Anda di halaman 1dari 6

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................v

DAFTAR ISI......................................................................vii

BAGIAN PERTAMA PENGANTAR KE TASAWUF

1.BAB 1 PENDAHULUAN.....................

2.BAB 2 PEMBAHASAN.....................

2.1. Syekh Abdul Qadir al-Jailani..........

2.2.Imam Junaidal-Baghdadi ................


2.3.Rabiah binti Ismail al-Adawiyyah al-Qissiyah.......

2. 4.Al-Ghazali; ....................

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual
dalam islam. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya
ketimbang aspek jasmaninya. Orang yang ahli dalam tasawuf disebut dengan seorang sufi.
Seorang sufi menekankan aspek rohaninya daripada jasmaninya. Seorang sufi selalu berusaha
untuk dekat dengan Tuhan-Nya. Dan untuk mencapai itu, terdapat tingkatannya yaitu tobat,
zuhud, sabar, shaleh, tawakal, kerelaan (ridha), cinta dan ma’rifat.

B. Tujuan

1. Mengetahui tokoh-tokoh tasawuf.

2. Mengetahui ajaran-ajaran dari tokoh-tokoh tasawuf.

C. Rumusan Masalah

1. Siapa saja tokoh-tokoh tasawuf?


2. Bagaimana ajaran-ajaran dari tokoh-tokoh tasawuf?

BAB II

PEMBAHASAN

A.TOKOH-TOKOH TASAWUF DAN AJARANNYA

Ilmu tasawuf termasuk dalam ajaran agama Islam yang dikembangkan oleh para sufi.

Istilah tasawuf berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata ”tashowwafa – yatashowwafu -
tashowwuf” yang mengandung makna (menjadi) berbulu banyak, yakni menjadi ciri seorang
sufi atau menyerupainya dengan ciri khas pakaian yang terbuat dari bulu domba atau wol.

Diketahui bahwa ilmu tasawuf ini berasal dari berbagai pengaruh ajaran agama atau filsafat lain
hingga pada akhirnya disesuaikan dengan konsep agama Islam.

Pengertian Ilmu Tasawuf Menurut para Ahli

Sebenarnya, ilmu tasawuf memiliki banyak arti yang dikemukakan dari beberapa ahli.
Pengertian ilmu tasawuf menurut berbagai sudut pandang, yakni:

1. Syekh Abdul Qadir al-Jailani

Abdul Qadir al-Jailani adalah seorang ulama salafi yang mengembangkan tarekat (aliran)
Qadiriyah. Dilahirkan di Jailan pada 470 H/1077 dan wafat pada 561 H/1166 M di daerah Babul
Azajwafat, Baghdad. Untuk mengenalkan ajaran Qadiriyiah, beliau mendirikan madrasah serta
ribat di Baghdad pada 1127 M. Ia memimpin madrasah dan ribat tersebut hingga akhir
hayatnya. Tarekat Qadiriyah ini memiliki ciri khas sebagai tarekat yang mengedepankan
keluwesan.

Keluwesan ini berkaitan dengan ajaran Abdul Qadir al-Jailani bahwa murid yang telah sampai
pada derajat guru, diberi kebebasan sendiri menjadi syekh. Pembinaan selanjutnya diserahkan
ke tangan Allah SWT. Dalam tarekat Qadiriyah, zikir utama adalah kalimat Laa Ilaaha Illallaah
(tidak ada Tuhan selain Allah). Menurut ajaran Qadiriyah, zikir sebaiknya dilakukan dalam posisi
duduk menghadap kiblat dengan menutup mata. Dengan begitu, diyakini bahwa zikir akan
menimbulkan rasa lebih mencintai Allah daripada segala yang lain pada diri zakir (pezikir).
Sejak masa Abdul Qadir al-Jailani, ada beberapa muridnya yang menyebarkan ajaran Kadiriyah
ke berbagai negara Islam. Karena itu, tak heran tarekat ini memiliki banyak pengikut, terutama
di Turki, Yaman, Mesir, India, Suriah, dan Afrika. Abul Qasim al-Junaid al-Baghdadi Abu al-Qasim
al-Junaid bin Muhammad al-Kazzaz al-Nihawandi atau di kalangan komunitas sufi lebih dikenal
dengan panggilan Junaid al-Baghdadi. Dia adalah seorang ulama sufi dan wali Allah yang paling
menonjol namanya di kalangan ahli-ahli sufi. Meskipun menonjol, tidak ada satu pun tulisan
mengenai biografi beliau yang memuat tahun kelahirannya. Sehingga, tidak dapat dipastikan
kapan beliau dilahirkan. Sementara itu, mengenai tahun kematiannya, terdapat beberapa
keterangan. Ada yang menyebutkan tahun 294 H, yang lain menyebut tahun 297 H/910 M di
Baghdad.

Junaid al-Baghdadi termasuk orang pertama yang menyusun dan membahas tentang ilmu
tasawuf dengan ijtihadnya. Banyak kitab yang menerangkan tentang ilmu tasawuf disusun
berdasarkan kepada ajaran beliau. Junaid juga dikenal dalam sejarah tasawuf sebagai seorang
sufi yang banyak membahas tentang tauhid. Pendapat-pendapatnya dalam masalah ini banyak
diriwayatkan dalam kitab-kitab biografi para sufi. Para sufi pada masanya banyak yang kagum
atas keluasan wawasan yang dimiliki beliau terhadap ajaran tasawuf. Karena itulah, dia digelari
imam kaum sufi (Syaikh al-Ta`ifah). Sementara itu, al-Qusyairi dalam kitabnya al-Risaalah al-
Qusyairiyyah menyebutnya sebagai tokoh dan imam kaum sufi. Ajaran tasawuf yang
dikembangkannya bertumpu pada konsep tauhid yang hakiki. Tauhid, menurutnya, adalah buah
dari peniadaan diri terhadap semua selain Allah SWT. Ia menganggap bahwa tasawuf
merupakan penyucian dan perjuangan kejiwaan yang tidak ada habis-habisnya. Rabiah al-
Adawiyah

2. Imam Junaid al-Baghdadi

Tasawuf artinya kegiatan membersihkan hati dari yang mengganggu perasaan manusia,
memadamkan kelemahan, menjauhi keinginan hawa nafsu, mendekati hal-hal yang di ridai
Allah, dan bergantung pada ilmu-ilmu hakikat.Selain itu juga memberikan nasihat kepada
semua orang, memegang dengan erat janji dengan Allah dalam hal hakikat serta mengikuti
contoh Rasulullah SAW dalam hal syariat.Tasawuf Imam Junaid al-Baghdadi

Dari sekian banyak ulama -- ulama sufi yang ada, mereka cendrung berbeda dalam
membawakan ajaran tasawuf mereka masing-masing, semuanya tergantung dengan latar
belakang dan proses mereka mempelajari ilmu tasawuf itu sendiri serta pengalaman pribadi
masing-masing. Tapi perlu kita garis bawahi bahwa meskipun konsep tasawuf dari ulama-ulama
sufi berbeda tapi sumber dari ajaran mereka tetap sama, yairu Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Konsep tasawuf Imam Al-Junaid biasanya menkankan stabilitas antara ajaran tasawuf dan
peraktik dengan kaidah-kaidah syariat. Segala bentuk peraktik tasawuf tidak boleh lepas dengan
Al-Qur'an dan As-Sunnah karena tasawuf itu sendiri bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Meninggalkan segala perbuatan tercela dan berakhlak baik adalah salah satu dari bentuk
tasawuf dari Imam Junaid.

Menurut beliau, tasawuf itu tentang usaha untuk memurnikan hati, berprilaku baik terhadap
sesama, menghindari diri dari segala bentuk godaan dunia, dan selalu berusaha untuk taat
kepada Allah SWT. Dan mengikuti Rasullah SAW. Tasawuf Imam Junaid selalu bersandarkan
kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagaimana mestinya, keseimbangan lahir dan batin, hakikat
dan syariat, serta ilmu dan amal shalih. Dan bagi imam Junaid ilmu taswuf yang tidak
berlandaskan kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah tercela. Tasawuf bagi Imam Junaid Al-
Baghdadi ialah ilmu dan perbuatan yang melibatkan anggota badan, roh, hati, dan jiwa yang
berpedoman kepada Al-Qur'an dan Al-Hadits.

Sampai saat ini ajaran tasawuf imam Junaid Al-Baghdadi masih sangat mendunia dan sering
dijadikan rujukan dalam bidang tasawuf karena memang masih sangat relevan, berlandaskan
Al-Qur'an dan Al-Hadits, sesuai dengan ajaran syariat dan banyaknya pengikut beliau hingga
saat ini sehingga konsep ajaran tasawuf dari beliau masih ada hingga saat ini dan bahkan akan
selalu ada sampai kapanpun, wallahu a'lam.

Karya-Karya Junaid al-Baghdadi

Imam Junaid Al-Baghdadi sebagai seorang ulama sufi yang terkemuka sering kali menuangkan
penikirannya dalam bentuk karya tulisan, bebrapa diantara karya-karya beliau yang terkenal
adalah kitab Amtsal al-Qur'an dan Rasa'il. Abu Nasr sempat menyebutkan bahwa imam Junaid
Al-Baghdadi pernah menulis kitab dengan judul al-Munajat dan Syarh Syathiyyat Abu Yazid al-
Bustomi dan Hujwiri juga pernah mengatakan bahwa Imam Junad juga sempat menulis
karangan dengan judul Tashih al-Iradah

3.Rabiah binti Ismail al-Adawiyyah al-Qissiyah

Lebih populer dengan panggilan Rabiah al-Adawiyyah adalah pelopor tasawuf yang
mengemukakan konsep mahabbah (cinta) dalam ajaran tasawufnya. Dilahirkan di Basrah pada
95 H atau bertepatan dengan 713 M.
Rabiah berasal dari keluarga miskin. Selagi masa kanak-kanak, ia sudah ditinggal mati ayahnya.
Masa remajanya, ia lalui dengan kondisi kehidupan yang serbaprihatin. Pengalaman kesufian ia
peroleh bukan melalui guru, melainkan melalui pengalamannya sendiri. Karena itu, ia tidak
meninggalkan ajaran tertulis langsung dari tangannya sendiri. Akan tetapi, ajarannya dikenal
melalui para muridnya dan baru dituliskan setelah ia wafat. Terdapat beberapa keterangan
mengenai tahun kematian Rabiah. Ada yang menyebutkan tahun 135 H/752 M, yang lain
menyebutkan tahun 185 H/801 M.

Begitu pula, mengenai tempat penguburannya. Ada yang menyatakan ia dikubur di dekat
Yerusalem dan ada yang menyatakan di kota kelahirannya. Rabiah dipandang pelopor tasawuf
mahabbah, yaitu penyerahan diri total kepada 'kekasih' Allah. Hakikat tasawufnya adalah
habbulillah (mencintai Allah SWT). Ibadah yang ia lakukan bukan terdorong oleh rasa takut akan
siksa neraka atau rasa penuh harap akan pahala dan surga. Melainkan, didorong oleh rasa rindu
kepada Tuhan.

Dalam banyak kisah, disebutkan bahwa cinta Rabiah kepada Allah SWT telah memenuhi seluruh
jiwa raganya. Ketika kepadanya ditanyakan mengenai cinta kepada Rasulullah SAW, ia
menjawab, ''Aku, demi Allah sangat mencintai Rasul, akan tetapi cintaku kepada sang Maha
Pencipta (al-Khaliq) telah memalingkan perhatianku dari sesama makhluk ciptaan-Nya. Dan,
ketika ia ditanya, mengapa menolak perkawinan sebagai salah satu sunah Rasulullah SAW, ia
menjawab bahwa dirinya adalah milik Allah SWT yang dicintai-Nya. Barang siapa ingin
memperistrikannya, hendaklah minta izin kepada Allah SWT.

4.Al-Ghazali; Moderasi Syari’ah-Haqiqoh

Masa hidup al-Ghazâlî berada pada akhir periode klasik (650-1250 M.) yang memasuki masa
disintegrasi (1000-1250 M.).Di mana masyarakat Islam pada saat itu sedang mengalami masa
kemunduran. Dinasti ― Abbâsiyah sebagai lambang kekuatan sosial politik umat Islam pada
waktu itu telah mengalami keruntuhan kekuasaan karena munculnya beberapa faktor:
Pertama, sistem kontrol yang lemah dari pusat kekuasaan ke daerah-daerah, karena semakin
luasnya daerah kekuasaan dinasti ― Abbâsiyah itu sendiri. Kedua,adanya ketergantungan
terhadap kekuatan tentara bayaran. Dan ketiga, lemah dan tidak efisiennya pengaturan
manajemen keuangan negara pada saat itu.

Betapa pun demikian, dinamisasi pemikiran masih tetap tumbuh dan berkembang pada masa
itu. Dinamika pemikiran berkembang danmengkristal menjadi bentuk aliran-aliran dengan
metode dan sistem pemikirannya masing-masing dan memperlihatkan tingkat keragaman yang
tinggi. Hanya saja setiap aliran pemikiran saling mengklaim bahwa kebenaran hanya terdapat
pada golongannya sendiri, sehingga kedudukan sebuah aliran pemikiran yang lain dipandang
sebagaialiran yang keliru.Hal ini sebagaimana digambarkan oleh al-Syahrastânî (w. 548 H)
dalam karyanya, al-Milal wa al-Nihal, yang menguraikan betapa banyaknya aliran pemikiran
dalam Islam yang muncul dan berkembang pada saat itu.Setidaknya ada empat aliran pemikiran
yang populer pada masa al-Ghazâlî, yaitu: aliran pemikiran al-mutakallimûn (para ahli ilmu
kalam), aliran pemikiran al-falâsifah (para filosof), aliran pemikiran al-bâthiniyyah (sering juga
disebut: ta―lîmiyyah), danaliran pemikiran al-shûfiyyah (para sufi).

Dua dari yang pertama dalam usahanya mencari kebenaran menggunakan akal, walaupun
antara keduanya terdapat beberapa perbedaan yang mendasar dalam prinsip penggunaan akal.
Sedangkan golongan yang ketiga sangat menekankan otoritas imâm dalam usaha mencari
kebenaran, dan golongan yang terakhir sangat menekankan akan penggunaan aldzawq
(intuisi).Dilihat dari perkembangannya secara umum, ilmu kalam pada tahap awal berfungsi
untuk mewujudkan dasar-dasar kepercayaan (isbât al-― aqâ‖id), baik kepada orang Islam
sendiri maupun kepada orang yang bukan Islam. Artinya, ilmu kalam merupakan usaha untuk
membuat orang lain yakin akan kebenaran teologi Islam. Fenomena ini berlangsung sampai
pada masa kepopuleran Mu‖tazilah. Kemudian pada masa perkembangan selanjutnya, ilmu
kalam lebih bersifat defensif dan apologetik (aldifâ‖ ― an al-dîn). Kedua tahap perkembangan
ilmu kalam tersebut berbeda; yang pertama bersifat kreatif dan yang kedua bersifat statis. Al-
Ghazâlî sendiri hidup ketika ilmu kalam berada pada tahap perkembangan yang kedua
ini.Perkenalan umat Islam dengan pemikiran filsafat Yunani,ternyata tidak hanya memberi
dukungan argumentatif terhadap.

Anda mungkin juga menyukai