Anda di halaman 1dari 20

URAIAN RUANG LINGKUP AHLAK

(AL-FARDIYAH & AL-USRAWIYAH)

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Akhlak pada semester 1

Disusun Oleh :

(Kelompok 2 PAI 1.2)

Hiva Akhiriyah

Niar Runnisa

Mendy Amir

Riyadussolihin

M Faiz Al-fahri

Dosen Pengampu :

Drs.H.A Suhrowardi, M.Si

STAI AL-MASTHURIYAH

SUKABUMI 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Uraian Ruang Lingkup
Akhlak (Al-fardiyah & Al-Usrawiyah)”. Penulisan makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam di STAI Al-Masthuriyah.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Sukabumi, September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................5
C. Tujuan.........................................................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................................6
A. Pengertian Akhlak Al-fardiyah....................................................................................................6
B. Bagian Akhlak Al-fardiyah...........................................................................................................6
C. Pengertian Akhlak Al-usrawiyah.................................................................................................9
D. Hubungan Timbal Balik Orang Tua dan Anak............................................................................10
E. Hubungan Timbal Balik dengan Kerabat...................................................................................16
BAB III...................................................................................................................................................16
PENUTUP..............................................................................................................................................17
A. Kesimpulan...............................................................................................................................17
B. Saran.........................................................................................................................................17
DAFTAR PUSAKA...................................................................................................................................17
LAMPIRAN............................................................................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia yang lahir di dunia ini, pasti membawa naluri yang mirip dengan hewan,
letak perbedaannya karena naluri manusia disertai dengan akal. Sedangkan naluri hewan tidak
demikian halnya. Oleh karena itu naluri manusia dapat menentukan tujuan yang
dikehendakinya. Segala sesuatu itu dinilai baik atau buruknya, terpuji atau tercela, semata-
mata karena syara (Al-Qur’an dan Sunah) dan sesuai dengan hati nurani. Sejarah Agama
menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu
hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik.

Secara historis dan teologis, akhlak dapat memadu perjalanan hidup manusia agar selamat
di dunia dan akhirat. Tidakah berlebihan bila misi utama kerasulan Muhammad SAW. adalah
untuk menyempurnakan akhlak. Sejarah pun mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan
dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini
dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an.

Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar akhlak dan
keluhuran budi Nabi Muhamad SAW. itu dijadikan contoh dalam kehidupan di berbagai
bidang. Mereka yang mematuhi permintaan ini dijamin keselamatan hidupnya di duniadan
akhirat.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari akhlak Al-fardiyah?
2. Apa saja bagian akhlak Al-fardiyah?
3. Apa pengertian akhlak Al-usrawiyah?
4. Bagaimana timbal balik orang tua terhadap anak?
5. Bagaimana timbal balik dengan kerabat?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari akhlak Al-fardiyah.
2. Untuk mengetahui saja bagian akhlak Al-fardiyah.
3. Untuk mengetahui pengertian akhlak Al-usrawiyah
4. Untuk mengetahui timbal balik orang tua terhadap anak.
5. Untuk mengatahui timbal balik dengan kerabat.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak Al-fardiyah


Akhlak menurut kamus Al-munajid adalah budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat.
Menurut Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak adalah kebiasaan kehendak.

Akhlak pribadi terhadap diri sendiri meliputi kewajiban terhadap dirinya disertai dengan
larangan merusak, membinasakan dan menganiaya diri sendiri baik secara jasmani maupun
secara rohani. Akhlak terhadap diri sendiri intinya memperlakukan diri sebaik-baiknya.

Menurut Abuddin Nata, akhlak dengan diri sendiri antara lain tidak membiarkan diri
sendiri dalam keadaan lemah, tidak berdaya dan terbelakang, baik secara fisik, intelektual,
jiwa, spiritual, sosial dan emosional. Akhlak terhadap diri sendiri dilakukan dengan cara
membuat diri secara fisik dalam keadaan sehat, kokoh dan memiliki.

Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia ini tidak lain adalah untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia. Akhlak sangat berkaitan dengan adab. Untuk itulah beliau mengajarkan
kita adab sejak bangun tidur hingga tidur. Semua ada tuntunannya. Termasuk adab anak
kepada orang tuanya, murid kepada gurunya, pendidik kepada peserta didik.

B. Bagian Akhlak Al-fardiyah


1. Akhlak Al-awamir (Yang di Perintahkan)

Akhlak Al-awamir ini adalah akhlak yang baik atau akhlak mahmudah yang harus di
lakukan dan di terapkan oleh setiap manusia. Ada beberapa akhlak yang di perintahkan antara
lain :

a. Mematuhi Perintah Allah


Salah satu contoh akhlak al-awamir yang paling utama adalah mematuhi perintah
Allah Swt. Hal ini merupakan kewajiban dasar bagi seorang manusia, sebab setiap manusia di
dunia ini adalah hamba Allah. Sebagai seorang hamba, sudah selayaknya seorang muslim
mematuhi setiap perintah dan menjauhi larangan Allah. Mematuhi perintah Allah adalah hal
yang harus terus dilakukan sebelum terlambat, sebab di hari akhir nanti manusia akan
dihitung amal perbuatannya.

6
b. Berbakti kepada Orang tua
Ajaran agama Islam menyebutkan bahwa berbakti kepada orang tua adalah sebuah
kewajiban yang sangat besar. Rasulullah saw. pernah bersabda tentang amal saleh yang paling
tinggi dan mulia kedudukannya, “Salat tepat pada waktunya, berbuat baik kepada orang tua,
dan jihad di jalan Allah Swt.” (HR. Bukhari Muslim). Dengan demikian, berbakti kepada
orang tua merupakan salah satu perintah utama yang harus dilakukan oleh seorang muslim.

Hukumnya pun sudah jelas, bahwa berbaktinya anak kepada orang tua adalah hak
yang diberikan oleh Allah Swt. kepada setiap orang tua. Apabila enggan berbakti kepada
orang tua, sudah pasti akan mendapatkan ganjarannya sendiri.

c. Bersikap Baik dan Menolong Sesama


Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang memiliki hubungan timbal-balik
antara sesamanya. Dalam Islam, akhlak adalah pondasi seorang muslim. Maka sudah
sewajibnya kita bersikap baik terhadap sesama.

d. Santun dalam Berbicara


Allah memberikan perintah untuk santun dalam berbicara yang secara jelas tertera
dalam Al-Qur’an, yakni dalam surah Al-Isra ayat 23. Seorang muslim harus berkata-kata yang
baik dan sopan, terutama kepada orang tua. Dalam ayat tersebut diperintahkan untuk tidak
berkata “ah” kepada orang tua, sebab kata sesederahana itu dapat menyakiti hari mereka.

e. Menjaga Amanah dan Menepati Janji


Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan pernah lepas dari aman dan janji, dari
yang terkecil sampai yang terbesar. Menjaga amanah dan menepati janji merupakan perkara
berat, karena dua hal tersebut harus benar-benar dipenuhi. Selain itu, setiap muslim harus bisa
menjaga amanah dan menepati janji agar tidak tergolong ke dalam golongan orang-orang
munafik.

f. Pemaaf
Seburuk apa pun perilaku orang terhadap kita, kita tetap harus bisa menumbuhkan
sifat pemaaf dan memaafkan orang yang telah berlaku buruk terhadap kita. Memaafkan
merupakan salah satu kunci untuk terhindar dari penyakit hati, serta menciptakan kehidupan
yang damai dan tentram.

g. Ikhlas

7
Ikhlas adalah perbuatan saleh dan termasuk sebuah ibadah yang hanya bisa dilakukan
oleh hati serta tidak bisa dilihat oleh orang lain. Setiap muslim harus bisa belajar untuk ikhlas,
semata-mata mengharap rida Allah dan tidak untuk mendapatkan pujian dari orang lain.

h. Selalu Bersyukur kepada Allah


Bersyukur merupakan salah satu hal yang sulit untuk dilakukan, padahal sangat
sederhana. Kita akan kesulitan untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah apabila
selalu melihat ke atas. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim sebaiknya kita senantiasa
menyampaikan rasa syukur atas kehidupan yang telah diberikan oleh Allah.

i. Bertawakal
Bertawakal adalah berserah diri kepada Allah dalam menghadapi hal-hal yang sudah
terlebih dahulu diikhtiarkan. Perlu diketahui, bertawakal hanya dilakukan ketika kita memang
sudah sungguh-sungguh berusaha.

i. Memiliki Rasa Malu


Salah satu akhlakul karimah yang harus terdapat pada setiap muslim adalah memiliki
rasa malu. Rasa malu harus terus dipelihara agar kita terhindar dari perilaku-perilaku yang
memalukan.

2. Akhlak An-nawahi (Yang di Larang)

Akhlak An-nawahi ini adalah akhlak yang tidak baik atau akhlak madzmumah, akhlak
yang tidak boleh di lakukan atau di larang di lakukan oleh setiap manusia. Perintah menjauhi
akhlak tercela ini tertera dalam Alquran surah Al-An'am ayat 151:

"Janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
[membunuhnya] melainkan dengan sesuatu [sebab] yang benar. Demikian itu yang
diperintahkan kepadamu supaya kamu memahaminya," (QS. Al-An'am [6]: 151).

Ada beberapa akhlak yang tidak boleh di lakukan atau di larang :

a. Mengerjakan larangan-larangan dari Allah.


b. Berbuat durhaka kepada kedua orang tua.
c. Berdusta atau berbohong ketika berbicara.
d. Riya dengan amal ibadah yang telah dikerjakannya.
e. Apabila dipercaya atau diberi amanah, maka berkhianat.
f. Ujub dengan amal-amal sholeh yang dilakukannya.

8
g. Apabila berjanji, tidak ditepati.
h. Sudah sekali tersinggung dan gampang marah.
i. Iri dengan keberhasilan yang diperoleh orang lain.
j. Dengki dengan pencapaian-pencapaian orang lain.

3. Akhlak Al-mubahat (Yang di Perbolehkan)

4. Akhlak Al-mukhalafah bi-al idhthirar (Akhlak dalam Keadaan Darurat)

Darurat secara bahasa bermakna keperluan yang sangat mendesak atau teramat
dibutuhkan. Yang dimaksud darurat dalam kaidah ini adalah seseorang apabila tidak
melakukan hal tersebut maka ia akan binasa atau hampir binasa. Contohnya, kebutuhan
makan demi kelangsungan hidup di saat ia sangat kelaparan.

Di antara penerapan kaidah ini dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

 Seorang dokter boleh menyingkap sebagian aurat pasiennya jika memang pengobatan
tidak bisa dilakukan kecuali dengannya.
 Seseorang boleh memakan bangkai atau daging babi jika ia tidak menemukan
makanan untuk dimakan di saat kelaparan yang teramat sangat.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ketika mengomentari kaidah


ini, beliau mengutip dalil yang menjadi dasar kaidah ini atau dasar bolehnya melakukan hal
yang terlarang dalam keadaan darurat, dengan firman Allah,

‫ف ِإِل ْث ٍم فَِإ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحيم‬ َ ‫فَ َم ِن اضْ طُ َّر فِي َم ْخ َم‬
ٍ ِ‫ص ٍة َغي َْر ُمت ََجان‬

“Siapa yang terpaksa mengonsumsi makanan yang diharamkan karena lapar, bukan karena
ingin berbuat dosa, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

C. Pengertian Akhlak Al-usrawiyah


Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu
kelompok terkecil dalam masyarakat. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan

9
berbagai macam kepribadiannya dalam masyarakat. Tidaklah dapat dipungkiri bahwa
sebenarnya keluarga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja.
Terbukti pekerjaan di sekolah dan sikap anak terhadap sekolah sangat dipengaruhi oleh
hubungannya dengan anggota keluarga. Hubungan keluarga yang sehat dan bahagia
menimbulkan dorongan untuk berprestasi, sedangkan hubungan yang tidak sehat dan tidak
bahagia menimbulkan ketegangan emosional yang biasanya memberi efek yang buruk pada
kemampuan berkonsentrasi dan kemampuan untuk belajar. Jadi keluarga adalah kesatuan
kemasyarakatan (sosial) berdasarkan hubungan pernikahan atau pertalian darah yang hidup
bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan ada pertautan
batin, sehingga di antara mereka saling mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling
meyerahkan diri, yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat.

Sistem keluarga dalam Islam terpancar dari fitrah dan karakter alamiah yang merupakan
basis penciptaan makhluk hidup. Hal ini tamapak pada firman Allah swt yang Artinya: dan
segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
(QS. Adz-Dzariyat/51: 49)

Keluarga merupakan unit terkecil dalam struktur masyarakat yang dibangun di atas
perkawinan/pernikahan yang terdiri dari ayah/suami, ibu/isteri, dan anak. Pernikahan sebagai
salah satu proses pembentukan sutu keluarga, merupakan perjanjian sakral (mitsaqan
ghalidha) antara suami dan isteri. Perjanjian sakral ini, merupakan prinsip universal yang
terdapat dalam semua tradisi keagamaan. Dengan ini pula pernikahan dapat menuju
terbentuknya rumah tangga yang sakinah. Keluarga sebagai kelompok pertama yang dikenal
individu, memiliki beberapa fungsi, antara lain: Fungsi biologis, fungsi edukatif, fungsi
religius, fungsi protektif, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomis dan fungsi rekreatif.

D. Hubungan Timbal Balik Orang Tua dan Anak


1. Akhlak Orang Tua Kepada Anak

Dalam ajaran Islam diatur bagaimana hubungan antara anak-anaknya serta hak dan
kewajiban mnasing-masing. Orang tua harus mengikat hubungan yang harmonis dan penuh
kasih sayang dengan anak-anaknya. Sebaik-baik orang tua adalah orang tua yang mampu
membuat anaknya menjadi generasi rabbani, yang memiliki akhlak dan adab seperti
Rasulullah SAW. Poin yang terpenting adalah teladan dari orang tuanya.

10
Para pakar pendidikan sering mengatakan bahwa ketika orang tua mengajarkan adab
kepada anaknya, walaupun sebelumnya ia juga belum melakukan adab itu, dengan belajar
adab tersebut bersama anaknya, maka hal itu bisa berubah menjadi kebiasaan dalam beradab.
Hal ini akan berujung pada terbentuknya karakter yang bagus.

Keberhasilan anak bukan karena guru, tapi dengan orang tuanya. Anak berprestasi
bukan karena gurunya, tapi karena orang tuanya sudah mencetak generasi yang seperti itu.
Sebaik-baik orang tua adalah orang tua yang mampu membuat anaknya menjadi generasi
rabbani, yang memiliki akhlak dan adab seperti Rasulullah SAW.

Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa :9

۟ ُ‫وا ٱهَّلل َ َو ْليَقُول‬


‫وا قَوْ اًل َس ِديدًا‬ ۟ ُ‫وا َعلَ ْي ِه ْم فَ ْليَتَّق‬
۟ ُ‫ض ٰ َعفًا خَ اف‬ ۟ ‫ش ٱلَّ ِذينَ لَوْ ت ََر ُك‬
ِ ً‫وا ِم ْن َخ ْلفِ ِه ْم ُذ ِّريَّة‬ َ ‫َو ْليَ ْخ‬

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan
keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)-
nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka
berbicara dengan tutur kata yang benar”. (QS. An-Nisa’:9)

Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak meninggalkan anak dalam
keadaan lemah. Lemah dalam hal ini adalah lemah dalam segala aspek kehidupan, seperti
lemah mental, psikis, pendidikan, ekonomi terutama lemah iman (spiritual). Anak yang lemah
iman akan menjadi generasi tanpa kepribadian. Jadi, semua orang tua harus memperhatikan
semua aspek perkembangan anak, baik dari segi perhatian, kasih sayang, pendidikan mental,
maupun masalah akidah atau keimananya.

Oleh karena itu, para orang tua hendaklah bertakwa kepada Allah, berlaku lemah
lembut kepada anak, karena sangat membantu dalam menanamkan kecerdasan spiritual pada
anak. Keadaan anak ditentukan oleh cara-cara orang tua mendidik dan membesarkannya.

Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam peranannya
mendidik anak, antara lain:

 Orang tua sebagai panutan


 Orang tua sebagai motivator anak
 Orang tua sebagai cermin utama anak

11
 Orang tua sebagai fasilitator anak
2. Akhlak Anak terhadap Orang Tua

Orang tua adalah perantara perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kita pun
tidak akan pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai dengan kebaikan dan
kenikmatan yang tak terhingga banyaknya, berbagai rizki yang kita peroleh dan kedudukan
yang kita raih. Orang tua sering kali mengerahkan segenap jerih paya mereka untuk
menghindarkan bahaya dari diri kita. Mereka bersedia kurang tidur agar kita bisa beristirahat.
Mereka memberikan kesenangan-kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri.
Mereka memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang sulit kita
bayangkan.

Menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin terjadi
kecuali dari jiwa yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan tidak bisa diharap menjadi baik.
Sebab, seandainya seseorang tahu bahwa kebaikan dan petunjuk Allah SWT mempunyai
peranan yang sangat besar, berbuat baik kepada orang adalah kewajiban dan semestinya
mereka diperlakukan dengan baik, bersikap mulia terhadap orang yang telah membimbing,
berterima kasih kepada orang yang telah memberikan kenikmatan sebelum dia sendiri bisa
mendapatkannya, dan yang telah melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang tak mungkin
bisa di balas. Orang tua adalah orang-orang yang bersedia berkorban demi anaknya, tanpa
mempedulikan apa balasan yang akan diterimanya.

a. Kewajiban kepada ibu

Ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung, maka bapak pun
merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkannya, mendidiknya dan menyekolahkannya, di
sanping usaha ibu. Kalau mulai mengandung sampai masa muhariq (masa dapat membedakan
mana yang baik dan buruk), seorang ibu sangat berperan, maka setelah mulai memasuki masa
belajar, ayah lebih tampak kewajibannya, mendidiknya dan mempertumbuhkannya menjadi
dewasa, namun apabila dibandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, mulai mengandung
sampai dewasa dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap putranya, maka secara
perbandingan, tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas ibu dari pada tugas ayah.
Coba bandingkan, banyak sekali yang tidak bisa dilakukan oleh seorang ayah terhadap
anaknya, yang hanya seorang ibu saja yang dapat mengatasinya tetapi sebaliknya banyak
tugas ayah yang bisa dikerjakan oleh seorang ibu. Barangkali karena demikian inilah maka
penghargaan kepada ibunya. Walaupun bukan berarti ayahnya tidak dimuliakan, melainkan

12
hendaknya mendahulukan ibu daripada mendahulukan ayahnya dalam cara memuliakan orang
tua.

Rasulullah SAW bersabda :

ُّ ‫ َم ْن َأ َح‬،ِ‫يَا َرسُوْ َل هللا‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل‬


ِ َّ‫ق الن‬
‫اس بِ ُحس ِْن‬ َ ِ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل َجا َء َر ُج ٌل ِإلَى َرسُوْ ِل هللا‬ ِ ‫ع َْن َأبِ ْي هُ َر ْي َرةَ َر‬
َ‫ قَا َل َأبُوْ ك‬،‫ال ثُ َّم َم ْن‬ َ َ‫ ق‬،َ‫ قَا َل ثُ َّم َم ْن؟ قَا َل ُأ ُّمك‬،َ‫ قَا َل ثُ َّم َم ْن؟ قَا َل ُأ ُّمك‬،َ‫ال ُأ ُّمك‬
َ َ‫ص َحابَتِي؟ ق‬ َ

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus
berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang
tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam
menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau
menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan
Muslim no. 2548)

Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih
sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang
ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara
kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan
pengertian tersebut. Karena kesulitan dalam menghadapi masa hamil, kesulitan ketika
melahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh
seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah
tidak memilikinya.

b. Berbuat baik kepada ibu dan bapak

Seorang anak menurut ajaran Islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya,
dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai si anak menyinggung perasaan orang
tuanya, walaupun seandainya orang tua berbuat dzalim kepada anaknya, dengan melakukan
yang tidak semestinya, maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas,
mengimbangi tidak baikan orang tua kepada anaknya, Allah SWT tidak meridhainya sehingga
orang tua itu meridhainya.

Allah berfirman Firman Surat Al-Luqman : 14


13
ِ ‫ي ْال َم‬
‫صي ُر‬ َّ َ‫ك ِإل‬ َ ِ‫ص ْينَا اِإْل ْن َسانَ بِ َوالِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ ُأ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َو ْه ٍن َوف‬
َ ‫صالُهُ فِي عَا َم ْي ِن َأ ِن ا ْش ُكرْ لِي َولِ َوالِ َد ْي‬ َّ ‫َو َو‬

Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu”. (QS.Luqman:14)

Menurut ukuran secara umum, orang tua tidak sampai akan menganiaya kepada
anaknya. Kalaulah itu terjadi penganiayaan orang tua kepada anaknya adalah disebakan
perbuatan si anak itu sendiri yang menyebabkan marah dan penganiayaan orang tua kepada
anaknya. Di dalam kasus demikian seandainya si orang tua marah kepada anaknya dan
berbuat aniaya sehingga ia tiada ridha kepada anaknya, Allah SWT pun tidak meridhai si anak
tersebut lantaran orang tua.

c. Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah

Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap si
anak. Dalam hal berkata pun demikian. Apabila si ibu sering menggunakan kata-kata halus
kepada anaknya, si anak pun akan berkata halus. Kalau si ibu atau ayah sering
mempergunakan kata-kata yang kasar, si anak pun akan mempergunakan kata-kata kasar,
sesuai yang digunakan oleh ibu dan ayahnya. Sebab si anak mempunyai insting menir yang
lebih mudah ditiru adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu orang tua, terutama ibunya.
Agar anak berlaku lemah lembut dan sopan kepada orang tuanya, harus dididik dan diberi
contoh sehari-hari oleh orang tuanya bagaimana si anak berbuat, bersikap, dan berbicara.
Kewajiban anak kepada orang tuanya menurut ajaran Islam harus berbicara sopan, lemah-
lembut dan mempergunakan kata-kata mulia.

Sebagai pedoman dalam memberikan perlakuan yang baik kepada kedua orang tua,
ingatlah Firman Allah dalam surah Al Isra ayat 23 dan 24 sebagai berikut :

َ ‫ك َأاَّل تَ ْعبُد ُٓو ۟ا ِإٓاَّل ِإيَّاهُ َوبِ ْٱل ٰ َولِ َد ْي ِن ِإحْ ٰ َسنًا ۚ ِإ َّما يَ ْبلُغ ََّن ِعن َد‬
‫ك ْٱل ِكبَ َر َأ َح ُدهُ َمٓا َأوْ ِكاَل هُ َما فَاَل تَقُل لَّهُ َمٓا ُأفٍّ َواَل تَ ْنهَرْ هُ َما َوقُل‬ َ َ‫َوق‬
َ ُّ‫ض ٰى َرب‬
‫لَّهُ َما قَوْ اًل َك ِري ًما‬

Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
14
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan
yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil".

Seorang anak yang durhaka terhadap ibu atau bapaknya tidak akan mendapatkan ridho
dari Allah SWT. Hadits tentang berbakti kepada kedua orang tua juga diriwayatkan oleh HR.
Tirmidzi yang berbunyi: "Ridho Allah itu tergantung ridho kedua orang tua dan murka Allah
juga tergantung kepada murka kedua orangtua." (HR. Tirmidzi).

d. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia

Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah tiada.
Dalam hal ini menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW,
yang diriwayatkan oleh Abu Usaid.

Artinya: ”Kami pernah berada pada suatu majelis bersama Nabi, seorang bertanya kepada
Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah keduanya meninggal
dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua orang tuaku. “Rasulullah SAW
bersabda: ”Ya, ada empat hal :”mendoakan dan memintakan ampun untuk keduanya,
menempati / melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman kedua orang tua,
dan bersilaturahim yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang kecuali karena kedua
orang tua”.

Hadist ini menunjukkan cara kita berbuat baik kepada ibu dan ayah kita, apabila
beliau-beliau itu sudah tiada yaitu:

 Mendoakan ayah ibu yang telah tiada dan meminta ampunan kepada Alloh SWT dari
segala dosa orang tua kita.
 Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji
kepada seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut.
Umpamanya beliau akan naik haji, yang belum sampai melaksanakannya, maka
kewajiban anaknya menunaikan haji orang tua tersebut.

15
 Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Di waktu hidupnya ibu atau ayah
mempunyai teman akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan temannya
dalam bermasyarakat. Maka untuk berbuat kebajikan kepada kedua orang tua kita
yang telah tiada, selain tersebut di atas, kita harus memuliakan teman ayah dan ibu
semasa ia masih hidup.
 Bersiaturahmi kepada orang yang kita mempunyai hubungan karena kedua orang tua.
Maka terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah atau ibu sewaktu masih hidup,
maka hal itu termasuk berbuat baik kepada ibu dan bapak kita yang sudah meninggal
dunia.

Akhlak anak terhadap kedua orang tua menurut al-Ghazali masih relevan bagi pemuda
Islam pada masa sekarang, karena berdasarkan atas al-Qur'an dan Hadits. Akan tetapi anak
yang diterlantarkan orang tua sejak kecil, membuat mereka tidak dapat menghayati tanggung
jawab orang tua terhadapnya, tanggung jawab anak terhadap orang tua terhadap anak dan
akan menyebabkan mereka tidak berbuat baik kepada orang tua. Sayangilah, cintailah,
hormatilah, patuhlah kepadanya rendahkan dirimu, sopanlah kepadanya. Oleh karena itu
orang tua dan anak harus sama-sama memperhatikan tanggung jawab dan haknya masing-
masing, antara hak-hak orang tua terhadap anak dan sebaliknya, supaya akhlak atau etika anak
terhadap kedua orang tua berjalan dengan baik dan sesuai dengan ajaran agama.

E. Hubungan Timbal Balik dengan Kerabat


Menjalin hubungan baik dengan karib kerabat adalah bentuk ihsan kepada mereka, bahkan
Allah Swt. menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan silaturahmi dengan perusak
di muka bumi. Allah Swt. berfirman:

“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi
dan memutuskan hubungan kekeluargaan.” (Q.S. Muhammad/47:22).

Silaturahmi merupakan kunci mendapatkan keridhaan Allah Swt. Sebab paling utama
terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah karena terputusnya hubungan
silaturahmi. Dalam hadis qudsi, Allah Swt. berfirman:

“Aku adalah Allah, Aku adalah Rahman, dan Akut elah menciptakan rahim yang Kuberi
nama bagian dari nama-Ku. Maka, barang siapa yang menyambungnya, akan
Kusambungkan pula baginya dan barang siapa yang memutuskannya, akan Kuputuskan

16
hubungan Ku dengannya.” (HR. At-Tirmizi)

17
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak pribadi terhadap diri sendiri meliputi kewajiban terhadap dirinya disertai dengan
larangan merusak, membinasakan dan menganiaya diri sendiri baik secara jasmani maupun
secara rohani. Akhlak terhadap diri sendiri intinya memperlakukan diri sebaik-baiknya.

Bagian akhlak al-fardiyah ada 4 yaitu:

 Akhlak Al-awamir (Yang di Perintah)


 Akhlak An-nawahi (Yang di Larang)
 Akhlak Al-mubahat (Yang di Perbolehkan)
 Akhlak Al-mukhalafah bi-al idhthirar (Akhlak dalam Keadaan Darurat)

Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu
kelompok terkecil dalam masyarakat. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan
berbagai macam kepribadiannya dalam masyarakat.

Dalam ajaran Islam diatur bagaimana hubungan antara hubungan timbal balik antara anak
dan orang tua serta hak dan kewajiban mnasing-masing. Orang tua harus mengikat hubungan
yang harmonis dan penuh kasih sayang dengan anak-anaknya. Sebaik-baik orang tua adalah
orang tua yang mampu membuat anaknya menjadi generasi rabbani, yang memiliki akhlak
dan adab seperti Rasulullah SAW.

Menjalin hubungan baik dengan karib kerabat adalah bentuk ihsan kepada mereka, bahkan
Allah Swt. menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan silaturahmi dengan perusak
di muka bumi. Allah Swt. berfirman: “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan
membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan.” (Q.S.
Muhammad/47:22).

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan tetapi
pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi.

18
DAFTAR PUSAKA

1. Makalah tentang akhlak dan ruang ligkupnya


2. https://www.99.co/blog/indonesia/contoh-akhlakul-karimah/
3. https://www.bloggerkalteng.id/p/dalam-suatu-keluarga-keutuhan-sangat.html?m=1
4. Buku Akhlak Menjadi seorang muslim berakhlak mulia.

19
LAMPIRAN
No. Nama 25% 50% 75% 100% Keterangan
1. Hiva Akhiriyah Mencari materi & ngetik
2. Niar Runnisa Mencari Materi
3. Mendy Amir Sakit
4. M Faiz Al-fahri
5. Riyadussolihin

Tugas Diskusi

Moderator : Hiva Akhiriyah


Pemakalah : Riyadussolihin
M Faiz Al-fahri
Penyanggah : Mendy Amir
Notulen : Niar Runnisa

20

Anda mungkin juga menyukai