BILQIS
“Didiklah anakmu dengan sebaik-baik pendidikan karena tidak ada seorangpun dilahirkan
dalam keadaan berilmu”
Menurut Ahmad Tafsir, pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh
pendidik terhadap anak didik agar tercapai perkembangan maksimal yang positif. Kemudian
menurut Hasan Basri, pendidikan diartikan sebagai proses pembinaan dan bimbingan yang
dilakukan seseorang secara terus menerus kepada anak didik untuk mencapai tujuan
pendidikan. Sedangkan menurut Kartini Kartono, pendidikan adalah proses pembudayaan,
proses kultural atau proses kultivasi untuk mengembangkan semua bakat dan potensi
manusia, guna mengangkat diri sendiri dan dunia sekitarnya pada taraf human. (Nurrita,
2021:157)
Dari beberapa pendapat yang telah disampaikan oleh para ahli di atas maka kita bisa
mengambil kesimpulan bahwa pengertian pendidikan adalah bimbingan, pembinaan atau
pertolongan yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik agar tercapai perkembangan
yang maksimal sesuai dengan bakat dan potensi manusia untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan adalah sebagai seperangkat hasil pendidikan yang tercapai oleh
peserta didik setelah diselenggarakannya kegiatan pendidikan. Seluruh kegiatan pendidikan,
yakni bimbingan pengajaran dan latihan diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam
konteks ini, tujuan pendidikan merupakan suatu komponen sistem pendidikan yang
menempati kedudukan dan fungsi sentral. Itu sebabnya, setiap tenaga kependidikan perlu
memahami dengan baik tujuan pendidikan, supaya berupaya melaksanakan tugas dan
fungsinya untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. (Islam, 2020:24)
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang utama dan pertama untuk seorang anak.
Sebelum mengenal dunia anak pertama kali mengenal situasi keluarga, pengalaman bergaul
dalam keluarga akan memiliki dampak signifikan pada perkembangan anak-anak untuk masa
depan.
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka karena dari
merekalah anak mulai menerima pendidikan. Sebagai orang tua kita wajib berilmu karena
agama kita mengajarkan berilmu sebelum kita beramal, termasuk dalam mendidik anak
apalagi anak adalah tanggung jawab yang besar bagi orang tua sehingga kita harus memiliki
ilmu. (Taubah, 2015: 110)
ُ اَ ْخ َر َج ُك ْم ِّم ۢ ْن بُطُ ْو ِن اُ َّم ٰهتِ ُك ْم اَل تَ ْعلَ ُم ْو َن َش ْيـ ًۙٔا َّو َج َع َل لَ ُك ُم ال َّس ْم َع وهّٰللا
َ
ار َوااْل َ ْفـِٕ َدةَـ ۙ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكر ُْو َن َ َب
َ ْص َوااْل
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu
pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.”
(QS. An Nahl: 78)
Tidak ada seorangpun yang dilahirkan dalam keadaan berilmu, tetapi Allah Swt
memberikan kepada kita alat agar kita bisa mendapatkan ilmu dan agar bisa belajar. Apa
yang Allah berikan kepada kita? Allah jelaskan dalam surat An Nahl ayat 78 “Dia
memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur” ketika Allah
menyebutkan Allah memberikan kepada kita indra indra tersebut yang merupakan indra kita
untuk belajar dan untuk mencari ilmu, Allah menyebutkannya secara berurutan sesuai dengan
ilmu perkembangan anak.
Yang pertama disebutkan adalah pendengaran, dan indra yang berkembang pertama
kali pada seorang anak adalah indra pendengaran, bahkan beberapa penelitian mengatakan
kemampuan mendengar bayi sudah terbentuk sejak ia masih dalam perut ibu, apalagi ketika
sudah dilahirkan pertama kali yang berkembang adalah pendengaran maka ini adalah fase
yang paling baik untuk memperdengarkan anak anak dengan kalimat – kalimat yang baik
karena itu akan merasuk kepada hati anak dan ini adalah awal mulanya pendidikan anak
ketika kita ingin melahirkan anak yang memiliki pribadi baik.
Yang kedua Allah sebutkan ار َ ااْل َبyang artinya pengelihatan, indra pengelihatan
َ ْصـ
berkembang sekitar usia 6-7 bulan atau usia setelah satu tahun, usia satu hingga tujuh tahun
yang paling berkembang adalah indra pengelihatan dan ini adalah fase dimana anak menjadi
duplikator atau pencontoh yang paling baik, dia akan mencontoh apa yang ada disekitarnya,
apa yang dilihat oleh anak itu yang akan dicontoh.
Pada fase ini orang tua seringkali melakukan kekeliruan terjadi inkonsistensi pada
pendidikan, karena apa yang ditunjukkan oleh orang tua tidak sesuai dengan apa yang
diucapkan orang tua, sehingga anak merasa bingung dan seringkali mereka lebih dipengaruhi
dengan apa yang mereka lihat daripada apa yang mereka dengar. Seperti contoh ketika
seorang ibu atau bapak yang mengingatkan anaknya karena anaknya bermain sambil
berteriak – teriak namun orang tuanya mengingatkan dengan suara yang lantang, pertama
anak mendengarkan perkataan orang tua bahwa tidak boleh berteriak itu masuk dalam benak
dia, kemudian dia melihat orang tuanya mengingatkan dengan suara yang lantang maka
terjadi konflik dalam dirinya, namun yang lebih mempengaruhi anak adalah apa yang dia
lihat, dan akhirnya muncul anak anak yang dikatakan sebagai anak yang susah diatur, itu
sebenarnya lantaran berangkat dari orang tua yang salah dalam mendidik anaknya.
Yang terakhir adalah indra kognitif atau pemahaman, indra ini berkembangnya diusia
kurang lebih tujuh tahun, dikatakan pada usia ini anak sudah bisa memilah antara baik dan
buruk atau yang berbahaya dengan yang tidak. Pada usia ini anak sudah benar benar bisa
memahami ucapan orang tuanya dengan sempurna.
Menurut al- Ghazali, anak adalah amanat dari Allah SWT dan harus dijaga dan
dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri pada Allah SWT.
Semua bayi yang dilahirkan ke dunia bagaikan sebuah mutiara yang belum diukur dan belum
berbentuk tapi amat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan mengukir dan
membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang. (Taubah,
2015: 116)
Dari uraian diatas dijelaskan bahwa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya
sangatlah besar, terutama dalam pendidikannya. Pendidikan agama dalam keluarga telah
disyariatkan oleh Allah SWT dalam al-Quran dan diinterpretasikan melalui hadits Nabi
Muhammad SAW. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Dalam pelaksanaan pendidikan agama dalam keluarga dapat menggunakan pola atau
metode pendidikan Qurani. Adapun pendidikan Qurani yang dapat dilakukan dalam
pendidikan agama dalam keluarga diantaranya sebagai berikut:
1. Pendidikan Keteladanan
Metode keteladanan dalam pendidikan Islam adalah metode yang paling
efektif dan efisien dalam membentuk kepribadian anak. Posisi pendidik sebagai
teladan yang baik pada anak-anaknya akan ditirunya dalam berbagai ucapan dan
prilaku. Keteladanan menjadi faktor menentukan baik buruknya sifat anak. Jika
pendidik jujur, dapat dipercaya berakhlak mulia, berani, menjauhkan diri dari
perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama, maka si anak akan tumbuh
kejujuran, terbentuk dengan akhlak yang mulia dan lain-lain. (Mustofa, 2019:26)
Ibu memengaruhi anak melalui sifatnya yang menghangatkan, menumbuhkan
rasa diterima, dan menanamkan rasa aman pada diri anak. Sedangkan ayah
memengaruhi anaknya melalui sifatnya yang mengembangkan kepribadian,
menanamkan disiplin, memberikan arah dan dorongan serta bimbingan agar anak
tambah berani dalam menghadapi kehidupan.
Pola- pola pendidikan yang dipraktikkan tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi saling
mendukung dan terkait satu dengan lainnya. Pola- pola tersebut juga dipraktikkan sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Islam, king cahaya islam, ‘Fase Pendidikan Anak Menurut Al Qur’an’, 2020, 111
Mustofa, Ali, ‘Metode Keteladanan Perspektif Pendidikan Islam’, CENDEKIA : Jurnal Studi
Keislaman, 5.1 (2019), 42 <https://doi.org/10.37348/cendekia.v5i1.71>