Anda di halaman 1dari 39

ANALISIS KECEMASAN SISWA DALAM BERBICARA

BAHASA INGGRIS SEBAGAI BAHASA ASING DI UPTD SMP


NEGERI 10 PAREPARE

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2023
Daftar isi

A. Judul ...............................................................................................................1
B. Latar Belakang ...............................................................................................1
C. Fokus Penelitian ............................................................................................5
D. Perumusan Masalah .......................................................................................5
E. Tujuan Penelitian ...........................................................................................5
F. Signifikansi Penelitian ...................................................................................5
G. Beberapa Temuan Penelitian Terkait ............................................................6
H. Beberapa Gagasan Terkait ...........................................................................18
1. Kecemasan ................................................................................................2 1
2. Siswa .........................................................................................................2 4
3. Berbahasa Inggris .....................................................................................2 5
I. Desain Penelitian ........................................................................................3 0
J. Lokasi Penelitian ........................................................................................3 1
K. Partisipan atau Informan Penelitian ............................................................3 1
L. Prosedur Pengumpulan Data ......................................................................3 2
M. Teknik Analisis Data ..................................................................................3 4
N. Validitas Penelitian .....................................................................................3 6
Bibliografi .............................................................................................40
A. Analisis Kecemasan Siswa dalam Berbicara Bahasa Inggris

sebagai Bahasa Asing di UPTD SMP Negeri 10 Parepare.

B. Latar belakang

Bahasa Inggris sebagai bahasa asing merupakan salah satu mata pelajaran

yang diajarkan di banyak sekolah di Indonesia, termasuk di SMP Negeri 10

Parepare. Pelajaran bahasa Inggris ini bertujuan untuk membekali siswa dengan

pemahaman dan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris, sehingga

mereka dapat berkomunikasi lebih luas di tingkat internasional dan menghadapi

perkembangan globalisasi.

Namun, pada kenyataannya, banyak siswa yang mengalami kecemasan saat

berbicara bahasa Inggris. Kecemasan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor.

Ketakutan membuat kesalahan dalam berbicara bahasa Inggris bisa menjadi kendala

besar bagi siswa. Mereka khawatir bahwa pengucapan, tata bahasa, atau

penggunaan kosa kata yang tidak tepat akan mengakibatkan ejekan atau rasa malu

dari teman sekelas atau guru mereka. Ketakutan tersebut memicu keengganan untuk

berbicara dan berpartisipasi dalam diskusi atau kegiatan dalam bahasa Inggris,

sehingga potensi dan kemampuan penguasaan bahasa mereka tidak dapat

berkembang secara optimal. (Şad & Göktaş, 2014)

Selain itu, rasa percaya diri yang rendah juga menjadi masalah serius yang

dihadapi oleh banyak siswa. Beberapa siswa mungkin merasa tidak percaya diri

dengan kemampuan bahasa Inggris mereka, terutama jika mereka tidak memiliki

kesempatan untuk berlatih secara intensif. Mereka merasa tidak mampu


mengungkapkan ide dengan baik dalam bahasa Inggris, dan hal ini dapat

menimbulkan perasaan minder dan minder di kelas.

Faktor lingkungan sosial dan budaya juga berperan dalam kecemasan siswa

dalam berbicara bahasa Inggris. Jika di lingkungan sekitar bahasa Inggris jarang

digunakan dan dianggap sebagai sesuatu yang asing, siswa mungkin akan merasa

canggung untuk menggunakannya. Selain itu, tekanan dari teman sebaya atau

keluarga untuk “mengutamakan” bahasa Indonesia karena dianggap lebih penting

juga dapat mempengaruhi kecemasan siswa. Hal ini mengakibatkan siswa merasa

asing dan enggan menggunakan bahasa Inggris dalam situasi sehari-hari.

Tidak hanya itu, tekanan akademik yang tinggi di sekolah juga dapat

meningkatkan kecemasan siswa. Di beberapa sekolah, hasil ujian bahasa Inggris

menjadi faktor penentu kelulusan atau kenaikan siswa ke jenjang berikutnya.

Ketakutan tidak mencapai hasil yang diharapkan dapat mempengaruhi kinerja siswa

dalam berbicara bahasa Inggris. Mereka dapat merasa tertekan dan khawatir tidak

mampu mengatasi tuntutan akademik yang ada.

Mengatasi kecemasan siswa dalam berbicara Bahasa Inggris di UPTD SMP

Negeri 10 Parepare merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Pendekatan

pembelajaran yang mengedepankan suasana ramah dan inklusif dapat membantu

siswa merasa lebih nyaman dan percaya diri saat berbicara bahasa Inggris. Guru

bahasa Inggris dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, di mana

siswa diberi kesempatan untuk berlatih berbicara tanpa takut diejek atau dikritik.

(Shofiah, 2020)
Selain itu, guru juga dapat menggunakan metode pembelajaran yang

menarik dan interaktif untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar bahasa

Inggris. Melibatkan siswa dalam berbagai kegiatan berbahasa Inggris, seperti

permainan peran, debat, atau presentasi, dapat membantu meningkatkan

kepercayaan diri mereka. Guru juga perlu memberikan penguatan yang positif dan

konstruktif ketika siswa berbicara bahasa Inggris, sehingga mereka merasa

didukung dan termotivasi untuk terus berlatih.

Selain lingkungan sekolah, melibatkan orang tua dalam proses pembelajaran

bahasa Inggris juga bisa menjadi langkah yang efektif. Orang tua dapat memberikan

dukungan dan dorongan kepada anak-anak mereka untuk berlatih berbicara bahasa

Inggris di rumah atau dalam kehidupan sehari-hari. Menciptakan kesempatan untuk

berbicara bahasa Inggris di luar kelas, seperti bergabung dengan klub bahasa

Inggris atau menghadiri acara berbahasa Inggris di komunitas, juga dapat

membantu siswa merasa lebih percaya diri dalam menggunakan bahasa tersebut.

Dengan pendekatan holistik dan dukungan dari berbagai pihak diharapkan

kecemasan siswa dalam berbicara Bahasa Inggris di UPTD SMP Negeri 10

Parepare dapat diatasi dengan baik. Ketika siswa merasa lebih nyaman dan percaya

diri dalam berbicara bahasa Inggris, mereka akan lebih termotivasi untuk

mengembangkan kemampuan bahasa Inggris yang lebih baik, sehingga mereka

dapat menghadapi masa depan dengan lebih siap dalam menghadapi era globalisasi

yang semakin kompleks.

Sementara itu peneliti melakukan analisis di UPTD SMP Negeri 10

Parepare, peneliti menemukan tanda-tanda kecemasan pada siswa. Banyak dari


mereka menjadi gelisah, menciptakan penghindaran dan mengurangi partisipasi di

kelas. Siswa sulit berbicara di kelas karena kurang percaya diri dan pasif dalam

belajar berbicara. Akibatnya mereka merasa terdorong dan cemas untuk berbicara,

karena takut salah, malu dan takut berbicara bahasa Inggris (Papadakis, 2018)

Selain itu, beberapa siswa menganggap bahwa bahasa Inggris adalah mata

pelajaran yang sulit. Mereka menganggap hal itu dapat menurunkan harga diri

mereka dan menyebabkan mereka mengalami kecemasan di kelas, ketika mereka

diminta berbicara bahasa Inggris. Selain itu, beberapa dari mereka tidak yakin

dengan kemampuan berbahasa Inggris, setelah beberapa kali pengulangan tidak

dapat mengeluarkan suara dan intonasi karena tidak yakin bisa berbahasa Inggris.

Peneliti merasa sulit untuk melakukan kegiatan berbicara yang tepat dengan

mereka. Mengetahui kecemasan siswa sangat penting karena dapat berdampak

besar pada pembelajaran bahasa Inggris mereka. Oleh karena itu, peneliti ingin

menyelidiki faktor-faktor apa saja yang dirasakan oleh siswa yang dapat

menyebabkan kecemasan dalam mencoba memahami masalah kecemasan dalam

bahasa Inggris lebih dalam.

C. Fokus Penelitian

Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan tenaga yang dapat dijangkau oleh peneliti,

maka fokus penelitian ini dibatasi pada penyebab Kecemasan Berbicara dalam Bahasa

Inggris di UPTD SMP Negeri 10 Parepare.

D. Pertanyaan penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai

berikut “Bagaimana menganalisis kecemasan berbicara dalam berbicara bahasa

Inggris sebagai bahasa asing di UPTD SMP Negeri 10 Parepare”.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis kecemasan berbicara dalam Berbicara Bahasa Inggris sebagai Bahasa

Asing di UPTD SMP Negeri 10 Parepare.

F. Signifikansi Penelitian

Ada dua signifikansi penelitian, signifikansi teoretis dan signifikansi praktis.

1. Signifikansi Teoretis

Hasil penelitian ini akan memberikan informasi lebih lanjut tentang

kecemasan berbicara siswa. Hal ini dapat menjadi sumber bagi guru untuk

mengetahui dan memahami kecemasan dalam berbicara sehingga guru dapat

meningkatkan kreativitasnya dalam proses pembelajaran.

2. Signifikansi Praktis.

Signifikansi praktisnya adalah sebagai berikut;

1) Bagi siswa, siswa akan memahami penyebab kecemasan berbicara

sehingga dapat mengetahui cara mengatasinya.

2) Bagi guru Bagi guru diharapkan hasil penelitian ini dapat membuat guru

mengetahui dan memahami apa yang dikhawatirkan siswa dalam berbicara dan

kemudian guru dapat meningkatkan kreatifitasnya dalam proses pengajaran

sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai ( Maritsa et al., 2021)

G. Beberapa Temuan Penelitian Terkait


Mengetahui kecemasan siswa dalam berbicara bahasa Inggris sebagai

bahasa asing di UPT SMPN 10 Parepare dapat menjadi kendala yang signifikan

dalam mengembangkan kemampuan berbahasa mereka. Rasa takut melakukan

kesalahan, kritik dari teman sekelas atau guru, dan rendahnya rasa percaya diri

terhadap kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris seringkali membuat

siswa enggan untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi atau kegiatan dalam bahasa

Inggris. Faktor lingkungan sosial dan budaya juga mempengaruhi, dimana bahasa

Inggris jarang digunakan di lingkungan sekitar dan bahasa Indonesia diutamakan.

Dalam mengatasi masalah tersebut, pendekatan pembelajaran yang ramah dan

inklusif serta dukungan dari guru dan orang tua dapat membantu siswa merasa lebih

nyaman dan percaya diri dalam berbicara bahasa Inggris, sehingga potensi mereka

dalam penguasaan bahasa dapat berkembang secara optimal. Berikut referensi dari

penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

Penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2021) Penelitian ini merupakan studi

kasus yang bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan siswa dalam

berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa asing di UPT SMPN 03 Parepare. Metode

yang digunakan adalah wawancara dan kuesioner untuk memahami faktor-faktor

yang mempengaruhi kecemasan berbicara bahasa Inggris siswa (Sutriani, 2021) .1

Hartono, R (2019) dengan judul “Hubungan Antara Kecemasan Berbicara

Bahasa Inggris dengan Prestasi Berbicara Bahasa Inggris pada Siswa UPT SMPN

01 Makassar Makassar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan

1
Sutriani, S. (2021). Analisis Kecemasan Berbicara Siswa di Kelas Bahasa Inggris antara
laki-laki dan perempuan pada siswa Tahun Kedua MTsN Parepare (Disertasi Doktor, IAIN
Parepare).
bagaimana kecemasan dalam berbicara bahasa Inggris mempengaruhi prestasi

akademik siswa. (DA Hartono, 2019)2

Penelitian yang dilakukan oleh Putra A. dan Maulana (2022) berjudul

“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Berbicara Bahasa Inggris

Sebagai Bahasa Asing Pada Siswa SMPN 11 Purbalingga”. Penelitian ini

menganalisis berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan siswa SMP di

Purbalingga dalam berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat memberikan informasi yang komprehensif mengenai faktor-

faktor yang harus diperhatikan dalam mengatasi kecemasan siswa (Houn & Em,

2022) .3

Asia, N (2022) dengan judul penelitiannya . “ Pengaruh Penguasaan Bahasa

Kedua Terhadap Kemampuan Berbicara Kelas X SMA Negeri 8 Pinrang  ".

Penelitian ini berfokus pada perbedaan tingkat kecemasan berbicara bahasa Inggris

sebagai bahasa asing antara siswa laki-laki dan perempuan di SMP Parepare. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih lanjut tentang

perbedaan kecemasan berbicara bahasa Inggris berdasarkan jenis kelamin (Asia,

2022)4

Limbung (2017) I dengan penelitian berjudul “ Penggunaan Hypnoteaching

Dalam Mengurangi Kecemasan Berbicara Siswa Kelas XI MA Muhammadiyah ”.

2
Hartono, DA (2019). Menyelidiki hubungan antara kecemasan menghadapi ujian dan
kinerja peserta ujian pada tes IELTS. Script Journal: Journal of Linguistics and English Teaching , 4
(1), 1-11. , 7(1), 45-58.
3
Houn, T., & Em, S. (2022). Faktor-Faktor Umum yang Mempengaruhi Kefasihan
Berbicara Siswa Kelas 12: Sebuah Survei Terhadap Siswa Sekolah Menengah Kamboja. Jurnal As-
Salam , 6 (1), 11-24.

4
Asia, N. (2022). Pengaruh Penguasaan Bahasa Kedua Terhadap Kemampuan Berbicara
Kelas X SMA Negeri 8 Pinrang (Disertasi Doktor, IAIN parepare).
Studi ini mengevaluasi pengaruh penggunaan teknik relaksasi dalam mengurangi

kecemasan dalam berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa asing di kalangan siswa

sekolah menengah pertama. Temuan dari penelitian ini dapat memberikan

pendekatan alternatif dalam mengatasi kecemasan siswa ketika berbicara bahasa

Inggris ( Limbung, I (2017) ) .5

Tridinanti, G (2018) penelitian berjudul “ Hubungan Antara Kecemasan

Berbicara, Kepercayaan Diri, dan Prestasi Berbicara Mahasiswa S1 EFL

Universitas Swasta di Palembang ” . Penelitian ini menyelidiki pengaruh tingkat

kemandirian belajar terhadap kecemasan berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa

asing di kalangan mahasiswa Universitas Palembang. Temuan dari penelitian ini

dapat memberikan wawasan tentang pentingnya belajar mandiri dalam mengatasi

kecemasan siswa dalam berbicara bahasa Inggris (Tridinanti, 2018)6

Mappiasse, SS, & Sihes, penelitian AJB tahun 2022 berjudul “Bahasa

Inggris Sebagai Bahasa Asing dan Evaluasi Kurikulum di Indonesia”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengukur pengaruh penggunaan teknologi dalam pembelajaran

bahasa Inggris terhadap kecemasan siswa dalam berbicara bahasa Inggris sebagai

bahasa asing. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan tentang

efektifitas penggunaan teknologi dalam mengurangi kecemasan siswa (Mappiasse

& Sihes, 2014)7


5
Limbung, I. (2017). Menggunakan Hypnoteaching Dalam Mengurangi Kecemasan
Berbicara Siswa Kelas XI Di Ma. Muhammadyah (Disertasi Doktor, Universitas Islam Negeri).

6
Tridinanti, G. (2018). Korelasi antara kecemasan berbicara, kepercayaan diri, dan prestasi
berbicara mahasiswa S1 EFL universitas swasta di Palembang. Jurnal Internasional Studi
Pendidikan dan Literasi , 6 (4), 35-39.
7
Mappiasse, SS, & Sihes, AJB (2014, Juni). Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Asing dan
Evaluasi Kurikulum di Indonesia: A Review. Dalam Prosiding The 1st Academic Symposium on
Integrating Knowledge (The 1st ASIK): Integrating Knowledge with Science and Religion (p. 109).
Swary, DN (2014) dengan judul penelitian “ Kajian Permasalahan Siswa

Dalam Pembelajaran Berbicara Bahasa Inggris Di Kelas Dua Smp Negeri 1 Talaga”

. Penelitian ini mengkaji peran dukungan sosial dalam membantu siswa SMP

Talaga mengatasi kecemasan berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa asing.

Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang peran

penting lingkungan sosial dalam proses pembelajaran bahasa asing. (Swary, 2014)8

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Natasia, G., & Angelianawati,

(2022) L. berjudul “ Persepsi Siswa Terhadap Penggunaan Teknik Bercerita Untuk

Meningkatkan Prestasi Berbicara Di SMPN 143 Jakarta Utara ” . Penelitian ini

mengkaji hubungan antara minat belajar bahasa Inggris dengan tingkat kecemasan

berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa asing di kalangan siswa sekolah menengah

pertama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

pentingnya minat belajar dalam mengatasi kecemasan siswa (Natasia &

Angelianawati, 2022)9

Berdasarkan review dari sepuluh penelitian sebelumnya yang dilakukan

dalam konteks “Kecemasan Siswa dalam Berbicara Bahasa Inggris sebagai Bahasa

Asing di UPT SMPN 10 Parepare”, dapat disimpulkan bahwa kecemasan dalam

berbicara Bahasa Inggris merupakan faktor yang signifikan dalam pengalaman

belajar bahasa asing . bahasa di kalangan siswa sekolah menengah pertama.

Lembaga Kajian Ilmu Dasar Ibnu Sina.

8
Swary, DN (2014). Kajian Permasalahan Siswa Dalam Pembelajaran Berbicara Bahasa
Inggris Di Kelas Dua Smp Negeri 1 Talaga (Disertasi Doktor, Iain Syehk Nurjati Cirebon).
9
Natasia, G., & Angelianawati, L. (2022). Persepsi Siswa tentang Penggunaan Teknik
Bercerita untuk Meningkatkan Prestasi Berbicara di SMPN 143 Jakarta Utara. Jurnal Pengajaran
Bahasa Inggris , 8 (2), 282-292.
Kecemasan ini dapat mempengaruhi kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa

dan berpotensi menghambat prestasi akademik mereka. Faktor seperti jenis

kelamin, tingkat kemandirian belajar, dukungan sosial, penggunaan teknologi, dan

minat belajar bahasa Inggris juga memiliki peran dalam mempengaruhi tingkat

kecemasan siswa. Oleh karena itu, dalam mengatasi kecemasan berbicara bahasa

Inggris, perlu diperhatikan pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa

percaya diri siswa, menciptakan lingkungan kelas yang kondusif , dan

mengintegrasikan strategi dan teknologi yang relevan dalam proses pembelajaran

bahasa asing.

H. Beberapa Ide Berpartisipasi

Bagian ini mencakup beberapa gagasan atau teori terkait untuk lebih

memahami tujuan yang secara khusus ingin dicapai oleh penelitian ini.

1. Konsep Kecemasan

Kecemasan adalah reaksi emosional alami yang muncul sebagai respons

terhadap situasi atau pengalaman yang dianggap sebagai ancaman, ketidakpastian,

atau bahaya. Ini adalah bagian dari respons alami tubuh untuk melindungi diri dari

potensi bahaya dan membantu kita menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-

hari. Meskipun reaksi kecemasan adalah normal dan dapat membantu kita bertindak

dengan lebih hati-hati, jika kecemasan berlebihan atau terus-menerus mengganggu

kehidupan sehari-hari, ini dapat dianggap sebagai masalah kecemasan yang perlu

ditangani.

Kecemasan adalah konsep psikologis yang mengacu pada reaksi emosional

yang muncul sebagai respons terhadap situasi atau pengalaman yang dianggap
sebagai ancaman, ketidakpastian, atau bahaya. Ini adalah respons tubuh alami yang

telah berevolusi dari waktu ke waktu sebagai bagian dari mekanisme pertahanan

kita untuk melindungi diri dari potensi bahaya dan membantu kita menghadapi

tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun kecemasan secara evolusioner

memiliki peran penting dalam kelangsungan hidup manusia, namun jika kecemasan

tersebut berlebihan atau terus-menerus mengganggu kehidupan sehari-hari, maka

hal ini dapat dianggap sebagai masalah kecemasan yang perlu ditangani.

Dalam arti yang lebih luas, kecemasan tidak hanya tentang perasaan cemas

atau takut, tetapi juga melibatkan kognisi (pikiran) dan respons fisiologis (tubuh).

Perasaan cemas dapat berkisar dari perasaan tidak nyaman yang ringan hingga

ketegangan yang intens. Kecemasan seringkali dikaitkan dengan berbagai gejala

fisik, seperti detak jantung yang cepat, keringat berlebih, tremor, gangguan tidur,

dan sensasi perut kembung.

Kecemasan dapat muncul dalam berbagai situasi, termasuk menghadapi

situasi sosial, masalah pekerjaan, masalah keuangan, kesehatan, dan hubungan

interpersonal. Beberapa orang lebih rentan terhadap kecemasan daripada yang lain,

dan pengalaman genetik, lingkungan, dan hidup dapat memengaruhi kecenderungan

seseorang untuk mengalami kecemasan.

Penting untuk dipahami bahwa kecemasan bukanlah suatu kondisi yang sama

pada setiap individu. Setiap orang dapat mengalami tingkat kecemasan yang

berbeda dalam situasi yang sama. Selain itu, kecemasan juga bisa bersifat

sementara atau kronis, tergantung dari penyebab dan sejauh mana kecemasan

tersebut memengaruhi kehidupan seseorang.


Ada beberapa jenis gangguan kecemasan yang dikenal dalam klasifikasi

psikiatri, seperti Generalized Anxiety Disorder (GAD), Social Anxiety Disorder,

Panic Anxiety Disorder, dan Obsessive-Compulsive Anxiety Disorder. Gangguan,

OCD), antara lain.

Manajemen kecemasan dapat melibatkan berbagai pendekatan, termasuk

psikoterapi, obat-obatan, teknik relaksasi, dan perubahan gaya hidup. Terapi

perilaku kognitif, terapi kognitif, dan terapi penerimaan dan komitmen adalah

beberapa metode yang terbukti efektif dalam membantu individu mengatasi

kecemasan. Dalam kasus kecemasan kronis atau parah, penting untuk mencari

bantuan dari profesional kesehatan mental yang berkualifikasi. Spesialis kesehatan

mental dapat membantu mendiagnosis dan merancang rencana perawatan yang

sesuai dengan kebutuhan individu. Kecemasan dini diidentifikasi dan diobati,

semakin besar kemungkinan untuk mengelola dan mengatasi kecemasan sehingga

memungkinkan seseorang untuk hidup lebih seimbang dan produktif.

Ketika seseorang mengalami kecemasan yang berkepanjangan atau parah, hal

itu dapat berdampak signifikan pada kualitas hidupnya. Kecemasan yang tidak

terkendali dapat mengganggu pekerjaan, hubungan sosial, dan kesehatan fisik

secara keseluruhan. Misalnya, seseorang dengan gangguan kecemasan sosial

mungkin menghindari interaksi sosial yang memengaruhi kemampuannya untuk

berkomunikasi dengan orang lain, mencari pekerjaan yang melibatkan interaksi

sosial, atau menjalin hubungan yang mendalam.

Selain itu, rasa cemas yang berlebihan juga dapat berdampak pada kesehatan

fisik seseorang. Tingginya tingkat stres akibat kecemasan dapat menyebabkan


gangguan tidur, peningkatan tekanan darah, gangguan pencernaan, dan

melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga meningkatkan risiko penyakit fisik.

Dalam beberapa kasus, kecemasan bisa menjadi berbahaya jika tidak ditangani

dengan baik. Beberapa orang bisa mengalami serangan panik yang sangat

mengganggu, yang bisa menyebabkan perasaan terjebak atau lepas kendali.

Serangan panik dapat terjadi secara tiba-tiba dan tanpa peringatan, serta dapat

berdampak negatif pada kehidupan sehari-hari seseorang.

Penting untuk diingat bahwa menghadapi kecemasan bukan berarti tidak

memiliki rasa takut atau perasaan cemas. Ketakutan adalah reaksi alami terhadap

bahaya nyata, sedangkan kecemasan seringkali merupakan reaksi terhadap ancaman

yang mungkin terjadi di masa depan. Namun, jika kecemasan terus menghantui

pikiran dan memengaruhi fungsi sehari-hari, maka perlu mendapat perhatian.

Menghadapi kecemasan bukanlah sesuatu yang mudah, dan setiap individu dapat

merespon dan mengalami kecemasan dengan cara yang berbeda-beda. Penting

untuk mencari dukungan dari keluarga, teman, atau profesional kesehatan mental

yang dapat memberikan dukungan dan bantuan selama proses pemulihan.

Beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk mengatasi kecemasan adalah

mengidentifikasi dan mengelola stres, mempraktikkan teknik relaksasi seperti

meditasi atau pernapasan dalam, menjaga pola tidur yang sehat, berolahraga secara

teratur, dan menghindari alkohol atau obat-obatan yang dapat memperparah

kecemasan.

Terapi perilaku kognitif adalah pendekatan terapeutik umum yang digunakan

untuk mengobati kecemasan. Terapi ini membantu individu mengidentifikasi dan


mengubah pola pikir negatif dan perilaku yang mungkin memperkuat kecemasan.

Terapis juga dapat membantu individu belajar menghadapi situasi yang memicu

kecemasan dan mengatasi ketakutan mereka dengan cara yang lebih efektif . Secara

keseluruhan, mengatasi kecemasan adalah proses yang membutuhkan waktu dan

usaha, namun dengan dukungan yang tepat dan pendekatan yang tepat, kecemasan

dapat dikendalikan sehingga seseorang dapat menjalani kehidupan yang lebih

seimbang, bahagia, dan produktif.

2. Ciri-ciri Kecemasan

Kecemasan adalah pengalaman emosional umum yang dialami banyak orang

dalam hidup mereka. Ini adalah reaksi alami tubuh terhadap situasi yang dianggap

sebagai ancaman atau stres. Meskipun kecemasan adalah bagian normal dari

kehidupan, bila berlebihan dan terus-menerus dapat mengganggu kesejahteraan

mental dan fisik seseorang. Dalam narasi ini, kita akan membahas ciri-ciri

kecemasan secara mendalam, sebagai berikut;

a. Pikiran yang berulang dan obsesif adalah salah satu ciri dari kecemasan, yaitu

munculnya pikiran yang berulang dan obsesif tentang hal-hal yang mungkin

buruk atau konsekuensi negatif dari suatu tindakan atau situasi tertentu.

Individu yang mengalami kecemasan seringkali merasa sulit untuk

menghentikan atau mengendalikan pikiran tersebut, sehingga mereka terjebak

dalam siklus kekhawatiran yang konstan.

b. Kesulitan berkonsentrasi dapat mempengaruhi kecemasan dan dapat

menyebabkan gangguan konsentrasi dan fokus mental. Individu yang cemas

sering merasa gelisah dan terganggu oleh pikiran cemasnya, yang


mengakibatkan kesulitan menyelesaikan tugas sehari-hari atau bekerja secara

efisien.

c. Ketegangan emosional dan kegelisahan sering terasa sangat tegang dan

gelisah. Mereka mungkin merasa gelisah, gugup, dan merasa "ada yang tidak

beres" tanpa alasan yang jelas.

d. Gejala Fisik Kecemasan juga dapat menimbulkan gejala fisik yang nyata,

seperti detak jantung yang cepat, tremor, keringat berlebih, rasa sesak di

dada, perut kembung, pusing, dan kesulitan bernapas. Gejala-gejala ini dapat

meningkatkan kecemasan dan mengganggu fungsi normal seseorang.

e. Perasaan takut dan khawatir yang tidak wajar membuat individu yang

mengalami kecemasan seringkali merasa takut atau cemas tanpa alasan yang

jelas atau proporsional. Mereka mungkin merasa cemas tentang masa depan,

kesehatan, hubungan, atau tugas sehari-hari, meski tidak ada ancaman nyata.

f. Susah tidur atau gangguan tidur dapat menyebabkan sulit tidur atau gangguan

tidur seperti insomnia. Individu yang cemas seringkali sulit tidur karena

pikiran yang terus menerus menghantui mereka, menyebabkan kurang

istirahat dan kelelahan.

Selain itu, penting untuk diingat bahwa ciri-ciri kecemasan dapat bervariasi

dari individu ke individu, dan kecemasan juga dapat muncul dalam berbagai tingkat

keparahan . Jika ciri-ciri kecemasan ini mengganggu kualitas hidup seseorang atau

menyebabkan tekanan yang signifikan, penting untuk mencari bantuan dari ahli

kesehatan mental. Terapis atau psikolog berpengalaman dapat membantu individu

untuk mengenali dan mengatasi kecemasan dengan metode yang efektif dan tepat.
Dalam menghadapi kecemasan, terdapat berbagai pendekatan yang dapat

digunakan, tergantung pada tingkat keparahan dan preferensi individu. Berikut

adalah beberapa strategi dan pendekatan yang dapat membantu mengelola

kecemasan:

1.) Terapi Perilaku Kognitif (CBT): CBT adalah salah satu pendekatan terapi

yang paling efektif untuk mengatasi kecemasan. Terapi ini berfokus pada

mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif yang mungkin memperkuat

kecemasan, serta mengajarkan keterampilan koping yang sehat dan efektif.

Melalui CBT, individu dapat belajar menghadapi ketakutan dan

ketidakpastian secara lebih adaptif.

2.) Relaksasi dan Meditasi: Teknik relaksasi seperti latihan pernapasan, meditasi,

dan yoga dapat membantu mengurangi ketegangan fisik dan emosional yang

terkait dengan kecemasan. Latihan ini membantu menenangkan pikiran dan

tubuh, sehingga membantu seseorang merasa lebih tenang dan terkendali.

3.) Latihan dan Aktivitas Fisik: Berolahraga secara teratur dapat membantu

mengurangi tingkat stres dan kecemasan. Aktivitas fisik menghasilkan

endorfin, yaitu hormon yang membantu meningkatkan suasana hati dan

mengurangi ketegangan emosional. Berjalan-jalan, berlari, berenang, atau

berpartisipasi dalam aktivitas fisik lainnya dapat membantu mengalihkan

pikiran cemas.

4.) Membuat Jurnal dan Menulis Ekspresi Emosi: Menulis dalam jurnal atau

merekam pikiran dan perasaan yang memicu kecemasan dapat membantu

seseorang memahami lebih dalam tentang sumber kecemasannya. Ini juga


dapat membantu mengurangi intensitas pikiran negatif dan memberikan

kesempatan untuk memikirkan solusi yang mungkin.

5.) Batasi Konsumsi Kafein dan Alkohol: Kafein dan alkohol dapat

memperburuk gejala kecemasan. Kafein dapat meningkatkan kecemasan dan

gangguan tidur, sedangkan alkohol dapat mengganggu keseimbangan

emosional dan meningkatkan perasaan cemas. Mengurangi atau menghindari

konsumsi kedua zat ini dapat membantu mengurangi kecemasan.

6.) Temui Profesional Kesehatan Mental: Jika kecemasan seseorang sangat

mengganggu dan sulit diatasi sendiri, sangat disarankan untuk mencari

bantuan dari profesional kesehatan mental, seperti psikolog atau psikiater.

Mereka dapat memberikan evaluasi dan diagnosis yang tepat, serta

menawarkan pendekatan terapeutik yang tepat.

7.) Dukungan Sosial: Mendapatkan dukungan dari keluarga, teman, atau

kelompok pendukung dapat membantu mengurangi beban emosional dan

memberikan rasa hubungan sosial yang positif. Membicarakan kekhawatiran

Anda dengan orang lain juga dapat membantu Anda melepaskan perasaan

terpendam dan merasa didukung.

8.) Kelola Stres dengan Sehat: Mengelola stres dengan sehat dapat membantu

mengurangi potensi pemicu kecemasan. Memiliki rutinitas harian yang

teratur, mengatur waktu dengan baik, dan menjaga keseimbangan antara kerja

dan istirahat adalah beberapa cara untuk mengelola stres secara efektif.

9.) Acceptance and Commitment Therapy (ACT): ACT adalah pendekatan

terapeutik yang bertujuan untuk membantu individu menerima perasaan dan


pikiran yang tidak menyenangkan, termasuk kecemasan, sambil tetap

berkomitmen untuk bertindak sesuai dengan nilai dan tujuan hidup mereka.

Pendekatan ini membantu individu untuk tidak "melawan" kecemasan, tetapi

untuk belajar hidup dengan kecemasan mereka secara lebih harmonis.

Kecemasan adalah bagian alami dari pengalaman manusia, tetapi jika

dibiarkan, itu dapat merusak kesehatan fisik dan mental seseorang. Penting untuk

mengenali tanda-tanda kecemasan dan mencari bantuan jika itu mengganggu fungsi

sehari-hari atau menyebabkan kesusahan yang besar. Dengan dukungan yang tepat

dan pendekatan yang tepat, kecemasan dapat dikelola dengan baik sehingga

seseorang dapat menjalani kehidupan yang lebih seimbang, produktif, dan bahagia.

3. Jenis Kecemasan

Jenis kecemasan mencakup berbagai macam gangguan kecemasan yang dapat

mempengaruhi individu secara berbeda. Setiap jenis kecemasan memiliki

karakteristik dan gejala yang berbeda. Dalam narasi ini, kita akan membahas

beberapa jenis kecemasan yang lebih umum:

a. Generalized Anxiety Disorder (GAD): GAD adalah salah satu jenis gangguan

kecemasan yang paling umum. Orang yang mengalami GAD sering kali

mengalami kecemasan berlebihan dan kekhawatiran tentang banyak hal dalam

hidupnya, termasuk kesehatan, pekerjaan, hubungan, atau keuangan. Mereka

cenderung sulit mengendalikan kekhawatiran mereka, dan kekhawatiran ini terus

berlanjut tanpa henti. Gejala fisik seperti ketegangan otot, tremor, dan gangguan

tidur sering menyertai GAD.


b. Gangguan Kecemasan Sosial: Gangguan kecemasan sosial adalah kecemasan

berlebihan tentang situasi sosial atau interaksi dengan orang lain. Orang dengan

gangguan kecemasan sosial cenderung merasa gugup, takut dihakimi, atau malu

di depan orang lain. Mereka mungkin menghindari situasi atau acara sosial di

mana mereka harus berbicara atau tampil di depan banyak orang. Kecemasan ini

dapat menghambat kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara sehat dan

membangun hubungan sosial yang baik.

c. Gangguan Kecemasan Panik: Gangguan panik adalah jenis kecemasan yang

ditandai dengan serangan panik yang tiba-tiba dan tidak terduga. Serangan panik

adalah pengalaman ketakutan dan kecemasan yang sangat intens disertai dengan

gejala fisik seperti detak jantung yang cepat, sesak napas, berkeringat, gemetar,

dan perasaan di luar kendali. Orang dengan gangguan kecemasan panik sering

takut mengalami serangan panik berulang atau berada di tempat atau situasi di

mana bantuan tidak tersedia.

d. Gangguan kecemasan sosial (Separation Anxiety Disorder): Gangguan

kecemasan sosial umumnya terjadi pada anak-anak, tetapi juga dapat menyerang

orang dewasa. Gangguan ini ditandai dengan rasa cemas berlebihan saat berpisah

dengan orang-orang penting, seperti anggota keluarga atau teman dekat. Orang

dengan gangguan kecemasan sosial mungkin takut sesuatu akan terjadi pada

orang yang mereka cintai jika mereka berpisah, dan ini dapat menyebabkan

ketergantungan yang berlebihan pada orang tersebut.

e. Obsessive-Compulsive Disorder (OCD): OCD adalah jenis gangguan kecemasan

yang ditandai dengan pikiran obsesif yang mengganggu, yang menyebabkan


kecemasan hebat. Orang dengan OCD sering merasa terjebak dalam siklus

pikiran obsesif dan tindakan kompulsif yang dilakukan untuk meredakan

kecemasan. Misalnya, seseorang yang takut kuman mungkin mencuci tangannya

berulang kali atau melakukan tindakan tertentu berulang kali dengan harapan

menghindari bahaya.

f. Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD): PTSD adalah jenis kecemasan yang

terjadi setelah mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis yang

mengancam jiwa atau menyakitkan secara emosional. Orang dengan PTSD

mungkin mengalami kilas balik dari peristiwa traumatis, mimpi buruk,

kecemasan, dan bahkan menghindari situasi yang mengingatkan mereka pada

peristiwa tersebut. Kecemasan ini dapat mempengaruhi fungsi sehari-hari dan

mengganggu kehidupan seseorang.

g. Gangguan Kecemasan Akan Muncul di Depan Umum (Performance Anxiety):

Kecemasan kinerja adalah jenis kecemasan yang muncul ketika seseorang harus

tampil di depan umum, seperti berbicara di depan kelas, tampil di atas panggung,

atau melakukan presentasi di depan audiens. Kecemasan ini sering dikaitkan

dengan perasaan gugup, takut dihakimi, atau takut gagal di depan umum.

Penting untuk diingat bahwa meskipun jenis kecemasan ini dapat terlihat

berbeda, banyak di antaranya memiliki kesamaan dalam hal sifat emosional dan

gejala yang meresahkan. Manajemen dan pengobatan kecemasan akan sangat

bervariasi tergantung pada jenis kecemasan, tingkat keparahan, dan preferensi

individu. Jika seseorang mengalami gejala kecemasan yang mengganggu, sangat

disarankan untuk mencari bantuan dari ahli kesehatan mental yang berpengalaman.
Dengan dukungan yang tepat, kecemasan dapat diatasi dan individu dapat mencapai

kesehatan mental yang lebih baik dan kualitas hidup yang lebih baik.

Berurusan dengan kecemasan bisa menjadi tantangan yang signifikan, dan

jenis kecemasan yang dialami seseorang bisa berbeda-beda. Penting untuk diingat

bahwa bantuan profesional tersedia untuk membantu mengelola kecemasan dan

meningkatkan kualitas hidup seseorang. Jika kecemasan mengganggu kesejahteraan

atau menghalangi kemampuan seseorang untuk berfungsi dengan baik, sangat

disarankan untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental yang

berkualifikasi.

4. Faktor Penyebab Kecemasan

Penyebab kecemasan bisa kompleks dan melibatkan kombinasi faktor,

termasuk:

a. Gangguan Kecemasan Kesehatan: Gangguan kecemasan kesehatan, juga dikenal

sebagai hipokondriasis, adalah jenis kecemasan yang ditandai dengan

kekhawatiran berlebihan tentang kesehatan seseorang dan keyakinan kuat bahwa

seseorang memiliki penyakit serius meskipun tidak ada bukti medis yang

mendukungnya. Orang dengan gangguan kecemasan kesehatan sering terobsesi

dengan gejala fisik yang tidak jelas atau kecil, dan mereka cenderung meneliti

penyakit secara berlebihan dan mengunjungi dokter berulang kali untuk mencari

kepastian.

b. Gangguan Kecemasan Terkait Trauma (Gangguan Stres Akut): Gangguan Stres

Akut (ASD) adalah jenis kecemasan yang terjadi setelah mengalami peristiwa

traumatis. Gejalanya mirip dengan PTSD, tetapi muncul dalam waktu yang lebih
singkat, biasanya dalam tiga hari hingga satu bulan setelah peristiwa traumatis.

Orang dengan ASD mungkin mengalami kilas balik, mimpi buruk, hiperstimulasi

emosional, dan menghindari situasi yang mengingatkan mereka pada peristiwa

traumatis.

c. Agoraphobia Anxiety Disorder: Agoraphobia adalah jenis gangguan kecemasan

yang ditandai dengan rasa takut yang intens terhadap situasi atau tempat di mana

seseorang merasa sulit untuk melarikan diri atau mendapatkan bantuan jika

mereka mengalami serangan panik atau kecemasan yang intens. Orang dengan

agorafobia mungkin menghindari tempat ramai, transportasi umum, atau situasi

yang membatasi pergerakan mereka.

d. Postpartum Anxiety Disorder: Postpartum anxiety disorder adalah jenis

kecemasan yang dialami oleh beberapa ibu setelah melahirkan. Gejala kecemasan

pascapersalinan bisa berupa ketakutan yang berlebihan terhadap kesehatan dan

keselamatan bayi, ketakutan tidak bisa menjadi ibu yang baik, dan gangguan

tidur. Kecemasan pascapersalinan dapat mempengaruhi hubungan antara ibu dan

bayi serta kesejahteraan psikologis ibu secara keseluruhan.

e. Gangguan Kecemasan Lebih Banyak Pada Anak Laki-Laki (Selective Mutism):

Kebisuan selektif adalah jenis kecemasan yang umum terjadi pada anak-anak,

terutama anak laki-laki. Anak-anak dengan mutisme selektif mungkin memiliki

kemampuan berbicara yang normal, tetapi memilih untuk tidak berbicara atau

hampir tidak berbicara dalam situasi sosial tertentu, seperti di sekolah atau di

tempat umum. Kecemasan ini sering dikaitkan dengan rasa takut atau

ketidaknyamanan berbicara di depan orang lain.


f. Gangguan Makan Kecemasan: Beberapa jenis gangguan makan, seperti anoreksia

nervosa, bulimia nervosa, dan gangguan makan tak dikenal lainnya, memiliki

kaitan kuat dengan kecemasan. Kecemasan tentang penampilan, berat badan, atau

makanan dapat memicu perilaku makan yang tidak sehat dan mengganggu, yang

dapat menyebabkan komplikasi fisik dan emosional yang serius.

Penting untuk diingat bahwa meskipun jenis kecemasan ini dapat terlihat

berbeda, banyak di antaranya memiliki kesamaan dalam hal sifat emosional dan

gejala yang meresahkan . Manajemen dan pengobatan kecemasan akan sangat

bervariasi tergantung pada jenis kecemasan, tingkat keparahan, dan preferensi

individu. Jika seseorang mengalami gejala kecemasan yang mengganggu, sangat

disarankan untuk mencari bantuan dari ahli kesehatan mental yang berpengalaman.

Dengan dukungan yang tepat, kecemasan dapat diatasi dan individu dapat mencapai

kesehatan mental yang lebih baik dan kualitas hidup yang lebih baik.

I. Desain Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam pengumpulan data disebut sebagai

metode. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif . Dalam penelitian

kualitatif terdapat 8 jenis penelitian, salah satunya adalah studi kasus. Peneliti akan

menggunakan studi kasus dalam penelitian ini. Pendekatan studi kasus adalah

penyelidikan menyeluruh terhadap program, peristiwa, atau aktivitas tertentu pada

tingkat individu, kelompok, atau organisasi untuk mendapatkan pemahaman

mendalam tentang peristiwa tersebut (Heale & Twycross, 2018).

Hasil penelitian kualitatif tidak dapat diubah oleh peneliti, karena terfokus

pada fenomena dan fakta yang terjadi di lapangan. Pendekatan ini tepat untuk
mengetahui bagaimana pandangan siswa terhadap penggunaan smartphone dalam

pembelajaran Bahasa Inggris pada masa pasca pandemi menggunakan beberapa

teknik pengumpulan data yaitu kuesioner , wawancara, dan dokumentasi.

J. Situs Penelitian

Penelitian dilakukan di UPT SMPN 10 Parepare yang beralamat di Jalan

Bau Massepe No. 206, Tiro Sompe, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare,

Provinsi Sulawesi Selatan. Alasan peneliti melakukan penelitian di UPT SMPN 10

Parepare, karena sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah yang terindikasi

memiliki kecemasan dalam berbahasa Inggris sebagai bahasa asing.

K. Partisipan atau Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, istilah subjek penelitian atau responden disebut

juga informan. Informan adalah orang yang memberikan informasi tentang data

yang sedang diteliti oleh peneliti (Gay et al., 2012).

Populasi adalah keseluruhan objek yang akan dipelajari. Menurut Sugiyono

(2012), populasi adalah suatu wilayah yang digeneralisasikan yang terdiri dari objek

atau subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi adalah

keseluruhan subjek yang akan diteliti dengan ciri-ciri yang dapat dikatakan mirip

sehingga hasil penelitian yang dilakukan terhadap populasi dapat digeneralisasikan.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di UPT SMPN 10 Parepare.

Populasi dalam penelitian ini adalah kelas V dengan jumlah siswa sebanyak seratus

lima puluh siswa.


Pemilihan subjek dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan

teknik purposive sampling. Menurut Rai & Thapa ( 2015), purposive sampling

adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti mengandalkan penilaiannya untuk

memilih anggota populasi yang akan berpartisipasi dalam penelitiannya. Untuk

memperoleh informasi, peneliti mendaftarkan tujuh siswa kelas VIII UPT SMPN 10

Parepare sebagai responden dalam penelitian ini. Peneliti memilih siswa kelas

delapan karena informasi dari guru kelas delapan memiliki kecemasan dalam

berbicara sebagai bahasa asing.

L . Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif instrumen utama pengumpulan data adalah

peneliti sendiri dengan cara mengamati, menanya, mendengar, bertanya, dan

mengambil data penelitian. Oleh karena itu, peneliti harus memiliki wawasan yang

luas tentang apa yang sedang dipelajari. Untuk mengumpulkan data dalam

penelitian ini, calon peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data,

yaitu:

1. Teknik Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi

dan ide, atau mengumpulkan data melalui tanya jawab sehingga satu orang dapat

memperoleh informasi dari orang lain. (Gay et al., 2012). Teknik wawancara

biasanya dilakukan secara tatap muka dengan narasumber, namun wawancara juga

dapat dilakukan melalui kelompok fokus dan juga dapat dilakukan melalui telepon.

Dalam mengumpulkan data dengan menggunakan teknik wawancara, hal yang

terpenting adalah peneliti harus mencatat atau merekam informasi dari narasumber.
Penelitian ini akan menggunakan teknik wawancara tatap muka, kegiatan

wawancara dilakukan dengan menggunakan jenis wawancara terstruktur. Peneliti telah

menyiapkan 14 pertanyaan yang akan diajukan kepada responden, pedoman

wawancara ini diadaptasi dari Pedoman wawancara ini diadaptasi dari Rahayu D.

(2021).

Peneliti memilih jenis wawancara ini karena peneliti dapat memahami dengan

jelas bagaimana menganalisis kecemasan berbicara dalam berbicara bahasa Inggris

sebagai bahasa asing di UPTD SMP Negeri 10 Parepare. Pertanyaan yang akan

diajukan mencakup topik tentang bagaimana menganalisis kecemasan berbicara dalam

berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa asing.

2. Pengamatan

Observasi adalah metode penelitian yang digunakan dalam pengumpulan

data dan melibatkan penggunaan pengamatan pribadi terhadap hal yang diperiksa.

Menurut Sutrisni Hadi (2019) pengamatan Sugiyono merupakan proses rumit yang

terdiri dari beberapa proses biologis dan psikologis. Lembar observasi berfungsi

sebagai sumber bagi peneliti selama mereka melakukan pengamatan yang

diperlukan untuk dilakukan oleh peneliti. Peneliti mencatat kegiatan di lokasi

penelitian dalam catatan lapangan tidak terstruktur atau semi terstruktur dengan

menggunakan sejumlah pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya oleh peneliti.

a. Teknik observasi langsung

Pengamatan langsung adalah pengamatan yang dilakukan oleh peneliti

terhadap objek tempat terjadinya peristiwa sehingga peneliti berada pada tempat

yang sama dengan objek yang akan diteliti.


b. Teknik observasi tidak langsung

Teknik observasi tidak langsung adalah rekaman atau pengamatan yang

dilakukan oleh peneliti, bukan pada saat kejadian.

Teknik observasi dalam penelitian ini adalah teknik observasi langsung,

dalam hal ini peneliti mengamati secara langsung penggunaan smartphone oleh

siswa di UPT SMPN 10 Parepare.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang secara tidak langsung

ditujukan kepada subjek penelitian melalui dokumen. Teknik dokumentasi

digunakan untuk memperoleh data yang dapat berupa lisan atau catatan sesuai

dengan keinginan peneliti. Catatan tentang apa yang terjadi di lapangan dapat

disebut dokumen. Dokumentasi adalah rekaman peristiwa yang telah berlalu,

dokumen tersebut dapat berupa catatan, surat, foto, atau karya monumental

seseorang.

Sifat utama data yang diperoleh dengan teknik dokumentasi tidak terbatas

pada ruang dan waktu sehingga memberikan peluang bagi peneliti untuk

mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di masa lampau. Peneliti akan mengambil

nilai siswa mata pelajaran Bahasa Inggris, penilaian sikap, serta foto dan video

terkait kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dan informan sebagai bahan

pendukung informasi penelitian.

M. Teknik analisis data

Upaya untuk mengatur, memproses, dan memecah suatu peristiwa menjadi

unit-unit kecil disebut analisis data. Analisis data juga berarti mengorganisasikan
secara sistematis hasil dari data yang telah terkumpul, kemudian data tersebut

diinterpretasikan untuk menghasilkan suatu pendapat, pemikiran, gagasan atau teori

baru. Kegiatan dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berkesinambungan sampai selesai .

Setelah semua data terkumpul oleh peneliti, langkah selanjutnya adalah

menganalisis data dari responden . Peneliti mengadopsi 3 tahap analisis data

kualitatif menurut Ary, Jacobs, dan Sorensen (2010), kegiatan analisis data dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Membiasakan dan mengatur

Peneliti harus memahami secara mendalam data yang telah dikumpulkan

dengan cara membaca dan terus membaca hingga terbiasa dengan rekaman audio

dari data tertulis. dengan data yang telah terkumpul. Dalam penelitian ini, peneliti

akan membuat transkrip hasil wawancara untuk memudahkan dalam mempelajari

data. Menurut Creswell (2012 ) , transkripsi adalah proses mengubah data rekaman

audio menjadi data tertulis.

2. Pengkodean dan pengurangan

Tahap coding merupakan tahap inti dari penelitian kualitatif. Setelah hasil

wawancara dibuat dalam bentuk transkrip, peneliti akan mempelajari dan mengolah

data kemudian menyaring data yang diperlukan, kemudian mengelompokkannya

berdasarkan tema pertanyaan wawancara. Tahap selanjutnya peneliti melakukan

koding agar data lebih mudah dianalisis.

3. Menafsirkan dan mewakili


Tahap akhir analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah

menginterpretasikan dan merepresentasikan data. Setelah data dianalisis, data

tersebut akan diinterpretasikan dan dibahas berdasarkan tema. Interpretasi adalah

proses menafsirkan, menjelaskan dan memberikan penjelasan yang masuk akal dari

data yang telah dikodekan sebelumnya. Dalam melakukan penilaian, peneliti dalam

penelitian ini menggunakan hasil wawancara sebagai bukti.

N. Validitas Penelitian

Validitas penelitian kualitatif ditentukan jika memiliki satu derajat

kepercayaan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sebagai uji

kredibilitas data. Teknik ini secara khusus dibuat untuk memeriksa kebenaran dan

untuk memahami perspektif yang berbeda dari fenomena yang diteliti dan untuk

mengurangi bias yang muncul selama pengumpulan data dan analisis data. Dalam

pandangan Norman K. Denkin (dalam Romanus Turnip & Sirait, 2020) triangulasi

adalah proses menelaah hubungan suatu fenomena yang terjadi dari berbagai

perspektif dengan menggunakan kombinasi berbagai metode . Dalam penelitian ini

digunakan 3 teknik triangulasi, yaitu: triangulasi sumber, triangulasi teknis, dan

triangulasi waktu.

1) Triangulasi sumber adalah pengujian kredibilitas data dengan cara

mengecek data yang diperoleh dari beberapa sumber yang berbeda dengan

menggunakan teknik yang sama yaitu dengan melakukan wawancara mendalam.

2) Teknik triangulasi adalah menguji kredibilitas data dengan cara

mengecek data dari sumber yang sama dengan menggunakan teknik yang berbeda.
Misalnya data yang diperoleh melalui wawancara kemudian diteliti dengan

observasi , dokumentasi atau angket.

3) Triangulasi waktu, yaitu pengujian kredibilitas data dapat dilakukan

dengan cara mengecek atau wawancara, observasi, atau cara lain dalam situasi atau

waktu yang berbeda.

Dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan triangulasi

sumber, teknik, dan waktu untuk memastikan data sinkron, valid, dan terjustifikasi.
BIBLIOGRAFI

Al-Obaydi, LH, Jawad, ZA, & Rahman, F. (2022). Koneksi Kelas-Rumah Menggunakan

Teknologi Komunikasi dan Dampaknya pada Pengurangan Kecemasan dan Prestasi

Akademik. Jurnal Al-Adab , 1 (141), 53–66.

Asia, N. (2022). Pengaruh Penguasaan Bahasa Kedua Terhadap Kemampuan Berbicara Siswa

Kelas X SMA Negeri 8 Pinrang . IAIN parepare.

Fauzi, I., Hartono, R., Widhiyanto, W., & Pratama, H. (2022). Mengatasi kecemasan dalam

berbicara bahasa inggris melalui pembelajaran berbasis web. Prosiding Seminar Nasional

Pascasarjana (PROSNAMPAS) , 5 (1), 550–556.

Hartono, DA (2019). Menyelidiki hubungan antara kecemasan menghadapi ujian dan kinerja

peserta ujian pada tes IELTS. Jurnal Skrip: Jurnal Linguistik dan Pengajaran Bahasa

Inggris , 4 (1), 1–11.

Hartono, R., & Ananada, A. (2021). Mengajar Berbicara Melalui Mendongeng. Konferensi

Internasional Kedelapan tentang Bahasa dan Pengajaran Bahasa Inggris (ICOELT-8

2020) , 113–118.

Houn, T., & Em, S. (2022). FAKTOR-FAKTOR UMUM YANG MEMPENGARUHI

KEFASILAN BERBICARA SISWA KELAS 12: SURVEI TERHADAP SISWA SMA

KAMBOJA. Jurnal As-Salam , 6 (1), 11–24.


Mappiasse, SS, & Sihes, AJ Bin. (2014). Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Asing dan Evaluasi

Kurikulum di Indonesia: A Review. Prosiding Simposium Akademik Ke-1 tentang

Pengintegrasian Pengetahuan (ASIK ke-1): Mengintegrasikan Pengetahuan dengan Sains

dan Agama , 109.

Maritsa, A., Salsabila, UH, Wafiq, M., Anindya, PR, & Ma'shum, MA (2021). Pengaruh

teknologi dalam dunia pendidikan. Al-Mutharahah: Jurnal Penelitian Dan Kajian Sosial

Keagamaan , 18 (2), 91–100.

Misk, O. (2023). Sebuah Studi Sosiolinguistik Sifat Bahasa Gender di Masa Sulit Dickens .

Nafi'ah, ER, Purwanti, E., Permana, FH, & Fauzi, A. (2022). Keterampilan Metakognitif Siswa

SMP di Masa Pandemi Berdasarkan Enriched Virtual Model PjBL. Jurnal Teknologi

Pendidikan , 6 (1), 29–37.

Natasia, G., & Angelianawati, L. (2022). Persepsi Siswa tentang Penggunaan Teknik Bercerita

untuk Meningkatkan Prestasi Berbicara di SMPN 143 Jakarta Utara. Jurnal Pengajaran

Bahasa Inggris , 8 (2), 282–292.

Ningsih, EW (2017). Kecemasan dalam berbicara bahasa Inggris mahasiswa semester empat

Akademi Bahasa Asing Balikpapan. Prosiding SNITT Poltekba , 2 (1), 277–287.

Papadakis, S. (2018). Mengevaluasi penerimaan guru pra-jabatan terhadap perangkat seluler

sehubungan dengan usia dan jenis kelamin mereka: studi kasus di Yunani. Jurnal

Internasional Pembelajaran Seluler dan Organisasi , 12 (4), 336–352.

Şad, SN, & Göktaş, Ö. (2014). Persepsi guru preservice tentang penggunaan ponsel dan laptop

dalam pendidikan sebagai alat pembelajaran mobile. Jurnal Teknologi Pendidikan Inggris ,
45 (4), 606–618.

Sarjana (7) . (td).

Shofiah, S. (2020). Pemanfaatan smartphone sebagai sumber belajar mata pelajaran pendidikan

agama islam siswa SMKN 1 Kotawaringin Lama . IAIN Palangkaraya.

Sutriani, S. (2021). Analisis Kecemasan Berbicara Siswa di Kelas Bahasa Inggris antara laki-

laki dan perempuan pada siswa Tahun Kedua MTsN Parepare . IAIN Parepare.

Swary, DN (2014). KAJIAN PERMASALAHAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA

BAHASA INGGRIS DI KELAS II SMP NEGERI 1 TALAGA . IAIN Syehk Nurjati Cirebon.

Tridinanti, G. (2018). Korelasi antara kecemasan berbicara, kepercayaan diri, dan prestasi

berbicara mahasiswa S1 EFL universitas swasta di Palembang. Jurnal Internasional Studi

Pendidikan dan Keaksaraan , 6 (4), 35–39.


PERTANYAAN WAWANCARA

1. Apakah Anda merasa cemas ketika berbicara dalam bahasa Inggris?

2. Kapan Anda merasa cemas atau dalam situasi apa Anda berbicara bahasa Inggris?

3. Mengapa Anda merasa cemas dalam berbicara bahasa Inggris?

4. Bagaimana Anda mengantisipasi kecemasan berbicara bahasa Inggris setiap hari?

5. Apakah Anda menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk belajar

bahasa Inggris dalam sehari? (Mungkin 1-2 jam)

6. Media pembelajaran apa yang Anda gunakan dalam berbicara bahasa Inggris

sehingga Anda tidak merasa cemas?

7. Aplikasi apa yang Anda gunakan untuk belajar bahasa Inggris?

8. Kapan kamu sering menggunakannya untuk belajar bahasa Inggris agar tidak

merasa cemas?

9. Apa manfaat melatih diri agar tidak merasa cemas dalam berbicara bahasa Inggris?

10. Bagaimana Anda membiasakan diri agar tidak merasa cemas saat berbicara bahasa

Inggris?

11. Apakah Anda merasa lebih termotivasi untuk berbicara bahasa Inggris jika orang

lain membantu Anda?

12. Apakah ada peningkatan dalam berbicara bahasa Inggris dengan bantuan?

13. Hambatan apa yang Anda dapatkan ketika Anda merasa cemas dalam berbicara

bahasa Inggris?
14. Apa solusi Anda ketika kecemasan Anda muncul dalam berbicara bahasa Inggris?

Panduan wawancara ini diadaptasi dari Rahayu D. (2021) berjudul “Peran

Dukungan Sosial dalam Mengatasi Kecemasan Berbicara Bahasa Inggris Sebagai

Bahasa Asing Pada Siswa SMPN 8 Majalengka ” .

PEDOMAN PENGAMATAN
FORMULIR VALIDASI UNTUK TES KECEMASAN
Arah:
Untuk setiap pertanyaan, berikan tanggapan Anda dengan mengambil kotak ceklist
yang menjawab pilihan Anda.

PETUNJUK PENGISIAN YA TID KOMENTAR

AK
I. Bacalah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dan
berikan respon yang sesuai dengan cara belajar
pembelajaran speaking English yang menarik
dikelas. Kuesioner ini disusun untuk mengetahui
cara anda belajar bahasa inggris khususnya dalam
speaking English. kuesioner ini tidak berpengaruh
terhadap nilai bahasa Inggris anda, maka jangan
ragu untuk menjawab setiap pertanyaan yang
diberikan.
II. Saya mengharapkan anda kiranya berkenan
memberikan jawaban atas pertanyaan dibawah
ini secara jujur dan benar dengan memberikan
tanda silang pada salah satu kata YA atau
TIDAK

TID PERTANYA

AK AN

1 Apakah item soal 1/2 sudah sesuai dengan teori

faktor kecemasan dari Over self-prediction

menuju

takut ?
SOAL:
1. Apakah Anda percaya diri ketika lebih baik
berbicara dengan menggunakan bahasa inggris
daripada bahasa daerah lalu berbicara di depan
kelas?

2. Apakah andaselalumerasatakut untuk

menjawab pertanyaan teman anda

yang

menggunakan bahasa inggris?


2 Apakah soal soal 3/4/5 sesuai dengan faktor teori
kecemasan dari Iman Irasional?
SOAL:
3. Apakah andamerasagugupsaat berbicara
bahasa inggris dikelas?
4. Apakah anda merasa bingung dan ingin pinsan

ketika berbicara dalam bahasa inggris di

kelas ?
5. Apakah jantung anda berdetak kencang ketika

guru meminta anda maju kedepan kelas bercerita

dalam bahasa inggris secara random ?


3 Apakah butir soal 6 sesuai dengan faktor teori
kecemasan dari Over Sensitivitas terhadap
ancaman?
SOAL:
6. Apakah pandangan/kontak mata guru dan teman-
teman membuat anda gugup saat berbicara di
depan kelas?
4 Apakah butir soal 7 sesuai dengan faktor teori
kecemasan dari The Sensitivity of Anxiety?
SOAL:
7. apakah anda akan merasa sangat takut/cemas
saat nantinya dikelas diminta menceritakan ulang
materi dalam bahasa inggris secara tiba-tiba?
5 Apakah item soal 8/9 sesuai dengan faktor teori
kecemasan dari Wrong Attribution Body Signal?
SOAL:
8. Apakah badan anda mengeluarkan keringat saat
maju kedepan kelas menunjukkan materi dalam
bahasa inggris?
9. Apakah nafasandapernahtersengalsaat
bercerita didepan kelas dalam bahasa inggris?
6 Apakah butir soal 10 sesuai dengan faktor teori
axiety dari Low Self Efficacy?
SOAL:
10. Apakah dengan hasil nilai speaking anda yang
rendah membuat anda merasa tidak yakin untuk
berbicara dalam bahasa inggris secara lancar?

Anda mungkin juga menyukai