Anda di halaman 1dari 24

Referat

ABORTUS

oleh :

Maghfira Ramadhani 2240312174


Maria Nurlita 2240312053
Muhammad Zidan Amriza 2240312166

Preseptor:

Dr. dr. Roza Sri Yanti, Sp.OG (K) KFM

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RS TENTARA Tk.III DR. REKSODIWIRYO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2023

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin


dapat hidup di luar kandungan dengan usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut
abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan
disebut abortus provokatus. Berdasarkan gejala, tanda, dan proses patologi yang
terjadi, abortus dibagi menjadi: abortus imminens, abortus insipiens, abortos komplit,
dan abortus inkomplit.1

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 15-50% kematian ibu


disebabkan oleh abortus. Di dunia angka kematian ibu dan bayi yang tertinggi adalah
di Asia Tenggara, menurut data WHO persentase kemungkinan terjadinya abortus
cukup tinggi. Sekitar 15-40% angka kejadian, diketahui pada ibu yang sudah
dinyatakan positif hamil, dan 60-75% angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan
mencapai 12 minggu.2
Abortus dini terjadi pada kehamilan sebelum 12 minggu umur kehamilan,
sedangkan abortus tahap akhir (late abortion) terjadi antara 12–20 minggu umur
kehamilan. Beberapa kriteria dugaan terjadinya abortus seperti keterlambatan datang
bulan, terjadinya perdarahan disertai sakit perut, pengeluaran hasil konsepsi dan
pemeriksaan tes kehamilan dapat positif atau sudah negatif. 1
Di dunia terjadi 20 juta kasus abortus tiap tahun dan 70.000 wanita
meninggal karena abortus tiap tahunnya. Angka kejadian abortus di Asia Tenggara
adalah 4,2 juta pertahun termasuk Indonesia. Kematian ibu tertinggi adalah karena
eklampsia (48,48%), Penyebab lainnya adalah karena perdarahan (24,24%),
disebabkan karena penyakit sebesar 18,18%, Infeksi sebesar 3,03% dan lain-lain
sebesar 6,06%, dengan kondisi saat meninggal paling banyak pada masa nifas yaitu
54,55% diikuti waktu bersalin (27,2%).1,3
Mortalitas yang diakibatkan oleh abortus spontan terjadi sekitar 7 per
1.000.000, factor risikonya yaitu usia wanita lebih 35 tahun, dan aborsi pada trimester
kedua. Penyebab langsung dari kematian meliputi: infeksi 59%, perdarahan 18%,
emboli 13%, dan komplikasi dari anesthesia 5%.

2
Abortus atau biasa disebut keguguran adalah salah satu penyebab
perdarahan yang terjadi pada kehamilan trimester pertama dan kedua. Perdarahan ini
dapat menyebabkan berakhirnya kehamilan atau kehamilan terus berlanjut. Prognosis
dari kejadian abortus tergantung pada cepat lambatnya dalam mendiagnosis dan
mencari etiologi. Komplikasi yang sering timbul dari kejadian abortus seperti
perdarahan, perforasi, syok, infeksi dan pada missed abortion dapat terjadi kelainan
pada pembekuan darah. 1,2

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko,


patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, dan komplikasi pada abortus

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca dan penulis


tentang abortus.
1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang


merujuk dari berbagai literatur.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat bertahan hidup
di luar kandungan. Sebagai batasannya, abortus didefinisikan sebagai pengeluaran
hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu atau berat badan janin kurang dari
500 gram.1
Abortus menurut pengertian secara :

 Kedokteran Forensik : Keluarnya janin dari kandungan seorang Wanita pada


setiap saat sebelum masa kehamilan lengkap tercapai.
 Hukum : Tindakan menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum
dengan pengguguran kehamilan tersebut lahir bayi hidup / mati. Yang penting
adalah bahwa sewaktu pengguran kehamilan dilakukan , kandungan tersebut
masih hidup.2
Secara umum, abortus diklasifikasikan menjadi abortus spontan dan abortus
provokatus. Abortus spontan merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan
sedangkan yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus
provokatus. Abortus provokatus ini juga dibagi menjadi 2 yaitu abortus provokatus
medisinalis apabila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu
dan abortus provokatus kriminalis.3

2.2 Klasifikasi

Abortus dapat digolongkan atas dasar:

a. Abortus Spontan

b. Abortus imminens;

c. Abortus insipiens;

d. Missed abortion;

e. Abortus habitualis;

f. Abortus infeksiosa & Septik;

4
g. Abortus inkomplet;

h. Abortus komplet.

i. Abortus Provakatus (induced abortion)

j. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)

k. Abortus Kriminalis

2.2.1 Abortus Spontan


Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-
faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor faktor
alamiah.4
a. Abortus Imminens
Merupakan peristiwa terjadinya perdarahan pervaginam pada kehamilan

kurang dari 20 minggu,1 dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya
dilatasi serviks. Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya
abortus, ditandai oleh perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup, dan hasil
konsepsi masih baik di dalam kandungan. Pasien mengeluh mulas sedikit atau tidak
ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup,
besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan, dan tes kehamilan urin masih
positif.

Gambar 1. Abortus Imminens4

Diagnosis abortus imminens ditentukan dari: 4,5

 Terjadinya perdarahan melalui ostium uteri eksternum dalam jumlah sedikit;

 Disertai sedikit nyeri perut bawah atau tidak sama sekali;

5
 Uterus membesar, sesuai masa kehamilannya;

 Serviks belum membuka, ostium uteri masih tertutup;

 Tes kehamilan (+).

b. Abortus Insipiens
Merupakan peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat dan ostium uteri telah
membuka, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules
menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Ciri dari jenis abortus ini yaitu
perdarahan pervaginam dengan kontraksi makin lama makin kuat dan sering, serviks
terbuka, besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes urin kehamilan
masih positif. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur
kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes urin kehamilan
masih positif.6

Gambar 2. Abortus Insipiens6

c. Abortus Inkomplet

Merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu


dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Perdarahan abortus ini dapat
banyak sekali dan tidak berhenti sebelum hasil konsepsi dikeluarkan. 6 Ciri dari jenis
abortus ini yaitu perdarahan yang banyak disertai kontraksi, kanalis servikalis masih
terbuka, dan sebagian jaringan keluar. Kanalis servikasil masih terbuka dan akan
teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.

6
Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnyapun masih bisa banyak atau sedikit
tergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental
site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam
keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.7

Gambar 3. Abortus inkomplit.7

d. Abortus Komplet
Abortus kompletus terjadi dimana semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20
atau berat janin kurang 500 gram. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit,
ostium uteri sebagian besar telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Ciri
dari abortus ini yaitu perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks
menutup, dan tidak ada sisa konsepsi dalam uterus.6,7

Gambar 4. Abortus komplit.7

7
e. Missed Abortion
Tertahannya hasil konsepsi yang telah mati didalam rahim selama ≥8 minggu.
Ditandai dengan tinggi fundus uteri yang menetap bahkan mengecil, biasanya tidak
diikuti tanda–tanda abortus seperti perdarahan, pembukaan serviks, dan kontraksi.
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan
sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam
kandungan. Pasien missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Kadang missed
abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh tetapi
pertumbuhan janin terhenti.

Gambar 5. Missed Abortion.6

f. Abortus Habitualis

Merupakan abortus spontan yang terjadi 3x atau lebih secara berturut-turut.


Pada umumnya penderita tidak sulit untuk menjadi hamil, tetapi kehamilan berakhir
sebelum mencapai usia 28 minggu. Salah satu penyebab yang sering dijumai adalah
inkompetensia serviks atau keadaan serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk
bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium
serviks akan membuka tanpa disertai kontraksi rahim dan akhirnya terjadi
pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada
kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan serviks yang
berlebuhan, robeknya serviks yang luas sehingga diameter kanalis servikalis sudah
melebar.7

8
Etiologi abortus habitualis yaitu :6,7
• Kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana kalau terjadi pembuahan
hasilnya adalah pembuahan patologis.
• Kesalahan-kesalahan pada ibu yaitu disfungsi tiroid, kesalahan korpus
luteum, kesalahan plasenta, yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan
progesteron sesudah korpus luteum atrofi. Ini dapat dibuktikan dengan
mengukur kadar pregnadiol dalam urin. Selain itu juga bergantung pada
gizi ibu (malnutrisi), kelainan anatomis dalam rahim, hipertensi oleh
karena kelainan pembuluh darah sirkulasi pada plasenta/vili terganggu dan
fetus menjadi mati. Dapat juga gangguan psikis, serviks inkompeten, atau
rhesus antagonisme.
• Kelainan kromosom.7 Diketahui bahwa adanya trisomi pada kromosom ke
9, 12, 15, 16, 21, 22 dan X akan menyebabkan anomali genetik pada
kejadian abortus habitualis.

g. Abortus Infeksius & Abortus Septik


Abortus infeksius adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia bagian
atas termasuk endometritis atau parametritis. Abortus septik juga merupakan
komplikasi yang jarang terjadi akibat prosedur abortus yang aman. Abortus septik
adalah abortus infeksius berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam
peredaran darah atau peritonium.7 Infeksi dalam uterus/sekitarnya dapat terjadi
pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkomplet dan lebih
sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan
antisepsis.7

Diagnosis abortus infeksius ditentukan dengan adanya abortus yang disertai


gejala dan tanda infeksi alat genital seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam
yang lama atau bercak perdarahan, discharge vagina atau serviks yang berbau busuk,
uterus lembek, serta nyeri perut dan pelvis serta leukositosis. Apabila terdapat sepsis,
penderita tampak sakit berat atau kadang menggigil, demam tinggi, dan penurunan
tekanan darah.7

9
2.2.2 Abortus Provokatus
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai
obat- obatan maupun alat-alat.
Abortus ini terbagi lagi menjadi: 6,7
a. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
b. Abortus Kriminalis
Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

2.3 Epidemiologi

Abortus merupakan kasus yang sangat sering terjadi. Sebuah data


menyebutkan bahwa hanya 62,5% kehamilan yang menghasilkan kelahiran hidup,
21,9% aborsi legal, 13,8% abortus spontan, 1,3% kehamilan ektopik, dan 0,5%
kematian janin. Data lain menyebutkan bahwa abortus spontan terjadi sekitar 15-40%.
Abortus spontan sering terjadi pada usia kehamilan yang lebih awal, sekitar 75%
terjadi sebelum usia kehamilan 16 minggu dan kurang lebih 60% terjadi sebelum 12
minggu.
Mortalitas yang diakibatkan oleh abortus spontan jarang terjadi (0,7 per
100.000), factor risikonya meliputi: wanita usia lebih 35 tahun, ras selain kulit putih,
dan aborsi pada trimester kedua. Penyebab langsung dari kematian meliputi: infeksi
59%, perdarahan 18%, emboli 13%, dan komplikasi dari anesthesia 5%.7

2.4 Etiologi

Lebih dari 80% kasus abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan
sedikitnya hampir setengah dari kasus tersebut disebabkan oleh kelainan kromosom.
Setelah trimester pertama, angka abortus maupun insiden kelainan kromosom
menurun.1
a. Faktor Janin1

● Perkembangan Zigot Abnormal

10
Abortus spontan dini biasanya disebebkan oleh abnormalitas perkembangan
zigot, embrio, early fetus, atau plasenta. Analisis yang pernah dilakukan pada 1000
kasus abortus spontan menyebutkan bahwa hampir setengahnya disebabkan oleh
ketiadaan embrio atau blighted ovum.
● Abortus Aneuploidi

Trisomi autosom merupakan anomaly kromosom yang paling sering terjadi


pada trimester pertama. Trisomi autosom 13,16, 18, 21, dan 22 merupakan yang
paling sering terjadi. Kelainan lain seperti monosom X (45X), triploidi, dan
tetraploidi.

b. Faktor Maternal

● Infeksi

Patogen yang dapat menyebabkan abortus antara lain:

- Bakteri: Listeria monositogenes, Klamidia trakomatis, Ureaplasma


urealitikum, Mikoplasma hominis, Bakterial vaginosis
- Virus: CMV, Rubela, HSV, HIV, Parvovirus

- Parasit: Toksoplasma gondii, Plasmodium falciparum

- Spiroketa: Treponema pallidum

Beberapa teori diajukan untuk menerangkan peran infeksi terhadap terjadinya


abortus, antara lain:
- Adanya metabolic toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta
- Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga
janin sulit bertahan hidup
- Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta

- Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah dapat


mengganggu proses implantasi
- Amnionitis

- Adanya hal yang dapat memacu perubahan genetic dan anatomic embrio.1,2

11
● Penyakit Kronik

Pada awal kehamilan, janin dapat mengalami abortus akibat penyakit kronis
seperti TB atau carcinomatosis. Celiac sprue juga pernah dilaporkan dapat
menyebabkan infertilitas baik pada pria maupun wanita dan juga dapat menyebabkan
abortus berulang.1
● Kelainan Endokrin

- Hipotiroidisme. Defisiensi iodium berat dapat berkaitan dengan keguguran.


Defisiensi hormone tiroid sering terjadi pada wanita, biasanya disebabkan oleh
penyakit autoimun, tetapi efek hipotiroidisme pada abortus dini belum diteliti secara
mendalam.1
- Diabetes mellitus. Angka abortus spontan dan malformasi congenital mayor
meningkat pada wanita dengan diabetes bergantung insulin. Risiko tampaknya
berkaitan dengan derajat kontrol metabolic pada awal kehamilan.1
- Kadar progesterone yang rendah (defek fase luteal). Progesteron memiliki
peran penting dalam penerimaan endometrium terhadap implantasi embrio,
sehingga kadar progesterone yang rendah berhubungan dengan risiko abortus.
Support fase lutel memiliki peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu,
yaitu saat trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang
kehamilan.1,3
● Nutrisi

Defisiensi salah satu nutrient dalam makanan atau defisiensi moderat semua
nutrient tampaknya bukan merupakan penyebab penting abortus.1
● Pemakaian Obat dan Faktor Lingkungan1

- Alkohol.

- Kafein

- Radiasi

- Kontrasepsi

- Toksin lingkungan

12
● Faktor Imunologi

Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan penyakit


autoimun. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan
Antiphospolipid Antibodies (aPA). Antiphospolipid Antibodies merupakan antibody
spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE yang akan berikatan dengan sisi
negative dari fosfolipid. Antiphospolipid Syndrome (APS) juga sering ditemukan pada
beberapa keadaan seperti preeclampsia, IUGR, dan prematuritas.Pada kejadian
abortus berulang ditemukan infark plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan
oklusi vascular.Trombosis plasenta pada APS diawali adanya peningkatan rasio
tromboksan terhadap prostasiklin, selain itu juga akibat dari peningkatan agregasi
trombosit, penurunan c-reaktif protein dan peningkatan sintesis platelet-activating
factor.Secara klinis lepasnya kehamilan pada pasien APS sering terjadi pada usia
kehamilan di atas 10 minggu.3

● Faktor Hematologik

Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya
mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta.Berbagai komponen koagulasi dan
fibrinolitik memengang peran penting dalam implantasi embrio, invasi trofoblas, dan
plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan:
- Peningkatan kadar factor prokoagulan

- Penurunan factor antikoagulan

- Penurunan aktivitas fibrinolitik3

● Trauma Fisik

Trauma abdomen dapat mencetuskan terjadinya abortus.1

● Defek pada Uterus

- Kelainan Uterus Didapat

Kelainan seperti leiomioma uterus, Asherman syndrome dapat menyebabkan


abortus.Asherman syndrome, dikarakteristikan dengan adanya sinekia pada uterus,
yang biasanya dihasilkan dari destruksi area endometrium yang luas oleh tindakan
kuretase sehingga endometrium tidak cukup kuat untuk mendukung terjadinya
kehamilan.3

13
- Kelainan Perkembangan Uterus

Anomali congenital yang mendistorsi atau mengurangi ukuran kavum uterus,


seperti uterus unikornu, bikornu, atau septa berisiko 25-50% terjadi abortus.11
Pada abortus spontan, perdarahan ke dalam desidua basalis sering terjadi.Nekrosis dan
inflamasi terlihat di daerah implantasi.Adanya kontraksi uterus dan dilatasi serviks
menghasilkan ekspulsi pada seluruh hasil konsepsi.11
2.5 Patologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi
terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga menjadi benda asing dalam uterus.
Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.4,12
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua secara mendalam. Pada
kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus desidua lebih dalam,
sehingga umumnya plasenta tidak terlepas sempurna yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya dikeluarkan setelah
ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Hasil konsepsi
keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang
tidak jelas bentuknya (blighted ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus, maserasi, atau fetus papiraseus. 4,12

2.6 Gejala Klinis


Gejala klinis yang dapat ditemui adalah sebagai berikut 7,13,14
a. Tanda-tanda kehamilan, seperti amenorea kurang dari 20 minggu, mual-
muntah, mengidam, hiperpigmentasi mammae, dan tes kehamilan positif;
b. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat
dan kecil, serta suhu badan normal atau meningkat;
c. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi;

d. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus;
e. Pemeriksaan ginekologis:

14
✔ Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.
✔ Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, serta ada/tidak cairan atau
jaringan berbau busuk dari ostium.
✔ Colok vagina: porsio masih tebuka atau sudah tertutup serta teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan
adneksa, dan kavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

2.7 Diagnosis
Perlu ditanamkan bahwa pada wanita usia reproduktif dengan perdarahan spontan
pervaginam yang aktif, sebaiknya dianggap hamil sebelum terbukti lainnya. Abortus
yang terjadi secara spontan memiliki risiko jika tidak ditatalaksana dengan baik.
Sedangkan untuk abortus yang diinduksi secara medis biasanya bersifat lebih aman
khususnya jika dilakukan pada 2 bulan pertama kehamilan.5
Berikut poin-poin diagnosis pada kasus abortus spontan;
1. Abortus iminens
Abortus iminens dicurigai terjadi ketika terdapat vaginal discharge atau darah
dari vagina yang muncul pada awal kehamilan. Biasanya perdarahan dikeluhkan
terlebih dahulu, yang kemudian diikuti nyeri kram abdomen beberapa jam atau hari
setelah perdarahan tersebut. Abortus iminens sangat sering dijumpai, di mana satu
dari empat sampai lima perempuan mengalami perdarahan atau keluar flek pada saat
kehamilannya. Hampir sekitar setengah dari perempuan yang mengalami ini akan
berlanjut pada abortus. Perempuan yang tidak aborsi setelah ini bisanya memiliki
risiko terjadinya hasil kehamilan yang tidak optimal seperti melahirkan preterm, berat
lahir rendah, dan kematian perinatal.5
Diagnosis banding pada perempuan dengan perdarahan seperti itu ialah seperti
perdarahan normal pada saat mens, lesi servikal, polip serviks, servisitis, dan reaksi
desidual dari serviks. Selain itu juga harus dipertimbangkan adanya keadaan hamil
ektopik pada abortus iminens ini. Pada pemeriksaan biasanya ditemukan ukuran
uterus yang masih sesuai usia kehamilan, dan juga ostium uteri yang masih tertutup.
Selain itu juga perlu dilakukan pencarian terhadap penyulit seperti kehamilan ektopik
atau adanya torsi dari kista ovarium yang tidak diketahui sebelumnya.

15
2. Abortus insipiens
Abortus insipiens biasanya ditandai dengan rupture membran sekaligus adanya
dilatasi dari serviks. Pada keadaan ini hampir dapat dipastikan bahwa abortus terjadi.
Kontraksi uterus akan segera terjadi supaya tidak terjadi infeksi. Dengan adanya
rupture dari membrane dan dilatasi dari serviks yang signifikan, maka tindakan untuk
menyelamatkan janinnya sudah tidak memungkinkan lagi. Jika sudah tidak ada nyeri
atau perdarahan lagi, maka perempuan tersebut diobservasi untuk melihat perdarahan,
nyeri keram, atau demam. Jika setelah 48 jam sudah tidak ada tanda tersebut maka
perempuan tersebut dapat kembali beraktivitas seperti biasa, kecuali tindakan
penetrasi ke dalam vagina dalam bentuk apapun. Namun jika masih terdapat
keluarnya cairan atau darah yang disertai nyeri, ataupun pasien mengeluhkan adanya
demam, maka uterus kemudian harus dikosongkan.
3. Abortus inkomplit
Abortus inkomplit didiagnosis ketika plasenta, baik seluruhnya ataupun
sebagian, tertinggal dalam uterus tetapi janin telah keluar. Perdarahan biasanya lebih
banyak pada abortus inkomplit dan dapat sangat signifikan jika usia kehamilan sudah
lebih tua. Embrio-fetus dan plasenta mungkin dikeluarkan bersama sama jika usia
kehamilan masih kurang dari 10 minggu.
4. Missed abortion
Missed abortion didefinisikan sebagai retensi dari sisa konsepsi yang telah
mati di dalam uterus selama beberapa minggu. Setelah kematian janin, mungkin
dapat terjadi perdarahan atau tidak sama sekali ataupun tidak menimbulkan gejala.
Ukuran dari uterus biasanya tidak bertambah, dan perubahan pada payudara biasanya
malah kembali ke seperti semula. Kebanyakan dari missed abortion dapat keluar
sendiri, akan tetapi, jika retensi dari janin yang mati tersebut telah berlangsung lama,
maka mungkin dapat terjadi gangguan koagulasi.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosis abortus adalah
plano pregnancy test, laboratorium darah, dan ultrasonografi.
✔ Plano Pregnancy Test

o Plano pregnancy test yang diperiksa melalui urin akan menunjukkan hasil
positif pada 2 minggu pasca terbentuknya konsepsi janin. Pada abortus, plano

16
pregnancy test umumnya masih positif sampai 7-10 hari pasca abortus namun
berangsur-angsur akan menjadi negatif.
✔ Pemeriksaan Laboratorium Darah

o Jika terjadi perdarahan hebat pada abortus, akan ditemukan penurunan


hemoglobin (Hb) dan hematokrit, serta terjadi peningkatan leukosit dengan
pergeseran ke kiri (shift to the left) jika terjadi infeksi. Profil koagulasi
dianjurkan diperiksa hanya jika ada perdarahan masif. Pemeriksaan golongan
darah dan crossmatch dilakukan jika ada indikasi transfusi darah. Pemeriksaan
golongan darah dan rhesus juga diperlukan untuk melihat adanya
kemungkinan inkompatibilitas, serta untuk menentukan jika diperlukan
pemberian anti-D.
o Pemeriksaan beta HCG darah dapat dilakukan untuk mengetahui
perkembangan plasenta. Pada abortus, kadar beta HCG bisalebih rendah atau
menurun dibanding sebelumnya dan akan normaldalam 2 minggu setelah
abortus. Pemeriksaan ini jarang diperlukan, tetapi dapat dilakukan sebagai
pemeriksaan serial untuk menunjang diagnosis jika kelangsungan kehamilan
meragukan.
✔ USG :

o USG umumnya dianjurkan dilakukan untuk melihat ada tidaknya kantung


gestasi, untuk mengetahui apakah embrio masih berkembang, dan untuk
mendeteksi detak jantung janin. USG transvaginal lebih baik dibanding
transabdominal karena gambaran yang ditampilkan lebih jelas. USG
transvaginal disarankan terutama pada pasien obesitas dan pasien dengan
uterus retrofleksi.

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksaan abortus adalah berikut: 1,3,16,17

a. Abortus imminens

Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka dianjurkan


pasien diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi
spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon progesteron
atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Bila perdarahan berlanjut dan

17
jumlahnya semakin banyak, atau jika timbul gangguan lain seperti tanda infeksi,
pasien harus dievaluasi ulang dengan segera. Pasien boleh dipulangkan setelah tidak
terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai
lebih kurang 2 minggu.

b. Abortus incipiens.
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan dengan
aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka, Ergometrin
0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan. Kemudian persediaan
untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan dengan segera.

Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi
ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit
oxytoxin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat) dengan
kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
Setelah penanganan, kondisi ibu tetap dipantau.

c. Abortus incompletes
Pengelolaan pasien abortus inkomplit harus diawali dengan memperhatikan
keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian
disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan
diagnosis secara klinis. Dari gambaran USG tampak ukuran uterus sudah kecil dari
umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak
massa hiperkoik yang bentuknya tidak berarturan.

Bila terjadi perdarahan hebat, dianjurkan untuk segera melakukan pengeluaran


sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal keluar, kontraksi
uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan
tindakan kuretase. Pada sebagian wanita, diperlukan dilatasi serviks tambahan
sebelum kuretase dilakukan dan kuretase hisap efektif dalam mengosongkan uterus.
Pasca tindakan perlu diberikan uretrotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotik

d. Abortus komplit
Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi.Observasi untuk melihat
adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah penanganan
tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus 600mg/hari

18
selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi darah. Seterusnya
lanjutkan dengan konseling asuhan pascakeguguran dan pemantauan lanjut jika perlu.

e. Abortus infeksiosa/septik
Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan
keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi
sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan
flour yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisillin 4x
1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah gentamisin 2x80mg dan metronidazol
2x1gram. Selanjutnya, antibiotik dilanjutkan dengan hasil kultur.

Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik minimal


6 jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan, uterus harus
dilindungi dengan uterotonik untuk mengelakkan komplikasi.Antibiotik harus
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak
memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai dah
kuat.Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus diberikan dan irigasi
kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida H2O2.Histerektomi harus
dibuat secepatnya jika indikasi.

f. Missed abortion
Pengelolaan missed abortion perlu diutrakan kepada pasien dan keluraganya
secara baik karena resiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menibulkan
komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan.
Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan
secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus
memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu
dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi
terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis.
Beberapa cara dapat dilakukan anatara lain dengan pemberian infus intravena
cairan oksitosin dimulai dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 % tetesan
20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan
dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil
pasien diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3
kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini

19
dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.

g. Abortus Habitualis

Pengobatan sesuai dengan penyebab, bila abortus habitualis akibat reaksi


imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen Lymphocyte trophoblast cross
reactive dapat diobati dengan tranfusi leukosit atau heparinisasi. Salah satu penyebeb
yang sering ditemukan ialah inkompetensia serviks untuk pengelolaan penderita
inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin dan bila
dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan
fiksasi serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya kehamilan.
Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14 minggu dengan cara SHIRODKAR
atau McDONALD dengan melingkari kanalis servikalis dengan benang mersilene
yang tebal dan simpul baru dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap
dilahirkan .

h. Kehamilan anembrionik (Blighted Ovum)

Bila pada saat USG pertama tidak ditemukan gambaran gamabaran mudigah
maka perlu dievaluasi dengan USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai
struktur mudigah dan diamater kontong gestasi sudah mencapai 25 mm maka dapat
dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik. Pengelolaan kehamilan anembrionik
dilakukan terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara elektif.

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi terkait abortus adalah sebagai berikut:18

1. Perdarahan.

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil


konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat
terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan sewaktu atau
sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus,
kehamilan serviks, dan juga koagulopati.

2. Perforasi.

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis.

20
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan
alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok hemoragik.

3. Syok.

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis sevikalis sewaktu
dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.

4. Infeksi.

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T.
paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada
lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp.,
Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi
terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi
menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.

Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi


paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob,
Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens.
Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan
Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat
membentuk gas.

2.10 Pemantauan pascaabortus.


Pemantauan yang harus dilakukan pasca abortus yaitu:18
Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal yang
biasa terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang
diketahui secara klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya
adalah cerah kecuali jika terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang dapat
mempunyai efek samping pada kehamilan berikut.
Setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah.

21
Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia
berat atau infeksi.Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari.Pasien dianjurkan
kembali ke dokter bila pasien mengalami demam yang memburuk atau nyeri setelah
perdarahan atau gejala yang lebih berat. Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia
dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani
surat persetujuan tindakan.

2.11 Prognosis
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan
sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang
rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran
dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar
40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung
janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi
spontan yang tidak jelas.18

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM,
et al. Williams Obstetrics, 25th Edition. New York: McGraw-Hill Education;
2018. 1344 p.
2. Ekechi CI, Stalder CM. Spontaneous Miscarriage. In: Dewhurst’s Textbook of
Obstetrics & Gynaecology. 9th Editio. New Jersey: John Wiley & Sons Ltd;
2018. p. 559–67.
3. Mun’im AM. Abortus dan Abortus Provokatus dalam Pedoman Ilmu
Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. 1997. Jakarta: Bina Rupa Aksara. 243-
54.
4. Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2010.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga
Kesehatan Edisi Pertama. Kemenkes RI. 2013;84.
6. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset; 1984; hlm 7-17, 38-42.
7. Paul DC, Johnson SM. Gynecology and Obstetrics. Current Clinical
Strategies. 2006; 99.
8. Pernoll ML. Handbook of Obstetrics & Gynecology Tenth Edition. McGraw
Hill. 2001;295.
9. Stubblefield PG, Grimes DA. Septic abortion. NEJM. 1994;331(5):310–4.

10. Raymond EG, Grimes DA. The comparative safety of legal induced abortion
and childbirth in the United States. Obstetrics & Gynecology 2012
February;119(2 Part 1):215–9.
11. Henderson JT, Puri M, Blum M, Harper CC, Rana A, Gurung G. Effects of
Abortion Legalization in Nepal, 2001-2010.
12. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Current Diagnosis &
Treatment Obstetrics & Gynecology 10th edition. New York: McGraw-Hill.
2007.
13. Hadijono S. Manajemen dan Rujukan Perdarahan Postpartum dalam Upaya

23
Penurunan Morbiditas dan Mortalitas Maternal. 2009.

14. Hadijanto B. Perdarahan pada kehamilan muda. Dalam: Wiknjosastro H,


Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi
Keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2009;459-91.
15. Leveno KJ, Alexander JM, Casey BM, Dashe JS, Roberts SW, Sheffield JS, et
al. Williams Manual of Pregnancy Complications, 23rd Ed. New York:
McGraw-Hill. 2013.
16. Saifudin, Bari. Editor, Perdarahan pada kehamilan muda. Dalam. Acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta. Yayasan BPSP.
2001. 146- 151.
17. Winknjosastro H. Kelainan dalam lamanya kehamilan- Abortus. Dalam : Ilmu
kebidanan. Edisi III. Yayasan BPSP. Jakarta. 1996, 302-312.
18. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview.

24

Anda mungkin juga menyukai