, sebagai berikut:

1) Angket

Dalam penelitian ini, angket sebagai instrumen penelitian utama yang

digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian melalui sejumlah

pertanyaan tertulis kepada subjek penelitian. Angket yang digunakan

adalah bentuk angket berstruktur dengan bentuk jawaban tertutup, yaitu

angket yang menyediakan beberapa kemungkinan jawaban dan setiap

pertanyaan sudah tersedia berbagai alternatif jawaban.

Menurut Ridwan (2012:72), bahwa : Angket tertutup adalah angket yang

disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta

untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya

dengan cara memberikan tanda silang (x) atau tanda checklist (√). Dengan

digunakannya angket tertutup ini, responden tidak dapat memberikan


jawaban lain kecuali yang telah tersedia sebagai alternative jawaban. Skala

yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala Likert kategori pilihan

genap, yaitu empat pilihan kategori. Menurut Sukardi (2004:147),

menyatakan bahwa “untuk menskor skala kategori Likert, jawaban diberi

bobot atau disamakan dengan nilai kuantitatif 4,3,2,1 untuk empat pilihan

pernyataan positif dan 1,2,3,4 untuk pernyataan negatif”.

2) Wawancara

Wawancara dimaksudkan untuk melengkapi data yang belum terjawab

dari angket. Wawancara diajukan kepada responden seputar implementasi

kurikulum Full Day school di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al - Abidin.

Wawancara dalam penelitian ini bersifat bebas, yaitu terjadi tanya jawab

bebas antara peneliti dan responden, namun peneliti tetap menggunakan

tujuan penelitian sebagai pedoman. Wawancara ini dilakukan langsung

kepada Tim Pengembang Kurikulum Full Day School untuk melengkapi

data mengenai isi / materi kurikulum, metode / strategi kurikulum,

evaluasi kurikulum dan kendala dalam implementasi kurikulum. Adapun

langkah - langkah teknik pengumpulan data dengan wawancara, adalah

sebagai berikut :

a. Merumuskan tujuan wawancara.

b. Membuat kisi - kisi dan pedoman wawancara.

c. Menyusun pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan.

d. Melaksanakan wawancara.
3) Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi digunakan untuk menganalisisatau menjaring data

berupa dokumen tertulis lembaga atau dokumen sekolah, serta arsip - arsip

lain yang dapat melengkapi penyelesaian masalah penelitian, seperti:

RPP,Silabus, serta pedoman kurikulum Sekolah Dasar Islam Terpadu Al –

Abidin .Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat

gambaran implementasi kurikulum Full Day School di Sekolah Dasar

Islam Terpadu Al – Abidin dan memperkuat data yang diperoleh.

6. Kriteria Evaluasi

Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif, oleh karena itu perlu di

susun sejumlah kriteria yang akan menjadi patokan penentuan keputusan

apakah pembelajaran Full Day School relevan dengan konsep dasar

pembelajaran Full Day School. Kriteria yang digunakan adalah kriteria

kualitatif tanpa pertimbangan.

Penetapan Kriteria untuk variabel yang diteliti

Berdasarkan landasan teori komponen kurikulum yang terdapat dalam Bab

II, kurikulum dapat dikatakan sangat baik jika dalam setiap komponen

kurikulum, yaitu komponen tujuan, isi / materi, strategi / metode serta

evaluasi kurikulum, memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Tujuan Kurikulum dapat dikatakan sangat baik jika : mengandung

aspek kognitif, afektif dan psikomotor, memiliki ciri khas tujuan

institusional, tujuan kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan,

kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, beragam


dan terpadu, serta mengutamakan perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi dan seni, relevan dengan kehidupan, menyeluruh dan

berkesinambungan.

2. Isi / materi kurikulum dikatakan sangat baik jika: Materi shahih dan

signifikan, artinya harus menggambarkan pengetahuan mutakhir,

materi itu harus relevan dengan kenyataan sosial dan kultural agar

peserta didik lebih mampu memahami fenomena dunia, termasuk

peruabahan-perubahan yang terjadi,materi mengandung keseimbangan

antara keluasan dan kedalaman, materi mencakup berbagai ragam

tujuan, materi harus sesuai dengan kemampuan dan pengalaman

peserta didik, dan materi sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta

didik.

3. Stratagi / metode kurikulum dikatakan sangat baik jika : strategi /

metode tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran, sesuai dengan

kebutuhan dan karakteristik peserta didik.

4. Evaluasi kurikulum dikatakan sangat baik jika : evaluasi dilakukan

secara menyeluruh / komprehensif dari mulai evaluasi terhadap tujuan

umum kurikulum, perencanaan, uji coba kurikulum tersebut beserta

revisi, uji lapangan, bagaimana pelakasanaan kurikulum tersebut di

lapangan, hingga pengawasan mutu.

7. Instrumen Evaluasi

Instrumen evalusi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu angket,

pedoman wawancara dan pedoman studi dokumentasi. Angket sebagai


instrumen evaluasi dilakukan dengan cara mengajukan sejumlah

pertanyaan tertulis kepada responden. Dalam penelitian ini, angket sebagai

instrumen evaluasi utama. Angket ini digunakan untuk melihat tujuan

kurikulum, isi / materi kurikulum, strategi / metode dan evaluasi

kurikulum Full Day School di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al - Abidin.

Sedangkan pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data

yang lebih mendalam lagi dengan cara melakukan wawancara kepada

pengembang kurikulum. Pedoman studi dokumentasi digunakan untuk

menjaring dan memperkuat data dalam penelitian.

8. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersifat kuantitatif yang didapat

dari instrument angket sehingga perlu diolah untuk proses penarikan

kesimpulan.Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah teknik

hitung statistik deskriptif dan tidak menggunakan statistika inferensial

karena tidak ada hipotesis. Karena dalam penelitian ini tidak terdapat

hipotesis maka tidak terdapat uji hipotesis. Teknik analisis data yang

digunakan untuk menjawab rumusan masalah adalah presentase dari data

yang diperoleh. Presentase untuk setiap kemungkinan jawaban dapat

diperoleh dengan cara membagi frekuensi yang diperoleh (fo) dengan

jumlah sampel (N), kemudian dikalikan dengan 100% atau dengan rumus

sebagai berikut :

𝒇
𝑷= 𝒙 𝟏𝟎𝟎 %
𝒏
Keterangan:

P : Presentase

Fo : Frekuensi yang diperoleh

N : Jumlah sampel

Setelah selesai melakukan perhitungan data, selanjutnya dirumuskan

kriteria interprestasi skornya. Adapun Kriteria Interprestasi Skor menurut

Ridwan (2012:89), sebagai berikut :

Angka 0% -20% = Sangat lemah

Angka 21% -40% = Lemah

Angka 41% -60% = Cukup

Angka 61% -80% = Kuat

Angka 81% -20% = Sangat kuat

Anda mungkin juga menyukai