DISUSUN:
NETTY FRANSISKA SITINJAK
NIM. P07224422265
Tabel 2.2
Faktor Risiko Kehamilan Ektopik
No Risiko
Faktor risiko
. (%)
1. Risiko tinggi :
a. Rekonstruksi tuba 21,0
b. Sterilisasi tuba 9,3
c. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya 8,3
d. Paparan dietilstilbestrol (DES) intrauterin 5,6
e. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) 4,2 - 45
f. Patologi tuba 3,8 - 21
2. Risiko sedang :
a. Infertil 2,5 - 21
b. Riwayat infeksi genitalia 2,5 - 3,7
c. Sering berganti pasangan 2,1
3. Risiko ringan :
a. Riwayat operasi pelvik atau abdominal sebelumnya 0,93 - 3,8
b. Merokok 2,3 - 2,5
c. Douching 1,1 - 3,1
d. Koitus sebelum 18 tahun 1,6
Sumber : Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Hal : 202. Jakarta :
PT Bina
Pustaka.
3. Klasifikasi
Prawirohardjo (2011) dan Wiknjosastro (2009) masing-masing dalam
bukunya mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara
lain :
a. Kehamilan tuba
Fertilisasi dapat terjadi di bagian mana saja di tuba fallopi, sekitar 55%
terjadi di ampulla, 25% di ismus, 17% di fimbria. Oleh karena itu, lapisan
submukosa di tuba fallopi tipis, kemungkinan ovum yang telah dibuahi dapat
segera menembus sampai ke epitel, zigot akan segera tertanam di lapisan
muskuler. Trofoblas berproliferasi dengan cepat dan menginvasi daerah
sekitarnya. Secara bersamaan, pembuluh darah ibu terbuka menyebabkan terjadi
perdarahan di ruang antara trofoblas, atau antara trofoblas dan jaringan di
bawahnya. Dinding tuba yang menjadi tempat implantasi zigot mempunyai
ketahanan yang rendah terhadap invasi trofoblas. Embrio atau janin pada
kehamilan ektopik seringkali tidak ditemukan atau tidak berkembang.
b. Kehamilan abdominal
Kehamilan abdominal dapat terjadi akibat implantasi langsung hasil
konsepsi di dalam kavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal
primer, atau awalnya dari kehamilan tuba yang ruptur dan hasil konsepsi yang
terlepas selanjutnya melakukan implantasi di kavum abdomen yang disebut
sebagai kehamilan abdominal sekunder.
c. Kehamilan ovarial
Gejala klinik sama dengan kehamilan tuba. Kenyataannya, kehamilan
ovarial seringkali dikacaukan dengan perdarahan korpus luteum saat pembedahan,
diagnosis seringkali dibuat setelah pemeriksaan hispatologi. Kriteria diagnosis
termasuk tuba ipsilateral utuh, jelas terpisah dari ovarium, kantong gestasi berada
di ovarium, kantong kehamilan berhubungan dengan uterus melalui ligamentum
ovarium, dan jaringan ovarium di dinding kantong gestasi.
d. Kehamilan servikal
Riwayat dilatasi dan kuret merupakan faktor predisposisi kehamilan
servika, ditemukan pada lebih dari 2/3. Selain itu, tindakan In Vitro
Fertilization (IVF) dan riwayat seksio sesarea. Gejala yang umum ditemukan
adalah perdarahan pervagianam tanpa disertai nyeri. Pada umumnya serviks
membesar, hiperemis, atau sianosis.
4. Patofisiologi
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada
nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur
bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka
ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan
kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk
kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh
invasi trofoblas. (Wiknjosastro, 2009)
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel
membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler.
Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati
sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga
terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut
sebagai reaksi Arias-Stella. (Wiknjosastro, 2009)
Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil kosepsi tidak mungkin
janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan antara 6 - 10 minggu. (Anita Lockhart & Lyndon
S, 2014)
Mengenai nasib kehamilan tuba terdapat beberapa kemungkinan,
yaitu :
a. Hasil konsepsi mati dan direabsorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi reabsorbsi total. Dalam keadaan
ini penderita tidak mengeluh apa-apa hanya haidnya terlambat untuk beberapa
hari.
b. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut sama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya tergantung pada derajat perdarahan
perdarahan yang timbul.
c. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya ada kehamilan muda, sebaiknya ruptur pada pars interstisialis terjadi
pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah
penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke perineum.
Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti coitus dan
pemeriksaan vaginal. (Prawirohardjo, 2011)
5. Gambaran klinik
a. Kehamilan ektopik belum terganggu
1) Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita
tidak menyampaikan keluhan yang khas.
2) Biasanya amenorea atau gangguan haid, mual dan muntah.
3) Nyeri perut bagian bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum
mengalami ruptur.
4) Kadang-kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar
ditentukan
b. Kehamilan ektopik terganggu
1) Ruptur tuba akan menimbulkan nyeri abdomen yang hebat dan mendadak
dengan penyebaran rasa nyeri ke bagian bahu ketika rongga abdomen terisi darah.
2) Rasa nyeri yang hebat ketika serviks digerakkan dan adneksa dipalpasi pada
saat melakukan vaginal toucher (VT).
3) Uterus yang teraba lembek dan terasa nyeri ketika ditekan.
4) Tekanan pada rektum jika darah berkumpul dalam kavum Douglasi.
5) Sinkop.
6) Nausea dan vomitus.
7) Syok dan perdarahan yang hebat. (Anita L & Lyndon S, 2014)
6. Pemeriksaan diagnostik
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga
pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada
kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding
tuba sulit untuk dibuat diagnosis.
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis
kehamilan ektopik. (Anita Lockhart & Lyndon S, 2014)
a. HCG-β
Pengukuran sub unit beta dari Human Chorionic Gonadotropin-Beta
(HCG-β) merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini
dapat membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.
Berikut ini adalah tabel untuk membedakan antara kehamilan intrauterin
dan ekstrauterin/ektopik.
Tabel 2.3
Perbedaan Janin Intrauteri dan Ekstrauteri
No
Intrauteri Ekstrauteri
.
Ibu tidak merasakan nyeri Pergerakkan janin dirasa nyeri
1.
jika ada pergerakkan janin. sekali.
Janin tidak begitu mudah Janin lebih mudah diraba.
2.
diraba.
3. Ada kemajuan dalam Tidak ada kemajuan dalam
persalinan : persalinan.
a. Pembukaan;
b. Frekuensi dan lamanya
kontraksi uterus bertambah
seiring dengan berjalannya
waktu persalinan;
c. Penurunan kepala janin
bertambah.
Sumber : Anita Lockhart & Lyndon, S. 2014. Asuhan Kebidanan : Kebidanan
Patologi.
Hal : 49. Tangerang Selatan : Binarupa Aksara Publisher.
b. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap berwarna
hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di
kavum Douglasi.
c. Dilatasi dan kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang
cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata di samping uterus.
d. Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil-
hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu
meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.
e. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya
tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri,
kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan
apakah kavum Douglas berisi cairan.
Gambar 2.5 Ultrasonografi pada KET
f. Tes oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya
kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar kantong janin
dapat diraba suatu tumor.
g. Foto rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada
foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra ibu.
h. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan
janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik
terganggu sudah dipastikan dengan Ultra Sono Graphy (USG) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri
abdomen, perdarahan vagina abnormal, dan amenore.
7. Penatalaksanaan
a. Pembedahan laparoskopik untuk mengangkat tuba yang ruptur (salpingektomi);
jika terdapat kehamilan ovarium dilakukan ooferoktomi.
b. Insisi ke dalam tuba untuk mengeluarkan hasil kehamilan (salpingostomi).
c. Metotreksat diberikan untuk menghentikan pembelahan embrio.
d. Tindakan lanjut memantau kadar hCG dilakukan dengan cermat sampai hormon
ini tidak lagi terlihat.
e. Terapi suportif yang meliputi transfusi whole blood atau packed red cell untuk
mengganti kehilangan darah yang berlebihan, pemberian antibiotik IV yang
berspektrum luas untuk mengatasi sepsis, pemberian suplemen besi (yang bisa per
oral atau melalui suntikan IM) dan penerapan diet tinggi-protein.
f. Dukungan emosional bagi orang tua yang merasa sedih akibat kehilangan
bayinya. (Anita Lockhart & Lyndon S, 2014)
8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat kehamilan ektopik terganggu
adalah :
a. Ruptur tuba fallopi akan menyebabkan komplikasi yang dapat membawa
kematian; komplikasi tersebut meliputi perdarahan, syok dan peritonitis.
b. Infertilitas akan terjadi jika uterus atau kedua belah tuba fallopi atau kedua belah
ovarium diangkat. (Anita Lockhart & Lyndon S, 2014)
STUDI KASUS
ASUHAN KEBIDANAN ANTENATAL CARE PADA NY. “N” GESTASI 8
MINGGU 3 HARI DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LABUANG BAJI
MAKASSAR TANGGAL 26 - 27 SEPTEMBER 2014
2) Selama hamil
Ibu melakukan pekerjaan ibu rumah tangga seperti memasak, menyapu, mencuci
pakaian, dan mencuci piring sendiri, dan kadang-kadang dibantu oleh suami jika
telah pulang dari bekerja.
d. Kebutuhan istrahat/tidur
1) Sebelum hamil
a) Ibu tidur malam ± 7 - 8 jam.
b) Ibu tidak pernah tidur siang karena mengurus urusan rumah tangga.
2) Selama hamil
a) Ibu tidur malam ± 7 - 8 jam.
b) Ibu tidur siang ± 1 - 2 jam.
e. Kebutuhan personal hygiene
1) Sebelum hamil
a) Ibu mandi 2 kali sehari.
b) Keramas 3 kali dalam seminggu.
c) Gosok gigi 2 kali sehari.
d) Mengganti pakaian 2 kali sehari.
2) Selama hamil
a) Ibu mandi 2 kali sehari.
b) Keramas 3 kali dalam seminggu.
c) Gosok gigi 2 kali sehari.
d) Mengganti pakaian 2 kali sehari.
8. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum
1) Keadaan umum : baik
2) Kesadaran : composmentis
3) Tinggi badan : 157 cm
4) BB sebelum hamil : 54 kg
5) BB sekarang : 55 kg
6) LILA : 23 cm
7) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah : 110/70 mmHg
b) Nadi : 80 x/menit
c) Suhu badan : 36,70C
d) Pernafasan : 20 x/menit
b. Pemeriksaan sistematis (head to toe)
1) Kepala dan wajah
a) Inspeksi
(1) Rambut tampak panjang dan hitam.
(2) Rambut bersih dan tidak berketombe.
(3) Bentuk kepala mesocepal atau normal.
(4) Tidak ada chloasma gravidarum pada wajah.
(5) Wajah tampak pucat.
(6) Ekspresi wajah meringis.
(7) Ekspresi wajah tegang dan klien tampak cemas.
b) Palpasi
(1) Rambut tidak tidak mudah rontok.
(2) Rambut teraba halus.
(3) Tidak ada tumor atau benjolan pada kepala.
2) Mata
a) Inspeksi
(1) Simetris kiri-kanan.
(2) Konjungtiva tampak pucat.
(3) Sklera putih.
(4) Tidak ada kelainan bentuk pada mata.
(5) Tidak ada penyakit pada mata.
b) Palpasi
(1) Tidak ada massa pada kedua mata.
(2) Tidak ada edema pada palpebra.
3) Hidung
a) Inspeksi
(1) Kedua lubang hidung simetris.
(2) Tidak ada gangguan penciuman.
(3) Hidung bersih dan tidak ada polip.
(4) Tidak ada penyakit pada hidung seperti sinusitis.
b) Palpasi : tidak ada massa pada hidung.
4) Telinga
a) Inspeksi
(1) Tidak ada serumen.
(2) Tidak ada kelainan atau penyakit pada telinga.
(3) Tidak ada gangguan pendengaran.
b) Palpasi
(1) Bentuk simetris kiri-kanan.
(2) Tidak teraba adanya massa.
5) Mulut
Inspeksi :
a) Bibir tampak pucat.
b) Tidak ada stomatch pada bibir.
c) Lidah tampak bersih.
d) Tidak ada karies dentis pada gigi.
e) Tidak ada kelainan.
6) Leher
a) Inspeksi
(1) Tidak ada pembesaran pada kelenjar tyroid.
(2) Tidak ada edema.
(3) Tidak ada kelainan.
b) Palpasi
(1) Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
(2) Tidak ada peningkatan tekanan vena jugularis.
(3) Tidak teraba adanya massa.
7) Dada dan axilla
a) Inspeksi
(1) Mammae tampak simetris kiri dan kanan.
(2) Mammae membesar normal.
(3) Tidak ada benjolan pada mammae.
(4) Tampak adanya hyperpigmentasi pada areola.
(5) Putting susu datar dan belum ada pengeluaran kolostrum.
b) Palpasi
(1) Tidak teraba adanya massa atau benjolan pada dada dan axilla.
(2) Tidak ada pemebesaran kelenjar limfe pada axilla.
c) Perkusi : terdengar bunyi sonor saat perkusi.
d) Auskultasi
(1) Bunyi nafas vesikuler atau normal.
(2) Tidak ada bunyi nafas tambahan.
(3) Tidak dilakukan pemeriksaan pada bunyi jantung.
8) Pemeriksaan obstetri
a) Abdomen
(1) Inspeksi
(a) Abdomen membesar normal.
(b) Tampak linea alba maupun nigra.
(c) Tampak ada striae albican maupun livide.
(d) Tampak ada luka bekas operasi pada abdomen.
(e) Tidak ada kelainan pada abdomen.
(2) Palpasi
(a) Uterus teraba keras.
(b) Nyeri tekan pada daerah simphysis.
(c) Tidak ada pergerakkan janin.
(d) Leupold I : TFU 1 jari di atas simfisis pubis.
(e) Leupold II : tidak dilakukan.
(f) Leupold III : tidak dilakukan.
(g) Leupold IV : tidak dilakukan.
(3) Auskultasi : tidak terdengar denyut jantung janin (DJJ).
b) Vulva/vagina
(1) Inspeksi
(a) Tidak ada varices dan penonjolan pada vulva.
(b) Tidak ada luka pada perineum.
(c) Ada pengeluaran darah dan stolsel pervaginam.
(2) Palpasi
(a) VT : portio teraba lunak.
(b) Tidak ada haemoroid.
9) Ekstremitas
a) Ekstremitas atas
(1) Inspeksi
(a) Tidak ada edema.
(b) Kuku pendek dan bersih.
(c) Tampak terpasang RL 28 tetes/menit pada lengan kiri.
(2) Palpasi
(a) Tonus otot baik.
(b) Tidak teraba adanya massa.
(c) Tidak ada kelainan.
b) Ekstremitas bawah
(1) Inspeksi
(a) Tidak ada edema.
(b) Tidak ada varises.
(2) Palpasi
(a) Tidak teraba adanya massa pada kedua tungkai.
(b) Tonus otot baik.
(c) Tidak ada kelainan.
(3) Perkusi : reflex patella pada kedua lutut positif.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 26 September 2014, Laboratorium RSUD Labuang Baji Makassar
a) Hb : 13,4 gr%
b) Leukocyte : 9800/ul
c) Trombosit : 255.000/ul
2) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Tanggal 26 September 2014, Laboratorium RSUD Labuang Baji Makassar
a) Terlihat kantong kehamilan di luar uterus.
b) Kesan : Kehamilan Ektopik Terganggu pada tuba fallopi.
B. Data Objektif
1. Tampak linea alba maupun nigra.
2. Tampak ada striae albican maupun livide.
3. Tampak hyperpigmentasi pada areola.
4. Uterus teraba keras.
5. Portio teraba lunak.
6. Tinggi fundus uteri 1 jari di atas simphysis.
7. HTP tanggal 6 Oktober 2015.
8. Tanggal pengkajian 26 September 2014.
9. Ada pengeluaran darah dan stolsel pervaginam.
10. Pada pemeriksaan Ultrasonografi (USG) terlihat kantong kehamilan di luar
uterus dan konsepsi pada tuba fallopi.
11. Nyeri tekan pada daerah simphysis.
12. Ekpresi wajah tampak meringis.
13. Ibu tampak hati-hati saat bergerak.
14. Ekspresi wajah tampak tegang.
15. Ibu tampak cemas.
16. Konjungtiva agak pucat.
17. Tanda-tanda vital :
a. TD : 110/70 mmHg
b. Nadi : 80 x/menit
c. Suhu : 36,7ºC
d. Respirasi : 20 x/menit
C. Assesment
GII P0 AI umur 29 tahun gestasi 8 minggu 3 hari dengan kehamilan ektopik
terganggu dan masalah nyeri pada perut bagian bawah disertai kecemasan dan
potensial terjadi syok hipovolemik
D. Planning
Tanggal 26 September 2014 jam 11.20 WITA
1. Mengobservasi perdarahan pervaginam setiap 8 jam. Dan tampak ada
pengeluaran flek-flek darah pervaginam yang intermiten.
2. Mengobservasi keadaan ibu dan vital sign setiap 8 jam. Ditemukan hasil :
keadaan umum baik, TD : 110/70 mmHg, Nadi : 80 x/menit, Suhu : 36,7ºC, dan
P : 20 x/menit.
3. Mengkaji adanya tanda-tanda syok hipovolemik. Tidak ditemukan adanya tanda-
tanda syok hipovolemik seperti nadi cepat dan lemah, akral dingin, dan CRT > 2
detik.
4. Mencatat karakteristik nyeri. Nyeri tekan pada uterus saat perabaan dan ibu
mengatakan nyeri pada perut bagian bawah tembus ke belakang.
5. Mengajarkan tekhnik relaksasi dan atau nafas dalam. Ibu mau melakukan tekhnik
relaksasi dan nafas dalam yang diajarkan dengan mandiri.
6. Menciptakan lingkungan dengan suasana rilaks serta tenang dan berikan
dukungan emosional kepada ibu. Kondisi ruangan atau lingkungan tampak tenang
dan ibu mulai kelihatan rilaks karena selalu didampingi oleh suami dan keluarga.
7. Memberitahu ibu tentang kondisi kehamilannya. Ibu mengerti bahwa ia
mengalami kehamilan ektopik terganggu dan bersedia mengakhiri kehamilannya.
8. Memberitahu ibu tentang rencana tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
Ibu mengerti dan siap dengan segala risiko yang dipilih.
9. Menganjurkan pada ibu untuk bed rest total. Ibu mau mengikuti dan tampak
berbaring di atas tempat tidur dalam posisi terlentang.
10. Menganjurkan pada ibu dan suami untuk mengungkapkan perasaan khawatir,
kehilangan, dan kesedihan yang dirasakan. Ibu tampak bersedih dan meneteskan
air mata saat bercerita tentang kehamilan pertamanya yang keguguran. Dan ingin
sekali memiliki anak dari kehamilan yang keduanya.
11. Penatalaksanaan pemberian terapi cairan intravena. Tampak terpasang infus
dengan cairan RL (Ringer Laktat) 28 tetes/menit.
12. Penatalaksanaan terapi dokter spesialis obstetri dan ginekologi seperti pemberian
obat analgetik, antibiotik, dan anti perdarahan. Cefotaxime 1 gr IV, Ranitidin 50
mg (2 ml) IV, Asam traneksamat 3 x 1 IV, dan Ketorolac 4 x 1 IV.
13. Menginformasikan pada ibu tentang hasil pemeriksaannya. Ibu mengerti
penjelasan yang diberikan dan bersedia bekerja sama terhadap tindakan yang akan
diberikan.
A. Data Subjektif
1. Ibu belum merasakan adanya pergerakkan janin.
2. Ibu mengatakan mengeluarkan flek-flek darah dan jaringan dari jalan lahir dan
perut bagian bawa terasa nyeri.
3. Keluar darah sedikit-sedikit dirasakan sejak usia kehamilan ± 7 minggu.
4. Ibu mengatakan pernah mengalami abortus 1 kali.
5. Ibu mengeluh nyeri pada abdomen bagian bawah.
6. Keluhan nyeri yang dirasakan hilang timbul.
7. Keluhan yang dirasakan mengganggu aktivitas ibu.
8. Nyeri bertambah pada saat ibu banyak bergerak.
9. Ibu mengatakan sudah tidak cemas lagi dengan kehamilannya saat ini.
10. Ibu mengerti tentang kondisinya bahwa ia mengalami kehamilan ektopik
terganggu dan harus segera dioperasi.
11. Ibu mengatakan kehamilan ini direncanakan oleh ibu dan suami.
12. Ibu ingin sekali memiliki anak dari kehamilannya sekarang.
13. Hubungan ibu dengan keluarga dan petugas baik.
B. Data Objektif
1. Uterus teraba keras.
2. Portio teraba lunak.
3. Tinggi fundus uteri 1 jari di atas simphysis.
4. Ada pengeluaran darah dan stolsel pervaginam.
5. Pada pemeriksaan Ultrasonografi (USG) terlihat kantong kehamilan di luar
uterus dan konsepsi pada tuba fallopi.
6. Nyeri tekan pada daerah simphysis.
7. Ekpresi wajah tampak meringis.
8. Ibu tampak hati-hati saat bergerak.
9. Ekspresi wajah tampak tegang.
10. Konjungtiva agak pucat.
11. Tanda-tanda vital :
a. TD : 110/80 mmHg
b. Nadi : 82 x/menit
c. Suhu : 36ºC
d. Respirasi : 22 x/menit
C. Assesment
Kehamilan ektopik terganggu dan masalah nyeri pada perut bagian bawah disertai
kecemasan dan potensial terjadi syok hipovolemik.
D. Planning
Tanggal 27 September 2014 jam 09.15 WITA
1. Mengobservasi perdarahan pervaginam setiap 8 jam. Dan tampak ada
pengeluaran flek-flek darah pervaginam yang intermiten.
2. Mengobservasi keadaan ibu dan vital sign setiap 8 jam. Ditemukan hasil :
keadaan umum baik, TD : 110/80 mmHg, Nadi : 82 x/menit, Suhu : 36ºC, dan P :
22 x/menit.
3. Mengkaji adanya tanda-tanda syok hipovolemik. Tidak ditemukan adanya tanda-
tanda syok hipovolemik seperti nadi cepat dan lemah, akral dingin, dan CRT > 2
detik.
4. Mencatat karakteristik nyeri. Nyeri tekan pada uterus saat perabaan dan ibu
mengatakan nyeri pada perut bagian bawah tembus ke belakang.
5. Mengajarkan tekhnik relaksasi dan atau nafas dalam. Ibu mau melakukan tekhnik
relaksasi dan nafas dalam yang diajarkan dengan mandiri.
6. Menciptakan lingkungan dengan suasana rilaks serta tenang dan berikan
dukungan emosional kepada ibu. Kondisi ruangan atau lingkungan tampak tenang
dan ibu mulai kelihatan rilaks karena selalu didampingi oleh suami dan keluarga.
7. Memberitahu ibu tentang kondisi kehamilannya. Ibu mengerti bahwa ia
mengalami kehamilan ektopik terganggu dan bersedia mengakhiri kehamilannya.
8. Memberitahu ibu tentang rencana tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
Ibu mengerti dan siap dengan segala risiko yang dipilih.
9. Menganjurkan pada ibu untuk bed rest total. Ibu mau mengikuti dan tampak
berbaring di atas tempat tidur dalam posisi terlentang.
10. Menganjurkan pada ibu dan suami untuk mengungkapkan perasaan khawatir,
kehilangan, dan kesedihan yang dirasakan. Ibu tampak bersedih dan meneteskan
air mata saat bercerita tentang kehamilan pertamanya yang keguguran. Dan ingin
sekali memiliki anak dari kehamilan yang keduanya.
11. Penatalaksanaan pemberian terapi cairan intravena. Tampak terpasang infus
dengan cairan RL (Ringer Laktat) 28 tetes/menit.
12. Penatalaksanaan terapi dokter spesialis obstetri dan ginekologi seperti pemberian
obat analgetik, antibiotik, dan anti perdarahan. Cefotaxime 1 gr IV, Ranitidin 50
mg (2 ml) IV, Asam traneksamat 3 x 1 IV, dan Ketorolac 4 x 1 IV.
13. Menginformasikan pada ibu tentang hasil pemeriksaannya. Ibu mengerti
penjelasan yang diberikan dan bersedia bekerja sama terhadap tindakan yang akan
diberikan.
14. Operasi akan dilaksanakan tanggal 27 September 2014 jam 11.50 WITA dengan
indikasi Ruptur Tuba Pors Ampularis, nama atau jenis operasi : Salpingektomi,
jenis anastesi : SAB, spesialis bedah : dr. Nursanty A.P, SpOG.