Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Aswaja dengan
dosen pengampu Dr. Imronudin, M. Pd. I.

Disusun oleh:

• Rizka Awaliah (C.202103108)


• Wulan Indah Nurfitria (C.202103118)
• Fitri Alfiani (C.202103354)
• Lukman Hakim

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH

FAKULTAS TARBIYYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT UMMUL QURO AL-ISLAMI BOGOR

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas izin-Nya makalah ini dapat diselesaikan
dengan tepat waktu. Solawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Dr.
Imronudin, M. Pd. I., selaku dosen mata kuliah Akhlak Aswaja, dan kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan sehingga saran
dan kritik sangat kami harapkan untuk menambah pengetahuan mengenai pengembangan
pengetahuan materi terkait. Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk
menunjang penyusunan makalah ini, namun kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini
masih banyak kekurangan serta kesalahan. Akhir kata, kami ucapkan terimakasih dan semoga
bermanfaat.

Bogor, 24 Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1

C. Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

A. Pengertian Rangka Manusia .............................................................................. 3

B. Bentuk Akhlak Terhadap Diri Sendiri ............................................................. 4

C. Cara Mememlihara Akhlak Terhadap Diri Sendiri ........................................ 8

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 10

A. Simpulan ............................................................................................................. 10

B. Saran..................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman bukan hanya membawa perubahan pada pola hidup manusia,
tetapi juga pada berbagai aspek lain dalam kehidupan. Pada zaman ini manusia berlomba-
lomba untuk menjadi yang terdepan, manusia berusaha beradaptasi dengan perkembangan
zaman agar tidak tertinggal. Adaptasi ini melahirkan banyak manusia baru dengan berbagai
karakter baru, mulai dari yang terbaik hingga yang terburuk.

Semakin hari semakin terlihat jelas pegikisan moral yang ditunjukkan manusia, sangat
berbeda jauh dari zaman baginda Nabi saw. Tidak sedikit orang yang berlomba dalam
lingkaran keburukan hanya untuk memperjuangkan kehidupan yang hanya sementara ini,
sedangkan tanpa sadar diri sendiri terjerumus pada perbuatan yang dibenci oleh Allah swt.

Dalam membenahi permasalahan moral ini diperlukan penguatan akhlak, karena


akhlak merupakan cerminan peradaban suatu bangsa. Salah satu kunci utama untuk mebenahi
akhlak adalah dengan memfokuskan pada lingkaran keluarga yang merupakan lingkungan
pertama yang memberikan segala bentuk pengajaran pada manusia.

Manusia dibesarkan dalam lingkungan keluarga dan ditanami nilai-nilai yang baik,
seiring berjalannya waktu manusia akan mulai mengenal lingkungan luar yang tak jarang
menggoayahkan nilai-nilai yang telah diajarkan dalam keluarga. Maka pada titik ini kesadaran
akan pentingnya menanamkan nilai keagamaan sejak dini sangat diperlukan dalam
pembentukan akhlak setiap anak yang kelak diharapkan dapat menjadi insan kamil. Dalam
proses pendidikan akhlak ini perlu diperhatikan pula penanaman nilai akhlak terhadap diri
sendiri, karena setiap hal yang dilakukan dimulai dari diri sendiri. penanaman akhlak terhadap
diri sendiri akan membuat diri setiap manusia ringan dalam melakukan setiap tuntunan dan
berat dalam melakukan setiap larangan Allah swt karena dalam diri sediri telah tertanam akhlah
terhadap diri sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri?

1
2. Bagaimana bentuk akhlak terhadap diri sendiri?
3. Bagaimana cara memelihara akhlak terhadap diri sendiri?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memhami pengertian akhlak terhadap diri sendiri.
2. Mengetahui dan memahami bentuk akhlak terhadap diri sendiri.
3. Mengetahui dan memahami cara memelihara akhlak terhadap diri sendiri.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak terhadap Diri Sendiri

Menurut etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab ‫ اخالق‬bentuk jamak dari
mufradnya khuluq ‫ خلق‬yang berarti “budi pekerti”. Sedangkan menurut terminologi, kata “budi
pekerti”, terdiri atas kata budi dan pekerti. Budi adalah yang ada pada manusia, berhubungan
dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran, rasio. Budi disebut juga karakter. Sedangkan,
pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh perasaan hati yang disebut
behaviour. Jadi, budi pekerti adalah perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi
pada karsa dan tingkah laku manusia.1

Dalam teori pendidikan akhlak telah dijelaskan, bahwa akhlak terhadap diri sendiri
adalah perilaku seseorang terhadap dirinya sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan
penerimaan terhadap apa yang menimpanya, karena setiap manusia memiliki kewajiban moral
terhadap dirinya sendiri, jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi maka akan mendapat kerugian
dan kesulitan2

Akhlaq di dalam Islam sangatlah berbeda dengan budi pekerti, sopan santun, etika, atau
moral. Aktualisasi akhlaq adzimah dan karimah akan dirasakan oleh manusia dalam kehidupan
perseorangan, berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat dan bernegara. Dengan memahami,
menghayati serta mengamalkan akhlaq adzimah dan karimah diharapkan manusia mampu
untuk mengendalikan diri, memperhatikan kepentingan orang lain, penuh tenggang rasa,
mampu memupuk rasa persatuan dan kesatuan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara,
serta dapat hidup sebagai warga negara yang baik, yang selalu mengikuti aturan Allah dan
Rasul-Nya.3

Manusia perlu berlaku adil kepada diri sendiri, yaitu dengan memperlakukan dirinya
sendiri dengan baik, tidak memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau

1
Muhrin, Akhlak Kepada Diri Sendiri
2
Agus Waluyo, Mufid Rizal Sani, Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Ta’lim Muta’allim Az-Zarnuji dan
Relevansinya dengan Pendidikan Akhlak di Indonesia, Vol. 3, No. 2, 2019, hlm. 880
3
Al-Bahra Bin Ladjamuddin, Analisa Terhadap Pemahaman Akhlaq Terhadap Diri Sendiri, Serta Bagaimana
Implementasinya Dalam Realitas Kehidupan, Vol. 2, No. 2, 2016, hlm. 134

3
malah membahayakan. Allah swt telah menerangkan dalam firmannya agar manusia senantiasa
berakhlak terhadap diri sendiri, “dan janganlah kamu menjatuhkan diri sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.”(Q.S. al-baqarah: 195)

Allah swt dengan jelas memerintahkan manusia agar berbuat baik terhadap diri sendiri.
manusia harus menjaga dirinya, baik dalam segi jasmani maupun rohani. Namun, dewasa ini
banyak ditemui manusia yang malah merusak diri sendiri. kerusakan yang dilakukan manusia
dalam segi jasmani seperti tidak menjaga pola hidup sehat, mengonsumsi obat terlarang,
hingga meminum minuman keras yang dilarang dalam islam. Kerusakan lainnya juga
dilakukan dalam bentuk psikis, seperti terbiasa memelihara rasa iri, dengki, tidak jujur, dan
lain sebagainya.

Manusia perlu menyadari keutaman akhlak, karena akhlak merupakan penyempurna


keimanan. Rasulullah SAW bersabda, "Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya
adalah yang paling baik akhlaknnya." (HR. Tirmidzi dan Ahmad). Pemberat timbangan
(kebaikan) pada hari kiamat. Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada sesuatu yang dapat
memperberat timbangan (kebaikan) seorang mu'min pada hari kiamat selain kebaikan
akhlaknya." (HR. Tirmidzi). Pengantar ke surga. Rasulullah SAW bersabda: "Taqwa kepada
Allah dan Akhlaq yang baik." (HR. Tirmidzi). Dengan akhlak dapat diperoleh kecintaan dan
kedekatan dengan Nabi pilihan, Nabi Muhammad saw. Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat kedudukannya denganku pada
hari kiamat adalah yang paling baik akhlaqnya." (HR. Tirmidzi).4

B. Bentuk Akhlak Terhadap Diri Sendiri

Manusia memiliki kewajiban yang harus ditunaikan untuk dapat memenuhi haknya,
hak ini dimiliki oleh setiap unsur yang ada dalam diri manusia, yakni unsur jasadiyah (fisik
jasmani) dan nafsiyah (jiwa dan akal). Kedua unsur ini perlu dijaga dan diperhatikan. Meski
begitu kewajiban tersebut tidak berarti hanya mementikan diri sendiri dan mengesampingkan
kewajiban kepada Allah swt.

4
Al-Bahra Bin Ladjamuddin, Analisa Terhadap Pemahaman Akhlaq Terhadap Diri Sendiri, Serta Bagaimana
Implementasinya Dalam Realitas Kehidupan, …, hlm. 135

4
1. Akhlak Terhadap Jasadiyah (Fisik Jasmani)
a) Menjaga Kebersihan.
Islam menjadikan kebersihan sebagai bagian dari iman. Islam telah mengatur
kebersihan manusia, dengan tata cara bersuci yang dijelaskan dalam ilmu fiqh.
Kebersihan dalam islam mencakup kerbersihan badan(mandi, menggosok gigi,
mengganti baju dengan teratur, dan lain-lain), pakaian, dan tempat beribadah yang
harus senantiasa bersih dari kotoran maupun hadas. Bahkan islam menganjurkan
menggunakan wewangian dan bersiwak ketika akan beribadah.
b) Menjaga Makan Dan Minum.
Makan dan minum merupakan kebutuhan pokok bagi tubuh manusia yang perlu
dipenuhi, apabila manusia tidak cukup mendapat makan dan minum maka akan
mengakibatkan penyakit, bahkan dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan
kematian. Allah memerintahkan kepada manusia agar makan dan minum dari yang
halal dan tidak berlebihan. Sebaiknya sepertiga dari perut untuk makanan, sepertiga
untuk minuman, dan sepertiganya untuk udara. Allah berfirman yang artinya, “Maka
makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan
syukurilah ni'mat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah”. (Q.S. An-
Nahl:114)
c) Menjaga Kesehatan
Menjaga kesehatan merupakan salah satu kewajiban seorang muslim, karena dengan
tubuh yang sehat manusia dapat melaksanakan ibadah secara maksimal. Menjaga
kesehatan jasmani dapat dilakukan dengan olahraga, istirahat teratur, dan memakan
makanan dan munuman yang menyehatkan, baik, dan halal. Karena sepenuhnya tubuh
manusia adalah milik Allah, maka sudah sepatutnya tubuh ini dijaga dan diisi dengan
makanan yang baik.
d) Menggunakan Busana
Manusia terlahir sebagai makhluk yang memiliki banyak kelabihan, diantara kelebihan
yang dimiliki manusia adalah akal. Manusia juga terlahir dengan kehormatan, maka
sudah sepantasnya kehormatan tesebut dijaga dengan menggunakan busana yang indah
dan patut untuk digunakan. Busana dapat mencerminkan pribadi setiap manusia. Tak
bisa dipungkir bahwa penilaian baik buruk pertama yang terlintas dari manusia lainnya

5
bersumber dari pakaian yang digunakan manusia tersebut. Manusia memiliki bagian-
bagian tubuh yang indah, sehingga tubuh tersebut perlu dilindungi. Dengan
menggunakan busana, manusia akan terhindar dari bahaya alam seperti hawa dingin,
panas, dan lain-lain. Allah memerintahkan manusia menutup auratnya dan Allah
menciptakan bahan-bahan di alam ini untuk dibuatkan pakaian sebagai penutup badan,
untuk menutup aurat. Aurat pria adalah dari pusar hingga lututnya. Sementara aurat
wanita adalah seluruh bagian tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan. Pada setiap
bagian tubuh wanita tersebut banyak terdapat keindahan, sehingga harus ditutupi agar
tidak menggangu pandangan lawan jenis/pria. Menutup aurat bagi pria dan wanita
merupakan salah satu akhlaq terhadap diri sendiri. Allah berfirman yang artinya, “Hai
anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup
'auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling
baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-
mudahan mereka selalu ingat”. (Q.S. Al-A’raf: 26)
2. Akhlak Terhadap Nafsiyah (Jiwa Dan Akal)
Nafs dengan potensi-potensinya adalah sesuatu yang berbeda dengan unsur jasmani
dan ruhani. Walaupun unsur nafsiah ini berada di dalam wadah jasmani, namun ia bukan
menjadi bagian dari jasmani. atau sesuatu yang melebur kedalam unsur jasmani. melainkan
suatu unsur yang terpisah (mandiri) dan memiliki eksitensi tersendiri yang hakekatnya
berbeda dari jasmani maupun ruhani.
Unsur nafsiah ini tidak dimiliki oleh makhluk lain kecuali manusia. Adanya unsur
nafsiah inilah yang menyebakan eksistensi manusia berbeda dengan eksistensi makhluk
hidup lain. Sedangkan hewan dan tumbuh-tumbuhan karena tidak memiliki nafsiah, maka
keberadaannya tidak memiliki posisi sentral dalam kehidupan di alam semesta ini.5
a) Akhlak Terhadap Akal
1) Menuntut Ilmu.
Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim, Rasulullah SAW bersabda
yang artinya, “Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (HR.
Ibnu Majah). Jika tubuh membutuhkan makan dan minum sebagai asupan, maka

5
Al-Bahra Bin Ladjamuddin, Analisa Terhadap Pemahaman Akhlaq Terhadap Diri Sendiri, Serta Bagaimana
Implementasinya Dalam Realitas Kehidupan, …, hlm. 137-138

6
akal membutuhkan ilmu untuk asupannya. Menuntut ilmu tidak mengenal batasan,
dapat dilakukan dalam pendidikan formal maupun non-formal, di dini maupun
senja. Namun, pendidikan utama yang perlu dipelajari setiap muslim adalah
pendidikan agama, yakni cara membaca Al-quran, beribadah, sunah, bahkan
sejarah islam.
2) Memiliki Spesialisasi Ilmu Yang Dikuasai
Menurut Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi (1993: 48), hal-hal yang harus dikuasai
setiap muslim adalah: Al-Qur'an, baik dari segi bacaan, tajwid dan tafsirnya;
kemudian ilmu hadits; sirah dan sejarah para sahabat; fikih terutama yang terkait
dengan permasalahan kehidupan, dan lain sebagainya. Setiap muslim juga harus
memiliki bidang spesialisasi yang harus ditekuninya. Spesialisasi ini tidak harus
bersifat ilmu syariah, namun bisa juga dalam bidang-bidang lain, seperti ekonomi,
tehnik, politik dan lain sebagainya. Dalam sejarahnya, banyak diantara generasi
awal kaum muslimin yang memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu.6
3) Mengajarkan Ilmu Kepada Orang Lain.
Mengajarkan ilmu kepada orang lain merupakan bentuk akhlak seorang muslim
terhadap akalnya, dengan mengajarkan ilmu manusia tidak akan kehilangan
ilmunya melainkan akan senantiasa terjaga ilmunya. Firman Allah yang artinya,
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami
beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui” (Q.S. An-Nahl: 43)
4) Mengamalkan Ilmu Dalam Kehidupan
Selain mengajarkan ilmu kepada orang lain, ilmu dapat tetaap terjaga dengan
senantiasa mengamalkannya. Tingkat tertingga ilmu adalah ketika ilmu tersebut
diamalkan dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Bahkan manusia dapat dikatakan
berdosa ketika tidak mengamalkan ilmunya. Firman Allah yang artinya, “Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. As-Shaff)
b) Akhlak Terhadap Jiwa

6
Muhrin, Akhlak Kepada Diri Sendiri, hlm. 3

7
1) Bertaubat dan menjauhkan diri dari dosa besar
Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan kemaksiatan, menyesali perbuatan
dosa yang telah lalu, dan berkeinginan teguh untuk tidak mengulangi lagi perbuatan
dosa tersebut pada waktu yang akan datang
2) Bermuraqabah
Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu diawasi oleh
Allah SWT, dia senantiasa percaya bahwa Allah Maha Melihat dan Maha
Mengetahui.
3) Bermuhasabah
Muhasabah adalah menyempatkan diri pada suatu waktu untuk menghitung-hitung
amal hariannya. Apabila terdapat kekurangan pada yang diwajibkan kepadanya,
maka menghukum diri sendiri dan berusaha memperbaikinya. Kalau termasuk yang
harus diqadha maka mengqadhanya. Dan bila ternyata terdapat sesuatu yang
terlarang maka memohon ampun, menyesali dan berusaha tidak mengulangi
kembali.
4) Mujahadah
Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan hawa nafsu.

C. Cara Memelihara Akhlak Terhadap Diri Sendiri

1. Sabar. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika
ditimpa musibah.
2. Syukur. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan
adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan
dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-
Nya.
3. Tawaduk. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki
yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
4. Shidiq. Seorang muslim harus dituntut selalu berada dalam keadaan benar lahir batin, yaitu
benar hati, benar perkataan dan benar perbuatan.
5. Amanah. Semakin menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula sifat amanah pada
dirinya. Antara keduanya terdapat ikatan yang sangat erat sekali. Rasulullah SAW bersabda

8
bahwa: “tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna)
agama orang yang tidak menunaikan janji .” (HR. Ahmad)
6. Istiqamah. Perintah supaya beristiqamah dinyatakan dalam Al-Quran pada surat Al-
Fushshilat ayat 6 yang artinya “Katakanlah bahwasanya aku hanyalah seorang manusia
seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha
Esa, maka istiqamahlah menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan
kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang bersekutukan-Nya”.
7. Iffah. Nilai dan wibawa seseorang tidak ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya dan tidak
pula ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya.
8. Pemaaf. Islam mengajarkan kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus
menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.7
9. Wara’. Az-Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’allim juga menganjurkan bahwa sekiranya
bagi setiap penuntut ilmu itu bersikap wara’ atau sederhana, karena hanya dengan sikap
tersebut ilmunya akan berguna, belajar menjadi mudah dan mendapatkan pengetahuan
yang banyak, lebih tegasnya lagi dijelaskan bahwa diantara manfaat mempunyai sikap
wara’ adalah menjauhkan diri dari golongan yang berbuat maksiat dan kerusakan, perut
tidak terlalu kenyang, tidak banyak tidur dan tidak banyak bicara yang tidak tidak memiliki
manfaat, bahkan karena hati-hatinya Zarnuji menganjurkan agar senantiasa menghindari
dari makanan dari pasar karena makanan pasar dikhawatirkan najis dan kotor.8

7
Muhrin, Akhlak Kepada Diri Sendiri, hlm. 5
8
Agus Waluyo, Mufid Rizal Sani, Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Ta’lim Muta’allim Az-Zarnuji dan
Relevansinya dengan Pendidikan Akhlak di Indonesia, …, hlm. 880

9
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Manusia perlu berlaku adil kepada diri sendiri, yaitu dengan memperlakukan dirinya
sendiri dengan baik, tidak memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau
malah membahayakan. Manusia harus menunaikan kewajibannya sebagai manusia untuk dapat
mendapatkan haknya. Allah swt telah menerangkan dalam firmannya agar manusia senantiasa
berakhlak terhadap diri sendiri, “dan janganlah kamu menjatuhkan diri sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik” (Q.S. al-baqarah: 195)

B. Saran

Demikian makalah ini kami buat sebagai acuan dan bahan presentasi dalam mata kuliah
Akhlak Aswaja. Kami sadar dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan,
baik dalam segi pengetikan kata maupun kelengkapan materi. Kami harap makalah selanjutnya
dapat dibuat lebih baik dari kami.

10
Daftar Pustaka

Waluyo, Agus. Sani, Mufid Rizal, 2019, Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Ta’lim
Muta’allim Az-Zarnuji dan Relevansinya dengan Pendidikan Akhlak di Indonesia, Vol. 3,
No. 2
Ladjamuddin, Al-Bahra, 2016, Analisa Terhadap Pemahaman Akhlaq Terhadap Diri Sendiri,
Serta Bagaimana Implementasinya Dalam Realitas Kehidupan, Vol. 2, No. 2
Muhrin, Akhlak Kepada Diri Sendiri
https://rizkifisthein.wordpress.com/2011/06/23/akhlak-terhadap-diri-sendiri/ diakses pada Senin,
24 Oktober 2022, pukul 15.53 WIB

11

Anda mungkin juga menyukai