Anda di halaman 1dari 38

Kriteria Perencanaan Stasiun dan Fasilitas Pendukung

1. Pendahuluan
1.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kriteria perencanan stasiun dan fasilitas pendukung untuk meliputi :
a. Perencanaan Tapak/Lokasi
b. Perencanaan Kebutuhan Ruang
c. Perencanaan Aksesibilitas
d. Perencanaan Arsitektur
e. Perencanaan Utilitas
f. Perencanaan Struktur Bangunan
g. Perencanaan Kelengkapan
h. Perencanaan Fasilitas Keamanan
1.2 Kriteria Umum Perencanaan
Dalam merencanakan Stasiun dan Fasilitas Pendukung harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pengguna , antara lain : bersifat
komuter, waktu perjalanan dan waktu tunggu tidak terlalu lama serta pada
umumnya menggunakan sarana transportasi lanjutan lainnya.
b. Memperhatikan kebutuhan pengoperasian baik prasarana, sarana dan SDM.
c. memperhatikan faktor keserasian bangunan stasiun dan fasilitas pendukung
terhadap lingkungannya.
d. memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kesehatan sesuai fungsi
bangunan stasiun.
1.3 Tahapan Perencanaan
Dalam rangka membuat perencanan Stasiun dan Fasilitas Pendukung tahapan-
tahapan yang harus dlalui adalah :
a. Tahap Konsep Perencanaan;
b. Tahap Prarencana;
c. Tahap Pengembangan Rencana;
d. Tahap Rencana Detail;
e. Tahap Pembuatan Dokumen Pelaksanaan Konstruksi;
1.4 Persyaratan dan Standar
a. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2015 tentang Standar
Pelayanan Minimum Angkutan Orang dengan Kereta Api;
b. Peraturan Menterai Perhubungan Nomor 29 tahun 2011 tentang Persyaratan
Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api;

1
c. Peraturan Menteri PU Nomor 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan
dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan;
d. Peraturan Menteri PU No. 30 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas
dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
e. Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan
Gedung;
f. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 6 Tahun 2014 tentang Bangunan
Gedung;
g. Architectural Design Criteria for Road and Rail Transit Systems, 2013, LTA
Singapore Standard;
h. Standart for Fire Safety in Rapid Transit System (SFSRTS) 2012, Singapore
Regulation.

2. Perencanaan Lokasi/Tapak
2.1 Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi atau tapak stasiun harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
dapat menunjang fungsi stasiun secara optimal. Perencanaan lokasi atau tapak
stasiun dan fasilitas pendukung harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. kesesuaian dengan keterangan rencana kota setempat;
b. tidak mengganggu fungsi prasarana dan sarana yang berada di bawahnya
dan/atau di sekitarnya;
c. mempunyai akses yang baik untuk dapat dijangkau oleh pengguna jasa ;
d. ketersediaan lahan untuk pembangunan stasiun dan fasilitas pendukung.
2.2 Fungsi Stasiun
Fungsi utama stasiun adalah sebagai tempat untuk naik dan turun penumpang.
Disamping itu stasiun juga dapat berfungsi sebagai fasilitas intermoda atau
antarmoda dengan sarana transportasi umum lainnya seperti bus, busway, kereta
api, taxi, dan jenis angkutan umum lainnya. Untuk itu stasiun harus menyediakan
fasilitas penghubung (interkoneksi) dengan fasilitas transportasi umum lainnya.
Untuk meningkatkan jumlah pengguna jasa , stasiun dapat juga dikembangkan
dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) yaitu konsep stasiun yang
terhubung dengan wilayah pemukiman dan daerah komersial.
2.3 Faktor Lingkungan
Dalam merencanakan stasiun dan fasilitas pendukung harus memperhatikan
faktor-faktor lingkungan, seperti : kebisingan, kemacetan, sosial budaya, dan faktor
lingkungan lainnya.

2
3. Perencanaan Tata Ruang Dalam Stasiun
3.1 Ukuran Dasar Ruang
Ukuran dasar ruang tiga dimensi yang meliputi panjang, lebar dan tinggi, digunakan
sebagai pedoman untuk mendesain bangunan sehubungan dengan pemenuhan
asas aksesibilitas pada bangunan stasiun .
Ukuran dasar ruang di stasiun mengacu kepada dua ukuran dasar sebagai berikut:
a. Ukuran Dasar Umum, yang meliputi ukuran tubuh manusia dewasa,
peralatan yang digunakan, dan ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi
pergerakannya. Ukuran dasar umum diterapkan dengan mempertimbangkan
fungsi ruang dan pengguna ruang. Ruang pelayanan dan publik harus
menerapkan ukuran dasar bagi semua orang termasuk penyandang cacat.
Sedangkan ruang lain seperti ruangan kantor, gudang peralatan dan ruangan
petugas, dapat disesuaikan tanpa menerapkan ukuran dasar bagi penyandang
cacat.
Detail ukuran dasar umum dijelaskan dengan gambar-gambar pada Lampiran
I.
b. Ukuran Dasar Khusus, yang disesuaikan dengan ukuran sarana dan
prasarana perkeretaapian, peralatan, perlengkapan dan ruang yang dibutuhkan
untuk mewadahi pergerakan sarana sehubungan dengan kegiatan operasional
kereta api di stasiun.
Detail ukuran dasar khusus menyangkut ruang bebas bagi pengoperasian
sarana disesuaikan dengan Kriteria Perencanaan Jalan Rel.
3.2 Pembagian Fungsi Ruang
Stasiun direncanakan berupa elevated station, sehingga pembagian fungsi ruang
dilakukan seefisien dan seefektif mungkin mengingat luas lahan yang tersedia
sangat terbatas disamping pertimbangan biaya. Setiap ruang di stasiun mempunyai
fungsi tertentu sesuai dengan aktifitas dan fasilitas pelayanan yang ditempatkan di
ruang tersebut. Pembagian ruang di stasiun berdasarkan fungsinya meliputi:
a. Ruang Untuk Kegiatan Pokok
Ruang untuk kegiatan pokok adalah ruang yang diperuntukan bagi kegiatan-
kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan jasa angkutan di
stasiun. Ruang untuk kegiatan pokok terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu:
1) Ruang Petugas Operasional, yang meliputi:
a) Ruang Kepala Stasiun
b) Ruang Wakil Kepala Stasiun
c) Ruang Pengatur Perjalanan Kereta (Control Room)
d) Ruang Kantor Stasiun
e) Ruang Pengawas Peron
3
f) Ruang Serbaguna
g) Ruang Peralatan
h) Ruang Istirahat Kru KA
i) Ruang Petugas Keamanan
j) Ruang Petugas Kebersihan
k) Ruang Mushola
l) Ruang Kamar Mandi dan Toilet
m) Gudang
n) Dapur
2) Ruang Pelayanan Publik, yang meliputi:
a) Ruang Hall
b) Ruang Loket
c) Ruang Pelayanan Informasi
d) Ruang Tunggu
e) Ruang Peron
f) Ruang Pelayanan Kesehatan
g) Ruang Toilet Umum
h) Ruang Mushola
i) Ruang untuk Ibu Menyusui
b. Ruang Untuk Kegiatan Penunjang dan Jasa Pelayanan Khusus
Ruang ini adalah ruang yang diperuntukan bagi kegiatan-kegiatan komersial
yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang kegiatan
penyelenggaraan jasa angkutan kereta api di stasiun. Ruang ini meliputi:
1) Ruang Pertokoan,
2) Ruang Restoran,
3) Ruang Parkir Kendaraan,
4) Ruang Gudang,
5) Ruang Penitipan Barang,
6) Ruang Bongkar Muat Barang,
7) Ruang ATM,
8) Ruang Reservasi Hotel dan Travel.
Mengingat stasiun berupa elevated station, dengan pertimbangan efisiensi dan
efektifiktas maka beberapa penyesuaian dapat dilakukan sepanjang tidak
mengurangi fungsi dan faktor keselamatan.
Zonasi Ruang
Stasiun merupakan fasilitas umum yang memerlukan tingkat keamanan,
keselamatan dan kenyamanan yang cukup baik. Untuk itu ruang-ruang dalam
stasiun perlu dipisah atas beberapa tingkat privasi, yaitu :
4
a. Ruang Publik (Free Area), merupakan ruang-ruang yang dapat diakses semua
orang baik calon pengguna jasa maupun pihak lain dan masih terhubungan
dengan bagian luar bangunan stasiun.
b. Ruang Semi Publik (Paid Area), merupakan ruang-ruang yang hanya dapat
diakses pengguna jasa setelah melalui proses pemeriksaan (check-in) baik
oleh petugas maupun dengan Automatic Fare Colection (AFC).
c. Ruang Privat (Private Area), merupakan ruang yang benar-benar steril dan
hanya dapat dimasuki oleh petugas atau piha-pihak yang mendapat ijin khusus.
Secara umum konsep zonasi ruang untuk stasiun adalah sebagai berikut :

Gambar 4.1 Konsep zonasi pembagian ruang stasiun

Pemisahan antar ruang-ruang tersebut selain berupa dinding atau partisi dapat juga
berupa :
a. Zona transisi, zona yang memisahkan antara ruang publik dengan ruang semi
publik, dapat berupa area untuk check-in.
b. Perbedaan Level, dapat berupa : lantai dasar (ground level), terminal
(concourse level) dan peron (platform level).
3.3 Luas dan Kapasitas Ruang
a. Ruang di Stasiun
Penentuan luas dan kapasitas ruang harus mempertimbangkan berbagai hal
sehubungan dengan kapasitas, utilitas, aksesibilitas, keselamatan, keamanan
dan kenyamanan bagi pengguna ruangan.
Sehubungan dengan kapasitas ruang, luas ruang pelayanan dan publik dapat
dihitung dengan formulasi sebagai berikut:

5
L = 0,64 m2/orang x V x LF

dimana :
L = luas ruang pelayanan dan publik (m2)
V = jumlah rata-rata penumpang per jam sibuk dalam 1 tahun (orang)
LF = load factor (100%) = 1
Standar minimum untuk luas ruang-ruang bagi kegiatan pokok di stasiun
ditentukan pada Tabel 4-1.
Tabel 4-1.
Standar Luas Minimum Ruang untuk Kegiatan Pokok di Stasiun
Luas Ruangan (m2)
Ruang Berdasarkan Kelas Stasiun
Besar Sedang Kecil
Ruang Kepala Stasiun 30 24 20
Ruang Wakil Kepala Stasiun 15 15 -
Ruang Pengatur Perjalanan Kereta 25 18 18
Ruang Pengawas Peron 4 4 4
Ruang Keuangan 20 16 16
Ruang Serbaguna 100 50 -
Ruang Peralatan Sesuai kebutuhan
Ruang Istirahat Kru 30 25 -
Ruang Petugas Keamanan 15 12 9
Ruang Petugas Kebersihan 9 9 6
Ruang Hall 250 150 60
Ruang Loket 25 12 6
Ruang Pelayanan Informasi 14 12 9
Ruang Tunggu 600 160 40
Ruang Layanan Kesehatan 25 15 15
Ruang Toilet Umum 54 45 30
Ruang Mushola 49 30 20
Ruang Ibu Menyusui 15 10 -

Penentuan luas ruang yang diperuntukan bagi kegiatan penunjang dan jasa
pelayanan khusus di stasiun disesuaikan dengan kebutuhannya menyangkut
jenis pelayanan, kapasitas dan utilitasnya serta tetap memenuhi aspek-aspek
aksesibilitas, keselamatan, keamanan dan kenyamanan.
b. Peron (Platform)
Peron berfungsi sebagai tempat penumpang menunggu kereta sekaligus tempat
untuk naik turun penumpang . Mengingat sifat pelayanan adalah komuter dan

6
menggunakan elevated station, maka yang digunakan adalah jenis peron tinggi
dan ditempatkan di antara dua jalur (island platform).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan peron adalah hal-hal
sebagai berikut :
1) Panjang peron disesuaikan dengan rangkaian sarana terpanjang yang
beroperasi.
2) Lebar peron dihitung berdasarkan jumlah penumpang dan dihitung
dengan menggunakan formula sebagai berikut :

dimana:
b = lebar peron (meter)
V = jumlah rata-rata penumpang per jam sibuk dalam 1 tahun (orang)
LF = load factor (80%)
l = panjang peron sesui dengan rangkaian terpanjang KA penumpang
yang beroperasi (meter)
3) Hasil penghitungan lebar peron menggunakan formula di atas tidak boleh
kurang dari ketentuan lebar peron minimal sebagai berikut:
Diantar dua jalur Di tepi jalur
No. Jenis Peron
(island platform) (side platform)
1. Tinggi 2 meter 1,65 meter
2. Sedang 2,5 meter 1,9 meter
3. Rendah 2,8 meter 2,05 meter

4) Tinggi peron diukur dari kepala rel sampai dengan lantai peron. Tinggi
peron disesuaikan dengan dimensi sarana yang akan digunakan. Beda
tinggi antara lantai peron dengan lantai sarana maksimal adalah sebesar
6,4 mm, dimana lantai peron lebih rendah dari lantai sarana (ADA
Standard).
5) Jarak tepi peron dari as jalan rel disesuaikan dengan peraturan ruang bebas
untuk jalan rel . Namun hal yang perlu diperhatikan adalah jarak maksimal
antara tepi peron dengan sisi terluar lantai sarana adalah 75 mm.
6) Jarak Garis Batas Aman, diukur dari sisi tepi luar peron ke arah as peron
adalah 35 cm. Apabila menggunakan PSD maka jaraknya disesuaikan.
7) Apabila pada area peron terdapat tangga atau escalator, maka jarak
minimum antara sisi tepi peron dengan sisi terluar tangga/escalator adalah
2,5 meter. Apabila menggunakan PSD maka jaraknya disesuaikan.

7
8) Untuk memenuhi aspek keselamatan, lantai peron harus menggunakan
material yang tidak licin sehingga tidak menyebabkan orang terpeleset atau
tergelincir. Material yang digunakan juga harus mempunyai permukaan yang
rata sehingga tidak menyebabkan orang tersandung.
9) Area peron minimal harus dilengkapi dengan lampu penerangan yang
memadai, papan nama peron, papan nama jalur, papan petunjuk arah,
petunjuk waktu, tanda batas aman peron dan papan peringatan/larangan.
10) Semua peralatan seperti CCTV dan papan informasi ditempatkan
minimum setinggi 2,4 meter dari permukaan lantai peron. Ketinggian
minimum untuk langit-langit tidak akan kurang dari 3 meter.
11) Penempatan peralatan atau papan informasi pada area peron harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu pergerakan
penumpang.
3.4 Persyaratan Kenyamanan Kondisi Udara Dalam Ruang
Persyaratan kenyamanan termal dalam ruang harus mempertimbangkan
temperatur dan kelembaban udara. Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan
kelembaban udara yang ideal didalam ruangan, dapat dilakukan dengan alat
penkondisian udara yang mempertimbangkan:
a. fungsi bangunan gedung/ruang, jumlah pengguna, letak geografis, orientasi
bangunan, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan;
b. kemudahan pemeliharaan dan perawatan; dan
c. prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan.

4. Perencanaan Aksesibiltas
Bangunan stasiun merupakan bangunan fasilitas umum yang digunakan sebagai tempat
penyelenggaraan angkutan publik dengan moda transportasi kereta api. Bangunan stasiun
harus didesain, dibangun dan dimanfaatkan dengan memperhatikan faktor aksesibilitas
pada bangunan umum.
Aksesibilitas pada bangunan umum adalah kemudahan yang disediakan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat untuk mengakses fasilitas pada bangunan umum.
4.1 Fasilitas Sirkulasi
Sistem sirkulasi yang direncanakan harus saling mendukung, antara sirkulasi
eksternal dengan internal bangunan stasiun, serta antara individu penumpang
dengan sarana dan sarana transportasi lainnya. Sirkulasi penumpang harus
dirancang dengan rute terpendek dan mengarah langsung antara dua titik dan harus
bebas dari hambatan.
Fasilitas untuk sirkulasi dapat berupa :
a. Lorong (Walkways)
8
Lebar lorong ditentukan oleh arus penumpang, namun lebar minimum 2,5 m.
Apabila diperlukan dapat dibuat dua alur arah. Segala penghalang yang dapat
mengganggu kecepatan pergerakan penumpang harus dihindari. Tinggi bersih
minimum sebuah lorong tidak kurang dari 2,4 m di bawah setiap penghalang.
Ketinggian bersih pada bagian bawah langit-langit tidak kurang dari 2,7 m.
b. Tangga (Stair)
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal pada bangunan yang
dirancang dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Dimensi masing-masing pijakan dan tanjakan harus berukuran seragam.
2) Tangga didesain dengan kemiringan maksimum 30°.
3) Lebar minimum tangga publik harus tidak kurang dari 1,5 m ke pusat
pegangan tangan. Tangga yang lebih lebar dari 3,0 m harus dikonstruksi
dengan rail median (pembagi).
4) Disediakan bordes pada setiapa tangga per lantai. Ketinggian tangga
maksimum tanpa ada bordes adalah 3,7 meter.
5) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan
pengguna tangga.
6) Tangga harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) sekurang-
kurangnya pada salah satu sisi tangga.
7) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 – 80 cm
dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian
ujungnya harus bulat atau dibelokan dengan baik ke arah lantai, dinding atau
tiang.
8) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-
ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan panjang minimal 30 cm.
9) Tangga yang ditempatkan di luar bangunan harus didesain sedemikian rupa
sehingga tidak menyebabkan air tergenang pada lantai tangga.
10) Material yang digunakan untuk anak tangga harus memiliki tekstur
sehingga tidak licin dan setiap anak tangga dilengkapi dengan step nosing.
Ukuran dan detail penerapan standar dapat terlihat pada gambar dibawah ini.

9
Gambar 4.2 Tipikal Tangga
c. Ramps
Ramp adalah jalur akses pergerakan vertikal dengan bidang rata yang memiliki
kemiringan tertentu. Ramp digunakan sebagai jalur alternatif bagi orang yang
tidak memungkinkan untuk menggunakan tangga.
Beberapa persyaratan desain ramp adalah sebagai berikut:
1) Kemiringan ramp di dalam bangunan tidak melebihi 1:8 Sedangkan ramp
di luar bangunan didesain dengan kemiringan tidak melebihi 1:10.
2) Panjang mendatar dari suatu ramp dengan perbandingan antara tinggi
dan kelandaian 1:8 tidak boleh lebih dari 900 cm. Ramp dengan kemiringan
yang lebih rendah dapat didesain lebih panjang.
3) Lebar minimum ramp tanpa tepi pengaman adalah 95 cm. Lebar
minimum ramp dengan tepi pengaman adalah 120 cm untuk satu jalur dan
190 cm untuk dua jalur. Ramp yang digunakan sekaligus untuk pejalan kaki
dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan lebarnya secara
seksama sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi tersebut,
atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri-sendiri.
4) Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran suatu ramp harus bebas
dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar
kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm.
5) Material yang digunakan untuk lantai ramp harus memiliki tekstur
sehingga tidak licin.
6) Tepi pengaman ramp (low curb) dirancang dengan lebar 10 cm untuk
menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur
ramp. Apabila berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau
persimpangan, ramp harus didesain agar tidak mengganggu jalan umum.
7) Ramp harus dilengkapi dengan penerangan dengan pencahayaan yang
cukup sehingga membantu pengguna ramp pada malam hari. Pencahayaan
disediakan pada bagian-bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap
muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan.
8) Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (hand rail) yang
kekuatannya terjamin dengan ketinggian yang sesuai. Pegangan rambat
harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 – 80 cm dan ditandai pada
perubahan level.

10
Gambar 4.2 Tipikal Ramp
d. Escalators
Penggunaan eskalator merupakan pelengkap untuk tangga dan
penempatannya dilakukan berdekatan dengan tangga. Perencanan jumlah dan
lokasi penempatan eskalator harus disesuaikan dengan jumlah pengguna dan
luasan area yang tersedia pada masing-masing stasiun.
Kriteria untuk memilih jenis dan tipe escalator adalah sebagai berikut :
1) Kecepatan escalator adalah 0,60 s/d 0,65 m/detik.
2) Sudut maksimumnya adalah 300.
3) Lebar minimum adalah 600 mm untuk tipe single width dan 1000 mm untuk
tipe double width.
Formula berikut dapat digunakan untuk menghitung kapasitas escalator :

Dimana :
N = jumlah orang per jam
P = jumlah orang per-step
V = kecepatan escalator (m/detik)
L= panjang step
11
Penggunaan escalator tipe dua arah (bi-direction) yang arah pengoperasiannya
dapat dilakukan secara bergantian (naik/turun), sangat dimungkinkan sesuai
kebutuhan masing-masing stasiun.

Gambar 4.3 Tipikal Escalator

e. Elevators
Elevator diutamakan untuk pengguna dengan berkebutuhan khusus seperti
difable dengan kursi roda, usia lanjut, dan orang tua yang membawa bayi. Lift
tidak dirancang untuk menjadi jalur evakuasi dalam keadaan darurat. Tipe dan
ukuran lift yang digunakan adalah yang memberikan kemudahan bagi pengguna
khususnya pengguna kursi roda, sehingga memungkinkan untuk melakukan
manuver maju, mundur atau memutar minimal 900. Disarankan untuk
menggunakan lift dengan tipe dua pintu (muka-belakang). Koefisien yang
digunakan untuk menghitung ukuran lift adalah 0,17 s/d 0,28 m2/orang.
f. Railing (Balustrades)
1) Railing horisontal di kepala tangga, ramp, koridor, eskalator atau area
dinding terbuka dengan ketinggian lebih dari 1 meter. Railing harus
dirancang dengan ketinggian minimal 1,10 meter di atas permukaan lantai
dan dirancang sedemikian rupa untuk menahan beban himpitan 0,74 kN/m.
Bahan railing harus stabil dan kuat. Setiap bagian yang berlubang harus
tertutup dengan bahan yang transparan.
2) Konsep desain dan bahan untuk railing untuk tangga dan dinding terbuka
harus serasi satu sama lain.
g. Pintu-pintu (Doorways)
1) Lebar bukaan pintu utama (entrance) minimum adalah sebesar 200 cm
dan tinggi minimum adalah 270 cm. Sedangkan lebar bukaan pintu lainnya
adalah minimum 80 cm. Lebar bukaan pintu untuk ruang peralatan
disesuaikan dengan masing-masing jenis peralatan.

12
2) Pintu masuk utama stasiun (entrance) ditempatkan di jalan yang lurus
sesuai dengan posisi bangunan, lokasi jalan raya, arah arus pergerakan
penumpang dan cukup terlindungi dari cuaca. Tampilan pintu utama harus
berani dalam konsep sehingga mudah dikenali oleh pengguna .
3) Di daerah sekitar pintu sedapat mungkin dihindari adanya ramp ataupun
perbedaan ketinggian lantai.
4) Hindari penggunaan material lantai yang licin di sekitar pintu.
5) Tidak dianjurkan untuk menggunakan jenis pintu yang yang sulit
dioperasikan terutama bagi penyandang disabilitas.
6) Setiap pintu harus dilengkapi dengan asesoris pintu sesuai dengan fungsi
masing-masing pintu.
h. Jembatan Penyeberangan Orang (Pedestrian Overhead Bridge)
Jembatan Penyeberangan Orang (pedestrian overhead bridge) atau disingkat
JPO berfungsi sebagai fasilitas penghubung antara stasiun , tempat
meyeberang orang untuk stasiun yang berada di sisi lain jalan dan penghubung
dengan fasilitas transportasi lainnya yang ada disekitar stasiun.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanan JPO, yaitu :
1) Lokasi JPO yang melintas di atas jalan raya harus mudah dilihat serta
dapat dijangkau dengan mudah dan aman.
2) Tinggi ruang bebas ditetapkan sesuai ketentuan dalam tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2 Tinggi Ruang Bebas Jembatan Penyeberangan Orang


Tinggi Minimum Terhitung Dari Tepi Bawah
Jenis Lintas di Bawah
Ruang Bebas (m) Gelagar Sampai Dengan
Jalan Raya : Permukaan perkerasan
- dilalui bis bertingkat 5,10
- tidak dilalui bis bertingkat 4,60
Jalan Kereta Api 6,50 Tepi atas kepala rel

3) Tangga atau awal ramp dan kepala jembatan JPO yang melintas di atas
jalan raya diletakkan di luar jalur trotoir.
4) Tangga atau ramp dan kepala jembatan JPO yang melintas di atas jalan
kereta api diletakkan di luar daerah milik jalan kereta api.
5) Lebar minimum jalur pejalan kaki dan tangga atau ramp adalah 2,0 meter.
6) Pada kedua sisi jalu pejalan kaki dan tangga harus dipasang sandaran
yang mempunyai ukuran sesuai ketentuan yang berlaku.
7) Perencanaan struktur JPO dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

13
Gambar 4.4 Tipikal Jembatan Penyeberangan Orang dengan Ramp
4.2 Antrian
a. Kebutuhan ruang untuk kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya antrian
seperti di depan pembelian tiket, tangga, escalator dan pintu check-in harus
dihitung sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu pergerakan penumpang
lainnya. Kebutuhan ruang untuk antrian harus dianggap sebagai bagian dari
kebutuhan ruang secara umum, seperti yang ditunjukkan di bawah ini:
Location Minimum queuing space
Escalators from working points 8000 mm
Stairs from working points 4000 mm
Ticket Gates from face 6000 mm
Ticket Vending Machines from face 5000 mm
Ticket Sales Windows from counter edge 5000 mm
Fare Adjustment Machines from face 2500 mm

b. Ruang antrian harus ditempatkan ujung ke ujung, dan tidak boleh tumpang
tindih satu sama lain.
4.3 Fasilitas Untuk Disabilitas
Semua stasiun harus dilengkapi dengan fasilitas bagi penyandang disabilitas
terutama pengguna kursi roda dan memiliki keterbatasan secara visual.
Konsep dasar perencanan untuk fasilitas bagi penyandang disabilitas adalah
sebagai berikut :

14
a. Khusus untuk penyandang disabilitas disediakan fasilitas lift untuk naik turun
dari jalan raya ke gedung stasiun sampai ke bagian peron.
b. Semua jalur akses mulai dari JPO, area dalam gedung stasiun dan peron harus
dilengkapi dengan fasilitas pemandu langkah (guidance path) berupa keramik
tactile. Keramik tectile ditempatkan sedemikian rupa sehingga memberikan
keamanan dan kemudahan bagi penyandang disabilitas.
c. Bukaan pintu bagi penyandang disabilitas harus otomatis atau permanen
terbuka. Pintu otomatis yang dipilih lebih baik pintu geser daripada pintu swing.
d. Fasilitas KM, Toilet dan Wastafel khusus untuk penyandang disabilitas
disediakan minimal masing-masing 1 (satu) unit ditiap-tiap stasiun.
e. Sebuah bangku harus dipasang pada lokasi yang tepat di platform dan
dilengkapi dengan keramik tactile disekitarnya.
f. Gerbang Tiket
- Setidaknya satu gerbang tiket harus cukup lebar untuk memungkinkan
pengguna kursi roda mudah delewati.
- Salah satu gerbang tiket harus memiliki garis kontinu untuk pengguna
dengan gangguan penglihatan.
g. Mesin Penjual Tiket
- Slot koin harus pada ketinggian yang mudah bagi pengguna kursi roda.
- Tempat istirahat lutut di bawah mesin penjual tiket harus disediakan.
- Tombol tarif, tombol membatalkan dan tombol informasi lainnya juga harus
ditulis dalam huruf Braille atau dalam pola bantuan yang berbeda

5. Perencanaan Arsitektur
5.1 Keserasian dengan Lingkungan
a. Bangunan stasiun harus memperlihatkan sebagai bangunan yang ramah
kepada publik dengan memperlihatkan kejelasan arah jalan masuk,
keterbukaan (mengundang untuk masuk), serta elemen-elemen dan material
yang mempermudah untuk berorientasi menuju maupun di dalam bangunan.
b. Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan memperhatikan bentuk dan
karakteristik arsitektur lingkungan yang ada di sekitarnya, atau yang mampu
sebagai pedoman arsitektur atau panutan bagi lingkungannya.
c. Setiap bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan yang
dilestarikan, harus serasi dengan bangunan yang dilestarikan tersebut.
d. Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan
terciptanya ruang luar bangunan yang nyaman dan serasi terhadap
lingkungannya.

15
e. Bentuk bangunan gedung sesuai kondisi daerahnya harus dirancang dengan
mempertimbangkan kestabilan struktur dan ketahanannya terhadap gempa.
f. Bentuk denah bangunan gedung sedapat mungkin simetris dan sederhana,
guna mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh gempa.
5.2 Kriteria Disain Arsitektur
Perencana memiliki kebebasan dalam berekspresi dan menentukan wujud
arsitekturnya. Kriteria-kriteria dasar yang harus dipenuhi dalam mendisain
bangunan stasiun adalah sebagai berikut:
a. Wujud arsitektur mencerminkan fungsi bangunan stasiun sebagai bangunan
fasilitas transportasi umum yang modern dan mencerminkan teknologi
bangunan terkini.
b. Fasade bangunan stasiun harus cukup terbuka dan transparan, namun tetap
cukup terlindung dari pengaruh cuaca. Hal ini untuk memberikan ventilasi alami
secara maksimal serta pandang yang jelas dari stasiun ke daerah sekitarnya.

c. Ekspresi kekinian bangunan tidak boleh mengabaikan kaidah-kaidah dasar


arsitektur tropis, namun tidak menutup kreatifitas dan inovasi disain dalam
mewujudkan arsitektur tropis yang modern.
d. Penggunaan elemen-elemen yang mengandung identitas lokal harus
merupakan bagian yang menyatu dengan arsitektur bangunan stasiun. Dalam
konteks bangunan dengan ekspresi modern, kearifan lokal dapat diwujudkan
melalui penggunaan ornamen di dalam lansekap, art-work (benda seni),
maupun elemen interior.
e. Penggunaan atap harus mencakup seluruh daerah di mana penumpang
memasuki, meninggalkan dan menggunakan stasiun termasuk pada areal
peron. Penggunaan sky light dapat digunakan untuk meningkatkan tingkat
cahaya yang diperlukan.
f. Perencanaan Arsitektur juga harus memperhatikan faktor kemudahan dalam
pemeliharaan dan perbaikan serta faktor keselamatan bagi pengguna maupun
pihak lain disekitar stasiun.
5.3 Persyaratan Material
Material yang digunakan diupayakan menggunakan hasil produksi dalam negeri,
termasuk sebagai bagian dari sistem fabrikasi komponen bangunan. Kriteria utama
adalah durabilitas (keawetan) bahan bangunan sebagai material bangunan publik,
serta penampilan yang sesuai dengan fungsi dan ekspresi yang diinginkan.
Pemilihan material finishing diupayakan menggunakan meterial yang membutuhkan
pemeliharaan seminimal mungkin (free maintenance).

16
5.4 Disain Tipikal Stasiun
Stasiun dirancang berupa elevated station yang terdiri atas ground level, concourse
level dan platform level. Ketinggian concourse level dari permukaan jalan minimal
5,10 meter, sedangkan ketinggian bagian bawah balok girder dari lantai concourse
minimal 2,40 meter. Konstruksi bagian concourse dan paltform adalah PC Girder.
Sedangkan bagian atap menggunakan konstruksi rangka baja.

Gambar 4.4 Disain Tipikal Stasiun

6. Perencanaan Utilitas
6.1 Sistem Penghawaan
a. Penggunaan sistem penghawaan alami merupakan salah satu upaya
konservasi energi dengan mengurangi beban energi yang digunakan untuk
menyalakan ventilasi buatan (AC) pada kondisi sehari-hari.
b. Bangunan stasiun harus dapat memberikan contoh perancangan sistem
penghawaan yang sehat pada ruang-ruang toilet, terutama toilet publik. Jika
ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan ventilasi mekanis
yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan pencemaran. Untuk ruang-
ruang operasional dimungkinkan untuk menggunakaan pengkondisian udara
buatan (AC).
c. Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, harus mengikuti:
1) SNI 03-6390-2000 Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan
gedung;
2) SNI 03-6572-2001 Tata cara perancangan sistem ventilasi dan
pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;
3) Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
sistem ventilasi;
4) Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
sistem ventilasi mekanis.

17
5) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman
teknis.
6.2 Sistem Pencahayaan
Setiap bangunan gedung untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan harus
mempunyai pencahayaan alami dan pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan
darurat sesuai dengan fungsinya.
a. Bangunan stasiun sebagai bangunan fasilitas umum harus mempunyai bukaan
yang memadai untuk pencahayaan alami.
b. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan
stasiun dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan stasiun.
c. Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang
dipersyaratkan sesuai fungsi ruang-dalam bangunan gedung dengan
mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan
penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.
d. Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus
dipasang pada bangunan gedung dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja
secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk
evakuasi yang aman.
e. Semua sistem pencahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk
pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau
otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai/dibaca oleh
pengguna ruang.
f. Pencahayaan alami dan buatan diterapkan pada ruangan baik di dalam
bangunan maupun di luar bangunan stasiun.
g. Persyaratan pencahayaan harus mengikuti:
1) SNI 03-6197-2000 Konservasi energi sistem pencahayaan buatan pada
bangunan gedung, atau edisi terbaru;
2) SNI 03-2396-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami
pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;
3) SNI 03-6575-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan
pada bangunan gedung, atau edisi terbaru.
4) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman
teknis.
6.3 Sistem Telekomunikasi
Persyaratan komunikasi dalam bangunan gedung dimaksudkan sebagai
penyediaan sistem komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan maupun
18
untuk hubungan ke luar, pada saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat
lainnya. Termasuk antara lain: sistem telepon, sistem tata suara, sistem voice
evacuation, dll. Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat
dimungkinkan asal memenuhi pedoman dan standar teknis ya ng berlaku.
Perencanaan komunikasi dalam bangunan stasiun mensyaratkan :
a. Sistem instalasi komunikasi telepon dan sistem tata komunikasi gedung dan
lain-lainnya, penempatannya harus mudah diamati, dioperasikan, dipelihara,
tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan lingkungan dan bagian
bangunan serta sistem instalasi lainnya, serta direncanakan dan dilaksanakan
berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan yang berlaku.
b. Peralatan dan instalasi sistem komunikasi harus tidak memberi dampak, dan
harus diamankan terhadap gangguan seperti interferensi gelombang elektro
magnetik, dan lain-lain.
c. Secara berkala dilakukan pengukuran/pengujian terhadap EMC (Electro
Magnetic Campatibility). Apabila hasil pengukuran terhadap EMC melampaui
ambang batas yang ditentukan, maka langkah penanggulangan dan
pengamanan harus dilakukan.
6.4 Persyaratan Instalasi Proteksi Petir
Persyaratan proteksi petir ini memberikan petunjuk untuk perancangan, instalasi,
dan pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir terhadap bangunan gedung secara
efektif untuk proteksi terhadap petir serta inspeksi, dalam upaya untuk mengurangi
secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan oleh petir terhadap bangunan
gedung yang diproteksi, termasuk di dalamnya manusia serta perlengkapan
bangunan lainnya.
Persyaratan proteksi petir harus memperhatikan sebagai berikut:
a. Perencanaan sistem proteksi petir;
b. Instalasi Proteksi Petir; dan
c. Pemeriksaan dan Pemeliharaan
d. Persyaratan sistem proteksi petir harus memenuhi SNI 03-7015-2004 Sistem
proteksi petir pada bangunan gedung.
e. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
6.5 Persyaratan Sistem Kelistrikan
Persyaratan sistem kelistrikan meliputi sumber daya listrik, panel hubung bagi,
jaringan distribusi listrik, perlengkapan serta instalasi listrik untuk memenuhi
kebutuhan bangunan gedung yang terjamin terhadap aspek keselamatan manusia
dari bahaya listrik, keamanan instalasi listrik beserta perlengkapannya, keamanan

19
gedung serta isinya dari bahaya kebakaran akibat listrik, dan perlindungan
lingkungan.
Persyaratan sistem kelistrikan harus memperhatikan:
a. Perencanaan instalasi listrik;
b. Jaringan distribusi listrik;
c. Beban listrik;
d. Sumber daya listrik;
e. Transformator distribusi;
f. Pemeriksaan dan pengujian; dan
g. Pemeliharaan.
h. Persyaratan sistem kelistrikan harus mengikuti:
1) SNI 03-6575-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan
pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;
2) SNI 04-0227-1994 Tegangan standar, atau edisi terbaru;
3) SNI 04-0225-2000 Persyaratan umum instalasi listrik (PUIL 2000), atau
edisi terbaru;
4) SNI 04-7018-2004 Sistem pasokan daya listrik darurat dan siaga, atau
edisi terbaru;
5) SNI 04-7019-2004 Sistem pasokan daya listrik darurat menggunakan
energi tersimpan, atau edisi terbaru.
6) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman
teknis.
6.6 Persyaratan Plambing Dalam Bangunan Gedung
a. Sistem air minum harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem distribusi, dan
penampungannya.
b. Sumber air minum dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau
sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai pedoman dan
standar teknis yang berlaku.
c. Perencanaan sistem distribusi air minum dalam bangunan gedung harus
memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
d. Penampungan air minum dalam bangunan gedung diupayakan sedemikian
rupa agar menjamin kualitas air.
e. Penampungan air minum harus memenuhi persyaratan kelaikan fungsi
bangunan gedung.

20
f. Kriteria perencanaan kebutuhan Air Bersih :
Pengguna Gedung Pemakaian Air Satuan
Stasiun 3 Liter/penumpang, tiba dan pergi
Office 50 Liter/Pegawai/hari
Retail 5 Liter/m²
Restoran 15 Liter/kursi

g. Persyaratan plambing dalam bangunan gedung harus mengikuti:


1) Kualitas air minum mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005
tentang Pengembangan sistem Air Minum dan Permenkes 907/2002,
sedangkan instalasi perpipaannya mengikuti Pedoman Plambing;
2) SNI 03-6481-2000 Sistem Plambing 2000, atau edisi terbaru.
3) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman
teknis.
6.7 Sistem Pengolahan dan Pembuangan Air Limbah/Kotor
a. Sistem pembuangan air limbah dan/atau air kotor harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
b. Pertimbangan jenis air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk
pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang
dibutuhkan.
c. Air limbah domestik sebelum dibuang ke saluran terbuka harus diproses sesuai
dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku.
d. Persyaratan teknis air limbah harus mengikuti:
1) SNI 03-6481-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;
2) SNI 03-2398-2002 Tata cara perencanaan tangki septik dengan sistem
resapan, atau edisi terbaru;
3) SNI 03-6379-2000 Spesifikasi dan pemasangan perangkap bau, atau
edisi terbaru;
4) Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
pembuangan air limbah dan air kotor pada bangunan gedung mengikuti
standar baku serta ketentuan teknis yang berlaku.
5) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman
teknis.

21
6.8 Persyaratan Penyaluran Air Hujan
a. Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan
ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.
b. Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem
penyaluran air hujan.
c. Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah
pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan
drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku.
e. Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat
diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang
dibenarkan oleh instansi yang berwenang.
f. Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya
endapan dan penyumbatan pada saluran.
g. Persyaratan penyaluran air hujan harus mengikuti:
1) SNI 03-4681-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;
2) SNI 03-2453-2002 Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk
lahan pekarangan, atau edisi terbaru;
3) SNI 03-2459-2002 Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan
pekarangan, atau edisi terbaru;
4) Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
sistem penyaluran air hujan pada bangunan gedung;
5) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman
teknis.
6.9 Persyaratan Fasilitasi Sanitasi Dalam Bangunan Gedung (Saluran
Pembuangan Air Kotor, Tempat Sampah, Penampungan Sampah, dan/atau
Pengolahan Sampah)
a. Sistem pembuangan sampah padat direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.
b. Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan
tempat penampungan kotoran dan sampah yang diperhitungkan berdasarkan
fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah.
c. Pertimbangan jenis sampah padat diwujudkan dalam bentuk penempatan
pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan
penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
22
d. Potensi reduksi sampah padat dapat dilakukan dengan mendaur ulang,
memanfaatkan kembali beberapa jenis sampah seperti botol bekas, kertas,
kertas koran, kardus, aluminium, kaleng, wadah plastik dan sebagainya.
Dengan demikian harus disediakan tempat sampah untuk mendaur ulang.
6.10 Persyaratan Jalan Keluar Dan Aksesibilitas Untuk Pemadam Kebakaran
Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran meliputi
perencanaan akses bangunan dan lingkungan untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung, dan perencanaan dan pemasangan sarana
jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran.
Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran tersebut
harus mengikuti:
1) SNI 03-1735-2000 Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses
lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan
gedung; dan
2) SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar
untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada gedung.
3) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
6.11 Persyaratan Sarana Evakuasi
Bangunan stasiun harus menyediakan sarana evakuasi bagi semua orang
termasuk penyandang cacat dan lansia yang meliputi sistem peringatan bahaya
bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi yang dapat menjamin
pengguna bangunan gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan
gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.
6.12 Sistem Pemadam Kebakaran
Untuk melindungi gedung & penghuni, gedung/bangunan harus dilengkapi dengan
sistem pemadam kebakaran. Sistem perancangan pemadam kebakaran (Fire
Fighting System) yang terdiri dari:
a. Sistem Hydrant.
1) Sistem hydrant terdiri dari hydrant gedung dan hydrant luar gedung,
hydrant gedung dilengkapi dengan Hydrant Box Indoor, dan Hydrant
Halaman dilengkapi dengan Hydrant Pillar dan Siamese Connection.
2) Untuk pompa Hydrant menggunakan pompa dengan standard NFPA-20
3) Tipe pompa : bila negatif suction menggunakan Vertical Turbin Pump dan
positif suction menggunakan Horizontal Split Case.
4) Agar diperhatikan pembatasan tekanan air pada Hidran dengan
menggunakan penurunan tekanan/Pressure Reducing Valve.

23
5) Pada rancangan ini disediakan 1 (satu) set Pompa Pemadam Kebakaran
yang melayani sistem Hydrant.
6) Head Total pompa dihitung dengan mmempertimbangkan tekanan
Hidran pada lantai tertinggi 6,9 bar (≈ 69 m).
7) Kriteria Perencanaan :
Kelas Kebakaran
➢ Hydrant Box Indoor 1 bh setiap 800 m2
➢ Hydrant Pillar Max. 50 m antar setiap pillar hydrant
➢ Kapasitas Pompa Hydrant 1 Riser 500 Gpm & 250 Gpm Riser berikutnya
1 buah Electric Fire Pump, 1 buah Diesel Fire
➢ Jumlah Pompa Hydrant
Pump dan 1 buah Jockey Pump
➢ Standart Pompa Hydrant NFPA-20
6,9 bar (Landing Valve) tekanan Hidran pada
➢ Residual Pressure
titik tertinggi, dan terjauh.
➢ Kebutuhan Air Pemadam ± 60 menit
b. Sistem Fire Extinguisher
1) Untuk ruang yang dilengkapi dengan pembagi / pembatas ruangan
disediakan 1 (satu) unit APAR type A tanpa memperhatikan luas ruangan.
2) Untuk daerah / ruang ME berskala besar disediakan 1 unit APAR type A,
1 (satu) unit APAR type C dan 1 unit APAR type D.
Jenis-jenis APAR / Fire Extinguisher :
Multipurpose dry chemical powder 3,5 kg dengan komposisi
APAR Type A :
2A, 2B – 5B, 1C.

APAR Type B : Gas CO2, 6,8 kg dengan komposisi 2B, 1 C.

APAR Type C : Gas CO2, 10 kg dengan komposisi 2B, 1 C

Multipurpose dry chemical powder 10 kg, dengan komposisi


APAR Type D:
2A, 2B – 5B, 1C (dilengkapi dengan trolley )

c. Sistem Fire Suppression


Sistem pemadam kebakaran ini hanya dipergunakan untuk ruang-ruang
elektronik dan komputer. Pada sistem ini media yang digunakan adalah Gas
Inergen / Nitrogen, yang tidak berbahaya bagi manusia dan tidak merusak
peralatan-peralatan/barang-barang tersebut. Sistem ini bekerja secara
automatik berdasarkan sensor panas dan asap serta akan mengalirkan gas
melalui nozzle. Setiap ruangan harus dilengkapi dengan portable fire
extinguisher, khusus untuk ruangan-ruangan tertentu seperti Ruangan
Komputer (server), Ruang Arsip, harus menggunakan sistem fire suppresion
dengan media gas yang ramah lingkungan.

24
7. Perencanaan Struktur Bangunan Stasiun
Persyaratan struktur bangunan gedung stasiun meliputi persyaratan struktur bangunan
gedung, pembebanan pada bangunan gedung, struktur atas bangunan gedung, struktur
bawah bangunan gedung, dan keandalan bangunan gedung.
7.1 Struktur Bangunan
a. Setiap bangunan gedung PIP2B, strukturnya harus direncanakan dan
dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi
beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi
persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang
direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi,
keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
b. Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh
aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur
layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara
yang timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi, jamur, dan serangga
perusak.
c. Dalam perencanaan struktur bangunan gedung terhadap pengaruh gempa,
semua unsur struktur bangunan gedung, baik bagian dari sub struktur maupun
struktur gedung, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana
sesuai dengan zona gempanya.
d. Struktur bangunan gedung harus direncanakan secara detail sehingga pada
kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan
kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan gedung
menyelamatkan diri.
e. Perencanaan dan pelaksanaan perawatan struktur bangunan gedung
seperti halnya penambahan struktur dan/atau penggantian struktur, harus
mempertimbangkan persyaratan keselamatan struktur sesuai dengan
pedoman dan standar teknis yang berlaku.
7.2 Pembebanan Pada Bangunan Gedung
a. Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap
beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk
beban tetap, beban sementara (angin, gempa) dan beban khusus.
b. Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban harus
mengikuti:
1) SNI 03-1726-2002 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk
rumah dan gedung, atau edisi terbaru; dan
2) SNI 03-1727-1989 Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah
dan gedung, atau edisi terbaru.
25
3) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman
teknis.
7.3 Struktur Atas Bangunan Gedung
a. Konstruksi beton
Perencanaan konstruksi beton harus mengikuti:
1) SNI 03-1734-1989 Tata cara perencanaan beton dan struktur dinding
bertulang untuk rumah dan gedung, atau edisi terbaru;
2) SNI 03-2847-1992 Tata cara penghitungan struktur beton untuk bangunan
gedung, atau edisi terbaru;
3) SNI 03-3430-1994 Tata cara perencanaan dinding struktur pasangan blok
beton berongga bertulang untuk bangunan rumah dan gedung, atau edisi
terbaru;
4) SNI 03-3976-1995 atau edisi terbaru; Tata cara pengadukan pengecoran
beton.
5) SNI 03-2834-2000 Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal,
atau edisi terbaru; dan
6) SNI 03-3449-2002 Tata cara rencana pembuatan campuran beton ringan
dengan agregat ringan, atau edisi terbaru.
7) Tata cara pelaksanaan struktur beton untuk bangunan gedung mencakup
hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan dan persyaratan yang meliputi
struktur, bahan, keawetan, kualitas, pencampuran, pengecoran,
pencetakan, sampai pada tahap pelindungan dan pelaksanaan.
8) Adapun hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan bahan secara lengkap
tercantum dalam SNI 03-3449-2002 meliputi proses pengujian, pemilihan
bahan (semen, agregat, air, baja tulangan, dan bahan tambahan), sampai
pada tahap penyimpanan.
b. Konstruksi Baja
Prinsip dasar penggunaan konstruksi baja membutuhkan perhitungan yang
spesifik dan akurat tergantung bentang dan luasan bangunan. Oleh karena itu,
tidak ada standar baku ukuran yang dapat menjadi sebuah patokan untuk
bangunan gedung stasiun.
Perencanaan konstruksi baja harus mengikuti:
a. SNI 03-1729-2002 Tata cara perencanaan bangunan baja untuk gedung,
atau edisi terbaru;
b. Tata Cara dan/atau pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan
konstruksi baja;
c. Tata Cara Pembuatan atau Perakitan Konstruksi Baja; dan
26
d. Tata Cara Pemeliharaan Konstruksi Baja Selama Pelaksanaan Konstruksi.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
c. Konstruksi Kayu
Perencanaan konstruksi kayu harus mengikuti:
a. SNI 03-2407-1994 Tata cara pengecatan kayu untuk rumah dan gedung,
atau edisi terbaru;
b. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu untuk Bangunan Gedung; dan
c. Tata Cara Pembuatan dan Perakitan Konstruksi Kayu;
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
7.4 Struktur Bawah Bangunan Gedung
a. Pondasi Langsung
1) Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang mantap dengan daya
dukung tanah yang cukup kuat dan selama berfungsinya bangunan tidak
mengalami penurunan yang melampaui batas.
2) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori
mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter
tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai
tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.
3) Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dari rencana
dan spesifikasi teknik yang berlaku atau ditentukan oleh perencana ahli yang
memiiki sertifikasi sesuai.
4) Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau konstruksi beton
bertulang.
b. Pondasi Dalam
1) Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah dengan
daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah permukaan tanah, sehingga
penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan penurunan yang
berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi.
2) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori
mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter
tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai
tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.
3) Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus diverifikasi dengan
percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah pondasi dalam direncanakan

27
dengan faktor keamanan yang jauh lebih besar dari faktor keamanan yang
lazim.
4) Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan dengan
berdasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus dievaluasi oleh
perencana ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.
5) Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah 1 % dari jumlah
titik pondasi yang akan dilaksanakan dengan penentuan titik secara random,
kecuali ditentukan lain oleh perencana ahli serta disetujui oleh Dinas
Bangunan.
6) Pelaksanaan konstruksi bangunan gedung harus memperhatikan
gangguan yang mungkin ditimbulkan terhadap lingkungan pada masa
pelaksanaan konstruksi.
7) Dalam hal lokasi pemasangan tiang pancang terletak di daerah tepi laut
yang dapat mengakibatkan korosif harus memperhatikan pengamanan baja
terhadap korosi.
8) Dalam hal perencanaan atau metode pelaksanaan menggunakan
pondasi yang belum diatur dalam SNI dan/atau mempunyai paten dengan
metode konstruksi yang belum dikenal, harus mempunyai sertifikat yang
dikeluarkan instansi yang berwenang.
9) Apabila perhitungan struktur menggunakan perangkat lunak, harus
menggunakan perangkat lunak yang diakui oleh asosiasi terkait.
10) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman
teknis.
7.5 Keandalan Struktur Bangunan Gedung
a. Keselamatan Struktur
1) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan
pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan
dalam Pedoman/Petunjuk Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan
Bangunan Gedung.
2) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan
sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan gedung,
sehingga bangunan gedung selalu memenuhi persyaratan keselamatan
struktur.
3) Pemeriksaan keandalan bangunan gedung dilaksanakan secara berkala
sesuai klasifikasi bangunan, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli
yang memiliki sertifikasi sesuai.

28
b. Persyaratan Bahan
1) Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi semua persyaratan
keamanan, termasuk keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna
bangunan, serta sesuai standar teknis (SNI) yang terkait.
2) Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus diproses sesuai
dengan standar tata cara yang baku untuk keperluan yang dimaksud.
3) Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem
hubungan yang baik dan mampu mengembangkan kekuatan bahan-bahan
yang dihubungkan, serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat
pemasangan/pelaksanaan.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

8. Perencanaan Kelengkapan Stasiun


8.1 AFC (Automated Fare Collection ) Gates :
a. Pengoperasian gerbang tunggal lebih disukai tetapi split gate/gerbang 2 arah
dapat diadakan dengan pertimbangan jumlah arus penumpang terhadap jam
sibuk di waktu yang berbeda.
b. AFC gate harus ditempatkan mengarah langsung masuk ke tangga dan
eskalator menuju ke area platform, menghindari arus lintas penumpang.
Desainer harus menandai bahwa gerbang AFC dirancang untuk memungkinkan
arus sebaliknya sesuai permintaan pada jam puncak.
c. Gerbang AFC tidak harus diinstal di pertemuan gerakan struktural.
d. Pastikan tidak ada lantai logam yang dipasang di gerbang AFC.
e. Gerbang AFC membatasi antara area gratis dan berbayar di stasiun dan
keduanya harus terlihat jelas bagi penumpang, dan memungkinkan ruang
sirkulasi penumpang secara maksimum di kedua areanya.
f. Ketentuan harus dibuat untuk gerbang AFC selanjutnya yang akan ditambahkan
ketika jumlah penumpang yang menggunakan fasilitas meningkat.
g. Sebagai panduan, zona bersih tidak terhalang 6.0m harus dijaga di kedua sisi
gerbang AFC, dan tidak ada signage ditempatkan langsung di atas gerbang.
Jika zona ini tumpang tindih dengan zona bersih lain, disarankan jarak
diakumulatif harus 80% dari total.
h. Salah satu gerbang tarif otomatis (AFC) di setiap baris gerbang harus
menyediakan keluar/ masuk bagi penumpang pengguna kursi roda ditambah
dengan barang-barang atau kereta bayi.
i. Gerbang untuk diffable ini harus memiliki lebar minimal 900mm tanpa halangan

29
j. Pintu gerbang lebar harus diidentifikasi menggunakan simbol difable
internasional.
k. Pintu gerbang yang lebar harus ditempatkan sehingga bisa diawasi setiap saat
baik secara langsung dari Pusat Pelayanan Penumpang, atau dengan
menggunakan CCTV.
l. Lokasi gerbang tarif lebar berbayar akan ditempatkan di dekat pintu masuk /
keluar dari lift berbayar sebagai prioritas.
8.2 TVM (Ticket Vending Machine) :
a. Setiap stasiun dilengkapi minimal 1 (satu) Ticket Vending Machine (TVM), pada
stasiun tertentu dapat lebih dari satu sesuai kebutuhan.
b. Penempatan TVM diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
pergerakan penumpang.
c. Penempatan TVM diupayakn berdekatan dengan mesin ATM dan harus
memperhatikan faktor keamanan.
8.3 Fasilitas Penumpang (Passenger Aminities)
Sejumlah fasilitas harus disediakan untuk digunakan oleh penumpang di dalam
stasiun, yaitu:
a. Area komersil dan kios
Dalam area stasiun penggunaan komersial atau Kios harus berada di setiap
stasiun harus nyaman dan menarik untuk penumpang.
b. Telepon
Semua stasiun harus dilengkapi dengan, minimal tiga telepon umum di area
bebas concourse.
c. Pertolongan Pertama
Pertolongan Pertama dan pengobatan luka ringan akan dipenuhi di ruang
pertolongan pertama.
d. Bangku
Bangku harus dipasang di daerah yang tepat di lantai platform.
e. Tempat Sampah
Tempat sampah harus ditempatkan di seluruh stasiun untuk akses pembuangan
sampah-sampah ringan. Ukuran sampah harus dibatasi untuk meminimalkan
resiko kebakaran.
f. Karya Seni, Dekorasi interior
Persyaratan untuk karya seni dan dekorasi interior khusus dalam stasiun harus
mendapat persetujuan dari pemberi tugas.
8.4 Petunjuk (Signage)
Setiap ruang stasiun harus dilengkapi dengan petunjuk (signage) yang cukup untuk
memberikan informasi kepada pengguna jasa . Petunjuk dapat berupa pemberi
30
orientasi, pemberi informasi, pemberi identitas, penunjuk arah, pemberi peringatan,
dan pemberi dekorasi. Sedangkan bentuknya dapat berupa petunjuk statik atau
berbentuk digital.
Hal-hal yang diperhatikan dalam perencanaan petunjuk adalah :
a. Harus dilakukan secara konsisten dalam hal:
1) Ukuran, bentuk dan warna
2) Isi dan format
3) Metode dan lokasi penempatan
4) Jenis material dan konstruksi
b. Petunjuk harus dibuat jelas, sederhana dan isinya tepat.
c. Penggunaan gambar dan simbol berdasarkan kode dan standar yang berlaku
umum.
d. Petunjuk harus dibuat mudah dilihat, dibaca dan dimengerti.
8.5 Lighting Design
a. Penerangan umum harus disediakan di semua area stasiun. Pencahayaan
dalam stasiun harus dengan standar yang tinggi. Jenis dan kualitas
perlengkapan dan intensitas cahaya mereka harus berhubungan dengan ruang
yang diterangi. Tingkat cahaya harus merata di seluruh stasiun dan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga terang, bagian gelap dan daerah tingkat
pencahayaan yang buruk dihindari.
b. Eskalator dan tangga harus diterangi dengan baik.
c. Daerah concourse dan aula tiket memerlukan penurunan tingkat pencahayaan
kecuali pada mesin tiket, gerbang mesin tarif otomatis (AFC) dan puncak dan
dasar dari eskalator dan tangga.
d. Intensitas pencahayaan pada tingkat platform harus kompatibel dengan kereta,
mengurangi intensitas di akhir platform, terutama memasuki bagian akhir
sehingga mengurangi silau bagi pengemudi memasuki stasiun. Pencahayaan
harus menyala terus menerus berdekatan dengan platform sehingga tepi
platform diterangi dengan baik.
e. Pencahayaan platform harus mempertimbangkan kebutuhan untuk menyoroti
panel informasi.
f. Kesilauan harus dihindari dalam desain pencahayaan, dengan pilihan yang
tepat dari lokasi, jumlah, jenis pas, pencahayaan, & pelindung dari luminer.

Servis Definisi Indikator Value/Dimension/Number


Sumber cahaya untuk
Intensitas
Pencahayaan mencegah tindakan 200-250 lux
Cahaya
kriminal

31
9. Perencanaan Keamanan
9.1 Personal Security
a. Pemandangan dari CCTV tidak boleh terhalang.
b. Semua daerah harus dirancang cukup terang dengan sedikit blind-spot agar
cakupan CCTV optimal.
c. Fasilitas transportasi harus dirinci untuk menghilangkan tepian dimana sampah
mungkin tersimpan dalam pinggiran dan coakan yang dapat digunakan untuk
menyembunyikan perangkat teroris.
d. Semua tempat yang dapat diakses publik harus dikunci dimanapun
ditempatkan. Yang tidak terkunci (alat pemadam kebakaran misalnya, gulungan
selang) desain tembus pandang dipertimbangkan atau tamper-proof perangkat
yang dipasang untuk mencegah dan / atau mendeteksi penempatan benda
mencurigakan.
e. perubahan tiba-tiba arah harus dihindari sedapat mungkin dengan cermin yang
disediakan jika diperlukan untuk memungkinkan pengguna untuk
mengidentifikasi apa yang ada 'di tikungan'.
f. Coakan and lubang harus dihindari
g. Setiap permukaan datar yang tidak dapat dihindari di atas 1.6m harus
dimiringkan untuk mencegah objek apapun yang ditempatkan keluar dari
pandangan.

Service Definition Indicator Value/Dimension/Number


Peralatan keamanan
Secure
untuk pencegahan Availability Provide CCTV
Facility
tindakan kriminal
Provide sticker with
Peralatan informasi important telephone
Security
seperti stiker dengan Availability number and placed at
Information
nomor telepon penting strategic area and
perceptible

9.2 Closed Circuit Television (CCTV)


Sistem pengawasan CCTV harus dapat difungsikan sebagai :
a. Kebutuhan operasional yaitu untuk hal dianggap perlu untuk keamanan
pengiriman dan tertib penumpang. Pemantauan dilakukan dengan tujuan untuk
memastikan pergerakan yang aman dari titik di kedua kondisi normal dan
kondisi berbahaya.
b. Kebutuhan keamanan adalah untuk hal dianggap perlu untuk perlindungan aset,
pencegahan vandalisme, dan perjalanan yang aman dari penumpang dan
masyarakat umum.

32
Cakupan kamera CCTV diperlukan untuk daerah dengan tngkat keamanan yang
sensitif yaitu:
- Pintu masuk ke penyimpanan kas
- Peralatan biaya
- cakupan berkelanjutan di semua bidang Platform
- Emergency telephones
- Elevator / escalators
- Semua pintu masuk
- pintu masuk Washroom
- Tunnel portals
- cakupan berkelanjutan dari pintu masuk dan keluar pedway di semua
tingkatan
- cakupan berkelanjutan dari pintu masuk jalan dan keluar di semua lantai
- cakupan berkelanjutan dari pintu masuk tangga dan keluar di semua
tingkatan
9.3 Perlindungan Ledakan
Perhatian keamanan mengenai materi tertentu juga harus mengatasi perlindungan
ledakan keselamatan bagi penumpang. Secara umum, geometrik sederhana lebih
disukai:
a. Semua dinding eksternal atau façade harus lurus tanpa lekukan.
b. Pengulangan sudut dan tepi harus dihindari karena mereka cenderung
menjebak gelombang kejut dan memperkuat efek dari setiap ledakan.
c. Permukaan melengkung yang digunakan, bentuk cembung akan lebih disukai
daripada bentuk cekung.
d. Kolom harus ditempatkan di balik setiap dinding eksternal atau façade.
e. Elemen kunci struktur tidak akan terkena wilayah yang dapat diakses publik.
f. Jarak Stand-off akses ke jalan diusulkan dan dipelihara sekitar setiap elemen
operasional atau struktural utama.
9.4 Human Barriers
a. Penghalang Manusia/Human Barriers harus disediakan pada batas berikut:
1) Pada setiap pintu masuk ke fasilitas. Ini berada di level jalan masuk ke
stasiun bagian atas atau bawah tanah
2) Antara area publik dan staf.
3) Antara ruang yang ditempati oleh berbagai disiplin ilmu seperti antara
daerah staf umum dan ruang peralatan tertentu
4) Antara daerah yang diperlukan untuk menjadi terbuka untuk umum selama
24 jam dan area yang perlu ditutup seperti underpass atau jembatan
overhead yang berjalan melewati fasilitas.
33
5) Antara daerah yang ditunjuk untuk penggunaan komersial dan untuk
pengoperasian fasilitas transportasi.
b. Semua Human Barriers di seluruh rute arus pejalan kaki harus mampu
dioperasikan dari panel kontrol terkunci dalam fasilitas transportasi dan juga
harus dilengkapi pembukaan dengan remote dari setiap ruang kontrol (PSC
atau OCC fasilitas kereta api) dan timer otomatis.
c. Untuk fasilitas transportasi di atas di ground, human barriers dapat
dikombinasikan dengan pemisahan pintu air-con
d. Setiap track tersembunyi atau panduan keberadaan untuk pintu masuk /
gerbang dapat mengakibatkan bahaya tersandung harus dihindari jika mungkin.
e. Pengatur Api tidak akan digunakan untuk keamanan.
f. Semua human barriers harus sepenuhnya melampirkan fasilitas (lantai ke
langit-langit). Jika tidak, maka penghalang harus memiliki tinggi minimal 3m dan
harus dilengkapi desain anti-memanjat, termasuk setiap struktur yang
berdekatan.
g. Layout fasilitas harus memuat:
1) Mendukung mengelilingi fasilitas ke hambatan keamanan di seluruh rute
arus pejalan kaki, termasuk sebagai bagian dari sistem manajemen akses
setidaknya di satu lokasi, sebaiknya berdekatan dengan ruang pemeliharaan
parkir.
2) Meminimalkan jumlah ruang yang membuka ke daerah yang diakses 24 jam
3) Jauhkan operasional dan peralatan berharga seperti mesin tiket di wilayah
aman operasional dalam fasilitas.
h. Ruang dengan persyaratan keamanan yang berbeda harus diatur sedemikian
rupa sehingga setiap ruang memiliki akses sendiri dari area umum. Hanya
dalam kasus di mana ruang memiliki persyaratan keamanan yang sama persis
bisa satu ruangan dapat diakses melalui ruang bersebelahan, dalam hal ini pintu
pemisah memungkinkan bebas bagian.
Semua persyaratan ruang keamanan harus dikonfirmasi dengan pihak berwenang
sewaktu mengembangkan layout.
9.5 Key System Design
Ruang operasi stasiun dan kawasan komersial harus dijamin dengan master key
system. Meskipun master key system harus diterapkan di sebagian besar ruang,
ruang yang membutuhkan keamanan tinggi seperti Kas dan Penanganan Ruang
Ticket harus dilindungi oleh sistem kunci terpisah.
Ruang untuk Signaling & Telecom Equipment dan ruang ME langsung terkait
dengan Pusat Pengendalian Operasi Kereta di Dipo, harus dilindungi oleh sistem
kunci terpisah. Koordinasi desain dan konstruksi dengan Sistem Kereta diperlukan
34
10. Perencanaan Material
10.1 Spesifikasi Dasar
Semua bahan yang akan digunakan harus sesuai dengan spesifikasi bahan dan
pengerjaan. Penyelesaian dalam stasiun harus tahan dihancurkan, mudah
dibersihkan dan dipelihara. Material harus mudah perawatan selama rentang hidup
mereka. Semua material yang digunakan harus memenuhi standar untuk
keselamatan kebakaran di sistem kereta dan kode praktek untuk pencegahan
kebakaran pada bangunan. Bahan yang mengandung asbes tidak akan digunakan.
Semua bahan harus sesuai dengan yang diakui secara internasional dan setara
standar.
10.2 Performance Standard
a. Daya tahan - tahan lama dan hemat biaya, konsisten pemakaian. Material harus
mempertahankan penampilan yang baik sepanjang kegunaannya dan warna
tidak memudar
b. Low Maintenance
c. Kualitas tampilan – materi harus menarik dan harmonis dalam penampilan dan
tekstur serta masih berkaitan dengan konteks lokal.
d. Pembersihan – material yang digunakan memiliki permukaan yang mudah
dibersihkan
e. Perbaikan atau Penggantian - untuk mengurangi persediaan dan biaya
pemeliharaan, material harus distandardisasi sebanyak mungkin untuk
perbaikan atau penggantian. sehingga dapat di stocking karena memiliki ukuran
standar
f. Non-slip/tidak licin - pintu masuk, tangga, platform, platform ujung strip, dan
daerah sekitar peralatan harus menunjukkan sifat non-slip. Finishing harus non-
slip bahkan ketika basah. Hal ini sangat penting di tangga, lift, dan daerah
lainnya di dekat pintu masuk stasiun termasuk daerah Platform.
g. Ketahanan Korosi/karat - karena kelembaban dan arus listrik yang terlibat dalam
operasi , pertimbangan khusus harus diberikan untuk pencegahan korosi.
Logam non-korosif harus dimanfaatkan bila memungkinkan atau diperlukan.
h. Grounding - elemen listrik berbahaya harus diletakan dilantai dasar
i. Kompatibilitas - bahan harus kompatibel dengan iklim daerah stasiun dan
konsisten dengan bahan yang ada sekitar stasiun. Bahan untuk struktur harus
menyelaraskan dengan fasilitas yang ada secara spesifik lokasi.
j. Ketersediaan - pemilihan bahan harus menekankan produk regional dan proses
lebih untuk material yang tidak tersedia secara lokal.
k. Tahan api - penilaian harus sesuai dengan standar.

35
l. Finishing Bahan - padat, keras, bahan tidak berpori harus digunakan dalam
semua aplikasi. Material Finishing harus tahan korosi, asam, dan alkali untuk
pemeliharaan.
m. Detailing – Rincian finishing harus menghindari permukaan yang tidak perlu
yang dapat mengumpulkan kotoran dan menyulitkan pembersihan. Permukaan
dinding harus vertikal dan memungkinkan untuk membersihkan tekstur. Semua
tepi dan finishing bahan harus rinci
n. Waterproofing - semua material finishing di ruang bawah serta daerah-daerah
terkena hujan, harus dipilih waterproofing, dinding rongga, drainase, dan
ventilasi. Semua rongga drainase harus memiliki ketentuan cleanout.
o. Tekstur - material dalam jangkauan penumpang harus mudah dibersihkan,
untuk mencegah mengotori, dan rusak ringan.
p. Graffiti - produk anti grafiti harus digunakan untuk melindu ngi permukaan rentan
terhadap grafiti.
10.3 Waterproofing requirements
a. Perhatian khusus diperlukan untuk memastikan bahwa lantai, dinding dan
langit-langit difinish di daerah yang bersentuhan langsung dengan tanah harus
kering.
b. Selain dinding rembesan dengan fasilitas drainase harus disediakan bersama
setiap dinding perimeter dalam kontak langsung dengan ground. Di ruang yang
berisi peralatan elektronik dan listrik kecuali ruang listrik kabel di tingkat
underperform, ruang staf kantor, dan semua tempat umum, lapisan kering untuk
dinding tersebut akan dibangun menggunakan bahan non-mudah terbakar,
yang akan terpengaruh oleh kelembaban, ketentuan yang dibuat untuk ventilasi
rongga. Panel akses harus disediakan pada dinding ini untuk memungkinkan
akses yang teratur dan mudah untuk poin stopkontak drainase.
c. Semua ruang basah harus dilengkapi dengan membran waterproofing.
10.4 Tiling
a. Tidak ada keramik di atas ketinggian 3m.
b. dinding ekspos di atas keramik akhir harus difinish dengan skim coat dan cat
10.5 Doors & Hatches
Dinding pintu dan lubang maintenance (hatches) harus diidentifikasi secara terpisah
di bawah kategori berikut:
a. Pintu Keamanan dan kebakaran, lubang maintenance and pintu gerbang
b. Cladding lubang maintenance dan pintu-pintu
c. Akses lubang maintenance
d. CD Doors

36
10.6 Floor Finishes
a. Penyelesaian level lantai ruang listrik harus 10mm lebih tinggi dari titik tertinggi
dari sprinkler yang berdekatan dilindungi ruang/ koridor FFL.
b. Kemiringannya tidak lebih curam dari 1:10 harus digunakan untuk mengatasi
perubahan ketinggian.
c. Lantai harus mudah untuk dirawat, tahan usia, tahan asam dan tahan
guncangan, tahan licin, dan mampu menangani beban lalu lintas tinggi.
d. Ketahanan slip harus dikonfirmasi oleh lapangan-pengujian sampel panel
keramik sebelum penggunaannya dikonfirmasi. Panel ini akan menjadi acuan
bagi penerimaan keramik yang digunakan dalam instalasi.
10.7 False Ceiling
a. Tidak ada perpanjangan penggunaan ceiling yang salah, tidak mudah dibongkar
dan penggantian panel. ceiling tersebut harus dibatasi untuk mengurangi
perawatan, pelmets dan junction
b. Bukaan untuk maintenance Ceiling (hatches) harus disediakan di mana
pemeriksaan rutin dari detektor atau perangkat lain di void ceiling kekosongan
dibutuhkan
10.8 Glazing
Tipe kaca :
Hanya laminated glass digunakan untuk semua kaca di atas 2.1 m.
Umum :
Sistem pendukung harus detail sehingga:
1) Mudah di pasang dan diganti
2) Membutuhkan maintenance yang sedikit
Ukuran kaca:
a. Desainer mempertimbangkan alternatif jenis kaca sesuai dengan ukuran panel
serta mendukung sistem perancang yang digunakan.
b. Harus memastikan ukuran panel dan bobot untuk semua panel kaca.
c. Panduan diperlukan untuk penggantian kaca dan rute akses pengiriman. Tidak
memerlukan peralatan tambahan yang memungkinkan dalam
pemeliharaannya.
d. Untuk semua panel kaca non-vertikal, panjang setiap panel kaca harus tidak
lebih dari 1.5m dan berat tidak lebih dari 150kg kecuali dinyatakan dibenarkan
dan tergantung pada penerimaan oleh teknisi.
Tabel di bawah ini memberikan spesifikasi minimum yang diperlukan dan
rekomendasi dari bahan dasar yang akan digunakan untuk bangunan stasiun

37
SCHEDULE OF STATION FINISHED
EXTERIOR FINISHES
LOCATION ROOFS WALLS
Durable Easily maintenance Good Durable Easily maintenance Good
Platform/Concourse of Elevated Station
color retention color retention
Fluoride coated galvanized steel
Recommended Finish Fluoride resin coated steel panel
folded sheets
Durable, Easily maintenance,Good Glazed on all sides
Entrances at Grade
colorretention, Easily maintenance
Recommended Finish Fluoride coated galvanized steel folded
Fluoride resin coated steel panel
sheets
INTERIOR FINISHES
LOCATION FLOORS WALLS CEILINGS
Concourse, Durable, Non-slip, non-dusting Durable, hard wearing, Durable,
good colour
Passage Ways Impervious, hard combustible
retention
suspended access
wearing, good colour
under severe panel for servicing
(Public Areas) retention, easily
conditions Surfaces easily
Maintained
Maintained
Ceramic tile/ Homogeneous Fluoride resin Aluminum composite
Recommended Finish
Tile coated steel panel Panel/ metal ceilling
Durable, hard Durable, non
Non-slip ,non-dusting
Wearing Combustible
impervious, hard
good colour suspended access
Platforms wearing, good colour
retention panel for servicing
retention, easily
under severe Surfaces easily
Maintained
conditions Maintained
Ceramic tile Fluoride resin Aluminum composite
Recommended Finish
Granit stone coated steel panel panel
SCHEDULE OF STATION FINISHES
Non-slip, non-dusting Durable, hard Wearing
Durable, moisture
impervious, hard wearing, And washable good colour
Passenger WC(M)(F) resistant,
good colour retention, easily Retention under severe
Suspended
maintained Moisture resistant conditions
Glass fiber reinforced
Recommended Finish Ceramic tile Ceramic tile
cement board
Resilient, durable, Durable, hard wearing,
Durable, non
hard wearing Part glazed wherevision
Station Offices Combustible
Free access floor requiredover
Suspended
for flexible wiring concourse
Glass fiber
Carpet tile Acoustical Gypsum
Recommended Finish reinforced cement
(Free access floor) plaster board
board
Durable, Sound
Resilient, durable, Durable, Sound
Staff Dormitory absorbing,
easily maintained absorbing
Suspended
Glass fiber
Acoustical Gypsum
Recommended Finish Carpet tile reinforced cement
plaster board
board
Durable, moisture
Durable, hard Wearing
Staff WC(M)(F) Moisture resistant, resistant,
and washable
Suspended
Glass fiber reinforced
Recommended Finish Ceramic tile Ceramic tile
cement board
All finishes, floor, walls, ceiling, shop fronts and services shall be carried out by others. The
Commercial Areas
service shall be fully independent from the station system.

38

Anda mungkin juga menyukai