Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

Bacterial Vaginosis

Oleh :

Bima Mahardhika Aji

201510330311016

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MALANG FAKULTAS KEDOKTERAN

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bakterial Vaginosis paling sering dijumpai sebagai penyebab infeksi vagina pada

wanita pada masa produktif. Semula disebut sebagai vaginitis nonspesifik, suatu

gambaran keadaan yang merupakan pengecualian dari vaginitis yang sudah

jelas etiologinya. Namun saat ini para ahli menyatakan kuman Gardnerella

vaginalis yang dianggap sebagai penyebab vaginitis nonspesifik. Hal yang

khas pada vaginitis nonspesifik ialah dijumpainya perubahan flora vagina.

Infeksi BV dinyatakan sebagai infeksi polimikrobial yang disebabkan oleh

penurunan jumlah laktobasilus dikuti oleh peningkatan bakteri anaerob yang


berlebihan. Keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang ditandai dengan

perubahan konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) hasil produksi flora

normal Lactobacillus di vagina. Penurunan konsentrasi H2O2 digantikan oleh

peningkatan konsentrasi bakteri anaerob (Mobiluncus, Provetella,

Peptostreptococcus, Bacteroides, dan Eubacterium) dan bakteri fakultatif

(Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, Enterococcus dan grup β

Streptococcus). Perubahan ini umumnya ditandai dengan produksi sekret

vagina yang banyak, berwarna abu-abu, tipis, homogen, berbau amis dan

terdapat peningkatan pH.

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh

tentang Bakterial Vaginosis baik mengenai definisi, etiologi, faktor resiko,


patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, pencegaham dan

penatalaksanaannya.

1.3. Manfaat Penulisan

Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

pemahaman penulis maupun pembaca mengenai Bakterial Vaginosis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Bakterial vaginosis merupakan salah satu keadaan yang berkaitan dengan

adanya keputihan yang tidak normal pada wanita usia reproduksi. BV merupakan

sindrom polimikroba, yang mana laktobasilus vagina normal, khususnya yang


menghasilkan hidrogen peroksidase digantikan oleh berbagai bakteri anaerob dan

mikoplasma. Bakteri yang sering ada pada BV adalah G. vaginalis, Mobiluncus

sp, Bacteroides sp dan M. hominis.

Etiologi

Penyebab dari BV masih belum diketahui dengan pasti, tetapi berdasarkan

epidemiologi kumpulan gejala yang timbul pada BV berhubungan dengan

aktivitas seksual. BV merupakan infeksi vagina tersering pada wanita yang aktif

secara seksual. Penyebab BV bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis dari

data flora vagina memperlihatkan ada 4 jenis bakteri vagina yang berhubungan

dengan BV yaitu : Gardnerella vaginalis, Bacteroides Spp, Mobiluncus Spp,

Mycoplasma hominis. Bacteroides Spp diisolasi sebanyak 76% dan

Peptostreptococcus sebanyak 36% pada wanita dengan BV. Pada wanita normal

kedua tipe anaerob ini lebih jarang ditemukan. Penemuan species anaerob
dihubungkan dengan penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada

cairan vagina. Setelah terapi dengan metronidazole, Bakteroides dan

Peptostreptococcus tidak ditemukan lagi dan laktat kembali menjadi asam organik

predominan dalam cairan vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa, bakteri anaerob

berinteraksi dengan G.vaginalis untuk menimbulkan vaginosis. Peneliti lain

memperkuat adanya hubungan antara bakteri anaerob dengan BV.

Mikroorganisme anaerob lain yaitu Mobiluncus Spp. merupakan batang anaerob

lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersamasama dengan organisme lain

yang dihubungkan dengan BV. Mobiluncus Spp. tidak pernah ditemukan pada

wanita normal, 85% wanita dengan BV mengandung organisme ini.

Patogenitas
Sekelompok kuman harus bekerja secara sinergis untuk menimbulkan

kejadian vaginosis. Flora campuran kuman anaerob dapat tumbuh secara

berlebihan sebagai akibat adanya peningkatan substrat, peningkatan pH, dan

hilangnya dominasi flora normal laktobasili yang menghambat pertumbuhan

kuman lain. Pada wanita normal dijumpai kolonisasi strain Laktobasili yang

mampu memproduksi H2O2, sedangkan pada penderita vaginosis terjadi

penurunan jumlah populasi laktobasili secara menyeluruh, sementara populasi

yang tersisa tidak mampu menghasilkan H2O2. Diketahui bahwa H2O2 dapat

menghambat pertumbuhan kuman-kuman yang terlibat dalam vaginosis, yaitu

oleh terbentuknya H2O-halida karena pengaruh peroksidase alamiah yang

berasal dari serviks. Dengan meningkatnya pertumbuhan kuman, produksi

senyawa amin oleh kuman anaerob juga bertambah, yaitu berkat adanya

dekarboksilase mikrobial. Senyawa amin yang terdapat pada cairan vagina


yaitu putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin, dan

tiramin. Bakteri anaerob dan enzim yang bukan diproduksi oleh Gardnerelladalam

suasana pH vagina yang meningkat akan mudah menguap dan menimbulkan

bau amis, bau serupa juga dapat tercium jika pada sekret vagina yang

diteteskan KOH 10%. Senyawa amin aromatik yang berkaitan yang berkaitan

dengan timbulnya bau amis tersebut adalah trimetilamin, suatu senyawa amin

abnormal yang dominan pada BV. Bakteri anaerob akan memproduksi

aminopeptida yang akan memecah protein menjadi asam amino dan

selanjutnya menjadi proses dekarboksilasi yang akan mengubah asam amino

dan senyawa lain menjadi amin, yaitu dekarboksilasi ornitin (metabolit arginin)

akan menghasilkan putresin, dekarboksilasi lisin akan menghasilkan kadaverin


dan dekarboksilasi betain (metabolit kolin) akan menghasilkan trimetilamin.

Poliamin asal bakteri ini bersamaan dengan asam organik yang terdapat

dalam vagina penderita infeksi BV, yaitu asam asetat dan suksinat, bersifat

sitotoksik dan menyebabkan eksfoliasi epitel vagina. Hasil eksfoliasi yang

terkumpul membentuk sekret vagina. Dalam pH yang alkalis Gardnerella

vaginalismelekat erat pada sel epitel vagina yang lepas dan membentuk clue cells.

Secara mikroskopik clue cellsnampak sebagai sel epitel yang sarat dengan kuman,

terlihat granular dengan pinggiran sel yang hampir tidak tampak.

Manifestasi Klinis

Gejala klasik dari BV adalah bau yang biasanya dideskripsikan sebagai fishy

odor yang disebabkan oleh produksi amin (trimetalamin, putresin dan

kadaverin) oleh bakteri anaerob. Volatilasi amin ini meningkat dengan

peningkatan pH , sehingga pasien sering merasa keluhan ini makin


memburuk jika terjadi peningkatan alkanin, misalnya setelah berhubungan

seksual (karena adanya cairan sperma) atau selama menstruasi. Hampir semua

wanita dengan BV memiliki ph vagina >4,5 jika diukur menggunakan kertas

indikator pH. Meskipun pemeriksaan pH ini membantu dalampemeriksaan

klinis tetapi tidak spesifik untuk BV. Peningkatan sekret vagina sering tetapi

bukan merupakan gejala yang spesifik pada BV. Keluhan ini ditemukan

sekitar 73 – 92% pada pasien BV. Pemeriksaan mikroskopis cairan vagina

(dengan pembesaran 400 x) memperlihatkan Clue cellspada 81% pasien BV

dibandingkan bukan pasien BV sebesar 6%. Clue cells merupakan sel epitel yang

ditempeli oleh bakteri sehingga tepinya tidak rata. Pada pasien BV tidak tampak

inflamasi vulva atau vagina.


Diagnosis

Kriteria Amsel

Kriteria Amsel dalam penegakan diagnosis BV harus terpenuhi 3 dari 4

kriteria berikut:

a. Adanya peningkatan jumlah cairan vagina yang bersifat homogen.

Keluhan yang sering ditemukan pada wanita dengan BV adalah

adanya gejala cairan vagina yang berlebihan,berwarna putih yang

berbau amis dan menjadi lebih banyak setelah melakukan hubungan

seksual. Pada pemeriksaan spekulum didapatkan cairan vagina yang

encer, homogen, dan melekat pada dinding vagina namun mudah

dibersihkan. Pada beberapa kasus, cairan vagina terlihat berbusa yang

mana gejala hampir mirip dengan infeksi trikomoniasis sehingga kadang

sering keliru dalam menegakan diagnosis.


b. pH cairan vagina yang lebih dari 4,5. pH vagina ditentukan dengan

pemerikasaan sekret vagina yang diambil dari dinding lateral vagina

menggunakan cotton swabdan dioleskan pada kertas strip pH.

Pemeriksaan ini cukup sensitif, 90% dari penderita BV mempunyai pH

cairan vagina lebih dari 5; tetapi spesitifitas tidak tinggi karena PH

juga dapat meningkat akibat pencucian vagina, menstruasi atau

adanya sperma. pH yang meningkat akan meningkatkan pertumbuhan

flora vagina yang abnormal.

c. Whiff test Positif. Whiff test diuji dengan cara meneteskan KOH 10%

pada sekret vagina, pemeriksaan dinyatakan positif jika setelah

penentesan tercium bau amis. Diduga meningkat pH vagina


menyebabkan asam amino mudah terurai dan menegeluarkan putresin

serta kadaverin yang berbau amis khas. Bau amis ini mudah tercium pada

saat melakukan pemeriksaan spekulum, dan ditambah bila cairan vagina

tersebut kita tetesi KOH 10% . Cara ini juga memberikan hasil yang

positif terhadap infeksi trikomoniasis.

d. Ditemukan clue cells pada pemeriksaan mikroskopis Menemukan clue

cells di dalam sekret vagina merupakan hal yang sangat esensial pada

kriteria Amsel. Clue cellsmerupakan sel-sel epitel vagina yang

dikelilingi oleh bakteri Gram variabel coccobasilli sehingga yang pada

keadaan normal sel epitel vagina yang ujung-ujungnya tajam,

perbatasanya menjadi tidak jelas atau berbintik. Clue cellsdapat

ditemukan dengan pengecatan gram sekret vagina dengan pemeriksaan


laboratorium sederhana dibawah mikroskop cahaya. Jika ditemukan paling

sedikit 20% dari lapangan pandang.

Tatalaksana

Pengobatan direkomendasikan pada wanita yang memiliki gejala BV. Tujuan

pengobatan pada wanita tidak hamil ialah untuk menghilangkan tanda dan gejala

infeksi vagina, dan mengurangi resiko untuk terkena penyakit, yaitu

Chlamidia trachomatis, Neissseria gonorhoea, HIV dan penyakit IMS lainnya.

Berdasarkan Centre for Disease Control and Prevention(CDC) tahun 2010

regimen pengobatan yang direkomendasikan untuk VB pada wanita tidak

hamil ialah metronidazol 500 mg yang diberikan duakali sehari selama 7 hari,

atau metronidazol 0,75% intravagina yang diberikan satu kali sehari selama 5

hari, atau klindamisin krim 2% intravagina yang diberikan pada malam hari

selama 7 hari. Atau regimen alternatif, yaitu tinidazol 2 gram, yang diberikan
satu kali sehari selama dua hari, atau tinidazol 1 gram yang diberikan satu

kali sehari selama 5 hari atau klindamisin 300 mg, yang diberikan dua kali

sehari selama lima hari atau klindamisin ovula 100 mg satu kali sehari pada

malam hari selama tiga hari.sedangkan pada wanita hamil, berdasarkan CDC

tahun 2010 pengobatan yang direkomendasikan ialah ; metronidazol 500 mg yang

diberikan dua kali sehari selama 7 hari, atau metronidazol 250 mg yang

diberikan tiga kali sehari selama 7 hari atau klindamisin 300 mg yang diberikan

dua kali sehari selama 7 hari. Dari beberapa penelitian dan metaanalisis

dikatakan pemberian metronidazol pada wanita hamil tidak berkaitan dengan efek

teratogenik dan mutagenik pada bayi. Dokter harus mempertimbangkan pilihan

pasien, efek samping yang mungkin terjadi , serta interaksi obat. Pasien
harus diberitahukan untuk tidak berhubunganseksual atau selalu memakai kondom

dengan tepat selama masa pengobatan.

Prognosis

Infeksi BV yang tidak mendapat penanganan yang baik dapat menyebabkan

komplikasi, antara lain, endometritis, penyakit radang panggul, sepsis

paskaaborsi, infeksi paskabedah, infeksi paskahisterektomi, peningkatan risiko

penularan HIV dan IMS lain. Infeksi BV merupakan faktor risiko potensial untuk

penularan HIV karena pH vagina meningkat dan faktor biokimia lain yang

diduga merusak mekanisme pertahanan host. Penelitian dari seluruh dunia

mengenai BV langsung tertuju kepada sejumlah komplikasi obstetrik yaitu

keguguran, lahir mati, perdarahan, kelahiran prematur, persalinan prematur,

ketuban pecah dini, infeksi cairan ketuban, endometritis paskapersalinan dan

kejadian infeksi daerah operasi (IDO).


BAB III

KESIMPULAN

Bakterial vaginosis/BV adalah penyebab paling umum pada vagina pada wanita

usia reproduktif. Penyebab pasti dan pencetus terjadinya BV masih sulit dipahami.

BV merupakan sindrom klinis akibat pergantian Lactobacillus spp. penghasil

hidrogen peroksidase (H2O2) dalam vagina normal dengan bakteri anaerob

konsentrasi tinggi, contohnya yaitu Bacteroides spp, Mobiluncus spp,Gardnerella

vaginalis (G.Vaginalis), dan Mycoplasma hominis (M.hominis).2,4,5 Hal itu

menyebabkan penurunan konsentrasi H2O2 yang umumnya ditandai dengan

produksi duh tubuh vagina yang banyak, berwarna abu-abu hingga kuning, tipis,

homogen, berbau amis, dan terdapat peningkatan pH vagina.


DAFTAR PUSTAKA

1. Murtiastutik D. Vaginosis bakterial. Dalam: Barakbah J, Lumintang

H, Martodihardjo S, editor. Infeksi menular seksual. Surabaya: AUP;

2008. h.72-83.

2. Sharon H, Jeanne M, Holmes KK. Bacterial vaginosis. In: Holmes KK,

Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, et al., editors.th

Sexually transmitted disease. 4 ed. New York: McGraw Hill; 2008.

p.737- 68.

3. Center for Disease Control and Prevention.Sexually transmitted

diseases treatment guidelines. MMWR Morb Mortal Wkly Rep; 2010;

p.56-8.
4. Fernandopulle RC. An overview on approach to diagnosis and

management of vaginal discharge ingynaecological practice. Sri Lanka

J ObstetGynaecol 2012; 34:73-8.

5. Bhalla P, Chawla R, Garg S, Singh MM, Raina U Bhalla R, et al.

Prevalence of bacterial vaginosis among women in Delhi, India. Indian J

Med Res 2007; 125:167-72.

6. Joesoef MR, Karundeng A, Runtupalit C, Moran JS, Lewis JS, Ryan CA.

High rate of bacterial vaginosis among women with intrauterine devices

in Manado, Indonesia.

7. Lumintang, H, Martodihardjo S, Barakbah J. Fluor albus. Dalam :

Panitia Medik Farmasi dan Terapi RSUD Dr. Soetomo, editor. Pedoman

diagnosis dan terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi

ketiga. 2005. Surabaya: RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai