Anda di halaman 1dari 89

Hal : MEMORI KASASI

Atas Putusan Pengadilan Tinggi Semarang


No. 286/Pid/2006/PT.Smg Tanggal 17 Januari 2007

Kepada Yth.
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
Di
JAKARTA

Melalui

Ketua Pengadilan Negeri Surakarta


Di
SURAKARTA

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini kami ;

Drs. SUWANTA, SH ZAINAL ABIDIN, SH


DYAH LIESTRINGSIH, SH BAMBANG TRI HARYANTO, SH

Advokat berkantor di POSBAKUM (Pos Bantuan Hukum) DPC IKADIN Surakarta Jl.
Songgorunggi 17 A Laweyan, Kota Surakarta
Berdasar Surat Kuasa Khusus tanggal 5 Maret 2007.
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama serta demi kepentingan hukum klien kami
Nama : TEGUH SUBAKRI, BA
Umur : 53 Tahun / 15 Maret 1953
Pekerjaan : PNS Guru SMUN 6 Surakarta
Agama : Islam
Alamat : Jl. Penjalan, Rt. 03 / Rw. 04, Gandekan, Jebres, Kota
Surakarta

Dengan ini mengajukan Memori KASASI atas keberatan putusan Pengadilan Tinggi
Jawa Tengah No.286/Pid/2006/PT.Smg tanggal 17 Januari 2007 Jo Putusan Pengadilan
Negeri Surakarta No. 223/PidB/2006/PN.Ska tanggal 25 September 2006 yang amar
putusannya sebagai berikut :
1. Menerima permintaan pemeriksaan banding dari Terdakwa--------------------------
2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surakarta tanggal 25 September 2006
Nomor 223/Pid.B/2006/PN.Ska yang dimohonkan banding tersebut----------------
3. Membebankan biaya perkara dalam dua tingkat peradilan kepada terdakwa, yang
dalam tingkat banding sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah)-----------------------

Bahwa adapun dasar dan alasan Terdakwa mengajukan Memori KASASI adalah
sebagai berikut :
1. Bahwa pengajuan memori kasasi oleh Terdakwa telah sesuai dengan
tenggang waktu yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi Semarang yang
diterima Terdakwa tanggal 22 Februari 2007, pada tanggal 26 February 2007
Terdakwa mengajukan Permohonan Kasasi dan selanjutnya tanggal 5 Maret
2007 Terdakwa mengajukan memori kasasi, sehingga permohonan kasasi
Terdakwa telah memenuhi undang-undang maka dapatlah diterima.

2. Bahwa Pengadilan Tinggi Semarang telah salah dalam penerapan


hukumnya karena hanya mengambil alih pertimbangan hukum Putusan
Pengadilan Negeri Surakarta, yang mana seharusnya Pengadilan Tinggi
Semarang seharusnya juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dalam
requestor Jaksa Penuntut Umum yang menyebutkan Terdakwa belum pernah
dihukum, Terdakwa sudah meminta ma’af dan tidak berbelit-belit serta berterus
terang dalam pemeriksaan.
Bahwa senyatanya selama proses persidangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Surakarta dibawah tekanan ormas Islam (Majelis Mujahidin Indonesia
Surakarta/MMI) yang selalu hadir dan membuat proses persidangan tidak
obyektif (contempt of court) sehingga dalam memutus perkara Majelis Hakim
tidak ada kekuasaan yang bebas dan merdeka (under pressure). Jelas dalam hal
ini Terdakwa yang dirugikan.

3. Bahwa Pengadilan Tinggi Semarang telah salah dalam penerapan


hukumnya yang berhubungan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum
sehubungan dengan penerapan pasal 156a huruf a KUHP “ bahwa pasal 1
sampai dengan pasal 3 Pen. Pres. No, 1 Tahun 1965 adalah merupakan pasal-
pasal yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan antara yang satu
dengan yang lainnya, sedangkan dalam pasal 4 Pen.Pres. No. 1 Tahun 1965
adalah merupakan pasal yang berdiri sendiri dan merupakan bagian dari salah
satu pasal dalam KUHP yaitu pasal 156a”

Bahwa jelas pasal 1 sampai dengan pasal 4 dalam Pen.Pres. No. 1 Tahun 1965
adalah merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan atau saling
berhubungan, maka untuk dapat dikenakan pasal 156a KUHP haruslah
memenuhi syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pen.Pres. No. 1 Tahun
1965 pasal 1 sampai dengan pasal 4.

Bahwa dengan demikian jelas setiap orang perorangan atau orang dalam suatu
organisasi yang diduga melakukan perbuatan atau mengusahakan dukungan
umum yang bertujuan melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di
Indonesia baru dapat dikenakan pasal 156a KUHP apabila telah terpenuhi unsur-
unsur yang dimaksud dalam Pen.Pres. No. 1 Tahun 1965 tersebut, yaitu “barang
siapa melanggar sebagaimana pasal tersebut diatas (pasal 156a huruf a KUHP)
diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu
dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/ Jaksa Agung dan
Menteri Dalam Negeri.

Jelas hal tersebut Terdakwa tidak pernah mendapat peringatan keras


sebagaimana dimaksud dalam Pen.Pres. No. 1Tahun 1965, justeru ketika
Terdakwa mengucapkan “Koran buatan, Qur’an juga buatan” (Koran gawean,
Qur’an ya gawean) yang diucapkan dalam ruangan Guru SMU 6 Surakarta
Terdakwa langsung meminta ma’af kepada teman-teman guru yang ada di
ruangan tersebut, selain hal tersebut Terdakwa juga tidak pernah mengulangi
perbuatan tersebut.

Bahwa sebagaimana “jiwa” dalam pasal 3 Pen.Pres. No. 1 Tahun 1965,


disebutkan “Mereka yang bisa dipidana apabila masih melanggar ketentuan
pasal 1 (pengulangan perbuatan)”, yang mana dalam perkara ini Terdakwa
sebelum proses hukum telah memohon ma’af kepada umat Islam aquo saksi Drs.
Hj. Churry Martiningsih, Drs. Sudadi Mulyono, Drs. Kismanto, Drs. Muslimin,
Dra. Sri Murwani dan MMI (Majelis Mujahidin Indonesia) Surakarta.

3. Bahwa menurut pendapat Prof. Sudarto, SH Guru Besar Fakultas Hukum


Universitas Diponegoro, Semarang dalam buku Sari Kuliah Hukum Pidana 1
dijelaskan “orang yang bisa dipidana adalah apabila orang tersebut melakukan
tindakannya mempunyai niat jahat (MANS REA).

Bahwa sebagaimana fakta-fakta dalam persidangan para saksi-saksi


menerangkan ucapan terdakwa diucapkan dalam spontanitas dan kelakar,
dengan demikian jelas dan nyata niat jahat (MANS REA) terhadap diri
Terdakwa sama sekali tidak ada sehingga unsur dengan sengaja dalam pasal ini
sama sekali tidak terbukti dan tidak terpenuhi.

4. Bahwa Pengadilan Tinggi Semarang telah salah dalam penerapan hukum dengan
hanya mengambil alih pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Surakarta
sehubungan dengan unsur di muka umum, karena jelas yang dimaksud dimuka
umum adalah suatu tempat umum atau ruangan terbuka dimana setiap orang
umum dapat melihat, melewati atau menggunakan ruang terbuka tersebut yang
sifatnya umum.

Bahwa dalam perkara ini Terdakwa saat mengucapkan kalimat “Koran buatan,
Qur’an buatan” ditempat ruang khusus guru SMAN 6 Surakarta bagian selatan
yang sifatnya khusus dalam artian tidak semua orang umum boleh masuk dalam
ruangan tersebut aquo hanya untuk para Guru SMAN 6 Surakarta.

Bahwa dengan demikian jelas dan nyata unsur dimuka umum dalam perkara ini
tidak terbukti, oleh karena itu kami mohon kepada Mahkamah Agung Republik
Indonesia untuk mempertimbangkannya kembali, lebih-lebih perkara ini
muncul adanya Laporan dari MMI (Majelis Mujahidin Indonesia) Surakarta
yang secara fakta tidak mengetahui secara pasti ketika Terdakwa mengucapkan
“Koran karangan, Qur’an karangan”.

5. Bahwa selama proses persidangan sama sekali tidak diketemukannya unsur sifat
melanggar hukum atau Wederrechtelijkbeid yang terdapat dalam pasal 156a
huruf a KUHP sebagai unsur-unsur obyektif suatu tindak pidana. Yang mana
unsur-unsur obyektif yang dimaksud adalah unsur-unsur yang melekat pada diri
Terdakwa atau yang berhubungan dengan terdakwa dan termasuk ke dalamnya
yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.
Dengan demikian alasan pembenar dan alasan pema’af dapat menghapuskan
Terdakwa dari tanggung jawab pidana telah terpenuhi sebagaimana yang
terungkap dalam fakta persidangan sebagai berikut :

 Bahwa maksud omongan Terdakwa adalah kelakar belaka, artinya dalam


bahasa Jawa adalah guyon. Hal ini merupakan ungkapan dari perasaan dan
pemikiran yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan penghinaan terhadap
Al Qur’an. Oleh karenanya, apabila yang disebut guyon dalam budaya Jawa
itu dimaknai apa yang tersurat yang ditanggapi dengan pasal-pasal hukum
sebagai pelangaran hukum, maka hal ini merupakan langkah menjauh dari
tertib hukum, karena dalam budaya Jawa memang ada yang namanya guyon.
 Bahwa para saksi hanya mendengar informasi, seperti mendengar gossip lalu
bersaksi di persidangan, akan tetapi saksi mengaku mendengar sendiri
namun memberikan kesaksian yang berbeda bukan hanya berbeda dalam
kalimatnya tetapi juga berbeda bahasanya, ada yang menggunakan bahasa
Melayu ada pula yang menggunakan bahawa Jawa, adalah sangat tidak
meyakinkan. Dalam kesaksiannya Dra. Churry Martiningsih yang
merupakan saksi utama dalam perkara ini juga melaporkan secara tertulis
bahwa “Terdakwa telah menyampaikan kelakar atau humor bahwa ayat suci
Al Qur’an adalah buatan manusia sehingga dapat diubah” (bukti terlampir).
Ada lagi keterangan saksi Drs. Muslimin yang mengatakan bahwa para saksi
sebelum diperiksa di Poltabes Surakarta terlebih dahulu dikumpulkan untuk
dilakukan pengarahan yang pada dasarnya untuk menyamakan persepsi
terhadap para saksi lain, maksudnya dalam memberikan keterangan para
saksi biar sama semua.

 Bahwa didalam Repliknya JPU memperkarakan kata karangan dan buatan/


digawe bahwasanya kedua kata tersebut disamakan substansinya dengan
mengambil kutipan dari Kamus Lengkap Bahasa Indonesia terbitan Balai
Pustaka, dimana hal tersebut menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
yang disusun oleh Drs. Hendra Yuliawan, Penerbit Pustaka Mandiri
Surakarta, 2006 arti karangan adalah menyusun, merangkai bunga, dan
sebagainya, sedangkan arti kata buat adalah guna, untuk, dan kepada. Jadi
karangan substansinya karya cipta, berarti sama dengan create sedangkan
dibuat/ digawe substansinya adalah hasil karya, sama dengan produce, jadi
substansinya sangat berbeda, contoh : garam dan Indoinesia Raya. Garam
adalah ciptaan Tuhan, dibuat oleh manusia, yaitu petani garam, sedangkan
Indonesia Raya adalah sebuah lagu karangan W.R. Supratman. Jadi “
karangan “ adalah karya cipta/ tulisan dan “ dibuat “ adalah diproduksi/
ditulis.

 Bahwa maksud Terdakwa mengucapkan “Al Qur’an itu digawe” adalah dalam
bentuk fisiknya, bahwa dalam kitab suci Al Qur’an pasti tertulis kalimat
“Dicetak dan diterbitkan oleh suatu Penerbit atau Percetakan”, jadi kata
buatan/ digawe bukan kata yang melanggar hukum.

 Bahwa apalagi dilihat dari konteks munculnya perkataan “Koran digawe,


Qur’an digawe” tersebut adalah karena adanya berita surat kabar yang
dianggap sensasional “ini ada dosen Profesor kok mati dengan
selingkuhannya”, kemudian secara spontan muncul perkatan tersebut, dan
perkataan ini berhenti pada kata digawe. Kemudian terdakwa langsung
minta ma’af atas perkataannya itu. Oleh karena kalimat berhenti pada kata
digawe, sehingga kalimat belum selesai dengan sempurna. Maksud digawe
itu sebenarnya yang bagaimana, dengan demikian pengertian digawe disini
sangatlah subyektif, tergantung masing-masing orang yang
menterjemahkannya. Dan mengingat seketika itu juga Terdakwa meminta
ma’af, maka logikanya kata-kata tersebut mengandung maksud agar tidak
menimbulkan penafsiran atau maksud negatif. Atas dasar fakta ini maka
jelas Terdakwa tidak ada niat atau tujuan untuk menjelekkan, melecehkan,
atau menghina agama (Kitab Suci Al Qur’an).

 Bahwa keteragan Saksi dan Terdakwa sangat bertentangan, khususnya


perkataan dikarang dan digawe, mengingat keterangan saksi yang
mengatakan bahwa dikarang itu adalah hasil arahan sebelum sidang
dan/atau para saksi sebelum dilakukan penyidikan terlebih dahulu
dikumpulkan dan diarahkan untuk memberikan keterangan yang sama, hal
ini berdasar fakta keterangan saksi Drs. Muslimin.

6. Bahwa pada kenyataannya kami masih yakin apa yang disebut keadilan
berdasarkan pertimbangan moral, yakni layakkah orang yang sudah menjalankan
tugas Negara sebagai seorang guru yang mengucapkan dengan kelakar yang atas
ucapannya itu telah dimintakan ma’af tidak dipertimbangkannya ? .

Bahwa dengan permohonan ma’af Terdakwa kepada para teman Guru dan
organisasi MMI, apakah kemudian dianggap bersalah lantas dihukum ? Tidak
adakah keadilan itu dibuat atau disusun berdasarkan pertimbangan moral ?
Apakah kenyataan yang demikian ini harus dihapuskan dengan alasan semata-
mata pertimbangan hukum formal ? Didalam Agama Islam, nyawa manusia
lebih mahal dari dunia dan seisinya. Dan inilah yang telah dilakukan Terdakwa
terhadap ucapannya yang mengatakan “Koran buatan, Qur’an juga buatan” yang
kemudian atas ucapannya itu terdakwa minta ma’af haruskan ini dihapuskan
karena keadilan berdasarkan proses hokum formal belaka ?

Bahwa Majelis Hakim seharusnya dalam memutus Terdakwa tidak hanya


dengan pertimbangan hukum formal saja, melainkan haruslah Moral Justice dan
Social Justice dipertimbangkannya, hal ini sangat penting untuk menentukan
nasib Terdakwa yang didalamnya terdapat anak dan isteri yang membutuhkan
seorang figure ayah sebagai tulang punggung keluarga.

Bahwa selain hal tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam
mempertimbangkan dan memutus terhadap diri Terdakwa penuh dengan
tekanan, karena setiap persidangan digelar selalu didemo, dicemooh dan dicaci
maki oleh MMI (Majelis Mujahidin Indonesia) Surakarta, sehingga hakim
dalam memutus perkara tidak independen, tidak merdeka, dan tidak bebas
dengan sendirinya tidak obyektif.

Bahwa untuk itu kami Team Penasehat Hukum Terdakwa Teguh Subakri, BA
mohon kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia selaku benteng keadilan
yang tertinggi berkenan untuk memberi putusan sesuai rasa keadilan sebagai berikut :
1. Menerima dan mengabulkan Permohonan KASASI Terdakwa

2. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 223/PidB/2006/PN.Ska


tanggal 25 September 2006 yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi
Semarang No.286/Pid/2006/PT.Smg tanggal 17 Januari 2007

3. Mengadili sendiri :
- Membebaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum
ATAU
- Mohon Putusan yang seringan ringannya

Demikian memori KASASI ini disampaikan dan terimakasih

Surakarta, 6 Maret 2007


Hormat kami,
Tim Penasehat Hukum

Drs. Suwanta, SH Zainal Abidin, SH

Dyah Liestriningsih, SH Bambang Tri Haryanto, SH


Hal : MEMORI BANDING
Putusan Pengadilan Negeri Surakarta
Tanggal 25 September 2006

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah
Di
SEMARANG

Melalui

Ketua Pengadilan Negeri Surakarta


Di
SURAKARTA

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini kami ;

Drs. SUWANTA, SH ZAINAL ABIDIN, SH


DYAH LIESTRINGSIH, SH BAMBANG TRI HARYANTO, SH
Advokat berkantor di POSBAKUM (Pos Bantuan Hukum) DPC IKADIN
Surakarta Jl. Songgorunggi 17 A Laweyan, Kota Surakarta

Berdasar Surat Kuasa Khusus tanggal 25 September 2006.


Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama serta demi kepentingan hukum
klien kami :

Nama : TEGUH SUBAKRI, BA


Umur : 53 Tahun / 15 Maret 1953
Pekerjaan : PNS Guru SMUN 6 Surakarta
Agama : Islam
Alamat : Jl. Penjalan, Rt. 03 / Rw. 04, Gandekan, Jebres, Kota
Surakarta

Dengan ini mengajukan Banding atas keberatan putusan Pengadilan Negeri


Surakarta No. 233/PidB/2006/PN.Ska tanggal 25 September 2006 yang amar
putusannya sebagai berikut :

7. Menyatakan bahwa Terdakwa Teguh Subakri, BA telah terbukti secara


sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penodaan
Agama”

8. Menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun

9. Menghukum Terdakwa untuk membayar beaya perkara sebesar Rp.


500,-

Bahwa adapun dasar dan alasan Terdakwa mengajukan banding atas


keberatan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 233/PidB/2006/PN.Ska
tanggal 25 September 2006 adalah sebagai berikut :

1. Bahwa Hakim Pengadilan Negeri Surakarta telah salah dalam


mempertimbangkan hukumnya, karena sebagaimana dalam pembelaan
dan Duplik Penasehat Hukum oleh Majelis Hakim sama sekali tidak
dipertimbangkan, lebih-lebih pembelaan Penasehat Hukum yang bersifat
moral justice dan social justice.
2. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta telah salah
dalam pertimbangan hukumnya yang menyebutkan “ bahwa pasal 1
sampai dengan pasal 3 Pen. Pres. No, 1 Tahun 1965 adalah merupakan
pasal-pasal yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan antara
yang satu dengan yang lainnya, sedangkan dalam pasal 4 Pen.Pres. No.
1 Tahun 1965 adalah merupakan pasal yang berdiri sendiri dan
merupakan bagian dari salah satu pasal dalam KUHP yaitu pasal 156a”

Bahwa jelas pasal 1 sampai dengan pasal 4 dalam Pen.Pres. No. 1


Tahun 1965 adalah merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dan atau saling berhubungan, maka untuk dapat dikenakan pasal 156a
KUHP haruslah memenuhi syarat sebagaimana yang dimaksud dalam
Pen.Pres. No. 1 Tahun 1965 pasal 1 sampai dengan pasal 4.

Bahwa dengan demikian jelas setiap orang perorangan atau orang


dalam suatu organisasi yang diduga melakukan perbuatan atau
mengusahakan dukungan umum yang bertujuan melakukan penafsiran
tentang suatu agama yang dianut di Indonesia baru dapat dikenakan
pasal 156a KUHP apabila telah terpenuhi unsur-unsur yang dimaksud
dalam Pen.Pres. No. 1 Tahun 1965 tersebut, yaitu “barang siapa
melanggar sebagaimana pasal tersebut diatas (pasal 156a huruf a
KUHP) diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan
perbuatannya itu dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama,
Menteri/ Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

Jelas hal tersebut Terdakwa/Pembanding tidak pernah mendapat


peringatan keras sebagaimana dimaksud dalam Pen.Pres. No. 1Tahun
1965, justeru ketika Terdakwa mengucapkan “Koran buatan, Qur’an juga
buatan” (Koran gawean, Qur’an ya gawean) yang diucapkan dalam
ruangan Guru SMU 6 Surakarta Terdakwa langsung meminta ma’af
kepada teman-teman guru yang ada di ruangan tersebut, selain hal
tersebut Terdakwa juga tidak pernah mengulangi perbuatan tersebut.

Bahwa sebagaimana “jiwa” dalam pasal 3 Pen.Pres. No. 1 Tahun 1965,


disebutkan “Mereka yang bisa dipidana apabila masih melanggar
ketentuan pasal 1 (pengulangan perbuatan)”, yang mana dalam perkara
ini Terdakwa sebelum proses hokum telah memohon ma’af kepada umat
Islam aquo saksi Drs. Hj. Churry Martiningsih, Drs. Sudadi Mulyono, Drs.
Kismanto, Drs. Muslimin, Dra. Sri Murwani dan MMI (Majelis Mujahidin
Indonesia) Surakarta.

3. Bahwa menurut pendapat Prof. Sudarto, SH Guru Besar Fakultas


Hukum Universitas Diponegoro, Semarang dalam buku Sari Kuliah
Hukum Pidana 1 dijelaskan “orang yang bisa dipidana adalah apabila
orang tersebut melakukan tindakannya mempunyai niat jahat (MANS
REA).

Bahwa dalam perkara ini jelas Majelis Hakim Pengadilan Negeri


Surakarta sama sekali tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang
terungkap dalam persidangan sebagaimana pembelaan yang
disampaikan oleh Tim Penasehat Hukum Terdakwa, tentang keterangan
para saksi-saksi yang menerangkan ucapan terdakwa diucapkan dalam
spontanitas dan kelakar.

Dengan demikian jelas dan nyata niat jahat (MANS REA) terhadap diri
Terdakwa sama sekali tidak ada sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut
Umum, sehingga jelas dan nyata unsur dengan sengaja dalam pasal ini
sama sekali tidak terbukti dan tidak terpenuhi.

10. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta tidak dapat


menemukan unsur sifat melanggar hukum atau Wederrechtelijkbeid yang
terdapat dalam pasal 156a huruf a KUHP sebagai unsur-unsur obyektif
suatu tindak pidana. Yang mana unsur-unsur obyektif yang dimaksud
adalah unsur-unsur yang melekat pada diri Terdakwa atau yang
berhubungan dengan terdakwa dab termasuk ke dalamnya yaitu segala
sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.
Dengan demikian alasan pembenar dan alasan pema’af dapat
menghapuskan Terdakwa dari tanggung jawab pidana telah terpenuhi
sebagaimana yang terungkap dalam fakta persidangan sebagai berikut :

11. Bahwa Terdakwa sebagaimana dalam surat Tuntutan Jaksa Penuntut


Umum telah didakwa melakukan penghinaan terhadap Al Qur’an
yang merupakan kitab suci agama Islam sebagaimana diatur dalam
pasal 156a huruf a KUHP, dengan mengucapkan “Koran itu
karangan, wong Al Qur’an ugo karangan” (Koran itu karangan, Al
Qur’an juga karangan) sebagaimana keterangan saksi Drs. H. Sudadi
Mulyono, MSi, Dra. Sri Murwani, Dra. Churry Martiningsih, Drs.
Muslimin M Ed, dan Mujiati SPd. Oleh Terdakwa keterangan para
saksi ditolak, yang benar Terdakwa mengatan “Koran iku digawe, Al
Qur’an ugo digawe” (Koran itu dibuat, Al Qur’an juga dibuat).

12. Bahwa maksud omongan Terdakwa adalah kelakar belaka, artinya


dalam bahasa Jawa adalah Guyon. Hal ini merupakan ungkapan dari
perasaan dan pemikiran yang sama sekali tidak ada kaitannya
dengan penghinaan terhadap Al Qur’an. Oleh karenanya, apabila
yang disebut guyon dalam budaya Jawa itu dimaknai apa yang
tersurat yang ditangapi dengan pasal-pasal hukum sebagai
pelangaran hukum, maka hal ini merupakan langkah menjauh dari
tertib hukum, karena dalam budaya Jawa memang ada yang
namanya guyon.

13. Bahwa para saksi hanya mendengar informasi, seperti mendengar


gossip lalu bersaksi di persidangan, akan tetapi saksi mengaku
mendengar sendiri namun memberikan kesaksian yang berbeda
bukan hanya berbeda dalam kalimatnya tetapi juga berbeda
bahasanya, ada yang menggunakan bahasa Melayu ada pula yang
menggunakan bahawa Jawa, adalah sangat tidak meyakinkan.
Dalam kesaksiannya Dra. Churry Martiningsih yang merupakan saksi
utama dalam perkara ini juga melaporkan secara tertulis bahwa
“Terdakwa telah menyampaikan kelakar atau humor bahwa ayat suci
Al Qur’an adalah buatan manusia sehingga dapat diubah” (bukti
terlampir). Ada lagi keterangan saksi Drs. Muslimin yang mengatakan
bahwa para saksi sebelum diperiksa di Poltabes Surakarta terlebih
dahulu dikumpulkan untuk dilakukan pengarahan yang pada
dasarnya untuk menyamakan persepsi terhadap para saksi lain,
maksudnya dalam memberikan keterangan para saksi biar sama
semua. Bahkan kedua saksi yang telah diajukan oleh JPU tidak dapat
membuktikan Terdakwa telah bersalah dalam dugaan penodaan
agama.

14. Bahwa didalam Repliknya JPU memperkarakan kata karangan dan


buatan/ digawe bahwasanya kedua kata tersebut disamakan
substansinya dengan mengambil kutipan dari Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, dimana hal tersebut
menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia yang disusun oleh Drs.
Hendra Yuliawan, Penerbit Pustaka Mandiri Surakarta, 2006 arti
karangan adalah menyusun, merangkai bunga, dan sebagainya,
sedangkan arti kata buat adalah guna, untuk, dan kepada. Jadi
karangan substansinya karya cipta, berarti sama dengan create
sedangkan dibuat/ digawe substansinya adalah hasil karya, sama
dengan produce, jadi substansinya sangat berbeda, contoh : garam
dan Indoinesia Raya. Garam adalah ciptaan Tuhan, dibuat oleh
manusia, yaitu petani garam, sedangkan Indonesia Raya adalah
sebuah lagu karangan W.R. Supratman. Jadi “ karangan “ adalah
karya cipta/ tulisan dan “ dibuat “ adalah diproduksi/ ditulis.

15. Jadi Tim Pembela Terdakwa sangatlah tidak sependapat dalam


pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama yang telah menuduh
ataupun memutuskan perkataan atau ucapan yang disampaikan oleh
Terdakwa tersirat bahwa Terdakwa menyamakan atau mensejajarkan
Al Qur’an dengan Koran, yang menurut Terdakwa adalah karangan.
Sebagaimana terurai dalam pertimbangan tersebut, terdakwa telah
menyinggung perasaan umat Islam dan menodai agama Islam yang
termasuk salah satu agama yang dianut rakyat Indonesia dan telah
menimbulkan reaksi masyarakat.

16. Bahwa maksud Terdakwa mengucapkan “Al Qur’an itu digawe”


adalah dalam bentuk fisiknya, bahwa dalam kitab suci Al Qur’an pasti
tertulis kalimat “Dicetak dan diterbitkan oleh suatu Penerbit atau
Percetakan”, jadi kata buatan/ digawe bukan kata yang melanggar
hukum.

17. Bahwa dalam pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama


menyebutkan bahwa Terdakwa berprofesi sebagai seorang guru,
tidak sepantasnya mengucapkan kalimat tersebut, kami tidak
sependapat, justeru sebaliknya dalam hal ini dinilai dari logika dan
kepatutan. Apakah mungkin Terdakwa yang mempunyai kapasitas
demikian sengaja melakukan hal tersebut , jelas hal ini secara logika
dan kepatutan tidak mungkin, apalagi dilihat dari konteks munculnya
perkataan tersebut, dimana munculnya perkataan tersebut atas dasar
berita surat kabar yang dianggap sensasional, kemudian secara
spontan muncul perkatan tersebut, dan perkataan ini berhenti pada
kata digawe. Kemudian terdakwa sadar seketika itu langsung minta
ma’af. Oleh karena kalimat berhenti pada kata digawe, sehingga
kalimat belum selesai dengan sempurna. Maksud digawe itu
sebenarnya yang bagaimana, dengan demikian pengertian digawe
disini sangatlah subyektif, tergantung masing-masing orang yang
menterjemahkannya. Dan mengingat seketika itu juga Terdakwa
meminta ma’af, maka logikanya kata-kata tersebut mengandung
maksud agar tidak menimbulkan penafsiran atau maksud negatif.
Atas dasar fakta ini maka jelas disini Terdakwa tidak ada niat atau
tujuan untuk menjelekkan, melecehkan, atau menghina agama (Kitab
Suci Al Qur’an).
18. Bahwa keteragan Saksi dan Terdakwa sangat bertentangan,
khususnya perkataan dikarang dan digawe, mengingat keterangan
saksi yang mengatakan bahwa dikarang itu adalah hasil arahan
sebelum sidang, maka untuk meneguhkan kebenaran, mohon
diangkat Sumpah Desecoir (penentu) sesuai dengan agama atau
kepercayaan masing-masing. Oleh karena baik Terdakwa maupun
Saksi beragama Islam, maka mohon untuk diadakan Sumpah
Pocong.

5. Bahwa selain hal-hal tersebut diatas, Majelis Hakim Pengadilan Negeri


Surakarta tidak mempertimbangkan pembelaan Terdakwa maupun
Penasehat Hukum tentang moral juctice, karena secara fakta di
persidangan Terdakwa secara jelas dan terang telah menyampaikan
permohonan ma’af kepada para guru SMA 6 Surakarta dan MMI (Majelis
Mujahidin Indonesia) Surakarta, lebih-lebih Terdakwa adalah seorang
Guru yang sudah mengabdi 27 tahun untuk kepentingan umum (para
siswa SMU 6 Surakarta), namun hal ini oleh Pengadilan Tingkat pertama
justeru pengabdian Terdakwa yang sudah 27 tahun dianggap sebagai
perbuatan yang tidak pantas, hal ini jelas bertolak belakang dengan apa
yang telah dilakukan oleh Terdakwa selama 27 tahun dalam
pengabdiannya sebagai seorang guru.

Bahwa untuk mengukur perbuatan Terdakwa Teguh Subakkri, BA


menurut pertimbangan keadilan berdasarkan formal hukum belaka
tidaklah cukup untuk menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan
menurut hukum telah melakukan perbuatan dengan maksud untuk
menghasut dan atau melecehkan umat beragama yang dianut di
Indonesia (Agama Islam) sebagaimana yang dimaksud dalam pasal
156a huruf a KUHP.
Namun pada kenyataannya masih ada apa yang disebut keadilan
berdasarkan pertimbangan moral, yakni layakkah orang yang sudah
menjalankan tugas Negara sebagai seorang guru yang mengucapkan
dengan kelakar yang kemudian atas ucapannya itu telah dimintakan
ma’af ? Hal ini sama sekali Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta
tidak pernah mempetimbangkannya dalam memutus terhadap diri
Terdakwa.

Bahwa dengan permohonan ma’af Terdakwa kepada para teman Guru


dan organisasi MMI, apakah kemudian dianggap bersalah lantas
dihukum ? Tidak adakah keadilan itu dibuat atau disusun berdasarkan
pertimbangan moral ? Apakah kenyataan yang demikian ini harus
dihapuskan dengan alasan semata-mata pertimbangan hukum formal ?
Didalam Agama Islam, nyawa manusia lebih mahal dari dunia dan
seisinya. Dan inilah yang telah dilakukan Terdakwa terhadap ucapannya
yang mengatakan “Koran buatan, Qur’an juga buatan” yang kemudian
atas ucapannya itu terdakwa minta ma’af haruskan ini dihapuskan
karena keadilan berdasarkan proses hokum formal belaka ?

Bahwa Majelis Hakim seharusnya dalam memutus Terdakwa tidak


hanya dengan pertimbangan hukum formal saja, melainkan haruslah
Moral Justice dan Social Justice dipertimbangkannya, hal ini sangat
penting untuk menentukan nasib Terdakwa.

Terhadap hal-hal tersebut, jelas Majelis Hakim Pengadilan Negeri


Surakarta tidak pernah mempertimbangkannya dalam menentukan nasib
anak istri Terdakwa selaku tulang punggung keluarga dari pertimbangan
moral justice dan social justice.

Bahwa selain hal tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta


dalam mempertimbangkan dan memutus terhadap diri Terdakwa penuh
dengan tekanan, karena setiap persidangan digelar selalu didemo,
dicemooh dan dicaci maki oleh MMI (Majelis Mujahidin Indonesia)
Surakarta, sehingga hakim dalam memutus perkara tidak independen,
tidak merdeka, dan tidak bebas dengan sendirinya tidak obyektif.

19. Bahwa untuk itu mohon Bapak Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah di
Semarang berkenan untuk memeriksa dan menghadirkan saksi a de
Charge terhadap diri Terdakwa, yang bernama :

Nama : ANWAR SYUHURI


Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tgl. Lahir : Madiun, 09 Maret 1963
Agama : Islam
Status Kawin : Kawin
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Candi RT 01/ RW 12 Kelurahan Cemani,
Kecamatan Grogol, Sukoharjo.

Nama : MUHAMMAD TAUFIQ, SH. MH


Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tgl. Lahir : Surakarta, 24 September 1964
Agama : Islam
Status Kawin : Kawin
Pekerjaan : Advokat
Alamat : Jl. Kawung No. 1 RT 03 RW 09 Kel. Sondakan
Kec. Laweyan, Kota Surakarta.

Bahwa untuk itu kami Team Penasehat Hukum mohon kepada Ketua
Pengadilan Tinggi Jawa Tengah berkenan untuk memberi putusan sebagai
berikut :
4. Menerima dan mengabulkan Permohonan BANDING terhadap Terdakwa
untuk seluruhnya
5. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri
6. Mengadili sendiri :
- Membebaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum
Demikian memori banding ini disampaikan dan terimakasih

Surakarta, 9 Oktober 2006

Hormat kami,
Tim Penasehat Hukum

Drs. Suwanta, SH Zainal Abidin, SH

Dyah Liestriningsih, SH Bambang Tri Haryanto, SH


MEMORI BANDING

PERKARA PIDANA No. 223/Pid.B/2006/PN. SKA

Atas nama Terdakwa :

TEGUH SUBAKRI, BA

DPC IKADIN SURAKARTA


POSBAKUM
(Pos Bantuan Hukum)
2006
DULPLIK
PERKARA PIDANA No. 223/Pid.B/2006/PN. Surakarta
Atas nama Terdakwa

Nama : TEGUH SUBAKRI, BA


Tempat lahir : Surakarta
Umur / tgl lahir : 52 tahun / 15 Maret 1954
Jenis kelamin : Laki – laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Penjalan, Rt. 003 / 004, Gandekan, Jebres,
Kota Surakarta
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (Guru SMUN 6 Surakarta)
Pendidikan : Sarjana Muda

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Majelis Hakim yang Terhormat,


Jaksa Penuntut Umum yang Terhormat
Dan Pengunjung Sidang yang berbahagia
Pertama – tama mari kita panjatkan puji syukur alkhamdulillah kepada
sang Maha Kuasa yang telah memberi Rahmat, hidayah dan karunia-Nya,
karena pada hari ini kita masih diberi kesehatan, keselamatan untuk bersua
dalam acara persidangan yang mulia ini.

Kedua kalinya kami tim penasehat hukum Terdakwa setelah mencermati


dan menelaah Replik Jaksa Penuntut Umum, maka perkenankan dengan ini
menyampaikan Duplik sebagai berikut :

1. Bahwa pada prinsipnya kami Tim Penasehat Hukum tetap pada


pembelaan yang telah disampaikan pada tanggal 6 September 2006.

2. Bahwa kami Tim Penasehat Hukum tidak sependapat dengan Replik


Jaksa Penuntut Umum pada poin nomor 9 perihal “Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan” karena sejarah dan/atau dasar hukum
penambahan pasal baru 156 a KUHP adalah Penetapan Presiden
Republik Indonesia No. 1 Tahun 1965 tentang “Pencegahan, Penyalah
gunaan / atau penodaan agama”

PASAL 1
Setiap orang dilarang dengan sengaja dimuka umum menceritakan,
menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan
penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau
melakukan kegiatan-kegiatan agama yang menyerupai kegiatan-
kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran yang mana menyimpang
dari pokok-pokok ajaran agama itu.

PASAL 2
(1). Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi
PERINTAH dan PERINGATAN KERAS untuk menghentikan
perbuatannya itu didalam suatu keputusan bersama Menteri Agama,
Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri
(2). Apabila setelah dilakukan pelanggaran tersebut dalam pasal 1
dilakukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka
Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan organisasi tersebut
dan menyatakan atau aliran tersebut sepertimbangan dari Menteri
Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

PASAL 3
Apabila setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-
bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam
Negeri atau Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan pasal 2
terhadap orang, organisasi, atau aliran Kepercayaan, MEREKA MASIH
TERUS MELANGGAR ketentuan dalam pasal 1 maka, orang anggota
dan/atau anggota pengurus organisasi yang bersangkutan dari aliran itu
di pidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun.

PASAL 4
Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru pasal
156 a.

Bahwa sebagaimana “jiwa” pasal 3 Penetapan Presiden Republik


Indonesia No. 1 Tahun 1965, disebutkan “Mereka yang bisa dipidana
apabila masih melanggar ketentuan pasal 1 (pengulangan perbuatan)” ,
yang mana dalam perkara ini Terdakwa sebelum proses hukum telah
memohon ma’af kepada umat Islam aquo saksi Dra. Hj. Churry
Martiningsih, Drs. Sudadi Mulyono, Drs. Kismanto, Drs. Muslimin, Dra Sri
Muwarni.

Bahwa dalam rentang diajukannya laporan (tiga bulan) Terdakwa tidak


pernah mengulangi perbuatannya, disamping itu secara tertulis
Terdakwa telah membuat surat pernyataan Permohonan Ma’af dan
mohon bimbingan apabila ada kesalahan terhadap ucapannya yang
ditujukan Umat Islam a quo MMI (Majelis Mujahidin Indonesia )
Surakarta yang saat itu diterima oleh saksi pelapor ENDRO
SUDARSONO.
Bahwa dengan demikian pasal 156 a KUHP dalam perkara ini
tidak dapat diterapkan untuk mendakwa dan menuntut Terhadap diri
Terdakwa.

3. Bahwa kami tidak sependapat dengan Replik Jaksa Penuntut Umum


perihal unsur dengan sengaja, hal ini dapat kami uraikan berdasar fakta-
fakat hukum yang muncul dalam persidangan sebagai berikut :
Bahwa sebagaimana dalam proses persidangan jelas terungkap fakta
yang mana Terdakwa sama sekali tidak ada unsure sengaja untuk
melakukan perbuatan penodaan agama, hal ini terungkap berdasar
keterangan saksi Drs. MUSLIMIN, Dra. CHURRY MARTININGSIH, Dra
SRI MUWARNI dan saksi Drs. H. SUDADI MULYANTO yang
menerangkan bahwa Terdakwa dalam mengucapkan “Koran karangan,
Al Qur’an juga karangan” diucapkan dalam kelakar dalam menanggapi
ucapan Saksi Drs. H. SUDADI MULYANTO yang mengatakan “Ada
Dosen Profesor meninggal dengan selingkuhannya” dan Terdakwa tidak
mengatakan “karangan” tetapi “di gawe” dalam bahasa jawa. Kata
“karangan” tidak identik dengan kata “di buat/di gawe”. Dalam hal ini JPU
telah salah dalam mengutip Kamus Bahasa Indonesia yang diterbitkan
PN.Balai Pustaka “ yang pada pokoknya menyama-artikan makna antara
kalimat karangan dan dibuat mengandung substansi yang sama “, hal
tersebut sangat jelas berbeda makna dari kata “karangan dengan
buatan” Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia (Drs. Hendra
Yuliawan, Penerbit Pustaka Mandiri Surakarta-2006) arti KARANGAN
adalah menyusun, merangkai bunga dan sebagainya, sedangkan BUAT
adalah guna, untuk , kepada. Jadi Karangan substansinya adalah karya
cipta sama dengan “creat”, sedangkan dibuat substansinya adalah hasil
karya sama dengan “produce” jadi substansinya sangatlah berbeda,
Contoh Garam dan Indonesia Raya. Garam ciptaan Tuhan dibuat oleh
manunia, yaitu petani garam, sedangkan Indonesia Raya adalah sebuah
lagu karangan Wr. Supratman. Jadi karangan adalah karya cipta/tulisan
dan di buat adalah di produksi/di tulis.
Bahwa menurut pendapat Prof. SUDARTO, SH Guru besar
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang dalam bukunya Sari
Kuliah Hukum Pidana 1 dijelaskan “orang yang bisa dipidana adalah
apabila orang tersebut dalam melakukan tindakannya mempunyai niat
jahat (MANS REA)”
Bahwa dalam perakara ini jelas terungkap fakta berdasarkan
keterangan para saksi-saksi yang menerangkan ucapan terdakwa
diucapkan dalam spontanitas dan kelakar
Dengan demikian jelas dan nyata niat jahat (MANS REA)
terhadap diri Terdakwa sama sekali tidak ada sebagaimana dakwaan
dan/atau tuntutan Jaksa Penuntut Umum , Sehingga jelas dan nyata
unsure dengan sengaja dalam pasal ini sama sekali tidak terbukti dan
tidak terpenuhi.

4. Bahwa perlu kami tegaskan sebagaimana yang dimaksud dalam unsure


di muka umum menurut Hoetomo, MA tentang “tidak khusus dan tidak
Khas” adalah sebagai berikut :
Bahwa Kantor Guru di SMUN 6 Surakarta bukanlah tempat
umum, hal ini terbukti, yang mana setiap orang yang ingin mencari
seseorang di sekolah baik guru, murid/siswa maupun karyawan haruslah
meminta ijin kepada guru piket maupun satpam yang jaga di sekolah.
Lebih-lebih apabila seseorang yang ingin masuk ke dalam ruangan guru
haruslah meminta ijin/melapor kepada guru piket./jaga perihal
kepentingannya.
Bahwa dalam kalimat harus merupakan suatu kewajiban bagi
setiap orang diluar kapasitas sebagai guru, karyawan maupun
siswa/murid SMUN 6 Surakarta yang ingin masuk dalam ruangan guru
haruslah/wajib meminta ijin, dalam arti setiap orang tidak bisa semaunya
untuk masuk ke dalam ruangan guru SMUN 6 Surakarta a quo bukan
tempat umum
Bahwa dengan demikian jelas ruangan guru SMUN 6 Surakarta
bukan merupakan tempat umum, maka ruangan guru tersebut
merupakan tempat yang bersifat khusus dan khas, sehingga dengan
demikian unsure di muka umum tidak dapat terpenuhi.

5. Bahwa selain fakta-fakta yuridis tersebut diatas dipersilahkan suadara


Jaksa Penutut Umum dengan argumennya untuk menyampaikan yang
dianggap benar dan betul secara yuridis, namun yang lebih penting lagi
adalah faktor moral yang harus kita kedepankan, karena Allah pun
maha pemaa’af, demikian pula terhadap diri Terdakwa yang telah
memohon ma’af kepada sesamanya, baik sebagai hablu minannaas dan
hablu minnaallah.

Bahwa berdasar hal – hal yang telah diuraikan tersebut diatas, kami Tim
Penasehat Hukum Terdakwa tetap berpegang pada permohonannya, yaitu

MEMBEBASKAN TERDAKWA DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM


Dan/atau
MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT LAIN
MOHON PUTUSAN YANG SERINGAN-RINGANNYA
Terimakasih

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Surakarta, 20 September 2006


Hormat kami,
Tim Penasehat Hukum
Drs. Suwanta, SH Zainal Abidin, SH
Dyah Liestriningsih, SH Bambang Tri Haryanto, SH
PEMBELAAN
PERKARA PIDANA No. 223/Pid.B/2006/PN. Surakarta
Atas nama Terdakwa

Nama : TEGUH SUBAKRI, BA


Tempat lahir : Surakarta
Umur / tgl lahir : 52 tahun / 15 Maret 1954
Jenis kelamin : Laki – laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Penjalan, Rt. 003 / 004, Gandekan, Jebres,
Kota Surakarta
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (Guru SMUN 6 Surakarta)
Pendidikan : Sarjana Muda

Berdasar Surat Dakwaan dan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum


No. Reg. Perkara : PDM-86/SKRTA/Ep.2/06/2006

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Majelis Hakim yang Terhormat,


Jaksa Penuntut Umum yang Terhormat
Dan Pengunjung Sidang yang berbahagia
Setelah kami, tim Penasehat hukum diberi kesempatan oleh Majelis
Hakim untuk membaca, mempelajari, menyimak serta menelaah Surat
Dakwaan dan/atau Tuntutan Jaksa Penuntut Umum serta fakta – fakta yang
terungkap dalam persidangan, maka kami akan memulai pembelaan ini dengan
sistematika sebagai berikut :

I. Pendahuluan
II. Kontruksi Pasal 156 a KUHP
III. Fakta – Fakta Yang Terungkap Dalam Persidangan
IV. Permohonan

I. Pendahuluan :

Majelis Hakim yang kami muliakan


Sdr. Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati serta
Pengunjung sidang yang kami hormati pula

Pertama – tama kami panjatkan puji syukur kehadirat Alloh SWT. yang
telah melimpahkan hidayahnya, sehingga kita dapat bersua dalam persidangan
yang terhormat ini.

Selanjutnya kami Tim Penasehat Hukum dari hati yang paling dalam
mengucapkan terima kasih kepada Majelis Hakim yang telah menyidangkan
perkara ini penuh dengan kesabaran, ketekunan dan ketelitian yang telah
berupaya semaksimal mungkin untuk mengungkapkan fakta-fakta yang sama-
sama kita cari di Persidangan ini, guna dan untuk menemukan kebenaran
materiil dari hukum pidana ke arah tercapainya prinsip dan tujuan hukum serta
tegaknya keadilan yang menjadi fokus utama dalam persidangan ini.

Demikian pula Saudara Jaksa Penuntut Umum yang telah dengan


kesabaran dan keseriusan serta ketekunan mengikuti jalannya persidangan.
Begitu pula dengan Saudara Panitera Pengganti yang dengan tekun mengikuti,
mencatat semua fakta – fakta yang terungkap selama persidangan
berlangsung, karena dari fakta – fakta inilah kebenaran meteriil dalam hukum
pidana akan dapat terungkap, meskipun kita sadari sepenuhnya bahwa
kebenaranlah yang menjadi tujuan dalam persidangan ini yaitu kebenaran
manusia yang terlepas dari kekurangan dan kekhilafan dikarenakan sifat
manusia sendiri yang relatif, kerena kebenaran yang mutlak ( absolut ) adalah
kebenaran yang bersumber dari Allah Robbul ‘ Alamin ( Al Qur’an Surat 3 Ayat
60 )

Majelis Hakim yang kami muliakan,


Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,

Kita yang terlibat aktif dalam perkara ini tentunya sama – sama menuju
dataran idaman yang sama yakni tegaknya kebenaran dan keadilan. Dan peran
kita sebagai pelaku aktif ( Jaksa, Hakim dan Penasehat Hukum ) dalam proses
pencarian kebenaran hukum dalam persidangan ini merupakan kewajiban
hukum, karena undang – undang memang mengharuskan demikaian. Dan
secara prosesual masing – masing kita adalah melaksanakan tanggung jawab
hukum sesuai dengan porsi dan posisi masing – masing, ada perasaan bahwa
kita telah berupaya maksimal untuk mengungkap fakta di Persidangan ini
sehingga kita akan mencapai puncak idaman kebenaran dan keadilan hukum
dalam perkara ini.

Dalam hubungan itu, adalah realistis kalau kita melihat diri kita pada
fitrah sifat dasar manusia yang diciptakan oleh sang maha Pencipta. Yang
mana pada diri manusia terdapat potensi – potensi keunggulan di samping
kelemahan – kelemahan. Kesadaran untuk mengingat kelemahan – kelemahan
sifat manusia dalam rangka proses persidangan ini bukanlah bermaksud untuk
memberikan dispensasi moral bagi perbuatan atau sikap yang tidak benar, tidak
adil ataupun tidak obyektif, akan tetapi agar kita tidak over estimate mengenai
apa – apa yang telah kita sikapi selama persidangan ini. Hal ini perlu kita
renungkan bersama, karena salah satu kelemahan kita sebagai manusia
adalah kadang – kadang tanpa kita sadari tidak jujur dalam melihat dan menilai
atau mengadili dirinya sendiri. Pada saat yang sama pula sifat manusia itu
suggestible dapat di pengaruhi oleh faktor – faktor atau rangsangan –
rangsangan dari luar. Dan akibat rangsangan atau pengaruh dari luar maka
perasaan manusia sering tidak terkendali dan akhirnya akan sulit untuk
menggapai keobyektifan dan kebenaran sejati.

Kesadaran akan keterbatasan manusia untuk meraih kebenaran sejati itu


pulalah yang mengisyaratkan untuk tahu diri sebagai yang tidak lepas dari
kesalahan, kekeliruan, kekhilafan dan ketidakmampuan. Karenanya amatlah
tepat jika dalam proses pencapaian kebenaran di forum pengadilan banyak
negara di dunia termasuk di negara kita Indonesia ini ada tahapan – tahapan
dan peluang – peluang prosedur bagi para pihak untuk mengajukan upaya
hukum berupa naik banding ke Pengadilan Tinggi maupun Kasasi ke
Mahkamah Agung

Karena hanya pengadilan di depan Alloh SWT lah yang tidak ada
prejudice dan akan menjadi Mahkamah Yang Maha Adil. Mahkamah sesudah
kita hidup di dunia inilah yang nantinya akan mengadili seluruh kejadian di
dunia yang fana ini secara obyektif dan seadil-adilnya karena tidak berlaku
segala bentuk kepalsuan dan tidak ada pengarahan, janji balas budi atau
ancaman psikologis kepada para saksi baik untuk yang memberatkan atau
meringankan Terdakwa.

II. Kontruksi Pasal 156 a KUHP

Bahwa sekedar untuk menyegarkan kembali di dalam ingatan kita


semua, bahwa di dalam penjelasan umum pembukaan Undang-undang Dasar
Republik Indonesia pada bagian system Pemerintahan Negara secara jelas dan
tegas dinyatakan “Negara Indonesia berdasar atas Hukum (Rechtsstaat) tidak
berdasarkan pada kekuasaan belaka (Machtsstaat)”

Bahwa secara cermat tentang sejarah dan/atau dasar hukum


penambahan pasal baru 156 a KUHP adalah Penetapan Presiden Republik
Indonesia No. 1 Tahun 1965 tentang “Pencegahan, Penyalah gunaan/ atau
Penodaan Agama :

PASAL 1
Setiap orang dilarang dengan sengaja dimuka umum menceritakan,
menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan
penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan
kegiatan-kegiatan agama yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari
agama itu, penafsiran yang mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama
itu.

PASAL 2
(1). Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi
PERINTAH dan PERINGATAN KERAS untuk menghentikan perbuatannya itu
didalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan
Menteri Dalam Negeri

(2). Apabila setelah dilakukan pelanggaran tersebut dalam pasal 1 dilakukan


oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik
Indonesia dapat membubarkan organisasi tersebut dan menyatakan atau aliran
tersebut sepertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan
Menteri Dalam Negeri.

PASAL 3
Apabila setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-bersama
Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau Presiden
Republik Indonesia menurut ketentuan pasal 2 terhadap orang, organisasi,
atau aliran Kepercayaan, MEREKA MASIH TERUS MELANGGAR ketentuan
dalam pasal 1 maka, orang anggota dan/atau anggota pengurus organisasi
yang bersangkutan dari aliran itu di pidana dengan pidana penjara selama-
lamanya 5 tahun.
PASAL 4
Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru pasal 156 a.

Bahwa berdasar Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun


1965 orang atau organisasi yang dapat dikenakan hukum pasal 156 a adalah
apabila memenuhi unsure-unsur sebagai berikut :
1. DENGAN SENGAJA DIMUKA UMUM menceritakan, menganjurkan
atau mengusahakan untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama.

2. ORANG YANG MELANGGAR diperingatkan dengan keras untuk


menghentikan perbuatannya, berdasarkan keputusan bersama Menteri
Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri

3. APabila setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama


Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri orang tersebut masih
terus melanggar, baru pasal 156 a KUHP dapat dikenakan.

Bahwa dengan demikian jelas dan nyata orang yang didakwa dan /atau
dituntut dengan pasal 156 a KUHP haruslah terpenuhinya unsure-unsur pasal
1sampai pasal 4 sebagaimana yang dimaksud dalam Penetapan Presiden
Republik Indonesia No. 1 Tahun 1965 tentang “Pencegahan, Penyalah gunaan/
atau Penodaan Agama.

III. Fakta – fakta yang terungkap dalam persidangan :

Bahwa sebagaimana surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan No.


Reg. Perkara : PDM-86/SKRTA/Ep.2/06/2006. Terdakwa Teguh Subakri, BA
pada hari Rabu tanggal 14 Desember 2005 sekitar jam 09.00 WIB atau setidak-
tidaknya pada waktu lain dalam bulan Desember tahun 2005 bertempat di
ruang guru bagian selatan SMUN 6 Surakarta Jl. Mr. Sartono Nomor 110
Surakarta, dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau
mengeluarkan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan,
penyalahgunaan atau penodaan agama yang dianut di Indonesia yang
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

Pada awalnya saksi Drs. H. Sudadi Mulyono, Msi membaca Koran di


ruang guru bagian selatan SMUN 6 Surakarta, pada waktu itu saksi
mengucapkan agak keras karena ada berita menarik yaitu “ ini ada dosen
professor kok mati dengan selingkuhannya” mendengar hal tersebut Terdakwa
mengatakan, “ Koran itu karangan, wong Al qur’an ugo karangan” (Koran Itu
Karangan, Al Qur’an juga karangan). Setelah mendengar ucapan Terdakwa,
saksi H. Sudadi Mulyono Msi, menanggapi ucapan Terdakwa, “Al Quran itu
wahyu Illahi”. Bahwa pada waktu Terdakwa mengucapkan kata-kata tersebut,
didengar oleh beberapa guru lainnya yaitu, saksi Dra. Sri Muwarni, saksi Dra
Hj. Churry Martiningsih, saksi Drs. Muslimin, Mpd dan saksi Mujiati, Spd, serta
langsung mendapat reaksi dari saksi Dra Hj. Churry Martiningsih yang
mengatakan “mosok Al Qur’an kok di onekke karangan, aku wani jihad belani”
(Masak Al Qur’an kok di sebut Karangan, saya berani Jihad membela) setelah
itu Terdakwa langsung keluar ruangan. Bahwa perbuatan Terdakwa yang
mengatakan “ Wong Al Qur’an ugo karangan” (Al Qur’an juga karangan)
adalah menodai kesucian Al Qur’an sebagai wahyu Allah SWT dan melecehkan
agama Islam termasuk salah satu agama yang dianut di Indonesia.

Bahwa selama proses persidangan telah ditemukan fakta-fakta yang


terungkap selama proses persidangan, hal ini dapat kami uraikan berdasar
beberapa keterangan para saksi sebagai berikut :

KETERANGAN SAKSI
Bahwa berdasarkan Keterangan Para Saksi dapatlah pula diambil
kesimpulan dalam pembuatan pembelaan ini :

Bahwa menurut keterangan saksi – saksi tersebut adalah sebagai berikut :


1. ENDRO SUDARSONO, UMUR 29 tahun, Agama Islam, Pekerjaan swasta
(Guru les privat), Alamat Ngruki, Rt. 7 / Rw. 16, Cemani, Sukoharjo.
Di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
- Bahwa saksi adalah pelapor dalam dugaan tindak pidana yang dilakukan
Terdakwa
- Bahwa saksi sebelum tanggal 10 Maret 2006 mendapat info dugaan
tindak pidana penodaan agama yaitu Al Qur’an buatan manusia yang
dapat dirubah
- Bahwa saksi kemudian datang ke SMUN 6 Surakarta meminta data-data
tentang dugaan tindak pidana penodaan agama tersebut melalui saksi
Drs. Kismanto
- Bahwa saksi tidak tahu secara pasti yang dibicarakan Terdakwa, namun
saksi diberitahu oleh saksi Drs. Kismanto dengan diberi data-data
- Bahwa saksi setelah menerima data-data tersebut kemudian melaporkan
Terdakwa di Poltabes Surakarta

- Bahwa dengan keterangan saksi tersebut jelas merupakan


TESTIMONIUM DE AUDITU, yaitu saksi tidak mengetahui secara
langsung baik melihat, mendengar sendiri peristiwa tindak Pidana apa
yang didakwakan kepada Terdakwa.

2. Drs. KISMANTO, Umur 45 tahun, Agama Islam, Pekerjaan PNS (Guru


SMUN 6 Surakarta), Alamat Gayamsari.
Dibawah sumpah memberikan keterangan sbb :
- Bahwa Saksi adalah wakil kepala sekolah bidang HUMAS di SMUN 6
Surakarta
- Bahwa saksi tidak tahu secara langsung yang dikatakan Terdakwa di
ruang guru SMUN 6 bagian Selatan
- Bahwa saksi hanya tahu setelah mendapat informasi kalau Terdakwa
mengatakan Al Qur’an dikarang manusia
- Bahwa saksi yang memberikan data-data kepada saksi pelapor (Indro)
tanpa seijin dan tanpa sepengetahuan Kepala Sekolah SMUN 6
Surakarta
- Bahwa saksi tahu Terdakwa di panggil Kepala Sekolah untuk dilakukan
pembinaan bersama para guru lainnya, yaitu Dra. Sri Indriati, Dra. Nunuk
Purnaningsih, Drs. Kismanto (saksi) dan Terdakwa
- Bahwa pembinaan tersebut berawal dari beberapa permasalahan yang
muncul di SMUN 6 terhadap diri Terdakwa, kemudian dikaitkan dengan
ucapan Terdakwa yang mengatakan Al Qur’an juga karangan manusia
- Bahwa akar permasalahan tersebut berawal dari Terdakwa yang suka
mengkritisi para guru dan kepala sekolah

- Bahwa dengan keterangan saksi tersebut jelas merupakan


TESTIMONIUM DE AUDITU, yaitu saksi tidak mengetahui secara
langsung baik melihat, mendengar sendiri peristiwa tindak Pidana apa
yang didakwakan kepada Terdakwa.

3. Drs. MUSLIMIN, Umur 55 tahun, Agama Islam, Pekerjaan PNS Guru


SMUN 6 Surakarta, Alamat Jl. Mawar Indah, Fajar Indah Solo.
MemberIkan keterangan di bawah sumpah sebagai berikut :
- Bahwa saksi adalah teman sekantor dengan Terdakwa
- Bahwa saksi tidak mendengar secara jelas yang diucapkan Terdakwa di
ruang guru SMUN 6 bagian selatan
- Bahwa saksi ada dalam satu ruangan dengan Terdakwa, namun saksi
tidak mendengar secara jelas ( samara-samar) yang diucapkan
Terdakwa
- Bahwa dalam ruangan tersebut ada 6 orang guru yang masing-masing
dengan aktifitasnya sendiri-sendiri, ada yang mengerjakan tugas dan
ada yang baca koran
- Bahwa saksi tahu ada ribut-ribut di ruang guru, yang kemudian saksi
menanyakan hal tersebut kepada teman-teman yang ada diruangan
tersebut
- Bahwa saksi sebelum di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) di Kepolisian
terlebih dahulu dikumpulkan dan dilakukan pengarahan yang pada
dasarnya untuk menyamakan persepsi terhadap para saksi yang lain
(keterangan saksi biar sama semua)
- Bahwa dalam persidangan saksi mencabut BAP (Berita Acara
Pemeriksaan) di Kepolisian, yang dalam persidangan saksi mengatakan
tidak mendengar perkataan Terdakwa
- Bahwa saksi mengetahui Terdakwa meminta ma’af
- Bahwa ucapan Terdakwa yang mengatakan “Koran karangan, Qur’an
juga karangan” diucapkan dalam kelakar dan spontanitas

- Bahwa dengan keterangan saksi tersebut jelas merupakan


TESTIMONIUM DE AUDITU, yaitu saksi tidak mengetahui secara
langsung baik melihat, mendengar sendiri peristiwa tindak Pidana apa
yang didakwakan kepada Terdakwa.

4. Dra. Hj. Churry Martiningsih, Umur 57 th, Agama Islam, Pekerjaan PNS
Guru SMUN 6 Surakarta, Alamat Jl. Bali, Setabelan, Surakarta
Di bawah sumpah memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa pada tanggal 14 Desember 2005 jam ke 4 (09.00-09.45) di kantor
ruangan guru sebelah selatan SMUN 6 Surakarta saksi mendengar
Terdakwa mengatakan Koran karangan, Qur’an ugo karangan
- Bahwa ketika itu yang ada dalam ruangan adalah Muslimin, Sudadi,
saksi (Churry), sri muwarni, Mudjiati, dan Terdakwa
- Bahwa jarak antara Terdakwa dengan saksi adalah 5 meter di belakang
Terdakwa
- Bahwa terhadap ucapan Terdakwa tersebut, saksi mengatakan akan
berjihad
- Bahwa Terdakwa setelah mengucapkan “Koran karangan, Qur’an juga
karangan” kemudian masuk kamar mandi
- Bahwa setelah keluar kamar mandi, Terdakwa meminta Ma’af kepada
saksi
- Terhadap keterangan saksi tersebut, Terdakwa mengatakan ada yang
benar dan ada yang salah
- Bahwa keterangan yang salah adalah “Koran karangan, Qur’an juga
karangan” yang benar “Koran buatan manusia, Qur’an juga buatan”
- Bahwa ucapan Terdakwa tersebut diucapkan dalam spontanitas dan
kelakar

5. Dra. SRI MUWARNI, Umur 51 tahun, Agama Islam, Pekerjaan PNS Guru
SMUN 6 Surakarta, Alamat Kadipiro, Surakarta
Di bawah sumpah memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa pada tanggal 14 Desember 2005 sekira jam 09.00 di kantor
ruang Guru sebelah selatan SMAN 6 Surakarta saksi mengetahui
Terdakwa bersama teman guru yang lain yaitu Drs. Muslimin, Drs.
Sudadi, Dra. Hj. Churry Martiningsih dan Mujiati, Spd.
- Bahwa dalam ruangan tersebut saksi mendengar perkataan terdakwa
yang mengatakan “koran karangan, Al-Qur’an juga karangan”
- Bahwa saksi menanggapi dengan ucapan “ojo ngono pak, Qur’an firman
Allah SWT yang kebenarannya dijaga sampai hari kiamat,
- Bahwa kemudian terdakwa pergi ke kamar mandi dan setelah itu
meminta maaf kepada Bu Churry
- Bahwa ucapan Terdakwa tersebut diucapkan dalam kelakar dan
spontanitas

- Bahwa atas keterangan saksi, terdakwa menyangkal karena terdakwa


tidak mengatakan Al-Qur’an itu karangan, yang benar “koran buatan,
Qur’an juga buatan”

6. Drs. H. SUDADI MULYONO, MSi. Umur Tahun, Agama Islam, Pekerjaan


PNS Guru SMUN 6 Surakarta, Alamat Kadipiro, Surakarta
Di bawah sumpah memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi kenal dengan Terdakwa (tidak ada hubungan keluarga)
- Bahwa pada tanggal 14 Desember 2005 jam 09.00 di kantor ruangan
guru sebelah selatan SMUN 6 Surakarta saksi sedang membaca Koran
dengan mengatakan “wah ini ada dosen professor kok mati dengan
selingkuhannya” kemudian Terdakwa berkomentar “Koran iku karangan
wong Al-Qur’an yo karangan”
- Bahwa dalam ruangan itu yang ada adalah Dra. Hj. Churry Martiningsih,
Drs., Muslimin, Dra. Sri Muwarni dan Mujiati Spd.
- Bahwa yang diucapkan Terdakwa dalam kelakar / guyonan
- Bahwa terhadap keterangan saksi, terdakwa menyakal dengan
mengatakan yang benar adalah “koran buatan manusia, Qur’an juga
buatan”

Keterangan SAKSI AHLI


1. WAHID AHMADI
Dibawah sumpah memberi keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi menerangkan dan berpendapat sehubungan dengan
dugaan tindak pidana penodaan agama yang dilakukan Terdakwa
- Bahwa saksi berpendapat ada dua hal yang disampaikan yaitu :
substansi dan forum
- Bahwa yang dimaksud Substansi yaitu apabila seseorang mengatakan
Qur’an bukan kalam Allah, Muhammad bukan Rosul Allah, yang mana
ucapan tersebut diucapkan dalam keadaan sadar, tidak gila dan tidak
sedang hilang ingatan
- Bahwa yang dimaksud Forum adalah ucapan seseorang yang dilakukan
ditempat yang dapat menyinggung perasaan orang lain dalam keadaan
sadar, namun apabila ucapan tersebut diucapkan dalam forum dialog
ilmiah dengan keyakinan seseorang maka tidak dapat dikatakan
penodaan agama;
- Bahwa menurut pendapat saksi, bahwa ucapan Terdakwa dapat
dikatakan menodai agama berdasarkan substansi, karena Alqur’an
disamakan Koran, sedangkan secara forum ucapan Terdakwa tersebut
diucapkan bukan dalam forum khusus yang membahas masalah agama

2. SUPANTO, SH.MH
Dibawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
- Bahwa menurut saksi pasal 156 a huruf a KUHP adalah sebagai berikut
:
 Barang siapa : dalam hal ini adalah orang yang melakukan
 Dengan sengaja : ada niat kehendak sendiri, tidak ada paksaan
 Di muka umum : forum yang dihadiri tidak tergantung banyaknya
orang,
 Mengeluarkan Perasaan atau melakukan perbuatan : yang mana
perbuatan tersebut muncul/mengeluarkan perasaan baik secara
lisan maupun tulisan karena perbedaan keyakinan dianggap
permusuhan;
 Penodaan agama yang dianut di Indonesia : yaitu yang
berhubungan dengan keyakinan, system ritual dan emosi
keagamaan.

Keterangan TERDAKWA TEGUH SUBAKRI, BA

Bahwa sebagaimana proses persidangan, Terdakwa telah memberi


keterangan sebagai berikut ;
- Bahwa Terdakwa mengakui mengucapkan kata-kata “Koran dibuat,
Qur’an juga dibuat”
- Bahwa Terdakwa dalam mengucapkan kata-kata tersebut dilakukan di
ruang guru SMUN 6 Surakarta di bagian selatan, yang saat itu dalam
ruangan ada 6 orang guru
- Bahwa setelah Terdakwa mengucapkan kata-kata tersebut, ada teman
guru yang bernama Hj. Churry bereaksi atas perkataan Terdakwa, yang
kemudian Terdakwa masuk ke kamar mandi
- Bahwa setelah keluar dari kamar mandi, Terdakwa menghampiri saksi
Hj. Churry untuk meminta ma’af atas perkataannya
- Bahwa benar Terdakwa telah di panggil oleh Kepala Sekolah untuk di
lakukan pembinaan bersama teman guru yang lain, sehingga Tergugat
meminta ma’af
- Bahwa saat Terdakwa mengucapkan kata-kata tersebut dalam keadaan
khilaf, karena baru banyak masalah yang di hadapi Terdakwa
- Bahwa Terdakwa juga telah meminta ma’af kepada MMI ( Majelis
Mujahidin Indonesia) secara tertulis yang langsung berhadapan dengan
ADI BASUKI selaku Ketua MMI dan INDRO SUDARSONO selaku
Advokasi MMI (pelapor)

- Bahwa terhadap hal tersebut, Terdakwa di hadapan persidangan telah


memohon ma’af kepada seluruh umat Islam dan menyesali
perbuatannya serta tidak akan mengulangi perbuatan lagi
- Bahwa Terdakwa dalam hal ini adalah seorang mualaf, yaitu orang yang
baru masuk islam dan perlu bimbingan, hal ini juga sesuai surat
pernyataan Terdakwa ditujukan kepada MMI mohon ma’af apabila ada
kesalahan dan mohon bimbingannya.

FAKTA HUKUM :
Bahwa sebagimana dimaksud dalam pasal 156 a huruf a KUHPidana
adalah
“ Barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau
melakukan perbuatan : yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah
gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”

Bahwa sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum kepada


Terdakwa adalah pasal 156 a huruf a KUHPidana, yang mana menurut kami
sama sekali tidak terpenuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 156 a
huruf a KUHPidana tersebut, hal ini dapat kami uraikan sebagai berikut :
 BARANG SIAPA : hal ini jelas ditujukan kepada orang yang melakukan
perbuatan

 UNSUR SENGAJA : perbuatan tersebut dilakukan dengan niat dan


sengaja

Bahwa sebagaimana dalam proses persidangan jelas terungkap


fakta yang mana Terdakwa sama sekali tidak ada unsure sengaja untuk
melakukan perbuatan penodaan agama, hal ini terungkap berdasar
keterangan saksi Drs. MUSLIMIN, Dra. CHURRY MARTININGSIH, Dra
SRI MUWARNI dan saksi Drs. H. SUDADI MULYANTO yang
menerangkan bahwa Terdakwa dalam mengucapkan “Koran karangan,
Al Qur’an juga karangan” diucapkan dalam kelakar dalam menanggapi
ucapan Saksi Drs. H. SUDADI MULYANTO yang mengatakan “Ada
Dosen Profesor meninggal dengan selingkuhannya”

Bahwa menurut pendapat Prof. SUDARTO, SH Guru besar


Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang dalam bukunya Sari
Kuliah Hukum Pidana 1 dijelaskan “orang yang bisa dipidana adalah
apabila orang tersebut dalam melakukan tindakannya mempunyai niat
jahat (MANS REA)”

Bahwa dalam perakara ini jelas terungkap fakta berdasarkan


keterangan para saksi-saksi yang menerangkan ucapan terdakwa
diucapkan dalam spontanitas dan kelakar

Dengan demikian jelas dan nyata niat jahat (MANS REA)


terhadap diri Terdakwa sama sekali tidak ada sebagaimana dakwaan
dan/atau tuntutan Jaksa Penuntut Umum , Sehingga jelas dan nyata
unsure dengan sengaja dalam pasal ini sama sekali tidak terbukti dan
tidak terpenuhi.

 UNSUR DIMUKA UMUM : adalah untuk orang banyak, mengenai


seluruhnya atau sekalian, tidak khusus, tidak
khas (Hoetomo, MA, Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia penerbit Mitra Pelajar, Surabaya)

Bahwa jelas dan nyata terungkap dalam persidangan, bahwa


berdasar keterangan para saksi dan Terdakwa, yaitu ketika Terdakwa
mengucapkan “Koran buatan, Qur’an juga buatan” dilakukan dalam
ruang guru SMUN 6 sebelah selatan yang notabene adalah para teman
guru Terdakwa sendiri (komunitas guru SMUN 6), sehingga jelas dan
nyata pula ucapan tersebut dilakukan dalam ruangan khusus dan khas
(SMUN 6 Surakarta) padahal yang dimaksud DIMUKA UMUM menurut
HOETOMO, MA adalah dihadapan orang banyak, mengenai
seluruhnya atau sekalian, tidak khusus dan tidak khas.
Sehingga dengan demikian jelas unsure dimuka umum dalam
perkara ini tidak terpenuhi unsue-unsurnya, hal ini terungkap fakta
bahwa Terdakwa mengucapkan “Koran buatan, Qur’an juga buatan”
dilakukan di ruang guru SMUN 6 Surakarta yang sifatnya khusus dan
khas, bukan dimuka umum.

 UNSUR MENGELUARKAN PERASAAN ATAU MELAKUKAN


PERBUATAN : Perbuatan tersebut dapat dilakukan secara lisan
maupun tulisan

Bahwa apa yang dilakukan Terdakwa dengan ucapan “Koran


buatan, Al Qur’an juga buatan” tidak ada maksud Terdakwa untuk
mengeluarkan perasaan atau perbuatan permusuhan, ucapan mana oleh
Terdakwa terlontar karena spontanitas dan kelakar oleh Terdakwa,
sehingga menurut kami unsure inipun juga tidak terpenuhi.

Bahwa lain dari pada itu substansi yang diucapkan Terdakwa


dengan mengucapkan “Koran Buatan, Qur’an juga buatan” berdasar
fakta dipersidangan adalah apakah salah apabila dikatakan Qur’an di
cetak dan dijilid secara fisik, hal tersebut dapat dibuktikan bahwa setiap
buku Al Qur’an pasti tertulis kalimat “dicetak dan diterbitkan oleh suatu
penerbit atau percetakan” jadi kata buatan bukan merupakan kata yang
melanggar hukum.

Bahwa dengan demikian unsure mengeluarkan perasaan atau


melakuan perbuatan inipun juga tidak terpenuhi, karena maksud yang
diucapkan Terdakwa adalah buatan secara fishik bukan isinya (bukan
firman-Nya)
 UNSUR YANG PADA POKOKNYA BERSIFAT PERMUSUHAN,
PENYALAHGUNAAN ATAU PENODAAN TERHADAP SUATU AGAMA
YANG DIANUT DI INDONESIA :
Bahwa sebagaimana yang telah diuraikan tersebut diatas, Terdakwa
sama sekali tidak ada unsure melakukan permusuhan atau Penodaan agama,
hal ini Terdakwa dalam mengucapkan “Koran buatan, Qur’an juga buatan”
secara spontanitas dan kelakar dalam menanggapi ucapan saksi Drs. Sudadi
yang mengatakan “ Ini ada dosen Profesor kok meninggal dengan
selingkuhannya”

Majelis Hakim yang terhormat,


Jaksa Pernuntut Umum yang terhormat,

Bahwa sebagimana Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 1


Tahun 1965 tentang “ Pencegahan Penyalah gunaan /atau Penodaan Agama”
dijelaskan dan disebutkan sebagai berikut :
“ Barang siapa melanggar sebagaimana pasal tersebut diatas (Pasal 156 a
huruf a KUHP) diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan
perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri /
Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri”

Bahwa apabila hal tersebut dihubungkan dengan dakwaan dan Tuntutan


Jaksa Penuntut Umum dengan Pasal 156 a huruf a KUHP, maka berdasar
fakta-fakta hukum yang ditemukan dalam proses persidangan, dapat kami
sampaikan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini
bertentangan dengan “jiwa” Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 1
Tahun 1965 tentang “ Pencegahan Penyalah gunaan /atau Penodaan Agama”

Bahwa sebagaimana “jiwa” pasal 3 Penetapan Presiden Republik


Indonesia No. 1 Tahun 1965, disebutkan “Mereka yang bisa dipidana apabila
masih melanggar ketentuan pasal 1 (pengulangan perbuatan)” , yang mana
dalam perkara ini Terdakwa sebelum proses hukum telah memohon ma’af
kepada umat Islam aquo saksi Dra. Hj. Churry Martiningsih, Drs. Sudadi
Mulyono, Drs. Kismanto, Drs. Muslimin, Dra Sri Muwarni.

Bahwa dalam rentang diajukannya laporan (tiga bulan) Terdakwa tidak


pernah mengulangi perbuatannya, disamping itu secara tertulis Terdakwa telah
membuat surat pernyataan Permohonan Ma’af dan mohon bimbingan apabila
ada kesalahan terhadap ucapannya yang ditujukan Umat Islam Aquo MMI
(Majelis Mujahidin Indonesia ) Surakarta yang saat itu diterima oleh saksi
pelapor ENDRO SUDARSONO.

Bahwa selain hal tersebut Terdakwa juga pernah dipertemukan dengan


pimpinan MMI Surakarta ADI BASUKI dan ENDRO SUDARSONO yang pada
pertemuan tersebut Terdakwa juga telah meminta ma’af.

Bahwa selama proses persidangan telah ditemukan fakta, bahwa


Terdakwa dengan hati yang ikhlas telah melakukan permohonan ma’af kepada
umat Islam pada umumnya dan khususnya aquo para saksi dan organisasi
Umat Islam MMI Surakarta, sehingga menurut kami tuntutan Jaksa Penuntut
Umum dengan mendasarkan pasal 156 a huruf a KUHP adalah tidak tepat dan
bertentangan dengan Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun
1965, sehingga dengan demikian unsure-unsur dalam pasal 156 a huruf a
KUHP tidak dapat diterapkan dalam perkara ini.

Majelis hakim yang terhormat,


Jaksa Penuntut Umum yang terhormat

Bahwa selain fakta-fakta yuridis tersebut diatas, perlu kami sampaikan


pula fakta-fakta non yuridis sebagai berikut ;

Bahwa awal dari perkara ini adalah ucapan Terdakwa yang


mengucapkan “Koran buatan, Qur’an juga buatan” yang mana terhadap
ucapan tersebut oleh MMI (Mejelis Mujahidin Indonesia) ditindaklanjuti dengan
laporan kepada pihak yang berwajib.
Bahwa Terdakwa dalam hal ini telah mengakui dalam persidangan, dan
tertulis dalam surat Jaksa Penuntut Umum ”bahwa maksud dari omongan
terdakwa adalah kelakar belaka” artinya dalam budaya Jawa adalah “guyon”.
Dalam budaya Jawa, kalimat guyon tidak selalu memiliki seperti yang tersurat.
misalnya “edan motormu anyar!” (Jawa : “gila motormu baru”). bukan berarti
karena motornya baru maka dia adalah orang gila, harus berobat kedokter
jiwa , atau dimasukan kerumah sakit jiwa atau dipasung, tetapi “edan motormu
anyar” merupakan ungkapan dari perasaan dan pikiran yang sama sekali tidak
ada kaitannya dengan gila yang harus kedokter atau rumah sakit jiwa atau
dipasung dst.

Oleh karenanya, apabila yang disebut sebagai guyon dalam budaya


Jawa itu dimaknai secara apa yang tersurat dan ditanggapi dengan pasal-pasal
hukum sebagai pelanggaran hukum yang serius, maka hal itu merupakan
langkah menjauh dari tertib hukum. Eksesnya akan terlalu sering dan terlalu
banyak orang Jawa harus diseret ke penjara karena dalam budaya Jawa
memang ada yang namanya guyon.

Apabila Majelis Hakim menjatuhkan vonis penjara terhadap Terdakwa,


berarti Keputusan Majelis Hakim pemeriksa perkara ini merupakan
Yurisprudensi untuk hal serupa, artinya banyak orang dipasar, di mall, di kantor-
kantor dalam pergaulan sehari-hari yang harus diseret ke Pengadilan dan
dipenjarakan. Ini jelas jauh dari apa yang kita yakini sebagai tertib hukum yang
harus dibangun di Republik tercinta ini, bahkan dapat dikatakan hal itu sebagai
kekonyolan hukum.

Majelis Hakim yang kami muliakan,


Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,

Bahwa dalam dakwaan dan/atau tuntutan Jaksa Penuntut Umum


melihat sebuah guyon spontan sebagai perkara melawan hukum yang amat
serius tanpa barang bukti dan saksi-saksi yang tidak menyakinkan fakta hukum
dan berbeda bahasa. Yang mana keterangannya berbolak-balik. Sehingga
terhadap hal tersebut belum dapat dijadikan dasar untuk menuntut Terdakwa
dengan pasal 156 a huruf a KUHP, hal ini sebagaimana terungkap dalam
keterangan saksi Endro Sudarsono yang hanya mendengar informasi bukan
melihat, mendengar, mengalami sendiri, hal ini saksi hanya mendapat
keterangan dari saksi Drs. Kismanto, sedangkan saksi Drs. Kismanto sendiri
juga hanya mendapat informasi dari saksi Dra. Hj. Churry Martiningsih.

Bahwa sebagaimana laporan saksi Dra. Hj. Churry Martiningsih pada


Dispora Surakarta disebutkan : “Ayat Suci Al-Qur’an adalah buatan manusia
sehingga dapat diubah”. Tetapi dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) di
Poltabes Surakarta serta dihadapan persidangan mengatakan kesaksiannya
berubah-rubah dan tanpa bukti apapun yang dimiliki saudara saksi, hal ini
dibantah oleh Terdakwa atas keterangan para saksi tersebut.

Bahwa jelas dan nyata dengan demikian keterangan Para saksi yang
berbeda-beda dan tanpa dilandasi bukti-bukti objektif serta tidak dapat dijadikan
dasar penuntutan terhadap diri Terdakwa. Hal ini sesuai keterangan Saksi Drs.
H. Sudadi Mulyono,Msi yang mengatakan : ”Koran iku karangan, wong Al-
Qur’an yo karangan”.

Para saksi hanya mendengar informasi, seperti mendengar gossip lalu


bersaksi dipersidangan. Saksi mengaku mendengar sendiri memberikan
kesaksian yang berbeda. Bukan sekedar beda-beda kalimatnya, melainkan
beda bahasanya. Ada saksi yang menyebutkan bahasa Melayu, ada yang
menyebutkan bahasa Jawa. Semuanya tidak menyakinkan, dan saksi Dra. Hj.
Churry Martiningsih yang merupakan saksi utama dalam perkara ini juga
melaporkan secara tertulis bahwa : “Terdakwa telah menyampaikan kelakar
atau humor bahwa ayat suci Al-qur’an adalah buatan manusia sehingga dapat
diubah” (bukti terlampir). Adalagi keterangan Saksi Drs. Muslimin yang
mengatakan bahwa : “para saksi sebelum diperiksa di POLTABES Surakarta
terlebih dahulu di kumpulkan untuk dilakukan pengarahan yang pada dasarnya
untuk menyamakan persepsi terhadap para saksi yang lain,maksudnya
keterangan para saksi biar sama semua”. Bahkan kedua saksi Ahli pun tidak
dapat membuktikan Terdakwa telah salah dalam dugaan tindak pidana
penodaan agama.
Dengan memperkarakan kata karangan, para saksi dan JPU secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama mendramatisir fakta hukum dan kesaksian
untuk memuaskan nafsu memenjarakan orang yang tidak disukainya, yakni
Terdakwa.

Oleh karena itu mohon Majelis Hakim pemeriksa perkara ini tidak
memutus perkara yang tidak dapat membuktikan fakta hukum, karena fakta
yang di dramatisir tanpa didasari bukti apapun, baik keterangan para saksi
maupun tuntutan Jaksa Penuntut Umum baik secara sendiri-sendiri maupun
besama-sama tidak bisa meyakinkan untuk mengungkap fakta hukum.

Bahwa dengan keyakinan orang lain yang berbeda tidak dapat


memidanakan, menjebloskan dan/atau memenjarakan seseorang tanpa ada
bukti / fakta hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam Perkara ini
adalah ujian bagi Hakim dalam menghadapi dua pihak dengan dua keyakinan
berbeda. Atas dasar apa yang satu disalahkan dan yang lain dibenarkan?, Atas
dasar apa yang satu dipenjarakan dengan meminjam kesaksian para saksi
yang berbeda keyakinan. ini sifat tumbak cucukan alias tukang wadul dalam
dunia hukum yang membahayakan masyarakat dan mengancam demokrasi.
Mengancam ketentraman dan kedamaian yang berdasar saling menghormati
satu dengan yang lain. Hukum dan Undang-Undang mengadili perbuatan,
bukan keyakinan. Tindakannya cuma membuat saksi Dra. Hj. Churry
Martiningsih tersinggung. Dan sudah minta maaf dan sudah dimaafkan, tetapi
ada yang mencoba mendramatisir perkara ini menjadi konflik antar Agama.

Majelis Hakim yang terhormat, kami mohon dalam memutuskan perkara


ini dapat mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan ini,
namun juga harus mengesampingkan keterangan para saksi yang tidak dapat
meyakinkan fakta hukum atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum,
PERMOHONAN

Majelis Hakim yang Terhormat


Jaksa Penuntut Umum yang terhormat dan
Sidang yang kami muliakan

Bahwa berdasar fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan


ini, kami mohon kepada yang Terhormat Majelis Hakim untuk sudi dan
berkenan untuk mempertimbangkan dan memutuskan perkara terhadap diri
Terdakwa sebagai berikut :

MEMBEBASKAN TERDAKWA DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM


Dan/atau
MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT LAIN
MOHON PUTUSAN YANG SERINGAN-RINGANNYA

Terimakasih

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Surakarta, 6 September 2006


Hormat kami,
Tim Penasehat Hukum

Drs. Suwanta, SH Zainal Abidin, SH


Dyah Liestriningsih, SH Bambang Tri Haryanto, SH
PEMBELAAN

PERKARA PIDANA No. 223/Pid.B/2006/PN. SKA

Atas nama Terdakwa :

TEGUH SUBAKRI, BA

PENGADILAN NEGERI
SURAKARTA
2006
Hal : MEMORI BANDING
Putusan Pengadilan Negeri Surakarta
Tanggal 25 September 2006

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah
Di
SEMARANG

Melalui

Ketua Pengadilan Negeri Surakarta


Di
SURAKARTA

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini kami ;

Drs. SUWANTA, SH ZAINAL ABIDIN, SH


DYAH LIESTRINGSIH, SH BAMBANG TRI HARYANTO, SH

Advokat berkantor di POSBAKUM (Pos Bantuan Hukum) DPC IKADIN


Surakarta Jl. Songgorunggi 17 A Laweyan, Kota Surakarta

Berdasar Surat Kuasa Khusus tanggal 25 September 2006.


Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama serta demi kepentingan hukum
klien kami :

Nama : TEGUH SUBAKRI, BA


Umur : 53 Tahun / 15 Maret 1953
Pekerjaan : PNS Guru SMUN 6 Surakarta
Agama : Islam
Alamat : Jl. Penjalan, Rt. 03 / Rw. 04, Gandekan, Jebres, Kota
Surakarta

Dengan ini mengajukan Banding atas keberatan putusan Pengadilan Negeri


Surakarta No. 233/PidB/2006/PN.Ska tanggal 25 September 2006 yang amar
putusannya sebagai berikut :
20. Menyatakan bahwa Terdakwa Teguh Subakri, BA telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penodaan
Agama”

21. Menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun

22. Menghukum Terdakwa untuk membayar beaya perkara sebesar Rp.


500,-

Bahwa adapun dasar dan alasan Terdakwa mengajukan banding atas


keberatan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 233/PidB/2006/PN.Ska
tanggal 25 September 2006 adalah sebagai berikut :

1. Bahwa Hakim Pengadilan Negeri Surakarta telah salah dalam


mempertimbangkan hukumnya, karena sebagaimana dalam pe tidak
dipertimbangkan yaitu mengenai keterangan

Bahwa untuk itu kami Team Penasehat Hukum mohon kepada Ketua
Pengadilan Tinggi Jawa Tengah berkenan untuk memberi putusan sebagai
berikut :
7. Menerima dan mengabulkan Permohonan BANDING terhadap Terdakwa
untuk seluruhnya
8. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri
9. Mengadili sendiri :
- Membebaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum

Demikian memori banding ini disampaikan dan terimakasih

Surakarta, 9 Oktober 2006


Hormat kami,
Tim Penasehat Hukum
Drs. Suwanta, SH Zainal Abidin, SH

Dyah Liestriningsih, SH Bambang Tri Haryanto, SH

MEMORI BANDING

PERKARA PIDANA No. 223/Pid.B/2006/PN. SKA

Atas nama Terdakwa :

TEGUH SUBAKRI, BA
DPC IKADIN SURAKARTA
POSBAKUM
(Pos Bantuan Hukum)
2006
DULPLIK
PERKARA PIDANA No. 223/Pid.B/2006/PN. Surakarta
Atas nama Terdakwa

Nama : TEGUH SUBAKRI, BA


Tempat lahir : Surakarta
Umur / tgl lahir : 52 tahun / 15 Maret 1954
Jenis kelamin : Laki – laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Penjalan, Rt. 003 / 004, Gandekan, Jebres,
Kota Surakarta
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (Guru SMUN 6 Surakarta)
Pendidikan : Sarjana Muda

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Majelis Hakim yang Terhormat,


Jaksa Penuntut Umum yang Terhormat
Dan Pengunjung Sidang yang berbahagia

Pertama – tama mari kita panjatkan puji syukur alkhamdulillah kepada


sang Maha Kuasa yang telah memberi Rahmat, hidayah dan karunia-Nya,
karena pada hari ini kita masih diberi kesehatan, keselamatan untuk bersua
dalam acara persidangan yang mulia ini.

Kedua kalinya kami tim penasehat hukum Terdakwa setelah mencermati


dan menelaah Replik Jaksa Penuntut Umum, maka perkenankan dengan ini
menyampaikan Duplik sebagai berikut :

6. Bahwa pada prinsipnya kami Tim Penasehat Hukum tetap pada


pembelaan yang telah disampaikan pada tanggal 6 September 2006.

7. Bahwa kami Tim Penasehat Hukum tidak sependapat dengan Replik


Jaksa Penuntut Umum pada poin nomor 9 perihal “Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan” karena sejarah dan/atau dasar hukum
penambahan pasal baru 156 a KUHP adalah Penetapan Presiden
Republik Indonesia No. 1 Tahun 1965 tentang “Pencegahan, Penyalah
gunaan / atau penodaan agama”

PASAL 1
Setiap orang dilarang dengan sengaja dimuka umum menceritakan,
menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan
penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau
melakukan kegiatan-kegiatan agama yang menyerupai kegiatan-
kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran yang mana menyimpang
dari pokok-pokok ajaran agama itu.

PASAL 2
(1). Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi
PERINTAH dan PERINGATAN KERAS untuk menghentikan
perbuatannya itu didalam suatu keputusan bersama Menteri Agama,
Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri

(2). Apabila setelah dilakukan pelanggaran tersebut dalam pasal 1


dilakukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka
Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan organisasi tersebut
dan menyatakan atau aliran tersebut sepertimbangan dari Menteri
Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

PASAL 3
Apabila setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-
bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam
Negeri atau Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan pasal 2
terhadap orang, organisasi, atau aliran Kepercayaan, MEREKA MASIH
TERUS MELANGGAR ketentuan dalam pasal 1 maka, orang anggota
dan/atau anggota pengurus organisasi yang bersangkutan dari aliran itu
di pidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun.

PASAL 4
Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru pasal
156 a.

Bahwa sebagaimana “jiwa” pasal 3 Penetapan Presiden Republik


Indonesia No. 1 Tahun 1965, disebutkan “Mereka yang bisa dipidana
apabila masih melanggar ketentuan pasal 1 (pengulangan perbuatan)” ,
yang mana dalam perkara ini Terdakwa sebelum proses hukum telah
memohon ma’af kepada umat Islam aquo saksi Dra. Hj. Churry
Martiningsih, Drs. Sudadi Mulyono, Drs. Kismanto, Drs. Muslimin, Dra Sri
Muwarni.

Bahwa dalam rentang diajukannya laporan (tiga bulan) Terdakwa tidak


pernah mengulangi perbuatannya, disamping itu secara tertulis
Terdakwa telah membuat surat pernyataan Permohonan Ma’af dan
mohon bimbingan apabila ada kesalahan terhadap ucapannya yang
ditujukan Umat Islam a quo MMI (Majelis Mujahidin Indonesia )
Surakarta yang saat itu diterima oleh saksi pelapor ENDRO
SUDARSONO.
Bahwa dengan demikian pasal 156 a KUHP dalam perkara ini
tidak dapat diterapkan untuk mendakwa dan menuntut Terhadap diri
Terdakwa.

8. Bahwa kami tidak sependapat dengan Replik Jaksa Penuntut Umum


perihal unsur dengan sengaja, hal ini dapat kami uraikan berdasar fakta-
fakat hukum yang muncul dalam persidangan sebagai berikut :
Bahwa sebagaimana dalam proses persidangan jelas terungkap fakta
yang mana Terdakwa sama sekali tidak ada unsure sengaja untuk
melakukan perbuatan penodaan agama, hal ini terungkap berdasar
keterangan saksi Drs. MUSLIMIN, Dra. CHURRY MARTININGSIH, Dra
SRI MUWARNI dan saksi Drs. H. SUDADI MULYANTO yang
menerangkan bahwa Terdakwa dalam mengucapkan “Koran karangan,
Al Qur’an juga karangan” diucapkan dalam kelakar dalam menanggapi
ucapan Saksi Drs. H. SUDADI MULYANTO yang mengatakan “Ada
Dosen Profesor meninggal dengan selingkuhannya” dan Terdakwa tidak
mengatakan “karangan” tetapi “di gawe” dalam bahasa jawa. Kata
“karangan” tidak identik dengan kata “di buat/di gawe”. Dalam hal ini JPU
telah salah dalam mengutip Kamus Bahasa Indonesia yang diterbitkan
PN.Balai Pustaka “ yang pada pokoknya menyama-artikan makna antara
kalimat karangan dan dibuat mengandung substansi yang sama “, hal
tersebut sangat jelas berbeda makna dari kata “karangan dengan
buatan” Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia (Drs. Hendra
Yuliawan, Penerbit Pustaka Mandiri Surakarta-2006) arti KARANGAN
adalah menyusun, merangkai bunga dan sebagainya, sedangkan BUAT
adalah guna, untuk , kepada. Jadi Karangan substansinya adalah karya
cipta sama dengan “creat”, sedangkan dibuat substansinya adalah hasil
karya sama dengan “produce” jadi substansinya sangatlah berbeda,
Contoh Garam dan Indonesia Raya. Garam ciptaan Tuhan dibuat oleh
manunia, yaitu petani garam, sedangkan Indonesia Raya adalah sebuah
lagu karangan Wr. Supratman. Jadi karangan adalah karya cipta/tulisan
dan di buat adalah di produksi/di tulis.
Bahwa menurut pendapat Prof. SUDARTO, SH Guru besar
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang dalam bukunya Sari
Kuliah Hukum Pidana 1 dijelaskan “orang yang bisa dipidana adalah
apabila orang tersebut dalam melakukan tindakannya mempunyai niat
jahat (MANS REA)”
Bahwa dalam perakara ini jelas terungkap fakta berdasarkan
keterangan para saksi-saksi yang menerangkan ucapan terdakwa
diucapkan dalam spontanitas dan kelakar
Dengan demikian jelas dan nyata niat jahat (MANS REA)
terhadap diri Terdakwa sama sekali tidak ada sebagaimana dakwaan
dan/atau tuntutan Jaksa Penuntut Umum , Sehingga jelas dan nyata
unsure dengan sengaja dalam pasal ini sama sekali tidak terbukti dan
tidak terpenuhi.

9. Bahwa perlu kami tegaskan sebagaimana yang dimaksud dalam unsure


di muka umum menurut Hoetomo, MA tentang “tidak khusus dan tidak
Khas” adalah sebagai berikut :
Bahwa Kantor Guru di SMUN 6 Surakarta bukanlah tempat
umum, hal ini terbukti, yang mana setiap orang yang ingin mencari
seseorang di sekolah baik guru, murid/siswa maupun karyawan haruslah
meminta ijin kepada guru piket maupun satpam yang jaga di sekolah.
Lebih-lebih apabila seseorang yang ingin masuk ke dalam ruangan guru
haruslah meminta ijin/melapor kepada guru piket./jaga perihal
kepentingannya.
Bahwa dalam kalimat harus merupakan suatu kewajiban bagi
setiap orang diluar kapasitas sebagai guru, karyawan maupun
siswa/murid SMUN 6 Surakarta yang ingin masuk dalam ruangan guru
haruslah/wajib meminta ijin, dalam arti setiap orang tidak bisa semaunya
untuk masuk ke dalam ruangan guru SMUN 6 Surakarta a quo bukan
tempat umum
Bahwa dengan demikian jelas ruangan guru SMUN 6 Surakarta
bukan merupakan tempat umum, maka ruangan guru tersebut
merupakan tempat yang bersifat khusus dan khas, sehingga dengan
demikian unsure di muka umum tidak dapat terpenuhi.

10. Bahwa selain fakta-fakta yuridis tersebut diatas dipersilahkan suadara


Jaksa Penutut Umum dengan argumennya untuk menyampaikan yang
dianggap benar dan betul secara yuridis, namun yang lebih penting lagi
adalah faktor moral yang harus kita kedepankan, karena Allah pun
maha pemaa’af, demikian pula terhadap diri Terdakwa yang telah
memohon ma’af kepada sesamanya, baik sebagai hablu minannaas dan
hablu minnaallah.

Bahwa berdasar hal – hal yang telah diuraikan tersebut diatas, kami Tim
Penasehat Hukum Terdakwa tetap berpegang pada permohonannya, yaitu

MEMBEBASKAN TERDAKWA DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM


Dan/atau
MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT LAIN
MOHON PUTUSAN YANG SERINGAN-RINGANNYA

Terimakasih

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Surakarta, 20 September 2006


Hormat kami,
Tim Penasehat Hukum

Drs. Suwanta, SH Zainal Abidin, SH


Dyah Liestriningsih, SH Bambang Tri Haryanto, SH

PEMBELAAN
PERKARA PIDANA No. 223/Pid.B/2006/PN. Surakarta
Atas nama Terdakwa

Nama : TEGUH SUBAKRI, BA


Tempat lahir : Surakarta
Umur / tgl lahir : 52 tahun / 15 Maret 1954
Jenis kelamin : Laki – laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Penjalan, Rt. 003 / 004, Gandekan, Jebres,
Kota Surakarta
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (Guru SMUN 6 Surakarta)
Pendidikan : Sarjana Muda

Berdasar Surat Dakwaan dan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum


No. Reg. Perkara : PDM-86/SKRTA/Ep.2/06/2006

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Majelis Hakim yang Terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang Terhormat
Dan Pengunjung Sidang yang berbahagia
Setelah kami, tim Penasehat hukum diberi kesempatan oleh Majelis
Hakim untuk membaca, mempelajari, menyimak serta menelaah Surat
Dakwaan dan/atau Tuntutan Jaksa Penuntut Umum serta fakta – fakta yang
terungkap dalam persidangan, maka kami akan memulai pembelaan ini dengan
sistematika sebagai berikut :

V. Pendahuluan
VI. Kontruksi Pasal 156 a KUHP
VII. Fakta – Fakta Yang Terungkap Dalam Persidangan
VIII. Permohonan

IV. Pendahuluan :

Majelis Hakim yang kami muliakan


Sdr. Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati serta
Pengunjung sidang yang kami hormati pula

Pertama – tama kami panjatkan puji syukur kehadirat Alloh SWT. yang
telah melimpahkan hidayahnya, sehingga kita dapat bersua dalam persidangan
yang terhormat ini.

Selanjutnya kami Tim Penasehat Hukum dari hati yang paling dalam
mengucapkan terima kasih kepada Majelis Hakim yang telah menyidangkan
perkara ini penuh dengan kesabaran, ketekunan dan ketelitian yang telah
berupaya semaksimal mungkin untuk mengungkapkan fakta-fakta yang sama-
sama kita cari di Persidangan ini, guna dan untuk menemukan kebenaran
materiil dari hukum pidana ke arah tercapainya prinsip dan tujuan hukum serta
tegaknya keadilan yang menjadi fokus utama dalam persidangan ini.
Demikian pula Saudara Jaksa Penuntut Umum yang telah dengan
kesabaran dan keseriusan serta ketekunan mengikuti jalannya persidangan.
Begitu pula dengan Saudara Panitera Pengganti yang dengan tekun mengikuti,
mencatat semua fakta – fakta yang terungkap selama persidangan
berlangsung, karena dari fakta – fakta inilah kebenaran meteriil dalam hukum
pidana akan dapat terungkap, meskipun kita sadari sepenuhnya bahwa
kebenaranlah yang menjadi tujuan dalam persidangan ini yaitu kebenaran
manusia yang terlepas dari kekurangan dan kekhilafan dikarenakan sifat
manusia sendiri yang relatif, kerena kebenaran yang mutlak ( absolut ) adalah
kebenaran yang bersumber dari Allah Robbul ‘ Alamin ( Al Qur’an Surat 3 Ayat
60 )

Majelis Hakim yang kami muliakan,


Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,

Kita yang terlibat aktif dalam perkara ini tentunya sama – sama menuju
dataran idaman yang sama yakni tegaknya kebenaran dan keadilan. Dan peran
kita sebagai pelaku aktif ( Jaksa, Hakim dan Penasehat Hukum ) dalam proses
pencarian kebenaran hukum dalam persidangan ini merupakan kewajiban
hukum, karena undang – undang memang mengharuskan demikaian. Dan
secara prosesual masing – masing kita adalah melaksanakan tanggung jawab
hukum sesuai dengan porsi dan posisi masing – masing, ada perasaan bahwa
kita telah berupaya maksimal untuk mengungkap fakta di Persidangan ini
sehingga kita akan mencapai puncak idaman kebenaran dan keadilan hukum
dalam perkara ini.

Dalam hubungan itu, adalah realistis kalau kita melihat diri kita pada
fitrah sifat dasar manusia yang diciptakan oleh sang maha Pencipta. Yang
mana pada diri manusia terdapat potensi – potensi keunggulan di samping
kelemahan – kelemahan. Kesadaran untuk mengingat kelemahan – kelemahan
sifat manusia dalam rangka proses persidangan ini bukanlah bermaksud untuk
memberikan dispensasi moral bagi perbuatan atau sikap yang tidak benar, tidak
adil ataupun tidak obyektif, akan tetapi agar kita tidak over estimate mengenai
apa – apa yang telah kita sikapi selama persidangan ini. Hal ini perlu kita
renungkan bersama, karena salah satu kelemahan kita sebagai manusia
adalah kadang – kadang tanpa kita sadari tidak jujur dalam melihat dan menilai
atau mengadili dirinya sendiri. Pada saat yang sama pula sifat manusia itu
suggestible dapat di pengaruhi oleh faktor – faktor atau rangsangan –
rangsangan dari luar. Dan akibat rangsangan atau pengaruh dari luar maka
perasaan manusia sering tidak terkendali dan akhirnya akan sulit untuk
menggapai keobyektifan dan kebenaran sejati.

Kesadaran akan keterbatasan manusia untuk meraih kebenaran sejati itu


pulalah yang mengisyaratkan untuk tahu diri sebagai yang tidak lepas dari
kesalahan, kekeliruan, kekhilafan dan ketidakmampuan. Karenanya amatlah
tepat jika dalam proses pencapaian kebenaran di forum pengadilan banyak
negara di dunia termasuk di negara kita Indonesia ini ada tahapan – tahapan
dan peluang – peluang prosedur bagi para pihak untuk mengajukan upaya
hukum berupa naik banding ke Pengadilan Tinggi maupun Kasasi ke
Mahkamah Agung

Karena hanya pengadilan di depan Alloh SWT lah yang tidak ada
prejudice dan akan menjadi Mahkamah Yang Maha Adil. Mahkamah sesudah
kita hidup di dunia inilah yang nantinya akan mengadili seluruh kejadian di
dunia yang fana ini secara obyektif dan seadil-adilnya karena tidak berlaku
segala bentuk kepalsuan dan tidak ada pengarahan, janji balas budi atau
ancaman psikologis kepada para saksi baik untuk yang memberatkan atau
meringankan Terdakwa.

V. Kontruksi Pasal 156 a KUHP

Bahwa sekedar untuk menyegarkan kembali di dalam ingatan kita


semua, bahwa di dalam penjelasan umum pembukaan Undang-undang Dasar
Republik Indonesia pada bagian system Pemerintahan Negara secara jelas dan
tegas dinyatakan “Negara Indonesia berdasar atas Hukum (Rechtsstaat) tidak
berdasarkan pada kekuasaan belaka (Machtsstaat)”
Bahwa secara cermat tentang sejarah dan/atau dasar hukum
penambahan pasal baru 156 a KUHP adalah Penetapan Presiden Republik
Indonesia No. 1 Tahun 1965 tentang “Pencegahan, Penyalah gunaan/ atau
Penodaan Agama :

PASAL 1
Setiap orang dilarang dengan sengaja dimuka umum menceritakan,
menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan
penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan
kegiatan-kegiatan agama yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari
agama itu, penafsiran yang mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama
itu.

PASAL 2
(1). Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi
PERINTAH dan PERINGATAN KERAS untuk menghentikan perbuatannya itu
didalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan
Menteri Dalam Negeri

(2). Apabila setelah dilakukan pelanggaran tersebut dalam pasal 1 dilakukan


oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik
Indonesia dapat membubarkan organisasi tersebut dan menyatakan atau aliran
tersebut sepertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan
Menteri Dalam Negeri.

PASAL 3
Apabila setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-bersama
Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau Presiden
Republik Indonesia menurut ketentuan pasal 2 terhadap orang, organisasi,
atau aliran Kepercayaan, MEREKA MASIH TERUS MELANGGAR ketentuan
dalam pasal 1 maka, orang anggota dan/atau anggota pengurus organisasi
yang bersangkutan dari aliran itu di pidana dengan pidana penjara selama-
lamanya 5 tahun.

PASAL 4
Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru pasal 156 a.

Bahwa berdasar Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun


1965 orang atau organisasi yang dapat dikenakan hukum pasal 156 a adalah
apabila memenuhi unsure-unsur sebagai berikut :
4. DENGAN SENGAJA DIMUKA UMUM menceritakan, menganjurkan
atau mengusahakan untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama.

5. ORANG YANG MELANGGAR diperingatkan dengan keras untuk


menghentikan perbuatannya, berdasarkan keputusan bersama Menteri
Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri

6. APabila setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama


Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri orang tersebut masih
terus melanggar, baru pasal 156 a KUHP dapat dikenakan.

Bahwa dengan demikian jelas dan nyata orang yang didakwa dan /atau
dituntut dengan pasal 156 a KUHP haruslah terpenuhinya unsure-unsur pasal
1sampai pasal 4 sebagaimana yang dimaksud dalam Penetapan Presiden
Republik Indonesia No. 1 Tahun 1965 tentang “Pencegahan, Penyalah gunaan/
atau Penodaan Agama.

VI. Fakta – fakta yang terungkap dalam persidangan :

Bahwa sebagaimana surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan No.


Reg. Perkara : PDM-86/SKRTA/Ep.2/06/2006. Terdakwa Teguh Subakri, BA
pada hari Rabu tanggal 14 Desember 2005 sekitar jam 09.00 WIB atau setidak-
tidaknya pada waktu lain dalam bulan Desember tahun 2005 bertempat di
ruang guru bagian selatan SMUN 6 Surakarta Jl. Mr. Sartono Nomor 110
Surakarta, dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau
mengeluarkan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan,
penyalahgunaan atau penodaan agama yang dianut di Indonesia yang
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

Pada awalnya saksi Drs. H. Sudadi Mulyono, Msi membaca Koran di


ruang guru bagian selatan SMUN 6 Surakarta, pada waktu itu saksi
mengucapkan agak keras karena ada berita menarik yaitu “ ini ada dosen
professor kok mati dengan selingkuhannya” mendengar hal tersebut Terdakwa
mengatakan, “ Koran itu karangan, wong Al qur’an ugo karangan” (Koran Itu
Karangan, Al Qur’an juga karangan). Setelah mendengar ucapan Terdakwa,
saksi H. Sudadi Mulyono Msi, menanggapi ucapan Terdakwa, “Al Quran itu
wahyu Illahi”. Bahwa pada waktu Terdakwa mengucapkan kata-kata tersebut,
didengar oleh beberapa guru lainnya yaitu, saksi Dra. Sri Muwarni, saksi Dra
Hj. Churry Martiningsih, saksi Drs. Muslimin, Mpd dan saksi Mujiati, Spd, serta
langsung mendapat reaksi dari saksi Dra Hj. Churry Martiningsih yang
mengatakan “mosok Al Qur’an kok di onekke karangan, aku wani jihad belani”
(Masak Al Qur’an kok di sebut Karangan, saya berani Jihad membela) setelah
itu Terdakwa langsung keluar ruangan. Bahwa perbuatan Terdakwa yang
mengatakan “ Wong Al Qur’an ugo karangan” (Al Qur’an juga karangan)
adalah menodai kesucian Al Qur’an sebagai wahyu Allah SWT dan melecehkan
agama Islam termasuk salah satu agama yang dianut di Indonesia.

Bahwa selama proses persidangan telah ditemukan fakta-fakta yang


terungkap selama proses persidangan, hal ini dapat kami uraikan berdasar
beberapa keterangan para saksi sebagai berikut :

KETERANGAN SAKSI
Bahwa berdasarkan Keterangan Para Saksi dapatlah pula diambil
kesimpulan dalam pembuatan pembelaan ini :

Bahwa menurut keterangan saksi – saksi tersebut adalah sebagai berikut :


7. ENDRO SUDARSONO, UMUR 29 tahun, Agama Islam, Pekerjaan swasta
(Guru les privat), Alamat Ngruki, Rt. 7 / Rw. 16, Cemani, Sukoharjo.
Di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
- Bahwa saksi adalah pelapor dalam dugaan tindak pidana yang dilakukan
Terdakwa
- Bahwa saksi sebelum tanggal 10 Maret 2006 mendapat info dugaan
tindak pidana penodaan agama yaitu Al Qur’an buatan manusia yang
dapat dirubah
- Bahwa saksi kemudian datang ke SMUN 6 Surakarta meminta data-data
tentang dugaan tindak pidana penodaan agama tersebut melalui saksi
Drs. Kismanto
- Bahwa saksi tidak tahu secara pasti yang dibicarakan Terdakwa, namun
saksi diberitahu oleh saksi Drs. Kismanto dengan diberi data-data
- Bahwa saksi setelah menerima data-data tersebut kemudian melaporkan
Terdakwa di Poltabes Surakarta

- Bahwa dengan keterangan saksi tersebut jelas merupakan


TESTIMONIUM DE AUDITU, yaitu saksi tidak mengetahui secara
langsung baik melihat, mendengar sendiri peristiwa tindak Pidana apa
yang didakwakan kepada Terdakwa.

8. Drs. KISMANTO, Umur 45 tahun, Agama Islam, Pekerjaan PNS (Guru


SMUN 6 Surakarta), Alamat Gayamsari.
Dibawah sumpah memberikan keterangan sbb :
- Bahwa Saksi adalah wakil kepala sekolah bidang HUMAS di SMUN 6
Surakarta
- Bahwa saksi tidak tahu secara langsung yang dikatakan Terdakwa di
ruang guru SMUN 6 bagian Selatan
- Bahwa saksi hanya tahu setelah mendapat informasi kalau Terdakwa
mengatakan Al Qur’an dikarang manusia
- Bahwa saksi yang memberikan data-data kepada saksi pelapor (Indro)
tanpa seijin dan tanpa sepengetahuan Kepala Sekolah SMUN 6
Surakarta
- Bahwa saksi tahu Terdakwa di panggil Kepala Sekolah untuk dilakukan
pembinaan bersama para guru lainnya, yaitu Dra. Sri Indriati, Dra. Nunuk
Purnaningsih, Drs. Kismanto (saksi) dan Terdakwa
- Bahwa pembinaan tersebut berawal dari beberapa permasalahan yang
muncul di SMUN 6 terhadap diri Terdakwa, kemudian dikaitkan dengan
ucapan Terdakwa yang mengatakan Al Qur’an juga karangan manusia
- Bahwa akar permasalahan tersebut berawal dari Terdakwa yang suka
mengkritisi para guru dan kepala sekolah

- Bahwa dengan keterangan saksi tersebut jelas merupakan


TESTIMONIUM DE AUDITU, yaitu saksi tidak mengetahui secara
langsung baik melihat, mendengar sendiri peristiwa tindak Pidana apa
yang didakwakan kepada Terdakwa.

9. Drs. MUSLIMIN, Umur 55 tahun, Agama Islam, Pekerjaan PNS Guru


SMUN 6 Surakarta, Alamat Jl. Mawar Indah, Fajar Indah Solo.
MemberIkan keterangan di bawah sumpah sebagai berikut :
- Bahwa saksi adalah teman sekantor dengan Terdakwa
- Bahwa saksi tidak mendengar secara jelas yang diucapkan Terdakwa di
ruang guru SMUN 6 bagian selatan
- Bahwa saksi ada dalam satu ruangan dengan Terdakwa, namun saksi
tidak mendengar secara jelas ( samara-samar) yang diucapkan
Terdakwa
- Bahwa dalam ruangan tersebut ada 6 orang guru yang masing-masing
dengan aktifitasnya sendiri-sendiri, ada yang mengerjakan tugas dan
ada yang baca koran
- Bahwa saksi tahu ada ribut-ribut di ruang guru, yang kemudian saksi
menanyakan hal tersebut kepada teman-teman yang ada diruangan
tersebut
- Bahwa saksi sebelum di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) di Kepolisian
terlebih dahulu dikumpulkan dan dilakukan pengarahan yang pada
dasarnya untuk menyamakan persepsi terhadap para saksi yang lain
(keterangan saksi biar sama semua)
- Bahwa dalam persidangan saksi mencabut BAP (Berita Acara
Pemeriksaan) di Kepolisian, yang dalam persidangan saksi mengatakan
tidak mendengar perkataan Terdakwa
- Bahwa saksi mengetahui Terdakwa meminta ma’af
- Bahwa ucapan Terdakwa yang mengatakan “Koran karangan, Qur’an
juga karangan” diucapkan dalam kelakar dan spontanitas

- Bahwa dengan keterangan saksi tersebut jelas merupakan


TESTIMONIUM DE AUDITU, yaitu saksi tidak mengetahui secara
langsung baik melihat, mendengar sendiri peristiwa tindak Pidana apa
yang didakwakan kepada Terdakwa.

10. Dra. Hj. Churry Martiningsih, Umur 57 th, Agama Islam, Pekerjaan PNS
Guru SMUN 6 Surakarta, Alamat Jl. Bali, Setabelan, Surakarta
Di bawah sumpah memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa pada tanggal 14 Desember 2005 jam ke 4 (09.00-09.45) di kantor
ruangan guru sebelah selatan SMUN 6 Surakarta saksi mendengar
Terdakwa mengatakan Koran karangan, Qur’an ugo karangan
- Bahwa ketika itu yang ada dalam ruangan adalah Muslimin, Sudadi,
saksi (Churry), sri muwarni, Mudjiati, dan Terdakwa
- Bahwa jarak antara Terdakwa dengan saksi adalah 5 meter di belakang
Terdakwa
- Bahwa terhadap ucapan Terdakwa tersebut, saksi mengatakan akan
berjihad
- Bahwa Terdakwa setelah mengucapkan “Koran karangan, Qur’an juga
karangan” kemudian masuk kamar mandi
- Bahwa setelah keluar kamar mandi, Terdakwa meminta Ma’af kepada
saksi
- Terhadap keterangan saksi tersebut, Terdakwa mengatakan ada yang
benar dan ada yang salah
- Bahwa keterangan yang salah adalah “Koran karangan, Qur’an juga
karangan” yang benar “Koran buatan manusia, Qur’an juga buatan”
- Bahwa ucapan Terdakwa tersebut diucapkan dalam spontanitas dan
kelakar

11. Dra. SRI MUWARNI, Umur 51 tahun, Agama Islam, Pekerjaan PNS Guru
SMUN 6 Surakarta, Alamat Kadipiro, Surakarta
Di bawah sumpah memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa pada tanggal 14 Desember 2005 sekira jam 09.00 di kantor
ruang Guru sebelah selatan SMAN 6 Surakarta saksi mengetahui
Terdakwa bersama teman guru yang lain yaitu Drs. Muslimin, Drs.
Sudadi, Dra. Hj. Churry Martiningsih dan Mujiati, Spd.
- Bahwa dalam ruangan tersebut saksi mendengar perkataan terdakwa
yang mengatakan “koran karangan, Al-Qur’an juga karangan”
- Bahwa saksi menanggapi dengan ucapan “ojo ngono pak, Qur’an firman
Allah SWT yang kebenarannya dijaga sampai hari kiamat,
- Bahwa kemudian terdakwa pergi ke kamar mandi dan setelah itu
meminta maaf kepada Bu Churry
- Bahwa ucapan Terdakwa tersebut diucapkan dalam kelakar dan
spontanitas

- Bahwa atas keterangan saksi, terdakwa menyangkal karena terdakwa


tidak mengatakan Al-Qur’an itu karangan, yang benar “koran buatan,
Qur’an juga buatan”

12. Drs. H. SUDADI MULYONO, MSi. Umur Tahun, Agama Islam, Pekerjaan
PNS Guru SMUN 6 Surakarta, Alamat Kadipiro, Surakarta
Di bawah sumpah memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi kenal dengan Terdakwa (tidak ada hubungan keluarga)
- Bahwa pada tanggal 14 Desember 2005 jam 09.00 di kantor ruangan
guru sebelah selatan SMUN 6 Surakarta saksi sedang membaca Koran
dengan mengatakan “wah ini ada dosen professor kok mati dengan
selingkuhannya” kemudian Terdakwa berkomentar “Koran iku karangan
wong Al-Qur’an yo karangan”
- Bahwa dalam ruangan itu yang ada adalah Dra. Hj. Churry Martiningsih,
Drs., Muslimin, Dra. Sri Muwarni dan Mujiati Spd.
- Bahwa yang diucapkan Terdakwa dalam kelakar / guyonan
- Bahwa terhadap keterangan saksi, terdakwa menyakal dengan
mengatakan yang benar adalah “koran buatan manusia, Qur’an juga
buatan”

Keterangan SAKSI AHLI


1. WAHID AHMADI
Dibawah sumpah memberi keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi menerangkan dan berpendapat sehubungan dengan
dugaan tindak pidana penodaan agama yang dilakukan Terdakwa
- Bahwa saksi berpendapat ada dua hal yang disampaikan yaitu :
substansi dan forum
- Bahwa yang dimaksud Substansi yaitu apabila seseorang mengatakan
Qur’an bukan kalam Allah, Muhammad bukan Rosul Allah, yang mana
ucapan tersebut diucapkan dalam keadaan sadar, tidak gila dan tidak
sedang hilang ingatan
- Bahwa yang dimaksud Forum adalah ucapan seseorang yang dilakukan
ditempat yang dapat menyinggung perasaan orang lain dalam keadaan
sadar, namun apabila ucapan tersebut diucapkan dalam forum dialog
ilmiah dengan keyakinan seseorang maka tidak dapat dikatakan
penodaan agama;
- Bahwa menurut pendapat saksi, bahwa ucapan Terdakwa dapat
dikatakan menodai agama berdasarkan substansi, karena Alqur’an
disamakan Koran, sedangkan secara forum ucapan Terdakwa tersebut
diucapkan bukan dalam forum khusus yang membahas masalah agama

2. SUPANTO, SH.MH
Dibawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
- Bahwa menurut saksi pasal 156 a huruf a KUHP adalah sebagai berikut
:
 Barang siapa : dalam hal ini adalah orang yang melakukan
 Dengan sengaja : ada niat kehendak sendiri, tidak ada paksaan
 Di muka umum : forum yang dihadiri tidak tergantung banyaknya
orang,
 Mengeluarkan Perasaan atau melakukan perbuatan : yang mana
perbuatan tersebut muncul/mengeluarkan perasaan baik secara
lisan maupun tulisan karena perbedaan keyakinan dianggap
permusuhan;
 Penodaan agama yang dianut di Indonesia : yaitu yang
berhubungan dengan keyakinan, system ritual dan emosi
keagamaan.

Keterangan TERDAKWA TEGUH SUBAKRI, BA

Bahwa sebagaimana proses persidangan, Terdakwa telah memberi


keterangan sebagai berikut ;
- Bahwa Terdakwa mengakui mengucapkan kata-kata “Koran dibuat,
Qur’an juga dibuat”
- Bahwa Terdakwa dalam mengucapkan kata-kata tersebut dilakukan di
ruang guru SMUN 6 Surakarta di bagian selatan, yang saat itu dalam
ruangan ada 6 orang guru
- Bahwa setelah Terdakwa mengucapkan kata-kata tersebut, ada teman
guru yang bernama Hj. Churry bereaksi atas perkataan Terdakwa, yang
kemudian Terdakwa masuk ke kamar mandi
- Bahwa setelah keluar dari kamar mandi, Terdakwa menghampiri saksi
Hj. Churry untuk meminta ma’af atas perkataannya
- Bahwa benar Terdakwa telah di panggil oleh Kepala Sekolah untuk di
lakukan pembinaan bersama teman guru yang lain, sehingga Tergugat
meminta ma’af
- Bahwa saat Terdakwa mengucapkan kata-kata tersebut dalam keadaan
khilaf, karena baru banyak masalah yang di hadapi Terdakwa
- Bahwa Terdakwa juga telah meminta ma’af kepada MMI ( Majelis
Mujahidin Indonesia) secara tertulis yang langsung berhadapan dengan
ADI BASUKI selaku Ketua MMI dan INDRO SUDARSONO selaku
Advokasi MMI (pelapor)

- Bahwa terhadap hal tersebut, Terdakwa di hadapan persidangan telah


memohon ma’af kepada seluruh umat Islam dan menyesali
perbuatannya serta tidak akan mengulangi perbuatan lagi
- Bahwa Terdakwa dalam hal ini adalah seorang mualaf, yaitu orang yang
baru masuk islam dan perlu bimbingan, hal ini juga sesuai surat
pernyataan Terdakwa ditujukan kepada MMI mohon ma’af apabila ada
kesalahan dan mohon bimbingannya.

FAKTA HUKUM :
Bahwa sebagimana dimaksud dalam pasal 156 a huruf a KUHPidana
adalah
“ Barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau
melakukan perbuatan : yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah
gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”

Bahwa sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum kepada


Terdakwa adalah pasal 156 a huruf a KUHPidana, yang mana menurut kami
sama sekali tidak terpenuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 156 a
huruf a KUHPidana tersebut, hal ini dapat kami uraikan sebagai berikut :
 BARANG SIAPA : hal ini jelas ditujukan kepada orang yang melakukan
perbuatan

 UNSUR SENGAJA : perbuatan tersebut dilakukan dengan niat dan


sengaja

Bahwa sebagaimana dalam proses persidangan jelas terungkap


fakta yang mana Terdakwa sama sekali tidak ada unsure sengaja untuk
melakukan perbuatan penodaan agama, hal ini terungkap berdasar
keterangan saksi Drs. MUSLIMIN, Dra. CHURRY MARTININGSIH, Dra
SRI MUWARNI dan saksi Drs. H. SUDADI MULYANTO yang
menerangkan bahwa Terdakwa dalam mengucapkan “Koran karangan,
Al Qur’an juga karangan” diucapkan dalam kelakar dalam menanggapi
ucapan Saksi Drs. H. SUDADI MULYANTO yang mengatakan “Ada
Dosen Profesor meninggal dengan selingkuhannya”

Bahwa menurut pendapat Prof. SUDARTO, SH Guru besar


Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang dalam bukunya Sari
Kuliah Hukum Pidana 1 dijelaskan “orang yang bisa dipidana adalah
apabila orang tersebut dalam melakukan tindakannya mempunyai niat
jahat (MANS REA)”

Bahwa dalam perakara ini jelas terungkap fakta berdasarkan


keterangan para saksi-saksi yang menerangkan ucapan terdakwa
diucapkan dalam spontanitas dan kelakar

Dengan demikian jelas dan nyata niat jahat (MANS REA)


terhadap diri Terdakwa sama sekali tidak ada sebagaimana dakwaan
dan/atau tuntutan Jaksa Penuntut Umum , Sehingga jelas dan nyata
unsure dengan sengaja dalam pasal ini sama sekali tidak terbukti dan
tidak terpenuhi.

 UNSUR DIMUKA UMUM : adalah untuk orang banyak, mengenai


seluruhnya atau sekalian, tidak khusus, tidak
khas (Hoetomo, MA, Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia penerbit Mitra Pelajar, Surabaya)

Bahwa jelas dan nyata terungkap dalam persidangan, bahwa


berdasar keterangan para saksi dan Terdakwa, yaitu ketika Terdakwa
mengucapkan “Koran buatan, Qur’an juga buatan” dilakukan dalam
ruang guru SMUN 6 sebelah selatan yang notabene adalah para teman
guru Terdakwa sendiri (komunitas guru SMUN 6), sehingga jelas dan
nyata pula ucapan tersebut dilakukan dalam ruangan khusus dan khas
(SMUN 6 Surakarta) padahal yang dimaksud DIMUKA UMUM menurut
HOETOMO, MA adalah dihadapan orang banyak, mengenai
seluruhnya atau sekalian, tidak khusus dan tidak khas.
Sehingga dengan demikian jelas unsure dimuka umum dalam
perkara ini tidak terpenuhi unsue-unsurnya, hal ini terungkap fakta
bahwa Terdakwa mengucapkan “Koran buatan, Qur’an juga buatan”
dilakukan di ruang guru SMUN 6 Surakarta yang sifatnya khusus dan
khas, bukan dimuka umum.

 UNSUR MENGELUARKAN PERASAAN ATAU MELAKUKAN


PERBUATAN : Perbuatan tersebut dapat dilakukan secara lisan
maupun tulisan

Bahwa apa yang dilakukan Terdakwa dengan ucapan “Koran


buatan, Al Qur’an juga buatan” tidak ada maksud Terdakwa untuk
mengeluarkan perasaan atau perbuatan permusuhan, ucapan mana oleh
Terdakwa terlontar karena spontanitas dan kelakar oleh Terdakwa,
sehingga menurut kami unsure inipun juga tidak terpenuhi.

Bahwa lain dari pada itu substansi yang diucapkan Terdakwa


dengan mengucapkan “Koran Buatan, Qur’an juga buatan” berdasar
fakta dipersidangan adalah apakah salah apabila dikatakan Qur’an di
cetak dan dijilid secara fisik, hal tersebut dapat dibuktikan bahwa setiap
buku Al Qur’an pasti tertulis kalimat “dicetak dan diterbitkan oleh suatu
penerbit atau percetakan” jadi kata buatan bukan merupakan kata yang
melanggar hukum.

Bahwa dengan demikian unsure mengeluarkan perasaan atau


melakuan perbuatan inipun juga tidak terpenuhi, karena maksud yang
diucapkan Terdakwa adalah buatan secara fishik bukan isinya (bukan
firman-Nya)
 UNSUR YANG PADA POKOKNYA BERSIFAT PERMUSUHAN,
PENYALAHGUNAAN ATAU PENODAAN TERHADAP SUATU AGAMA
YANG DIANUT DI INDONESIA :
Bahwa sebagaimana yang telah diuraikan tersebut diatas, Terdakwa
sama sekali tidak ada unsure melakukan permusuhan atau Penodaan agama,
hal ini Terdakwa dalam mengucapkan “Koran buatan, Qur’an juga buatan”
secara spontanitas dan kelakar dalam menanggapi ucapan saksi Drs. Sudadi
yang mengatakan “ Ini ada dosen Profesor kok meninggal dengan
selingkuhannya”

Majelis Hakim yang terhormat,


Jaksa Pernuntut Umum yang terhormat,

Bahwa sebagimana Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 1


Tahun 1965 tentang “ Pencegahan Penyalah gunaan /atau Penodaan Agama”
dijelaskan dan disebutkan sebagai berikut :
“ Barang siapa melanggar sebagaimana pasal tersebut diatas (Pasal 156 a
huruf a KUHP) diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan
perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri /
Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri”

Bahwa apabila hal tersebut dihubungkan dengan dakwaan dan Tuntutan


Jaksa Penuntut Umum dengan Pasal 156 a huruf a KUHP, maka berdasar
fakta-fakta hukum yang ditemukan dalam proses persidangan, dapat kami
sampaikan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini
bertentangan dengan “jiwa” Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 1
Tahun 1965 tentang “ Pencegahan Penyalah gunaan /atau Penodaan Agama”

Bahwa sebagaimana “jiwa” pasal 3 Penetapan Presiden Republik


Indonesia No. 1 Tahun 1965, disebutkan “Mereka yang bisa dipidana apabila
masih melanggar ketentuan pasal 1 (pengulangan perbuatan)” , yang mana
dalam perkara ini Terdakwa sebelum proses hukum telah memohon ma’af
kepada umat Islam aquo saksi Dra. Hj. Churry Martiningsih, Drs. Sudadi
Mulyono, Drs. Kismanto, Drs. Muslimin, Dra Sri Muwarni.

Bahwa dalam rentang diajukannya laporan (tiga bulan) Terdakwa tidak


pernah mengulangi perbuatannya, disamping itu secara tertulis Terdakwa telah
membuat surat pernyataan Permohonan Ma’af dan mohon bimbingan apabila
ada kesalahan terhadap ucapannya yang ditujukan Umat Islam Aquo MMI
(Majelis Mujahidin Indonesia ) Surakarta yang saat itu diterima oleh saksi
pelapor ENDRO SUDARSONO.

Bahwa selain hal tersebut Terdakwa juga pernah dipertemukan dengan


pimpinan MMI Surakarta ADI BASUKI dan ENDRO SUDARSONO yang pada
pertemuan tersebut Terdakwa juga telah meminta ma’af.

Bahwa selama proses persidangan telah ditemukan fakta, bahwa


Terdakwa dengan hati yang ikhlas telah melakukan permohonan ma’af kepada
umat Islam pada umumnya dan khususnya aquo para saksi dan organisasi
Umat Islam MMI Surakarta, sehingga menurut kami tuntutan Jaksa Penuntut
Umum dengan mendasarkan pasal 156 a huruf a KUHP adalah tidak tepat dan
bertentangan dengan Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun
1965, sehingga dengan demikian unsure-unsur dalam pasal 156 a huruf a
KUHP tidak dapat diterapkan dalam perkara ini.

Majelis hakim yang terhormat,


Jaksa Penuntut Umum yang terhormat

Bahwa selain fakta-fakta yuridis tersebut diatas, perlu kami sampaikan


pula fakta-fakta non yuridis sebagai berikut ;

Bahwa awal dari perkara ini adalah ucapan Terdakwa yang


mengucapkan “Koran buatan, Qur’an juga buatan” yang mana terhadap
ucapan tersebut oleh MMI (Mejelis Mujahidin Indonesia) ditindaklanjuti dengan
laporan kepada pihak yang berwajib.
Bahwa Terdakwa dalam hal ini telah mengakui dalam persidangan, dan
tertulis dalam surat Jaksa Penuntut Umum ”bahwa maksud dari omongan
terdakwa adalah kelakar belaka” artinya dalam budaya Jawa adalah “guyon”.
Dalam budaya Jawa, kalimat guyon tidak selalu memiliki seperti yang tersurat.
misalnya “edan motormu anyar!” (Jawa : “gila motormu baru”). bukan berarti
karena motornya baru maka dia adalah orang gila, harus berobat kedokter
jiwa , atau dimasukan kerumah sakit jiwa atau dipasung, tetapi “edan motormu
anyar” merupakan ungkapan dari perasaan dan pikiran yang sama sekali tidak
ada kaitannya dengan gila yang harus kedokter atau rumah sakit jiwa atau
dipasung dst.

Oleh karenanya, apabila yang disebut sebagai guyon dalam budaya


Jawa itu dimaknai secara apa yang tersurat dan ditanggapi dengan pasal-pasal
hukum sebagai pelanggaran hukum yang serius, maka hal itu merupakan
langkah menjauh dari tertib hukum. Eksesnya akan terlalu sering dan terlalu
banyak orang Jawa harus diseret ke penjara karena dalam budaya Jawa
memang ada yang namanya guyon.

Apabila Majelis Hakim menjatuhkan vonis penjara terhadap Terdakwa,


berarti Keputusan Majelis Hakim pemeriksa perkara ini merupakan
Yurisprudensi untuk hal serupa, artinya banyak orang dipasar, di mall, di kantor-
kantor dalam pergaulan sehari-hari yang harus diseret ke Pengadilan dan
dipenjarakan. Ini jelas jauh dari apa yang kita yakini sebagai tertib hukum yang
harus dibangun di Republik tercinta ini, bahkan dapat dikatakan hal itu sebagai
kekonyolan hukum.

Majelis Hakim yang kami muliakan,


Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,

Bahwa dalam dakwaan dan/atau tuntutan Jaksa Penuntut Umum


melihat sebuah guyon spontan sebagai perkara melawan hukum yang amat
serius tanpa barang bukti dan saksi-saksi yang tidak menyakinkan fakta hukum
dan berbeda bahasa. Yang mana keterangannya berbolak-balik. Sehingga
terhadap hal tersebut belum dapat dijadikan dasar untuk menuntut Terdakwa
dengan pasal 156 a huruf a KUHP, hal ini sebagaimana terungkap dalam
keterangan saksi Endro Sudarsono yang hanya mendengar informasi bukan
melihat, mendengar, mengalami sendiri, hal ini saksi hanya mendapat
keterangan dari saksi Drs. Kismanto, sedangkan saksi Drs. Kismanto sendiri
juga hanya mendapat informasi dari saksi Dra. Hj. Churry Martiningsih.

Bahwa sebagaimana laporan saksi Dra. Hj. Churry Martiningsih pada


Dispora Surakarta disebutkan : “Ayat Suci Al-Qur’an adalah buatan manusia
sehingga dapat diubah”. Tetapi dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) di
Poltabes Surakarta serta dihadapan persidangan mengatakan kesaksiannya
berubah-rubah dan tanpa bukti apapun yang dimiliki saudara saksi, hal ini
dibantah oleh Terdakwa atas keterangan para saksi tersebut.

Bahwa jelas dan nyata dengan demikian keterangan Para saksi yang
berbeda-beda dan tanpa dilandasi bukti-bukti objektif serta tidak dapat dijadikan
dasar penuntutan terhadap diri Terdakwa. Hal ini sesuai keterangan Saksi Drs.
H. Sudadi Mulyono,Msi yang mengatakan : ”Koran iku karangan, wong Al-
Qur’an yo karangan”.

Para saksi hanya mendengar informasi, seperti mendengar gossip lalu


bersaksi dipersidangan. Saksi mengaku mendengar sendiri memberikan
kesaksian yang berbeda. Bukan sekedar beda-beda kalimatnya, melainkan
beda bahasanya. Ada saksi yang menyebutkan bahasa Melayu, ada yang
menyebutkan bahasa Jawa. Semuanya tidak menyakinkan, dan saksi Dra. Hj.
Churry Martiningsih yang merupakan saksi utama dalam perkara ini juga
melaporkan secara tertulis bahwa : “Terdakwa telah menyampaikan kelakar
atau humor bahwa ayat suci Al-qur’an adalah buatan manusia sehingga dapat
diubah” (bukti terlampir). Adalagi keterangan Saksi Drs. Muslimin yang
mengatakan bahwa : “para saksi sebelum diperiksa di POLTABES Surakarta
terlebih dahulu di kumpulkan untuk dilakukan pengarahan yang pada dasarnya
untuk menyamakan persepsi terhadap para saksi yang lain,maksudnya
keterangan para saksi biar sama semua”. Bahkan kedua saksi Ahli pun tidak
dapat membuktikan Terdakwa telah salah dalam dugaan tindak pidana
penodaan agama.
Dengan memperkarakan kata karangan, para saksi dan JPU secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama mendramatisir fakta hukum dan kesaksian
untuk memuaskan nafsu memenjarakan orang yang tidak disukainya, yakni
Terdakwa.

Oleh karena itu mohon Majelis Hakim pemeriksa perkara ini tidak
memutus perkara yang tidak dapat membuktikan fakta hukum, karena fakta
yang di dramatisir tanpa didasari bukti apapun, baik keterangan para saksi
maupun tuntutan Jaksa Penuntut Umum baik secara sendiri-sendiri maupun
besama-sama tidak bisa meyakinkan untuk mengungkap fakta hukum.

Bahwa dengan keyakinan orang lain yang berbeda tidak dapat


memidanakan, menjebloskan dan/atau memenjarakan seseorang tanpa ada
bukti / fakta hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam Perkara ini
adalah ujian bagi Hakim dalam menghadapi dua pihak dengan dua keyakinan
berbeda. Atas dasar apa yang satu disalahkan dan yang lain dibenarkan?, Atas
dasar apa yang satu dipenjarakan dengan meminjam kesaksian para saksi
yang berbeda keyakinan. ini sifat tumbak cucukan alias tukang wadul dalam
dunia hukum yang membahayakan masyarakat dan mengancam demokrasi.
Mengancam ketentraman dan kedamaian yang berdasar saling menghormati
satu dengan yang lain. Hukum dan Undang-Undang mengadili perbuatan,
bukan keyakinan. Tindakannya cuma membuat saksi Dra. Hj. Churry
Martiningsih tersinggung. Dan sudah minta maaf dan sudah dimaafkan, tetapi
ada yang mencoba mendramatisir perkara ini menjadi konflik antar Agama.

Majelis Hakim yang terhormat, kami mohon dalam memutuskan perkara


ini dapat mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan ini,
namun juga harus mengesampingkan keterangan para saksi yang tidak dapat
meyakinkan fakta hukum atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum,
PERMOHONAN

Majelis Hakim yang Terhormat


Jaksa Penuntut Umum yang terhormat dan
Sidang yang kami muliakan

Bahwa berdasar fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan


ini, kami mohon kepada yang Terhormat Majelis Hakim untuk sudi dan
berkenan untuk mempertimbangkan dan memutuskan perkara terhadap diri
Terdakwa sebagai berikut :

MEMBEBASKAN TERDAKWA DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM


Dan/atau
MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT LAIN
MOHON PUTUSAN YANG SERINGAN-RINGANNYA

Terimakasih

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Surakarta, 6 September 2006


Hormat kami,
Tim Penasehat Hukum

Drs. Suwanta, SH Zainal Abidin, SH


Dyah Liestriningsih, SH Bambang Tri Haryanto, SH
PEMBELAAN

PERKARA PIDANA No. 223/Pid.B/2006/PN. SKA

Atas nama Terdakwa :

TEGUH SUBAKRI, BA

PENGADILAN NEGERI
SURAKARTA
2006

Anda mungkin juga menyukai