Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH AGAMA

AKHLAK DAN TASAWUF

Dosen Pengampuh : Muamal Gadafi, S.Ag.,M.Pd


DISUSUN OLEH :

1. RAKHMATULLAH SYAWAL (J1A122165)


2. RISTI (J1A122173)
3. RIZKI AMELIA EKA PUTRI (J1A122175)
4. ROSMAWATI (J1A122177)
5. SABRINA PUTRI MEYLANI (J1A122179)
6. SABRINA SALSABILAH (J1A122180)
7. SALWA SAFITRA (J1A122181)
8. SARNI TIA (J1A122182)
9. SUCI PUTRIANA (J1A122193)
10. SUNARTIN (J1A122194)
11. WA ODE ELSA MARFI (J1A122201)
12. YUSNIAR PURNAMA SAFAR (J1A122208)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat
limpahan dan karunia-Nya makalah yang berjudul “Akhlak dan Tasawuf” dapat
terselesaikan dengan baik. Makalah ini kami buat sebagai kewajiban untuk
memenuhi tugas mata kuliah Agama.
Melalui kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu hingga makalah ini dapat terselesaikan.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi informasi, susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima saran dan kritik dari
pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sangat berharap bahwa semoga makalah ini dapat
memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan informasi bagi semua pihak.

Kendari, 12 Desember 2022

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak dan Tasawuf................................................. 3
B. Kajian-Kajian Akhlak Tasawuf................................................... 7
C. Hubungan Akhlak dan tasawuf................................................... 9
D. Kedudukan Akhlak dan Tasawuf Dalam Islam........................... 11
E. Aliran-Aliran Dalam Perkembangan Tasawuf............................ 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 23
B. Saran............................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut
harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan
perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan
berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri
dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang
sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat.
Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari
akhlak.
Secara historis dan teologis, akhlak dapat memadu perjalan hidup manusia
agar selamat di dunia dan akhirat. Tidakkah berlebihan bila misi utama kerasulan
Muhammad SAW. adalah untuk menyempurnakan akhlak  manusia. Sejarah pun
mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain
karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah
dalam Al-Qur’an.
Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta
agar  akhlak dan keluhuran  budi Nabi Muhamad SAW. itu dijadikan contoh
dalam kehidupan di berbagai bidang. Mereka yang mematuhi permintaan ini
dijamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian akhlak dan tasawuf?
2. Apa saja kajian-kajian akhlak tasawuf?
3. Bagaimana hubungan akhlak dan tasawuf?
4. Bagaimana kedudukan akhlak dan tasawuf dalam islam?
5. Apa saja aliran – aliran yang ada dalam perkembangan tasawuf?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian akhlak dan tasawuf
2. Untuk mengetahui kajian-kajian akhlak tasawuf
3. Untuk mengetahui hubungan akhlak dan tasawuf
4. Untuk mengetahui kedudukan akhlak dan tasawuf dalam islam
5. Untuk mengetahui aliran-aliran yang ada dalam perkembangan tasawuf

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak dan Tasawuf


Akhlak berasal dari kata khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku, atau tabiat. Sedangkan secara istilah akhlak adalah tabiat atau sifat
seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut
benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan
mudah dan spontan tanpa dipikirkan. Istilah akhlak sebenarnya memiliki banyak
makna sebagaimana yang dikemukakan berikut :
1. Ibnu Manzur, mengatakan bahwa akhlak pada hakikatnya adalah dimensi
esoterik manusia yang berkenan dengan jiwa, sifat, dan karakteristiknya secara
khusus, yang hasanah (baik) maupun yang qabibah (buruk)
2. Imam Al-Ghazali, mengatakan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam
dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah
dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)
3. Ibnu Maskawaih, mengatakan bahwa akhlak adalah suatu keadaan bagi jiwa
yang mendorong untuk melakukan tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa
melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi menjadi dua: ada yang
berasal dari tabiat aslinya, adapula yang diperoleh dari kebiasaan yang
berulang-ulang.
4. Ibrahim Anis mengungkapkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa, yang dengannya lahir macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
5. Abdul Karim Zaidan mengatakan bahwa akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-
sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya
seseorang dapat menilai perbuatan baik atau buruk, untuk kemudian memilih
melakukan atau meninggalkannya.

3
6. Ahmad Mubarok mengemukakan bahwa akhlak adalah keadaan batin
seseorang yang menjadi sumber lahirnya perbuatan dimana perbuatan itu lahir
dengan mudah tanpa memikirkan untung dan rugi.

Adapun secara substansial akhlak itu memiliki lima ciri, yaitu:


1. Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang
sehingga menjadi kepribadian.
2. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.
Ini tidak berarti bahwa saat melakukan suatu perbuatan, yang bersangkutan
dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur, atau gila.
3. Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya, tanpa adanya paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan, dan
keputusan yang bersangkutan.
4. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-
main atau karena bersandiwara.
5. Akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan dengan
ikhlas semata-mata karena Allah SWT, bukan karena ingin mendapatkan
pujian.

Secara etimologi, pengertian tasawuf dapat dimaknai menjadi beberapa


macam, yaitu sebagai berikut
1. Tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan ahl ash-shuffah yang
berarti sekelompok orang di masa Rasulullah yang banyak berdiam di serambi-
serambi masjid dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada
Allah. Mereka adalah orang-orang yang ikut pindah dengan Rasulullah dari
Mekah ke Madinah, kehilangan harta, berada dalam keadaan miskin, dan tidak
mempunyai apa-apa. Mereka tinggal di masjid Rasulullah dan duduk di atas
bangku batu dengan memakai pelana sebagai bantal. Pelana disebut shuffah
dan kata sofa dalam bahasa-bahasa di Eropa berasal dari kata ini.

4
2. Tasawuf berasal dari kata shafa’ yang artinya suci. Kata shafa' ini berbentuk fi'l
mabni majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan huruf ya’nisbah yang
berarti sebagai nama bagi orang-orang yang bersih atau suci.
3. Tasawuf berasal dari kata shaff. Makna shaff ini dinisbahkan kepada orang-
orang yang ketika shalat selalu berada di shaf (barisan) terdepan. Sebagaimana
halnya shalat di shaf pertama mendapat kemuliaan dan pahala, maka orang-
orang penganut tasawuf ini dimulakan dan diberi pahala oleh Allah
4. Ada yang menishahkan tasawuf berasal dari Bahasa Yunani, yaitu shopos.
Istilah ini disamakan maknanya dengan kata hikmah yang berarti kebijak-
sanaan. Pendapat ini dikemukakan oleh Mirkas, kemudian diikuti oleh Jurji
Zaidan dalam kitabnya, Adab Al-Lughah Al-'Arabiyyah, Disebutkan bahwa
para filsuf Yunani dahulu telah memasukkan pemikirannya yang mengandung
kebijaksanaan di dalam buku-buku filsafat. Ia berpendapat hahwa istilah
tasawuf tidak ditemukan sebelum masa penerjemahan kitab-kitab yang
berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Pendapat ini kemudian didukung
juga oleh Nouldik, yang mengatakan bahwa dalam penerjemahan dari bahasa
Yunani ke bahasa Arab terjadi proses asimilasi. Misalnya, orang Arab
mentransliterasikan huruf sin menjadi huruf shad seperti dalam kata tasawuf
menjadi tashawuf
5. Tasawuf berasal dari kata shuf. Artinya ialah kain yang terbuat dari bulu wol.
Namun, kain wol yang dipakai adalah wol kasar, bukan wol halus sebagaimana
kain wol sekarang. Memakai wol kasar pada waktu itu adalah simbol
kesederhanaan. Lawannya adalah memakai sutra. Kain itu dipakai oleh orang-
orang mewah di kalangan pemerintahan yang hidupnya mewah. Para penganut
tasawuf ini hidupnya sederhana, terapi berhati mulia, menjauhi pakaian sutra,
dan memakai wol kasar.
Inilah lima teori tentang asal-usul kata tasawuf. Dari lima teori ini, teori
yang paling banyak disetujui, yaitu bahwa kata tasawuf berasal dari kata shaf yang
artinya kain yang terbuat dari bulu wol.

5
Pengertian tasawuf menurut beberapa para ahli :
1. Ma'ruf Al-Karkhi (w. 200 H)
"Tasawuf menekankan hal-hal yang hakiki dan mengabaikan sejala apa
yang ada pada makhluk. Barangsiapa yang belum bersungguh-sungguh dengan
kefakiran, berarti belum bersungguh-sungguh dalam bertasawuf."
2. Abu Hamzah
"Tanda sufi yang benar adalah berpikir setelah ia kaya, merendahkan. diri
setelah ia bermegah-megah, dan menyembunyikan diri setelah ia terkenal.
Sementara itu, tanda sufi yang palsu adalah kaya setelah ia berpikir, bermegah-
megah setelah ia merendahkan diri, dan tersohot setelah ia bersembunyi
3. Al-Junaidi
Tasawuf ialah membersihkan hati dari yang mengganggu perasaan, berjuang
menanggalkan pengaruh insting, memadamkan kelemahan, menjauhi seruan
hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, bergantung pada ilmu-ilmu
hakikat, memakai barang yang penting dan lebih kekal, menaburkan nasihat
kepada semua manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat,
serta mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syariat."
4. Syaikh Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa Al-Fathani
"Para sufi memakai pakaian yang terbuat dari bulu. Mereka tidak mau
menyerupai kebanyakan orang yang selalu bermegah-megah dengan pakaian
yang serba indah. Mereka merasa cukup dengan berpakaian seperti itu, karena
sekadar menutup aurat.
5. Syaikh Abu Muhammad Sahl bin Abdullah At-Tustari
"Sufi ialah orang yang bersih dari kotoran, penuh pemikiran, dan hanya
memuatkan semata-mata pada Allah. Baginya, antara harta benda dan tanah liat
bernilai sama.
6. Ibnu Khaldun
"Tasawuf semacam ilmu syariat yang timbul kemudian di dalam agama.
Asalnya adalah tekun beribadah, memutuskan pertalian terhadap segala sesuatu
kecuali Allah, hanya menghadap-Nya, dan menolak perhiasan dunia. Selain itu,
membenci perkara yang selalu memperdaya orang banyak, sekaligus menjauhi

6
kelezatan harta, dan kemegahannya. Tambahan pula, tasawuf juga berarti
menyendiri menuju jalan Tuhan dalam khalwar dan ibadah,"

B. Kajian-Kajian Akhlak Tasawuf


Orisinalitas tasawuf harus tetap berjalan kelindan dengan dua aspek yang
mendahuluinya, yaitu berlandaskan akidah (tauhid) dan syariat (fikih). Begitu
juga sebaliknya, domain akidah dan fikih tidak boleh lepas kendali dari tasawuf.
Tidak boleh dan tidak bias kemudian berjalan sendiri-sendiri. Idealitas ajaran dan
kajian Islam adalah menampilkan ketiga domain tersebut secara bersama-sama
dan tidak berat sebelah. Orisinalitas ajaran dan kajian Islam, khususnya tasawuf,
yang ideal dapat dilihat sebagai berikut.
1. Tauhid
Tauhid adalah mengesakan Allah Swt. Dalam ibadah dan mohon pertolongan.
Seorang muslim hanya beribadah kepada Allah dan hanya memohon
pertolongan kepada Allah. Kehidupan sufistik adalah yang berlandaskan
tauhid yang intinya dapat tercakup dalam empat perkara.
a. Tidak mencari Tuhan selain Allah.
b. Tidak mengambil wali selain Allah.
c. Tidak mengharap hukum selain hukum Allah.
d. Tidak mengharap keridaan selain dari Allah.
2. Harus senatiasa melandaskan segala amalannya dengan syariat (fikih). Karena
syarat diterimanya sebuah amalan adalah harus memenuhi dua syarat, yaitu
keikhlasah kepada Allah Swt. Semata dan harus sesuai dengan tuntunan Nabi
Saw. Sebagai mana sabda Nabi, “Barang siapa yang mengada-adakan
sesuatu dalam urusan agama kami, yang tidak kami perintahkan atasnya,
maka hal itu ditolak”(HR Bukhari dan Muslim).
3. Menjaga Keseimbangan
Muslim adalah orang yang dapat menjaga keseimbangan dalam beribadah dan
menjalani kehidupannya. Kegiatan untuk akhirat dan amal ibadahnya tidak
sampai berlebihan dan tidak sampai melupakan urusan dunianya, apalagi hak-
hak orang lain. Shalat, puasa, zakat, haji, berdzikir, tapi tidak juga mencari

7
nafkah, bercanda dengan keluarga, dan olahraga. Dalam hal ini, ada hadis
Nabi tentang sikap beliau terhadap sahabatnya yang salah memahami ajaran
sehingga ada yang ingin puasa terus tanpa berbuka, ada yang ingin qiyam al-
lail tanpa istirahat, dan ada yang tidak ingin menikah. Nabi bersabda,
“Sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa kepada allah swt.,
tetapi aku puasa juga berbuka, aku qiyam al-lail juga tidur, dan aku juga
menikahi wanita. Dan barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka
bukan termasuk golonganku” (HR Bukhari dan Muslim).
4. Berkesinambungan
Setiap nafas seorang muslim hendaknya harus dipenuhi dzikir dan bernilai
ibadah. Perintah-perintah ibadah yang ada, seperti shalat lima waktu, shalat
Jum’at, shalat hari raya, dan haji, itu semua menuntun muslim untuk menjaga
hubungan yang ber- kesinambungan dan tidak terputus dengan Allah.
5. Mudah dan Luas
Ibadah dalam islam itu sifatnya memang berkesinambungan, tetapi ada
kemudahan dan tidak ada pemaksaan untuk melakukan amalan yang di luar
kemampuan hamba. Kehidupan ruhani dalam ajaran islam juga kita dapatkan
adanya kelonggaran bagi seorang muslim sesuai dengan tingkat keimanannya
dan kemampuannya. Dengan demikian, kita dapat kelonggaran islam bagi
orang yang hanya sanggup menjaga amalan yang wajib-wajib. Islam tidak
menutup jalan bagi para pendosa yang ingin bertaubat. Disamping para
pemilik keimanan yang tinggi, seperti sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan
Ali yang sanggup melaksanakan amalan-amalan sunnah sebagai tambahan.
6. Beragam
Seorang muslim dapat menjadikan segala amalan hidupnya bernilai ibadah.
Dalam Islam ada ibadah badaniah (bersifat lahir) dan ibadah qalbiah (bersifat
batin). Ada perintah dan larangan. Ada yang wajib, sunnah, haram, makruh,
dan mubah. Itu semua menuntut seorang muslim untuk dapat memerhatikan
hal-hal prioritas dalam beramal. Contohnya, bersedekah kepada tetangganya
yang membutuhkan lebuh diutamakan daripada melaksanakan ibadah haji
sunnah.

8
7. Universal dan Dinamis
Seorang muslim hendaknya memahami keuniversalan ajaran islam tidak
hanya sebatas dalam amalan ibadah. Segala aspek kehidupan yang mencakup
urusan dunia atau akhirat harus berlandaskan jaran islam. Seorang muslim
tidak boleh memisahkan antara masalah ibadah, politik, ekonomi, social, dan
budaya.
8. Konteksual
Jika tasawuf selama ini diselaraskan dengan kehidupan yang sangat
privatindividual, statis, dan jauh dari kemajuan, kiranya hal tersebut mendapat
keritik. Sebab, tasawuf dalam perjalanan sejarahnya yang panjang, justru telah
membuktukan senantiasa dinamis dan kontekstual.

C. Hubungan Akhlak Dan Tasawuf


Hubungan antara akhlak  dan tasawuf sangatlah erat, bisa dikaitkan dua
seperti mata  uang, karna untuk mencapai ilmu yang mulia diperlukan proses-
proses yang biasanya dilakukan oleh kalangan mutashawwiyah (pengamal
tasawuf). Sementara yang terpenting dalam tasawuf adalah pencapaian akhlak
yang mulia disamping hal-hal yang terkait dalam kebutuhan.
Apa yang dilakukan kalangan mutashawwiyah akhirnya akan membuahkan
pada akhlak mulia. Namun demikian tidak semua kajian dan pengalaman tasawuf
masuk kebidang akhlak. Tasawuf memfokuskan pada dataran tazkiyah al-
nafs (penyucian jiwa) membersihkan diri dari sifat madzmumah (tercela) dan
menghiasi akhlak dengan akhlak mahmudah.
Ilmu tasawwuf pada umumnya dibagi menjadi tiga,
1. Tasawuf Falsafi
Adalah tasawuf yang ajarannya memadukan antara visi dan mistis dan
rasional sebagai penggagasannya. Pada tasawuf falsafi pendekatan yang
digunakannya adalah pendekatan rasio atau akal pikiran, karna dalam tasawuf
ini menggunakan bahan-bahan kajian atau pemikiran yang terdapat dikalangan
filosof. Seperti filsafat tentang tuhan, manusia, hubungan manusia dengan
tuhan dan lain sebagainya.Tasawuf falsafi ini mulai muncul dengan jelas dalam

9
Islam sejak abad VI Hijriyah, meskipun para tokohnya baru dikenal dan
berkembang, terutama dikalangan para sufi yang juga seorang filosof.
2. Tasawuf Akhlaki
Adalah tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa
yang diformulasikan pada pengaturan sikap dan mental dan pendisiplinan
tingkah laku yang ketat guna mencapai kebahagiaan yang optimum. Pada
tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang
tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari perbuatan buruk),
tahalli (menghiasinya dengan akhlak terpuji), tajalli (terbukanya dinding
penghalang hijab)
3. Tasawuf Amali
Suatu ajaran dalam tasawuf yang lebih menekankan amalan-amalan
rohaniah dibandingkan teori. Yang mana dalam tasawuf ini bertujuan yang
sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menghapuskan segala
sifat tercela serta menghadap sepenuhnya kepada Allah SWT dengan berbagai
amaliah atau riyadhoh yang dilakukan. Seperti memperbanyak wirid, yang
selanjutnya mengambil bentuk tarekat.
Sebenarnya, tiga macam tasawwuf tadi punya tujuan yang sama, yaitu sama-
sama mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari
perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji (al-
akhlaq al-mahmudah), karena untuk menuju wilayah tasawwuf, seseorang harus
mempunyai akhlak yang mulia berdasarkan kesadarannya
sendiri. Bertasawwuf pada hakekatnya adalah melakukan serangkaian ibadah
untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Ibadah itu sendiri sangat berkaitan erat
dengan akhlak. Menurut Harun Nasution, mempelajari tasawwuf sangat erat
kaitannya dengan Al-Quran dan Al-Sunnah yang mementingkan akhlak. Cara
beribadah kaum sufi biasanya berimplikasi kepada pembinaan akhlak yang mulia,
baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Di kalangan kaum sufi dikenal
istilah altakhalluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah,
atau juga istilah al-ittishaf bi sifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat- sifat yang
dimiliki oleh Allah. Pada inti  ajaran tasawuf adalah keluhuran akhlak sebagai

10
manifestasi dalam ma’rifatullah (mengenal Allah), yang dalam hadits nabi disebut
dengan istilah ihsan: yaitu bagaimana seseorang dalam beribadah (bertindak,
bersikap, dan bertutur kata) selalu di awasi oleh allah.bertasawuf tanpa akhlak
adalah mustahil. Untuk itu, seorang sufi harus memiliki akhlak yang luhur, tidak
saja kepada Allah, tetapi juga kepada manusia dan seluruh makhluk-Nya. Islam
adalah agama yang sangat menjaga keseimbangan dalam beragama. Antara
kesalehan ritual dan individual dengan kesalehan sosial harus seimbang.
Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan
salah satu ajaran dari tasawwuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki
adalah mengisi kalbu (hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap
siksaan Allah.

D. Kedudukan Akhlak Dan Tasawuf Dalam Islam


Perilaku dan sikap baik dalam Islam sering disebut sebagai akhlak karimah,
akhlak yang bagus. Akhlak yang baik tentu akan menyenangkan orang lain.
Bukan, hanya itu akhlak yang baik justru akan memperindah pemiliknya. Karena
itu akhlak Islam mempunyai kedudukan dalam Islam. Beberapa yang bisa
disebutkan dalam masalah ini adalah, di antaranya:
1. Berhubungan Erat dengan Iman
Akhlak yang mulia termasuk salah satu cabang keimanan. Sebagaimana
disebutkan dalam hadits berikut:
ً‫ اِإْل ي َمانُ بِضْ ٌع َو َس ْبعُونَ َأوْ بِضْ ٌع َو ِستُّونَ ُش ْعبَة‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ َ‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ ق‬
َ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬:‫ال‬
‫ (روه البخاري‬.‫يق َو ْال َحيَا ُء ُش ْعبَةٌ ِم ْن اِإْل ي َما ِن‬ِ ‫ضلُهَا قَوْ ُل اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا ُ َوَأ ْدنَاهَا ِإ َماطَةُ اَأْل َذى ع َْن الطَّ ِر‬َ ‫فََأ ْف‬
‫ومسلم‬
Iman itu lebih dari tujuh puluh atau lebih dari enampuluh. Yang paling utama
adalah perkataan: “La ilaha illa Allah” dan yang terendah adalah
membersihkan gangguan dari jalanan dan rasa malu adalah satu cabang dari
iman.” (Hadits muttafaqun ‘alaihi, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Hadits tersebut menjelaskan bahwa malu termasuk dalam iman, tentunya
termasuk akhlak lainnya seperti sabar, jujur, syukur, pemurah, tawadhu’, dan
tawakal berupa akhlak mulia, yang Allah ta’ala dan Rasulullah SAW

11
perintahkan dalam al-Quran dan as-Sunnah. Menjadi keyakinan ahlussunnah
bahwa iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang. Kalau iman bertambah
berarti orang tersebut melaksanakan cabang-cabang keutamaan akhlak yang
mulia. Kalau iman turun berarti orang tersebut melakukan akhlak yang jelek
(yang tidak disenangi oleh Islam).

2. Akhlak mengangkat derajat seorang muslim, setelah takwa


‫ احمد و‬.‫ َو ِخيَا ُر ُك ْم ِخيَا ُر ُك ْم لِنِ َساِئ ِه ْم‬,‫ اَ ْك َم ُل ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ اِ ْي َمانًا اَحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا‬:ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬:‫ال‬
َ َ‫ع َْن اَبِى هُ َر ْي َرةَ ق‬
‫الترمذى و صححه‬
Abu Hurairah berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Orang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka dan
orang yang paling baik di antara kalian ialah orang yang paling baik terhadap
istrinya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, Tirmidzi menilainya sebagai hadits
sahih)
ِ ‫صلّى هللاُ َعلَ ْي ِه و َسلَّم ع َْن َأ‬
‫كثر َما يُ ْدخ ُل النَّاس ال َجنَّةَ ؟‬ َ ‫ ُسِئ َل رسو ُل هَّللا‬:‫رضي هَّللا عنه قال‬
َ ‫وعن أبي هُريرة‬
‫ حديث حسن صحيح‬:‫ « تَ ْقوى هَّللا ِ َو ُحسنُ ال ُخلُق (أخرجه الترمذ ىوقال‬:‫قال‬
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat rasulullah
pernah ditanya tentang amal yang paling banyak membuat orang masuk surga.
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Taqwa kepada Allah dan
akhlak yang baik.” (Hadits Shahih riwayat Tirmidzi, juga diriwayatkan oleh
Imam Ahmad. Lihat Riyadhus Shalihin no. 627, tahqiq Rabbah dan Daqqaq)
‫ إن الرجل ليدرك بحسن‬:‫ قال‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ عن النبي‬، ‫ ( عن عائشة‬:‫صلّى هللاُ َعلَ ْي ِه و َسلَّم‬
َ ‫كماقال‬
‫خلقه درجة القائم بالليل الظامئ بالهواجر) أخرجه الطبراني عن أبي أمامة‬
Aisyah mengabarkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Dengan akhlak yang baik maka seseorang akan bisa mencapai
derajat orang yang selalu shalat malam dan lapar di waktu
siang.” (HR.Thabrani)

12
3. Akhlak mulia akan mendekatkan seseorang dengan Rasulullah SAW di akhirat
kelak
‫ي َوَأ ْق َربِ ُك ْم ِمنِّي َمجْ لِسًا يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬
َّ َ‫ ِإ َّن ِم ْن َأ َحبِّ ُك ْم ِإل‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اَنَّهُ قَا َل‬ َ ِ ‫ع َْن َجابِ ٍر َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
. َ‫ي َوَأ ْب َع َد ُك ْم ِمنِّي َمجْ لِسًا يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة الثَّرْ ثَارُونَ َو ْال ُمتَ َش ِّدقُونَ فون َو ْال ُمتَفَ ْي ِهقُون‬ َّ َ‫ض ُك ْم ِإل‬َ ‫َأ َحا ِسنَ ُك ْم َأ ْخاَل قًا َوِإ َّن َأ ْب َغ‬
‫(روه الترمذى‬
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling
dekat kedudukannya denganku di hari kiamat kelak adalah orang yang terbaik
akhlaknya. Dan orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku pada hari
kiamat kelak adalah tsartsarun (orang yang banyak bicara), mutasyaddiqun
(orang yang berpura-pura fasih) dan mutafaihiqun.’ Sahabat berkata, ‘Ya
Rasulullah… kami sudah tahu arti tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa arti
mutafaihiqun?’ Beliau menjawab, ‘Orang yang sombong (ujub).’ (HR.
Tirmidzi no. 2018, ia berkata ‘hadits ini hasan gharib’. Hadits ini disahihkan
oleh Al-Albani dalam kitab Shahih Sunan Tirmidzi)

4. Akhlak yang baik memperberat timbangan di akhirat


‫ان َأ ْثقَ ُل ِم ْن‬
ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم ( َما ِم ْن َش ْي ٍء فِي اَ ْل ِمي َز‬:‫َوع َْن َأبِي اَلدَّرْ دَا ِء رضي هللا عنه قَا َل‬
َ ‫ق ) َأ ْخ َر َجهُ َأبُو دَا ُو َد َواَلتِّرْ ِم ِذيُّ َو‬
ُ‫ص َّح َحه‬ ِ ُ‫ُحس ِْن اَ ْل ُخل‬
Abu Darda' radhiyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda, "Tidak ada suatu amal perbuatan pun dalam timbangan yang
lebih berat daripada akhlak yang baik." (Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi.
Hadits sahih)

5. Rasulullah diutus untuk menyempurnakan Akhlak.


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫ق‬ َ ‫ت ُأِلتَ ِّم َم‬
ِ ‫صالِ َح اَأْل ْخاَل‬ ُ ‫ِإنَّ َمابُ ِع ْث‬
“Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia” (Hadits shahih lighairihi ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal
dengan lafadz ini dalam Musnad-nya 2/381, Imam Al Haakim dalam
Mustadrak-nya 2/613, dan Imam Al Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad
no. 273)

13
Ajaran Tasawuf dalam Islam, memang tidak sama kedudukan hukumnya
dengan rukun-rukun Iman dan rukun-rukun Islam yang sifatnya wajib, tetapi
ajaran Tasawuf bersifat sunnah. Maka Ulama Tasawuf sering menamakan
ajarannya dengan istilah Fadailu al-A‘mal‖ (amalan-amalan yang hukumnya lebih
afdhal, tentu saja maksudnya amalan sunnah yang utama)
Adapun kedudukan tasawuf dalam ajaran Islam adalah sebuah bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam itu sendiri. Karena memang dasar rujukan
dalam tasawuf adalah al-Qur’an, al-Sunnah dan al-Atsar (peninggalan) para ulama
terpercaya. Meskipun terdapat beberapa pendapat yang mengatakan bahwa hal itu
tidak termasuk bagian integral dari ajaran Islam, dengan mengemukakan
argumentasi sebagai berikut: 1) Tidak terdapat satupun kata Tasawuf dan Sufi
dalam Al-Qur’an maupun Hadits. 2) Banyak istilah Tasawuf yang sering
digunakan oleh Sufi, tidak ditemukan dalam Al-Qur’an dan Hadits. 3) Timbulnya
istilah Tasawuf  dan Sufi beserta dengan ajarannya, baru dikenal pada abad ketiga
Hijriyah dan 4) Ajaran Tasawuf yang diamalkan oleh orang Islam, mirip dengan
ajaran Mistik yang telah diamalkan oleh umat terdahulu.
Terlepas dari itu, Intisari dari sufisme adalah kesadaran akan adanya
komunikasi rohaniah antara manusia dan Tuhan. Bahkan dalam sejarah
perkembangan Islam secara menyeluruh, tasawuflah yang paling banyak merebut
perhatian dan hati masyarakat. Kajian-kajian tasawuf tidak lain adalah
mementingkan aktivitas untuk kebersihan batin dan kesucian jiwa, mementingkan
aktivitas untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (taqarrub) dan sampai
kepada-Nya. Dengan demikian, seluruh dimensi hidup dipenuhi dengan keadaan
jiwa yang selalu berdzikir mulai dari lisan, anggota tubuh, peredaran darah,
pikiran (akal/rasio), dan perasaan (hati serta keseluruhan aspek kejiwaan). Inilah
yang membuat hidup seseorang selalu istiqamah, stabil, penuh dengan motivasi
dan optimis. 
Secara Hierarki dan kedudukannya dalam ilmu – ilmu islam, tasawuf berada
pada tingkatan pembentukan akhlak dan karakter manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Tasawuf adalah aspek ajaran Islam yang paling penting
karena peranan tasawuf merupakan jantung atau urat nadi pelaksanaan ajaran –

14
ajaran Islam. Tasawuf inilah yang merupakan kunci kesempurnaan amaliah ajaran
Islam.
Jadi kedudukan tasawuf dalam syari`at Islam. Pertama, sebagai metode atau
jalan untuk mendapatkan kelezatan dalam beribadah, karena tasawuf dipandang
sebagai salah satu metode untuk mendapatkan hal tersebut, sehingga kenikmatan
ibadah tidak akan didapat apabila orang-orang muslim tidak bertasawuf. Kedua,
sebagai metode untuk mencapai derajat ihsan, karena tasawuf mempunyai sumber
dan landasan yang kokoh, kuat dari ajaran Islam. Ketiga, tasawuf sebagai sarana
memperkuat mental, ketabahan dalam beribadah. Keempat, tasawuf sebagai
landasan dalam mengaplikasikan rasa syukur baik syukur secara lisan, tingkah
laku atau kemantapan hati dalam melaksanakan segala perintah Allah dan
menjauhi segala larangan Allah. Dan Kelima, tasawuf sebagai ruang untuk
menilai dan mempelajari serta menelaah kelemahan diri didalam melaksanakan
kewajiban atau perbuatan baik dan kesukaran dalam menjauhi serta meninggalkan
apa-apa yang dilarang oleh Islam.
Dalil yang menjelaskan tentang tasawuf yaitu :
1. Tingkatan Tawakkal yaitu dalam surah At-Thalak ayat 3 yaitu:
‫ْث اَل يَحْ ت َِس ۗبُ َو َم ْن يَّتَ َو َّكلْ َعلَى هّٰللا ِ فَهُ َو َح ْسبُهٗ ۗاِ َّن هّٰللا َ بَالِ ُغ اَ ْم ِر ٖ ۗه قَ ْد َج َع َل هّٰللا ُ لِ ُكلِّ َش ْي ٍء‬
ُ ‫َّويَرْ ُز ْقهُ ِم ْن َحي‬
‫قَ ْدرًا‬
Artinya : dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.
Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh,
Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.
2. Tingkatan Syukur dalam Q.S. Ibrahim ayat 7 yaitu;
‫َواِ ْذ تَا َ َّذنَ َربُّ ُك ْم لَ ِٕى ْن َشكَرْ تُ ْم اَل َ ِز ْي َدنَّ ُك ْم َولَ ِٕى ْن َكفَرْ تُ ْم اِ َّن َع َذابِ ْي لَ َش ِد ْي ٌد‬
Artinya : Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”
3. Tingkat Sabar berlandaskan Q.S. Al-Baqarah ayat 155 yaitu:
ّ ٰ ‫ت َوبَ ِّش ِر ال‬
َ‫صبِ ِر ْين‬ ِ ۗ ‫س َوالثَّ َم ٰر‬ ِ ْ‫ف َو ْالجُو‬
ٍ ‫ع َونَ ْق‬
ِ ُ‫ص ِّمنَ ااْل َ ْم َوا ِل َوااْل َ ْنف‬ ِ ْ‫َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم بِ َش ْي ٍء ِّمنَ ْالخَ و‬
Artinya : Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,

15
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar
gembira kepada orang-orang yang sabar,

E. Aliran-Aliran Yang Ada Dalam Perkembangan Tasawuf


Orang yang pertama memberikan perhatian kepada tumbuhnya aliran-aliran
dalam tasawuf Islam itu adalah Fakhruddin Al Razi. Secara garis besar, alam
pemikiran tasawuf dalam Islam telah melahirkan tujuh aliran besar. Ketujuh aliran
itu adalah :
1. Aliran Ittihad (bersatunya manusia dengan tuhan)
Ittihâd berasal dari kata ittahada-yattahid-ittihâd (dari kata wâhid) yang
berarti bersatu atau kebersatuan. Sedangkan ittihâd menurut Abû Yazîd al-
Busthâmî secara komprehensif maupun secara etimologis berarti integrasi,
menyatu, atau persatuan. Dan secara istilah, ittihâd merupakan pengalaman
puncak spiritual seorang sufi, ketika ia dekat, bersahabat, cinta, dan mengenal
Allah sedemikian rupa hingga dirinya merasa menyatu dengan
Allah. Ittihâd dicapai dengan beberapa proses (maqâmât) dengan tazkiyah al-
nafs hingga melewati mahabbah dan ma‘rifah kemudian mengalami fanâ’ dan
baqâ’ sebagai pintu gerbang menuju ittihâd. Dengan kata lain sebelum mengalami
ittihâd para sufi harus mengalami al-fanâ’ ‘an al-nafs dan al-baqâ’ bi
Allâh. Fanâ’ secara etimologis berarti keluruhan diri kemanusiaan, hancur, lenyap
dan hilang. Sedangkan baqâ’ secara etimologis berarti kekal, abadi, tetap dan
tinggal.
Dzunnun Almisry (245 H) adalah sufi yang pertama kalinya mengemukakan
faham ma`rifah dalam tasawuf dan dalam perkembangannya. Menurut Zun Nun,
bahwa ma`rifah yang hakiki adalah ma`rifah sifat wahdaniyyah yang bagi wali-
wali Allah secara khusus karena mereka menyaksikan Allah dengan hati mereka,
maka terbukalah bagi mereka apa-apa yang tidak terbuka bagi orang lainnya.
Dan ma’rifat adalah proses akhir, dan justru menjadi awal beragama secara sejati.
Inilah makna dari perkataan yang masyhur dari salah seorang sahabat Rasul Ali
r.a.: “Awaluddiina Ma’rifatullah”. Awalnya Ad-Diin adalah mengenal Allah.
Makrifat justru baru awalnya beragama, bukan tujuan. Karena dengan mengenal

16
Dia yang sebenarnya, barulah seseorang berinteraksi dengan Ad-Diin yang
sebenarnya pula.

2. Aliran Hulul (Inkarnasi)


Al-Hulul adalah kepercayaan bahwa Allah bersemayam di tubuh salah
seorang, yang kiranya bersedia untuk itu, karena kemurnian jiwanya dan kesucian
ruhnya. Di antara orang-orang yang menganut akidah dan kepercayaan ini ialah
Al-Hallaj. Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh
manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat
kemanusiaannya melalui fana. Menurut keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-
Luma' sebagai dikutip Harun Nasution, adalah paham yang mengatakan bahwa
Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di
dalamnya setelah kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Di dalam
teks Arab pernyataan tersebut berbunyi: "Sesungguhnya Allah memilih jasad-
jasad (tertentu) dan me-nempatinya dengan makna ketuhanan (setelah)
menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan". Paham bahwa Allah dapat mengambil
tempat pada manusia ini, bertolak dari dasar pemikiran al-Hallaj yang mengatakan
bahwa pada diri manusia terdapat dua sifat dasar yaitu lahut (ketuhanan) dan nasut
(kemanusiaan). Ini dapat dilihat dari teorinya mengenai kejadian manusia dalam
bukunya bernama al-thaiwasim. Sebelum Tuhan menjadikan makhluk, la hanya
melihat diri-Nya sendiri. Dalam kesendian-Nya itu terjadilah dialog antara Tuhan
dengan diri-Nya sendiri, yaitu dialog yang didalamnya tidak terdapat kata ataupun
huruf.
Tokoh yang mengembangkan paham al- Hulul, sebagaimana telah disebutkan
di atas, bahwa tokoh yang mengembangkan paham al-Hulul adalah al-Hallaj.
Nama lengkapnya adalah Husein bin Mansur al-Hallaj. la lahir tahun 244 H. (858
M.) di Negeri Baidha, salah satu kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggal
sampai dewasa di Wasith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia telah pergi
belajar pada seorang Sufi yang terbesar dan terkenal, bernama Sahl bin Abdullah
al-Tustur di Negeri Ahwaz. Selanjutnya ia berangkat ke Bashrah dan belajar pada
seorang sufi bernama Amr al-Makki, dan pada tahun 264 H. ia masuk kota

17
Baghdad dan belajar pada. al-Junaid yang juga seorang sufi. Selain itu ia pernah
juga menunaikan ibadah haji di Mekkah selama tiga kali. Dengan riwayat hidup
yang singkat ini jelas bahwa ia memiliki dasair pengetahuan tentang tasawuf yang
cukup kuat dan mendalam. Dalam perjalanan hidup selanjutnya ia pernah keluar
masuk penjara akibat konflik dengan ulama fikih. Pandangan-pandangan tasawuf
yang agak ganjil sebagaimana akan dikemukakan di bawah ini menyebabkan
seorang ulama fiqh bernama Ibn Daud al-Isfahani mengeluarkan fatwa untuk
membantah dan memberantas pahamnya. Al-lsfahani dikenal sebagai ulama fikih
penganut mazhab Zahiri, suatu mazhab yang hanya mementingkan zahir Nas ayat
belaka. Fatwa yang menyesatkan yang dikeluarkan oleh Ibn Daud itu sangat besar
pengaruhnya terhadap diri al-Hallaj, sehingga al-Hallaj ditangkap dan
dipenjarakan. Tetapi setelah satu tahun dalam penjara, dia dapat meloloskan diri
berkat bantuan seorang sifir penjara.

3. Aliran Ittishal
Aliran tasawuf Ittishal dikemukakan oleh para filsuf Islam terutama Al
Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajah, dan Ibnu Tufail. Abu Nasr Muhammad Al-Farabi
di dalam mengemukakan konsepsinya tentang tasawuf, tidak terlepas dari
keahliannya sebagi filsuf. Tasawuf menurut Al-Farabi, bukan hanya membahas
masalah amal untuk kebersihan jiwa, memerangi hawa nafsu, dan kelezatan
badaniyah saja, tetapi juga harus melalui akal dan pemikiran itu sendiri. Al-Farbi
memandang tingkat ma`rifah manusia dalam tasawuf adalah berjenjang naik dan
apabila manusia telah berada diatas jenjang Al-Aqlul Mustafad maka manusia
mampu menerima nur ketuhanan, berhubungan langsung dengan Al-Aqlul
Fa`al.di tingkat ini manusia tidak lagi berada dalam tingkat ijtihad tetapi telah
berda dalam tingkat pemberian Tuhan hingga dapat berhubungan langsung
dengan Tuhan(Ittishal). Al-Farabi mengemukakan bahwa sentral segal sesuatu
adalah akal, maka dalam tasawufnya ia berpendapat bahwa tujuan tasawuf
terakhir adalah pencapaian sa`dah yang tertinggi dalam wujud kesempurnaan
ittishal dengan Al Aqlu Fa`al. Perkembangan akal dan peningkatannya tidak bisa
lepas dari perkembangan jiwa, peningkatan dan pembersihannya.

18
4. Aliran isyraq
Tokoh aliran Isyraq adalah Syihabuddin Yahya bin Hafash Suhrawardi. Sejak
kecil ia telah belajar agamadan menghafal Al-Qur`an kemudian belajar di
Maraghah berguru dengan Imam Mahyuddin Al Jilli, dilanjutkan dengan belajar
kepada Zahiruddin Al Qari di Asfahan, dan diteruskan dengan belajar kepada Al
Mardini. Suhrawardi mendasarkan teori filsafatnya kepada Isyraq. Kata Isyraq
berasal dari bahasa Arab yang berarti timur. Secara etimologi mengandung
maksud terbitnya matahari dengan sinar yang terang.

5. Aliran Ahlul Malamah


Kaum ini, setingkali disebut dengan sebutan Malamatiyyah, Malamiyyah atau
terkadang juga disebut sebagai Ahl al-Malamah, yang pada dasarnya, memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam dunia tasawuf. Nama kaum ini, diambil dari
kata malamah, yang secara bahasa yang artinya “celaan”, malamah mengandung
arti bahwa mereka tidaklah menganggap pendapat orang dalam tingkah
peribadatan mereka terhadap Tuhan. Kaum Malamati adalah orang-orang suci
yang dengan sengaja menjalani kehidupan hina, dengan tujuan untuk
menyembunyikan hakikat pencapaian spiritual mereka. Aliran Ahlul Malamah
lahir di Nishapor pada bagian kedua abad ketiga hijriyah.Ahlul Malamah adalah
sekumpulan orang yang mencela dan merendahkan diri mereka karena itulah
tempat kesalahan-kesalahan. Ajaran kaum malamatiyah ini pada dasarnya ialah
mencela diri sendiri, merendahkan dan menghinakannya didepan orang untuk
melindungi keikhlasan dan kedekatan dirinya dengan Tuhan, menjaga kemurnian
ketulusan dan menjauhkan diri dari kesombongan. Pendiri kaum Malamatiyyah
ini, adalah Hamdun al-Qashshar, sufi abad ke-3 H/9 M, yang berasal dari
Naisyapur di Khurasan. Kaum Malamatiyyah mengikuti teladan dirinya, yaitu
hidup secara batiniah dalam kebersatuannya dengan Allah, sementara secara
lahiriah, mereka bertindak seolah-olah terpisah dari Tuhan. Dalam tasawuf, sikap
pembawaan kaum Malamati ini merupakan sebuah watak permanen dalam
spiritualitas Islam, meskipun, banyak penyalahgunaan yang dinisbatkan terhadap
namanya, misalnya untuk mencampakkan syariat dan etika atau adab tradisional.

19
Kaum Malamatiyyah adalah guru serta pembimbing dan pemimpin manusia di
jalan Tuhan. Meskipun, tidak ada tindakan dari mereka yang tampak berbeda dari
orang-orang awam. Satu di antara mereka, adalah Muhammad, Rasul Allah, orang
bijak yang menempatkan segala sesuatunya di tempat yang seharusnya.

6. Aliran Wahdatul Wujud (pantheisme)


Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat
dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud
artinya ada. Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. Kata
wahdah selanjutnya digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Di kalangan
ulama klasik ada yang mengartikan wahdah sebagai sesuatu yang zatnya tidak
dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil. Selain itu kata al-wahdah
digunakan pula oleh para ahli filsafat dan sufistik sebagai suatu kesatuan antara
materi dan roh, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara yang tampak (lahir)
dan yang batin, antara alam dan Allah, karena alam dari segi hakikatnya qadim
dan berasal dari Tuhan. Pengertian wahdatul wujud yang terakhir itulah yang se-
lanjutnya digunakan para sufi, yaitu paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada
hakikatnya adalah satu kesatuan wujud. Harun Nasution lebih lanjut menjelaskan
paham ini dengan mengatakan, bahwa dalam paham wahdat al-wujud, nast yang
ada dalam hulul diubah menjadi khalq (makhluk) dan lahut menjadi haqq (Tuhan).
Khalq dan haqq adalah dua bagian sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut
Khalq dan yang sebelah dalam disebut Haqq. Kata-kata khalq dan haqq inj;
merupakan padanan kata al-'Arad (accident) dan al-Jauhar (substance) dan al-
Zahir (lahir-luar-tampak), dan al-bathin (dalam, tidak tampak).  
Menurut paham ini tiap-tiap yang ada mempunyai dua aspek, yaitu aspek luar
yang disebut al-Khalq (makhluk) Al'arad (accident-kenyataan luar), zahir (luar-
tampak), dan aspek dalam yang disebut al-haqq (Tuhan), al-jauhar (substance-
hakikat), dan al-bathin (dalam).
Selanjutnya paham ini juga mengambil pendirian bahwa dari kedua aspek
tersebut yang sebenarnya ada dan yang terpenting adalah aspek batin atau al-haqq
yang merupakan hakikat, essensi atau substansi. Sedangkan aspek al-khalq, luar

20
dan yang tampak merupakan bayangan yang ada karena adanya aspek yang
pertama (al'haqq). Paham ini selanjutnya membawa kepada timbulnya paham
bahwa antara makhluk (manusia) dan al-haqq (Tuhan) sebenarya satu kesatuan
dari wujud Tuhan, dan yang sebenarnya ada adalah wujud Tuhan itu, sedangkan
wujud makhluk hanya bayang atau foto copy dari wujud Tuhan. Paham ini
dibangun dari suatu dasar pemikiran bahwa Allah sebagai diterangkan dalam al-
hulul, ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya, dan oleh karena itu dijadikan-Nya
alam ini. Dengan demikian alam ini merupakan cermin bagi Allah. Pada saat la
ingin melihat diri-Nya, ia cukup dengan melihat alam ini. Pada benda-benda yang
ada di alam ini Tuhan dapat melihat diri-Nya, karena pada benda-benda alam ini
terdapat sifat-sifat Tuhan, dan dari sinilah timbul paham kesatuan. Paham ini juga
mengatakan bahwa yang ada di alam ini kelihatannya banyak tetapi sebenarnya
satu. Hal ini tak ubahnya seperti orang yang melihat dirinya dalam beberapa
cermin yang diletakkan di sekelilingnya. Di dalam tiap cermin ia lihat dirinya
kelihatan banyak, tetapi sebenarnya dirinya hanya satu. Dalam Fushush al'Hikam
sebagai dijelaskan oleh al-Qashimi dan dikutip Harun Nasution, fama wahdatul
wujud ini antara lain terlihat dalam ungkapan: “Wajah sebenarnya satu, tetapi jika
engkau perbanyak cermin ia menjadi banyak”. 
Paham Wahdatul Wujud dibawa oleh Muhyiddin Ibn Arabi yang lahir di
Murcia, Spanyol di tahun 1165. Setelah selesai studi di Seville, ia pindah ke Tunis
di tahun 1145, dan di sana ia masuk aliran sufi. Di tahun 1202 M. ia pergi ke
Mekkah dan meninggal di Damaskus di tahun 1240 M. Selain sebagai sufi, Ibn
Arabi juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Jumlah buku yang dikarangnya
menurut perhitungan mencapai lebih dari 200, di antaranya ada yang hanya 10
halaman, tetapi ada pula yang merupakan ensiklopedia tentang sufisme seperti
kitab Futuhah al'Makkah. Disamping buku ini, bukunya yang termasyhur ialah
Fusus al-Hikam yang juga berisi tentang tasawuf.
Menurut Hamka, Ibn Arabi dapat disebut sebagai orang yang telah sampai
pada puncak wahdatul wujud. Dia telah menegakkan pahamnya dengan
berdasarkan renungan pikir dan filsafat dan zauq tasawuf. la menyajikan ajaran
tasawufnya dengan bahasa yang agak berbelit-belit dengan tujuan untuk

21
menghindari tuduhan, fitnah dan ancaman kaum awam sebagaimana dialami al-
Hallaj.

7. Aliran Ahlus Sunah


As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh atau cara pelaksanaan suatu amalan
baik itu dalam perkara kebaikan maupun perkara kejelekan. Maka As-Sunnah
yang dimaksud dalam istilah Ahlus Sunnah ialah jalan yang ditempuh dan
dilaksanakan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam serta para shahabat
beliau, dan pengertian Ahlus Sunnah ialah orang-orang yang berupaya memahami
dan mengamalkan As-Sunnah An-Nabawiyyah serta menyebarkan dan
membelanya. Menurut bahasa Arab pengertiannya ialah dari kata Al-Jamu’
dengan arti mengumpulkan yang tercerai berai. Istilah ahlu sunnah yang paling
tua pernah dicatat adalah berasal dari kata-kata Ibnu Siiriin, seorang tabi'i yang
hidup dizaman akhir pemerintahan Muawiyah dan awal pemerintahan Yazid bin
Muawiyah. Ibnu Siiriin hidup pada tahun 33H-110H. Kata-kata ibnu siiriin itu
diabadikan dalam Sahih Muslim hadits nomor 27 sbb:
‫يرينَ قَا َل لَ ْم‬ ِ ‫َاص ٍم اَألحْ َو ِل َع ِن اب ِْن ِس‬ ِ ‫اعي ُل بْنُ َز َك ِريَّا َء ع َْن ع‬ ِ ‫َّاح َح َّدثَنَا ِإ ْس َم‬
ِ ‫صب‬ َّ ‫َح َّدثَنَا َأبُو َج ْعفَ ٍر ُم َح َّم ُد بْنُ ال‬
‫ت ْالفِ ْتنَةُ قَالُوا َس ُّموا لَنَا ِر َجالَ ُك ْم فَيُ ْنظَ ُر ِإلَى َأ ْه ِل ال ُّسنَّ ِة فَيُْؤ َخ ُذ َح ِديثُهُ ْم‬
ِ ‫يَ ُكونُوا يَ ْسَألُونَ ع َِن اِإل ْسنَا ِد فَلَ َّما َوقَ َع‬
ِ ‫َويُ ْنظَ ُر ِإلَى َأ ْه ِل ْالبِد‬
ْ‫َع فَالَ يُْؤ َخ ُذ َح ِديثُهُم‬
Artinya : Dahulu kami tidak bertanya soal sanad, namun ketika terjadi fitnah maka
sebutkanlah pada kami rijal2 kamu dan lihatlah bila itu dari ahlu sunnah maka
ambillah hadits mereka dan lihatlah bila dari ahli bid'ah  maka janganlah kamu
ambil hadits mereka.

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian akhlak secara umum yakni suatu hal yang telah tertanam di hati
entah itu bernilai baik maupun buruk sekalipun karena akhlak timbul tanpa perlu
dipikirkan dan dipaksa terlebih dahulu. Sedangkan yang disebut Tasawuf ialah
suatu cara dalam proses untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sebenar-
benarnya dan sebaik-baiknya. Jadi, dapat ditarik benang merah yakni pengertian
Akhlak Tasawuf ialah salah satu disiplin ilmu yang terdapat dalam ajaran agama
Islam yang mempelajari tata cara berprilaku yang baik dan mulia serta tentunya
sesuai aturan Islam sehingga kita bisa mendekatkan diri kita kepada Allah dengan
sepenuhnya dan memiliki rasa tenang saat berada di dekat-Nya. Akhlak Tasawuf
memiliki kaitan yang sangat erat dalam kehidupan sehari-hari yakni untuk
mencapai akhlak yang mulia diperlukan proses-proses yang biasanya dilakukan
oleh pengamal tasawuf. Begitupun sebaliknya, belum dikatakan bertasawuf
dengan benar apabila pencapaian akhlak yang mulia belum terpenuhi.

B. Saran
Semoga kita dapat megamalkan ajaran-ajaran Rasulullah SAW dalam
kehidupan sehari-hari.

23
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Syamsul Munir.2012.Ilmu Tasawuf.Jakarta.Pena Grafika Amzah


Arif, Masykur. Sejarah Tasawuf dengan Pendekatan Arkeologi.‖ ’Anil Islam:
Jurnal Kebudayaan dan Ilmu Keislaman 9, no. 2 (2016): 353–359.
Bassam, Abu. 2015.Kedudukan Akhlak Dalam islam.
https://www.atturots.or.id/berita-kedudukan-akhlak-dalam-islam-bag1.html,
Diakses pada 5 Desember 2022.
Beni, Ahmad Saebani, Ilmu Akhlak (Bandung, CV Pustaka Setia, 2010).
MZ, Syamsul Rizal. Akhlak Islami Perspektif Ulama salaf. Edukasi Islami: Jurnal
Pendidikan Islam, 7(01), 67-100.
Rohmah, Siti.2021.Buku Ajar Akhlak Tasawuf.Jawa Tengah.PT. Nasya Expanding
Management.

Anda mungkin juga menyukai