Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

DESKRIPSI KASUS

A. Proses pemecahan masalah fisioterapi


1. Pengkajian (anamnesis) dilakukan pada tanggal 10 Juli 2017
a. Anamnesis Umum
Anamnesis umum adalah suatu cara untuk memperoleh data atau informasi
pasien yang bersifat umum berupa nama , umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan.Identitas pasien diperoleh melalui autoanamnesis dengan hasil
sebagai berikut :
Tabel 4.1. Anamnesis umum

Komponen
Data pasien
anamesis
Nama Ny. I (A) Ny. A (B)
Umur 64 tahun 58 tahun
Jenis kelamin Perempuan Perempuan
Pekerjan IRT IRT
Agama Islam Islam
Alamat Jl. Veteran Jl. A. Petta Rani

b. Anamnesis Khusus
Anamnesis khusus adalah bagian yang paling utama dai anamnesis.
Pertanyaan yang diajukan mengacu pada keluhan local yang menyangkut
tentang nyeri, gangguan gerak, gangguan sensorik dan gangguan vegetative.
Hal-hal yang perlu dipertanyakan yaitu keluhan utama penderita, lokasi
keluhan, sifat keluhan, kapan terjadinya, penyebab keluhan, riwayat
perjalanan penyakit, riwayat penyerta, riwayat keluarga. Dari anamnesis yang
dilakukan data yang diperoleh sebagai berikut :
Table 4.2. Anamnesis khusus

Komponen Data pasien


anamnesis A B
Keluhan Nyeri Lutut Nyeri Lutut
utama
Lokasi Tungkai Sinistra Tungkai Sinistra
keluhan
Sifat keluhan Terlokalisir Terlokalisir
Penyebab Jatuh di kamar mandi Jatuh dari motor
Riwayat ±1 Tahun yang lalu Pasien merasakan sakit yang
perjalanan pasien terjatuh di kamar tiba-tiba pada daerah lutut
penyakit mandi dalam keadaan sinistra, hal ini sudah di rasakan
menumpu pada tubuh sisi sekitar ±1 tahun yang lalu.
kiri. Pasien merasakan Namun sakit yang di rasakan ini
nyeri pada lutut dan tidak sering hilang dan muncul tiba-
langsung dibawah ke tiba, jadi pasien tidak langsung
rumah sakit. Nyeri yang memeriksakannya ke dokter.
dirasakan pasien semakin Tapi akhir-akhir ini
lama semakin bertambah penyakiynya muncul kembali
dan tidak bisa menahan dan sudah tidak bisa lagi untuk
rasa nyerinya sehingga menahannya akhirnya pasien
pasien pergi ke rumah pergi ke dokter kemudian di
sakit dan langsung di rujuk ke ruang fisioterapis.
rujuk ke ruang fisioterapi.
Riwayat Tidak ada Tidak ada
peyakit
terdahlu
Riwayat Tidak ada Tidak ada
keluarga
2. Pemeriksaaan Fisik
a. Vital sign
Vital sign merupakan pemeriksaan yang biasa dilakukan pada tahap awal
untuk mengetahui keadaan umum penderita agar dapat melihat kodisi
penderita sebelum melanjutka tindakan. Adapun pemeriksaan vital sign yag
dilaukan meliputi :
Table 4.3. Vital sign

Hasil
Vital sign
A B
Tekanan darah 120/80 mmHg 130/90 mmHg
Denyut nadi 76 x/ I’ 78 x/ I’
Pernafasan 28 x/ I’ 24 x/I’
Temperature 36 OC 36OC

b. Inspeksi
Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan menggunakan indera
penglihatan untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu dari
bagian tubuh atau fungsi tubuh yang ada hubungannya dengan keluhan
pasien yang dapat digunakan sebagai tambahan informasi setelah anamnesis.
Inspeksi digunakan untuk mendeteksi bentuk,warna, posisi, ukuran, dan
lainnya dari tubuh pasien. Untuk melengkapi data suatu pemeriksaan
fisioterapi diperlukan inspeksi. Inspeksi memerlukan kecermatan dan
kecepatan menganalisa keadaan pasien dalam waktu yang singkat.
Table 4.4. Inspeksi

Hasil
Inspeksi
A B
-Pada saat berdiri lutut -Pada saat berdiri lutut
nampak simetris dan nampak simetris dan
cenderung bertumpu pada cenderung bertumpu pada
Statis
kaki yang sebelah kanan. kaki yang sebelah kanan.
-Nampak sedikit bengkak -Nampak sedikit bengkak
pada lutut sebelah kiri pada lutut sebelah kiri
-Pasien merasa sakit apabila -Pasien merasa sakit apabila
dari duduk ke berdiri dari duduk ke berdiri
Dinamis
-Pasien merasa sakit dari -Pasien merasa sakit dari
jongkok ke berdiri. jongkok ke berdiri.

3. Pemeriksaan Fungsi Dasar


Pemeriksaan gerak dasar meliputi (1), gerak akif di mana penderita
menggerakkan sendiri tanpa bantuan terapis dan diperoleh informasi LGS secara
global (2), gerak pasif dimana gerakan dilakukan oleh terapis dan di peroleh
informasi tentang LGS ada tidaknya nyeri and feel, (3), gerak aktif melawan
tahanan, pada pemeriksaan ini penderita bergerak aktif dan terapis menahan
dengan kekuatan yang sama besarnya sehingga tidak terjadi gerakan. Diperoleh
informasi tentang kekuatan otot dan kualitas syaraf
a. Gerak aktif
Dalam pemeriksaan gerak aktif, gerakan pemeriksaan dilakukan sendiri
oleh pasien sesuai petunjuk fisioterapis. Pemeriksaan ini dapat memberikan
informasi berupa LGS aktif, koordinasi gerak, pola gerak, dan nyeri. Adapun
tekniknya yaitu :
1) Fleksi, caranya pasien tidur tengkurap lalu fisioterapist menyuruh pasien
untuk menekuk lututnya semaksimal mungkin.Hasilnya ada nyeri, LGS
aktif normal
2) Ekstensi, caranya pasien dalam keadaan tengkurap dan fisioterapist
menyuruh penderita untuk meluruskan kakinya semaksimal mungkin.
Hasilnya ada nyeri, LGS aktif normal
b. Gerak pasif
Dalam pemeriksaan gerak pasif, gerakan pemeriksaan dilakukan oleh
fisioterapis tanpa melibatkan pasien secara aktif. Pemeriksaan ini dapat
memberikan informasi berupa LGS pasif, stabilitas sendi, nyeri, serta end
feel. Adapun tekninya yaitu :
1) Fleksi, caranya pasien dalam keadaan tidur tengkurap dan kaki rileks
kemudian fisioterapis menekuklutut penderita semaksimal mungkin.
Hasilnya ada nyeri LGS pasif normal, dan soft end feel.
2) Ekstensi, caranya pasien dalam keadaan tidur tengkurap dan kaki rileks
kemudian fisioterapis meluruskan kaki pasien semaksimal mungkin.
Hasilnya ada nyeri, LGS pasif normal, dan hard endfeel.
3) Eksorotasi, caranya pasien tidur tengkurap dengan lutut fleksi 90º
kemudian fisioterapis menggerakkan ankle kea rah luar. Hasilnya ada
nyeri, LGS normal, soft endfeel.
4) Endorotasi, caranya pasien tidur tengkurap dengan lutut fleksi 90º
kemudian fisioterapis menggerakkan ankle ke arah dalam. Hasilnya ada
nyeri, LGS normal, soft endfeel.
c. Gerak Tes Isometric Melawan Tahanan
Gerakan isometric melawan tahanan adalah pemeriksaan yang ditujukan
pada musculotendinogen dan neurogen. Caranya pasien melakukan gerakan
dengan melawan tahanan yang diberikan pleh pemeriksa tanpa terjadi gerakan
yang merubah posisi LGS sendi pada regio yang diperiksa. Pemeriksaan ini
dapat memberikan informasi berupa : nyeri pada musculotendinogen,
kekuatan otot secara isometric, kualitas saraf motoric.
1) Fleksi, caranya pasien dalam keadaan tengkurap lalu fisioterapist menyruh
pasien untuk menekuk lututnya sementara fisioterapist memberikan
tahanan. Hasilnya ada nyeri
2) Ekstensi, caranya pasien dalam keadaan terlentang dengan kedua lutut
fleksi. Fisioterapist menyanggah lutut yang akan diperiksa kemudian
fisioterapist menyuruh pasien untuk meluruskan kakinya dan fisioterapis
memberikan tahanan. Hasilnya ada nyeri.
Table 4.5. Pemeriksaan fungsi dasar

Hasil
PFD region knee joint
A B
Full ROM Full ROM
Koordinasi gerak Koordinasi gerak baik
Fleksi baik Pola gerak baik
Pola gerak baik Tidak ada nyeri
Aktif
Tidak ada nyeri
Keterbatasan ROM Keterbatasan ROM
Ekstensi Koordinasi gerak Koordinasi gerak baik
baik
Full ROM Full ROM
Fleksi Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri
Soft endfeel Soft endfeel
Pasif
Full ROM Full ROM
Ekstensi Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri
Hard endfeel Hard endfeel
Tidak nyeri Sedikit nyeri
Fleksi Ada kelemahan otot Ada kelemahan otot
Kualitas saraf baik Kualitas saraf baik
TIMT Tidak nyeri Sedikit nyeri
Ada kelemahan otot Ada kelemahan otot
Ekstensi
Kualitas saraf baik Kualitas saraf baik
4. Pemeriksaan spesifik
Dalam tes-tes spesifik, pemeriksaan ditujukan pada struktur jaringan terganggu
secara spefik. Tes-tes spesifik yang diaplikasikan adalah palpasi, tes sensorik dan
tes motoric meliputi MMT.
a. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan khusus yang dilakukan dengan caraperabaan atau
penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi
digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, bentuk, ukuran, rasa nyeri tekan dan
kelainan dari organ atau jaringan tubuh.
1) Teknik : Posisi pasien tidur terlentang kemudian fisioterapist
melakukan palpasi didaerah medial knee dan di daerah m.hamstring.
2) Hasil : Jaringan keras : nyeri tekan sisi medial knee.
3) Interpretasi : Jaringan lunak : nyeri tekan tendon hamstring
b. Tes nyeri dengan menggunakan VAS
Tujuan : Untuk mengetahui tingkat nyeri
Teknik : Pasien diberikan suatu alat ukur, setelah fisioterapist
menjelaskan penggunaan alat dan pasien menunjukkan tingka derajat nyeri
yang dirasakan.
Hasil
Perbandingan
1)
6,5
Interpretasi : nyeri sedang

2)
7,0
Interpretasi : nyeri berat
c. Pemeriksaan kekuatan otot dengan MMT
Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada kelemahan otot pada penderita
Teknik : Pasien mengangkat kaki kea rah fleksi dan ekstensi secara aktif
kemudian fisioterapist memberikan tahanan.
Hasil :4
Interpretasi : dapat melawan gravitasi dengan tahanan minimal.
d. Tes stabilitas knee
1) Tes laci sorong
Tujuan : Untuk mengetahui kelainan pada ligament cruciatum anterior
dan posterior.
Teknik : Posisi pasien terlentang, knee joint fleksi sekitar 70º.
Lakukan tarikan / dorongan pada os tibia. Perhatikan gerakan translasi
yang terjadi.
Hasil: (-) negative
Interpretasi : tidak ada kelainan pada curuciatum anterior
2) Tes hipermobilitas valgus/varus
Tujuan : untuk mengetahui stabilitas atau kelainan ligament collateral
lateral/medial.
Teknik : Posisi penderita berbaring telentang diatas bed, satu
tungkai terjuntai kebawah bed, posisi tangan terapis disamping
penderita yang terjuntai, tangan yang lain berada diatas kaki
penderita, gerakan kearah Valgus/Varus.
Hasil: (-) negative
Interpretasi : tidak kelainan pada ligamentcollateral lateral/medial.
3) Tes appley kompresi dan traksi
Tujuan :Untuk mengetahui kelainan pada meniscus dan ligament
lateral dan collateral media knee.
Teknik :Pasien tengkurap dengan lutut ditekuk 90º kemudian diputar
ke kanan dan kiri sambil diberikan tekanan dan untuk traksi posisi
sama dengan di atas kemudian di traksi.
Hasil : (-) negative
Interpretasi : tidak ada gangguan pada meniscus medial dan lateral
4) Tes Mc.murray
Tujuan :Tes ini digunakan untuk menilai integritas meniscus dan
Menentukan lesi pada meniscus.
Teknik :Posisi pasien terlentang, Ftis berdiri pada sisi lateral tungkai
pasien yang akan di tes. Satu tangan di letakkan diatas knee pasien
dengan ibu jari mempalpasi joint line knee, dan tangan satunya lagi
menyanggah calcaneus pasien. Selanjutnya gerakkan tungkai pasien
kearah fleksi hip dan knee sekitar 90º. Lalu, lakukan gerakan swing
pada tungkai pasien, seperti menggambar huruf U dengan cara
mengendorotasikan dan mengeksorotasikan tibia pasien, sambil
membawa tungkai kearah fleksi dan ekstensi.
Hasil :(+) positif
Interpretasi : terdapat gangguanpada meniscus.
5) Tes Ballotement
Tujuan : Untuk mengetahui apa ada penumpukan cairan pada patella
Teknik :Processus suprapatellaris dikosongkan dengan menekannya
dengan satu jari tangan, dan sementara itu dengan jari tangan yang
lainnya patella di tekan ke bawah. Dalam keadaan normal patellatidak
dapat ditekan kebawah dan bila ada cairan di dalam lutut maka patella
sepertinya terangkat yang memungkinkan ada sedikitnya gerakan.
Hasil : (+) positif
Interpretasi :Adanya penumpukan cairan pada knee joint sinistra
6) Lachman test
Tujuan :Tes ini digunakan untuk menilai integritas ligament
cruciatum anterior
Teknik :Posisi pasien terlentang, Ftis berdiri pada sisi lateral tungkai
pasien yang akan dites. Satu tangan menggenggam tibia pasien dan
tangan satunya lagi memfiksasi femur. Selanjutnya gerakkan tungkai
pasien ke arah knee fleksi 30º. Lalu aplikasikan conterpressure ke
anterior pada tibia pasien.
Hasil :(+) positif
Interpretasi :dicurigai ada kondisi pembengkakan.
7) Tes hiperekstensi
Tujuan : untuk mengetahui adanya perbedaan hiperekstensi dalam tes
ini.
Teknik : penderita berbaring diatas bed dengan kaki dalam posisi
lurus, lutut diganjal, sedangkan kaki diangkat. Dengan
membandingkan jarak antara tumit kaki kiri dengan tumit kaki kanan.
Hasil : (-) negative
Interpretasi : tidak ada gangguan hiperekstensi
8) Tes gravity sign
Tujuan : Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ruptur
ligamentum cruiatum posterior.
Teknik : penderita berada dalam posisi berbaring telentang diminta
agar kedua kakinya diangkat sehingga lutut dan pangkal pahanya
membuat sudut 90 derajat, kedua tumitnya diletakkan di atas tangan
pemeriksa. Pemeriksa mengamati kedua tibia dan menilai apakah
tuberositas tibia yang satu letaknya mungkin lebih rendah dari
pada yang lainnya.
Hasil : (-) negative
Interpretasi : tidak ada kelainan pada ligamentum cruiatum posterior.
5. Diagnose fisioterapi
Berdasarkan hasil anamnesis dan hasil pemeriksaan yang didapatkan, maka
diagnose fisioterapi yaitu “Gangguan Aktivitas dan Fungsional Berjalan
Akibat Osteoarthritis Knee Sinistra”
6. Problematic fisioterapi
a. Anatomical impairment
1) Nyeri
2) Keterbatasan ROM
3) Kelemahan otot
b. Functional limitation
1) Gangguan berjalan
c. Participant of restriction
1) Kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari
7. Tindakan Fisioterapi
a. Tujuan fisioterapi
Jangka pendek : Mengurangi nyeri, manambah ROM, meningkatkan kekuatan
otot
Jangka panjang :Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional
pasien.
b. Modalitas terpilih
1) IRR
2) Terapi Latihan

8. Intervensi fisioterapi
a. IRR
1) Persiapan alat
Alat yang digunakan dalam kasus ini yaitu IRR jenis luminous dengan
panjang gelombang 3.500 – 40.000 A dan penetrasi sampai pada superficial
epidermis. Sebelum alat digunakan terlebih dahulu dipanaskan selama 5
menit.
2) Persiapan pasien
Sebelum memberikan intervensi kepada pasien, maka sebelumnya pasien
diposisikan nyaman dan aman serta keadaan umum pasien dalam keadaan
baik dan siap untuk menerima intervensi fisoterapi.
3) Prosedur kerja
Sebelum infrared (IRR) dipasangkan terlebih dahulu fisioterapis harus
memeriksa ambang rangsang sensasi pasien di karenakan modalitas yang
dipergunakan maenghasilkan efek thermal (panas). Ini memudahkan pasien
pada saat di berikan intervensi infrared sekaligus untuk menghindari sesuatu
yang kemungkinan terjadi pada saat pemberian modalitas tersebut.

Pada dasarnya metode pemasangan lampu diatur sedemikian rupa


sehingga sinar yang berasal dari lampu jatuh tegak lurus terhadap jaringan
yang diobati,baik itu untuk lampu luminous maupun non-luminous.Jarak
penyinaran untuk lampu non-luminous antara 45-60 cm,sedangkan untuk
lampu luminous antara 35-45 cm.Jarak ini bukanlah jarak yang mutlak,karena
masih dipengaruhi oleh toleransi pasien atau besarnya watt lampu.

b. Terapi latihan

Terapi latihan yang akan digunakan untuk menangani pada pasien


osteoarthritis yaitu.
1) Manual Resisted Isometric Exercise
Bertujuan untuk menambah kekuatan otot penggerak gerakan lutut
terutama otot quadriceps dan otot hamstring.
Manual resisted isometric exercise pada m. quadriceps dilakukan
dengan cara posisi penderita tidur terlentang dengan menekuk kedua lutut
lalu tangan kiri fisioterapis melewati bagian belakang lutut kanan dan
memegang patella lutut kiri, lalu tangan yng lainnya memberikan tahanan
pada distal tibia sementara penderita disuruh untuk menahan gerakan
fisioterapis.
Manual resisted isometric exercise pada m.hamstring dilakukan
dengan cara posisi penderita tidur tengkurap dengan menekuk kedua
lutut,lalu tangan fisioterapis mendorong bagian belakang distal tibia
kearah bawah mendekati bed sementara penderita menahan gerakan dari
fisioterapi.
Untuk terapi manual yakni manual resisted isometric exercise di
berikan selama 3 kali seminggu dengan 7 kali pengulangan selama 8 kali
hitungan.

9. Hasil dan Evaluasi


a. Pre Test
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan merasakan sakit pada lutut
kirinya sehingga pasien kesulitan untuk berjalan dan susah untuk melakukan
aktivitas sehari-hari seperti seperti beranjak dari tempat duduk dan aktivitas naik
turun tangga. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisioterapi maka ditemukan
problematic yakni nyeri pada lutut kiri dengan intensitas nyeri gerak pasien
pertama 6,5 sedangkan pasien kedua 7,0 dan nyeri tekan pasien pertama 3,4
sedangkan pasien kedua 3,7 dan kelemahan otot quadriceps dan otot hamstring
pada pasien pertama dengan nilai otot 4-4 sedangkan pasien kedua dengan nilai
otot 3-4.
b. Intervensi fisioterapi
Setelah ditemukan problematic pada pasien maka intervensi fisioterapi
berupa IRR untuk merelaksasikan jaringan sebelum duberikan terapi latihan
berupa manual resisted isometric execise yang bertujuan untuk menghilangkan
nyeri,meningkatkan dan mempertahankan LGS, serta menguatkan otot penggerak
sendi lutut.
c. Post test
Berdasarkan intervensiyang di berikan maka keluhan pasien berkurang
dengan hasil yang didapatkan berupa penurunan tingkat nyeri gerak pasien
pertama dari 6,5 menjadi 5,8 sedangkan pasien kedua dari 7,0 menjadi 6,4
kemudian nyeri tekan pada pasien pertama dari 3,4 menjadi 2,3 sedangkan pasien
kedua dari 3,7 menjadi 3,1 dan peningkatan kekuatan otot quadriceps pada pasien
pertama dari 4- menjadi 5- sedangkan pasien kedua dari 4- menjadi 4+, dan
kekuatan otot hamstring pada pasien pertama dari 4- menjadi 4+, sedangkan
pasien kedua dari 4- menjadi -4
Table 4.6. Hasil dan evaluasi

Hasil
Evalusi A B
Pre Post Pre Post
MMT
 m. -4 -5 -4 +4
quadriceps
 m. hamstring -4 +4 4 4

ROM S = 20o – 0o S = 10o – 0o S = 10o – 0o S = 5o – 0o –


– 140o – 140o – 125o 135o
VAS 6,5 5,8 7,0 6,4

B. Pembahasan Kasus
Berdasarkan problematik yang muncul yakni, nyeri dan kelemahan otot, maka
modalitas yang digunakan adalah IR untuk mengurangi nyeri dan Manual Resisted Isometrik
Exercise untuk menambah kekuatan otot.
1. Nyeri
Pengurangan tingkat nyeri dapat dilihat dengan menggunakan VAS.Perubahan
nyeri dari evaluasi awal (T1) sampai evaluasi akhir (T12) dapat dilihat bahwa setelah 12
kali terapi terdapat pengurangan nyeri secara kuantitatif.
Penurunan nyeri pada OA lutut dipengaruhi oeleh efek dari IR antara lain:
sedative pada ujung-ujung saraf, terjadinya relaksasi otot, terangkutnya sisa-sisa
metabolism.
Efek fisiologis Jika sinar infra merah diabsorbsi oleh kulit, maka panas akan
timbul pada tempat dimana sinar tadi diabsorbsi. Infra merah yang bergelombang pendek
(7.700 A- 12.000 A) penetrasinya sampai pada lapisan dermis atau sampai kelapisan
bawah kulit, Dengan adanya panas ini temperature naik dan pengaruh-pengaruh lain akan
terjadi yaitu (1) proses metabolisme yang terjadi pada lapisan superfisial kulit akan
meningkat sehingga pemberian oksigen dan nutrisi pada jaringan lebih baik begitu juga
pengeluaran sampah-sampah pembakaran, (2) Erythema yang disebabkan oleh adanya
energy panas yang diterima ujunng-ujung syaraf sensoris yang kemudian mempengaruhi
mekanisme pengatur panas. Mekanisme vosomotor mengadakan reaksi dengan pelebaran
pembuluh darah sehingga jumlah panas dapat diratakan keseluruh jaringan lewat sirkulasi
darah, dengan meningkatnya sirkulasi darah maka pemberian nutrisi dan oksigen kepada
jaringan akan ditingkatkan. Dengan demikian kadar sel darah putih dan anti bodi di
dalam jaringan tersebut akan meningkat. (3) Kenaikan temperature disamping membantu
terjadinya relaksasi juga akan meningkatkan kemampuan otot untuk berkontraksi.
Spasme yang terjadi akibat penumpukan asam laktat dan sisa-sisa pembakaran lainnya
dapat dihilangkan dengan pemanasan. Hal in dapat terjadi karena panas akan
mengaktifkan terjadinya pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme. Sedang keadaan
spastis akan diperoleh rileksasi yang bersifat sementara.
Efek terapeutik menghasilkan efek seperti :
Penyinaran sinar infra merah merupakan salah satu cara yang efektif untuk
mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri. Ada beberapa pendapat mengenai
mekanisme pengurangan rasa nyeri ini, yaitu:

- Apabila diberikan mild heating, maka pengurangan ras nyeri disebabkan oleh
adanya efek sedative pada superfisial sensoris nerve ending (ujung syaraf sensoris
superfisial).
- Apabila diberikan stronger heating, maka akan terjadi counter irritation yang akan
menimbulkan pengurangan rasa nyeri.
- Rasa nyeri ditimbulakan aleh karena adanya akumulasi sisa-sisa hasil
metabolisme yang disebut zat “P” yang menumpuk di jaringan. Dengan adanya
sinar infra merah yang memperlancar sirkulasi darah dan nyeri berkurang.
2. Kekuatan Otot
Penialian perkembangan kekuatan otot pasien dengan Manual Muscle Testing
(MMT). Setelah dilihat dari hasil evaluasi kekuatan otot lutut, maka didapat adanya
peningkatan kekuatan otot fleksor dan ekstensor setelah 12 kali terapi dikarenakan oleh
manual resisted isometric exercise scara rutin.
Kekuatan adalah gaya output dari kontraksi otot dan secara langsung berkaitan
dengan besarnya ketegangan yang dapat dihasilkan oleh kontraksi otot tersebut. Untuk
meningkatkan kekuatan otot, kontraksi otot harus diberi beban atau tahanan sehingga
meningkatkan level-level ketegangan yang akanberkembang karena adanya hipertropi
dan rekruitmen serabut-serabut otot. Latihan penguatan (strength) dapat didefinisikan
sebagai teknik lifting dan lowering pada suatu otot atau group otot, atau mengontrol
beban yang berat dengan jumlah repetisi yang relatif kecil. Latihan tahanan (REX) adalah
istilah lain yang menggambarkan proses ini. Latihan penguatan telah ditunjukkan dapat
menyebabkan hipertropi yang selektif pada serabut otot tipe II.
Tujuan lain dari latihan ini adalah bisa Meningkatkan Endurance(daya tahan)
otot. Endurance adalah kemampuan untuk melakukan latihan repetisi dengan intensitas
rendah dalam jangka waktu yang lama.Endurance otot dapat diperbaiki dengan
melakukan latihan melawan tahanan yang ringan (beban rendah) dengan repetisi yang
tinggi.Hal ini telah ditunjukkan bahwa sebagian besar program latihan yang didesain
untuk meningkatkan strength otot juga dapat meningkatkan endurance otot.Pada situasi
klinis tertentu, dapat mengimplementasikan program REX yang lebih tepat untuk
meningkatkan endurance otot daripada strength otot. Sebagai contoh, setelah injury akut
atau kronik pada knee joint, latihan dinamik yang dilakukan dengan jumlah repetisi yang
tinggi melawan tahanan yang ringan akan lebih comfortable (lebih nyaman) dan
mengurangi iritasi pada sendi daripada latihan dinamik yang dilakukan melawan tahanan
yang berat. Endurance seluruh tubuh (total body endurance) juga dapat diperbaiki
dengan latihan intensitas rendah dalam waktu yang lama.
Tujuan yang lain yang bisa didapat dari latihan ini adalah mampu Meningkatkan
power.
Power juga merupakan suatu ukuran dari performans otot, yang berkaitan dengan
kekuatan dan kecepatan gerak, dan dapat didefinisikan sebagai kerja per unit waktu (gaya
x jarak/waktu). Gaya x kecepatan gerak adalah definisi yang equivalen. Besarnya otot
berkontraksi dan berkembangnya gaya pada seluruh ROM serta hubungannya dengan
kecepatan dan gaya merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi power. Power dapat
diperbaiki dengan meningkatkan kerja otot yang dilatih pada jangka waktu tertentu atau
mengurangi jumlah waktu yang diinginkan untuk menghasilkan gaya yang diharapkan.
Meskipun power berkaitan dengan kekuatan (strength) dan kecepatan, tetapi kecepatan
merupakan variabel yang sangat sering dimanipulasi dalam program training power.
Intensitas latihan yang lebih besar dan jangka waktu yang pendek/singkat, yang
diaplikasikan untuk membangkitkan gaya otot, dapat menghasilkan lebih besar power
otot. Program REX dapat didesain secara selektif untuk rekruitmen tipe serabut otot yang
berbeda dengan mengontrol intensitas, durasi, dan kecepatan latihan.
Manual resisted isometrik exercise bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot
ketika gerakan sendi mengalami nyeri hebat. Kerja otot statik ini bisa terasa sangat berat
dan lelah.Kelelahan yang relatif cepat dari kerja otot statik dapat disebabkan adanya
kompresi (penekanan) pada kapiler darah selama kontraksi otot, sehingga mencegah
suplai oksigen yang cukup dan pelepasan sisa-sisa metabolisme.Kerja tersebut harus
diselesaikan secara anaerobik.Hettinger menganjurkan bahwa kontraksi otot sekitar 40%
dari strength (kekuatan) maksimal dianggap sebagai stimulus training yang
menguntungkan untuk otot. Jika mengkontraksikan suatu otot selama beberapa detik
setiap hari maka otot akan hipertropi, dimana dapat diukur adanya peningkatan massa
otot. Lamanya ketegangan otot sebaiknya antara 6 dan 10 detik.Training sebaiknya
diulangi 3 – 5 kali setiap hari untuk hasil yang optimal.Dengan demikian, latihan
isometrik (isometrik training) mampu meningkatkan strength (kekuatan) otot tanpa
gerakan sendi sehingga tidak ada kerja otot dinamik.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang dilakukan di RS Islam Faisal
Makassar, tentang kasus gangguan fungsional knee joint akibat osteoarthritis dapat
disimpulkan :
1. Diketahui bahwa penatalaksanaan fisioterapi pada gangguan aktivitas fungsioanl
knee joint akibat osteoarthritis dimulai dari anamnesis umum ( nama, umur, jenis
kelamin, agama, alamat, pekerjaan), anamnesis khusus (keluhan utama, lokasi
keluhan, sifat keluahan, penyebab, riwayat perjalanan penyakit, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat keluarga), pemeriksaan fisik ( vital sign dan inspeksi) yang
digunakan untuk menunjang pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan fungsi
dasar ( aktif, pasif dan TIMT) serta pemeriksaan spesifik ( palpasi, MMT, tes
ROM, VAS) sehingga dari pemeriksaan yang dilakukan fisioterapis dapat
menegakkan diagnosa serta problematic dalam kasus ini.
2. Setelah pemberian intervensi berupa IRR maka terjadi sedikit penurunan nyeri
3. Setelah pemberian modalitas secara manual berupa terapi latihan antara lain
manual resisted isometric exercise dan stretching terjadi peningkatan ROM dan
kekuatan otot.
B. Saran
1. Saran pada pasien, agar bisa lebih hati-hati dalam beraktifitas bila terasa yneri
sebaiknya di kompres dengan air hangat selain menjalani terapi yang teratur,
latihan di rumah yang lebih baik menentukan keberhasilan pasien dan kesabarannya
juga diperlukan untuk mendapatkan hasil dari pasien yang diinginkan.
2. Kepada masyarakat, hendaknya tetap menjaga kesehatan dan kebugaran melalui
aktifitas yang seimbang dan apabila merasakan nyeri yang berkelanjutan pada sendi
dengan disertai atau tanpa adanya rasa kaku, hendaknya segera diperiksakan ke
dokter atau tim medis lain.
3. Kepada pemerintah, kami menghimbau agar pelayanan fisioterapi pada tingkat
pusat pelayanan masyarakat ditingkat bawah lebih ditingkat kan, sehingga
masyarakat dapat memperoleh pelayanan fisioterapi dengan peralatan yang
memadai.
4. Penderita OA dianjurkan agar menghindari faktor-faktor yang dapat memperberat
kondisi osteoarthritis.
5. Penderita OA selain ke fisioterapi juga dianjurkan untuk latihan sendiri di rumah
seperti static bycicle

Anda mungkin juga menyukai