Anda di halaman 1dari 5

Beban tugas atau pemberian Pekerjaan Rumah (PR) yang bertumpuk banyak

adalah salah satu hal yang dikeluhkan oleh siswa dan orang tua baik saat
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ataupun saat PTMT sudah diberlakukan. Siswa
merasa tugas yang diberikan lebih banyak dan lebih berat berat dibandingkan masa
sebelum corona melanda.

Berkaitan dengan hal ini, Mas Menteri, Nadiem Makarim, dalam sebuah kesempatan
pernah mengungkapkan bahwa selama ini masih banyak sekolah yang belum
mengimplementasikan proses pembelajaran yang baik dan menyenangkan. Fakta di
lapangan menunjukkan masih banyak guru yang memberikan pekerjaan rumah
kepada para siswanya dalam jumlah yang banyak selama proses belajar secara
daring. Mas Menteri juga menghimbau agar guru tidak berorientasi terhadap
kuantitas bahan pembelajaran yang diberikan kepada siswa, melainkan lebih
berfokus pada kualitas materi yang diberikan, serta senantiasa membimbing para
siswanya walaupun pembelajaran dilakukan secara daring online.

Ahmad Sobirin, Kepala Keasistenan Riksa 7 Ombudsman RI, juga menyerukan


himbauan kepada para guru agar tidak mengartikan konsep belajar di rumah bagi
siswa sebagai pemberian PR yang justru menjadi beban bagi siswa dan wali siswa
atau orangtuanya. Menurutnya, konsep belajar di rumah harus lebih kepada arahan
pada siswa untuk belajar materi dengan lebih banyak membaca.

Pendapat tentang pekerjaan rumah bagi siswa termasuk pro dan kontra pemberian
PR pada siswa sebenarnya sudah terjadi sejak lama, bahkan sejak sebelum
pandemi covid 19 melanda. Keluhan para siswa yang merasa terbebani dengan
banyaknya PR setelah seharian beraktivitas di sekolah membuat mereka merasa
kelelahan dan kehilangan banyak waktu yang seharusnya untuk bermain,
bersosialisasi, melakukan hobi dan mempelajari keterampilan lainnya. Belum lagi
jika siswa-siswa tersebut juga masih harus mengikuti berbagai kursus di luar
sekolah. Hal ini membuat banyak pihak mempertanyakan fungsi dan manfaat PR.

Foto oleh August de Richelieu dari Pexels

Apakah PR masih cocok untuk siswa? Apakah PR dapat membantu siswa lebih
menguasai materi pembelajaran? Atau apakah benar bahwasanya PR memberikan
dampak negatif bagi siswa? Mari simak ulasan berikut ini!

Pada dasarnya, tugas siswa di rumah atau Pekerjaan Rumah (PR) adalah salah
satu alat atau instrumen bagi guru yang memiliki tujuan untuk:

1. Meningkatkan pemahaman siswa tentang pelajaran atau materi yang sedang


dipelajari.

2. Melatih siswa untuk mengasah rasa tanggung jawab untuk mengerjakan tugas
yang diberikan padanya dengan sebaik-baiknya.

Dalam buku berjudul “Classroom Instruction that Works” karya Marzano,R.J,


dituliskan bahwa tujuan dan manfaat pemberian PR pada siswa akan efektif jika
guru memperhatikan beberapa hal penting sebelum memberikan PR pada siswa,
seperti berikut ini:

1. Menjelaskan tujuan PR

Tujuan pemberian PR pada umumnya hanya ada dua. Pertama, untuk mengulang
materi yang telah diberikan agar siswa dapat lebih memahami materi yang telah
dipelajari. Tujuan yang kedua adalah untuk mempersiapkan bagi siswa menerima
materi baru dan memudahkan siswa menangkap materi yang akan disampaikan
oleh guru pada pertemuan selanjutnya. Dengan mengetahui tujuan pemberian PR
yang pada hakikatnya untuk kebaikan siswa sendiri, maka siswa akan dapat
menerima PR yang diberikan dan mengerjakannya dengan baik.

2. Menyesuaikan jumlah PR yang diberikan dengan tingkat pendidikan siswa

Siswa pada tingkatan yang berbeda tentu saja memiliki kemampuan yang berbeda
dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh gurunya. Guru Pintar harus
mempunyai gambaran dan perhitungan kira-kira akan membutuhkan waktu berapa
lama bagi siswa untuk mengerjakan sebagai pertimbangan sebelum memberikan
PR. Untuk siswa pada jenjang Sekolah Dasar (SD) sebaiknya batasi waktu sampai
60 menit saja. Sedangkan untuk siswa pada jenjang SMP atau SMA sebaiknya tidak
lebih dari 90 menit di setiap harinya.

3. Mengurangi keterlibatan orangtua saat mengerjakan PR

Ternyata banyak orangtua yang turut mengeluh karena harus membantu anaknya
mengerjakan PR yang diberikan guru. Terlalu banyak campur tangan orang tua
dalam mengerjakan tugas seorang siswa tentu tidak tepat. Hal ini juga dikhawatirkan
tidak akan memberikan manfaat yang baik bagi siswa dan orang tuanya. Guru Pintar
harus mampu mendesain PR sedemikian rupa sehingga mampu melatih
kemandirian, juga dapat mencapai target akademis yang diharapkan. Kalaupun
orang tua harus terlibat, sebaiknya untuk memberikan motivasi dan juga dukungan
teknis saja. Bukan dalam mengerjakan PR tersebut.

4. Memberikan feedback/ umpan balik

Pemberian umpan balik pada tugas yang sudah dikerjakan siswa di rumah sangat
penting supaya dapat memberikan dampak seperti yang diinginkan. Umpan balik
dapat berupa perhatian pada masing-masing siswa dengan menanyakan mana soal
yang dapat dengan mudah dikerjakan dan mana yang belum mereka kuasai atau
memberikan catatan pada siswa terkait hal-hal yang perlu untuk diperbaiki dan juga
catatan tentang bagian di mana siswa telah melakukan dengan baik. Umpan balik
bermanfaat untuk membantu siswa mengetahui kesalahannya kemudian
memperbaikinya, dan juga untuk membuat siswa mengetahui kelebihannya
sehingga menjadikan siswa lebih percaya diri.
Mengerjakan pekerjaan rumah yang merupakan kewajiban siswa di rumah adalah
contoh tanggung jawab siswa. Akan tetapi jika pemberian PR kurang tepat, tentu
dapat memberikan dampak buruk bagi siswa. Dampak negatif pr memicu terjadinya
pro kontra penghapusan pr. Ada beberapa penelitian yang memang memberikan
bukti bahwa PR memiliki manfaat diantaranya untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam belajar. Akan tetapi, ada juga penelitian yang menyatakan bahwa PR
menjadi salah satu penyebab berbagai masalah kesehatan siswa.

Penelitian dari Stanford Graduate School of Education, AS mengungkapkan bahwa


PR yang diberikan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan stress dan
gangguan kesehatan pada siswa. Pemberian PR yang banyak dapat mengurangi
waktu anak-anak untuk berkumpul dengan keluarga, teman dan mengikuti
ekstrakurikuler yang diinginkannya. Hal serupa juga diungkapkan oleh Etta Kralovec
dan John Buell. Mereka menyebutkan bahwa PR merupakan gangguan
kebersamaan anak-anak dengan keluarga dan kehidupan sosialnya.

Nah, PR ternyata tidak selalu mendatangkan dampak negatif ketika didesain dengan
tepat. Pemahaman guru terhadap kondisi siswa dan juga karakteristik siswa sangat
berguna sebagai perkembangan saat merancang bentuk PR yang diberikan. PR
tidak harus selalu berbentuk Latihan soal atau membuat essay. PR dapat diberikan
dalam berbagai bentuk seperti membuat proyek atau melakukan pengamatan.

Bukan masalah banyak sedikitnya PR atau sulitnya PR, tetapi seefektif apa PR yang
diberikan pada siswa menunjang keberhasilan proses pembelajaran.

Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Pendidikan Surabaya


berencana untuk meniadakan pekerjaan rumah (PR) bagi siswa
Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Kebijakan meniadakan PR akan berlaku pada tanggal 10 November
2022 mendatang bertepatan dengan Hari Pahlawan. Pemerintah
Kota Surabaya akan menggantinya dengan kegiatan-kegiatan sosial
dengan harapan membentuk pendidikan karakter bagi siswa
sebagaimana arahan Bapak Presiden agar tidak membebani peserta
didik saat di rumah.
Kebijakan Pemerintah Kota Surabaya menuai beragam reaksi dari
masyarakat di dalam dunia pendidikan, menurut Nadiem Makarim
selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini
merupakan bentuk bagian dari merdeka belajar memberikan
kebebasan untuk peserta didik.
Peniadaan PR bukan hal baru di masa Manteri Nadiem Makarim
yang perlu diperdebatkan oleh masyarakat, pengajar, dan peserta
didik, karena sebelumnya wacana peniadaan PR sudah ada di masa
Muhadjir Effendy saat menjabat Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan. Lantas kenapa PR menjadi pro dan kontra.
Perbesar

Pro dan kontra menjadi suatu hal yang wajar di kalangan orang tua
ada yang senang ketika anaknya diberi materi tambahan atau PR
dan ada yang tidak senang karena anak tidak memiliki waktu luang
sehinga orang tua lah yang mengerjakan tugas anaknya.
Dalam memberikan tugas PR perlu diperhatikan fungsi dan
dampak manfaat dari tugas pekerjaan rumah. Sehingga peserta
didik memahami PR yang diberikan oleh guru agar tidak terlalu
terbebani.
Mindset atau pola pikir yang berkembang dimasyarakat bahwa PR
sangat membebani peserta didik saat berada di rumah karena harus
membagi waktu dengan kegiatan-kegiatan yang lainnya saat berada
di rumah. Walaupun sebenarnya PR bukanlah suatu hal yang buruk
karena yang menjadi problemnya terdapat pada frekuensi PR atau
banyaknya PR yang diberikan guru kepada peserta didik.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Zahrah, Nurfadhilah (2020)
Dampak Pemberian Pekerjaan Rumah (PR) Bagi Peserta Didik di
SMA Negeri 3 Parepare menyebutkan bahwa adanya dampak positif
dan negatif. Dampak positifnya adalah bagaimana peserta didik
dapat meningkatkan motivasi belajar, melatih tanggung jawab,
meningkatkan penguasaan materi, melatih kerja sama di rumah,
belajar mengatasi masalah, melatih manajemen waktu. Sedangkan
dampak negatifnya adalah menjadi beban bagi peserta didik,
mengurangi waktu istirahat dan menimbulkan rasa takut akan
hukuman yang diberikan guru apabila tidak mengerjakan PR.
Pada dasarnya PR tidak perlu dijadikan polemik yang menjadi pro
dan kontra, selama tidak terlalu membebani peserta didik dalam
menjalankannya. Sebab yang perlu diperhatikan adalah jumlah PR
yang diberikan kepada peserta didik, itu lah yang harus di tindak
tegas oleh Pemerintah. Sebagai pengajar guru pun harus
memperhatikan jumlah PR yang diberikan, sebab selain itu
pekerjaan rumah menjadi alternatif guru apabila materi yang
disampaikan belum selesai pada jam tersebut, sehingga dapat
dipelajari ulang dirumah sebagai penguatan aspek kognitif peserta
didik sehingga tidak terlalu membebani.
Kebijakan Pemkot Surabaya menghapus Pekerjaan Rumah (PR) bagi pelajar SD dan SMP hingga
hari ini menjadi perdebatan berbagai pihak. Kelompok yang setuju merasa lega karena
menganggap PR memiliki andil besar dalam meningkatkan kompetensi siswa. Sementara yang
sepakat dihapus merasa bahwa PR sesungguhnya membebani siswa.

Ramainya kasus tersebut ditanggapi langsung oleh Sri Lestari Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) UM Surabaya. Menurut Tari perdebatan tentang penting atau tidaknya PR
sesungguhnya bukan hal baru. Tidak heran kebijakan tersebut menjadi problematik bagi
masyarakat. Bahkan di kalangan pendidik pun terbelah menjadi kelompok setuju dan tidak setuju.

“Perlu atau tidaknya memberikan PR seharusnya menjadi tanggung jawab pendidik/guru untuk
menentukan. Karena memang PR bisa digunakan sebagai pertimbangan untuk
pembelajaran,”tutur Tari Jumat (21/10/22)

Sementara itu, waktu tatap muka yang terbatas dengan beban kompetensi yang dicapai dianggap
kurang, maka PR bagi guru dinilai menjadi jalan pintas.

Tari yang merupan Dosen Pendidikan Bahasa Inggris menjelaskan, ada beberapa aspek
pertimbangan yang sebaiknya digunakan sebagai indikator memberikan pekerjaan rumah, di
antaranya: pekerjaan rumah dapat dinilai penting jika hasil evaluasi guru menunjukkan bahwa
ternyata PR terbukti dapat meningkatkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan siswa. Jika
tidak, maka perlu dipertimbangkan lagi tentang jenis tugas yang diberikan.

Tari menekankan, PR sebaiknya tidak membebani siswa ataupun menganggu waktu bermain dan
istirahat mereka. Penelitian menyarankan untuk tidak memberikan PR yang memakan waktu
lebih dari dua jam setengah bagi siswa untuk mengerjakannya.

“Tipe PR juga perlu dipertimbangkan dan sebaiknya yang menekankan pada kerja mandiri,
menekankan kompetensi berpikir kritis dan kreatifitas,  serta memastikan seminimal mungkin
orang tua terlibat untuk membantu mengerjakan,”imbuhnya lagi.

Menurutnya, pendidik tidak boleh menganggap bahwa pekerjaan rumah menjadi aspek lulus atau
tidaknya siswa dalam pembelajaran. PR perlu dianggap sebagai penilaian formatif yang tidak
menentukan pintar atau tidaknya siswa.

Ia mengibaratkan atlet yang bertanding dalam kompetisi, pekerjaan rumah hanyalah alat untuk
mengasah kemampuannya, bukan menentukan dia menang atau tidak dalam sebuah pertandingan.

Jadi, pekerjaan rumah sebaiknya tidak perlu dinilai dan tidak perlu ada hukuman bagi siswa jika
tidak mengerjakannya. Sehingga, pekerjaan rumah sebenarnya berguna untuk menentukan
strategi atau teknik pembelajaran, bukan menentukan siswa lulus atau tidak, apalagi pintar atau
bodoh. 

“Selain itu, penting untuk memberikan feedbak (balikan) pada PR siswa. Jadi, membiarkan siswa
mempresentasikan dan mendapatkan saran atau kritik dan guru atau teman itu hal yang penting
sebagai bentuk proses mereka belajar,”pungkas Tari.

Anda mungkin juga menyukai