Anda di halaman 1dari 7

Sejarah Program Studi Ilmu Pemerintahan

Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Diponegoro secara resmi
disahkan pada tanggal 1 Januari 1968 dibawah Fakultas Sosial Politik. Jika diruntut dari sejarah
berdirinya Ilmu Pemerintahan FISIP UNDIP sebelumnya pada tahun 1957 pada saat Universitas
Semarang sebelum berubah menjadi Universitas Diponegoro, FISIP merupakan fakultas yang
bergabung dengan fakultas hukum dengan nama Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat
(FHPM). FHPM terdiri dari 2 bagian yakni bagian Ilmu Hukum dan Ilmu Sosial. Bagian sosial
terdapat penjurusan atau konsentrasi Ilmu pemerintahan.

Pada tahun 1961 sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1961 Universitas Semarang
diganti menjadi Universitas Diponegoro dan ditetapkan sebagai perguruan tinggi negeri. Lalu
pada tahun 1968 secara resmi FHM terbagi menjadi 2 fakultas yakni Fakultas Hukum dan
Fakultas Sosial Politik. Salah satu tokoh pelopor fakultas dan jurusan di FISIP UNDIP adalah Prof.
Sukarjan Hadi Sutikno. Berdasarkan SK Rektor Univeristas Diponegoro No. 8 tahun 1983 Fakultas
Sosial Politik diganti menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Diponegoro.

Sesuai dengan sejarahnya sebenarnya jurusan Ilmu Pemerintahan sudah ada sejak tahun 1957,
namun secara resmi menjadi bagian dari dari FISIP UNDIP pada tahun 1968. Lalu pada tahun
2016 jurusan Ilmu Pemerintahan bukan lagi menjadi jurusan namun menjadi program studi Ilmu
Pemerintahan dibawah Departemen Politik dan Pemerintahan.

Tujuan awal dibukanya jurusan Ilmu pemerintahan adalah karena kepentingan pemerintah yang
membutuhkan sumber daya terlatih untuk menjadi aparatur pemerintah dan sumber daya
tersebut tidak hanya dapat dipenuhi dari lembaga pendidikan pemerintah saja. Program Studi
Ilmu Pemerintahan FISIP UNDIP memiliki 3 konsentrasi yakni Tata Kelola Pemerintahan, Perilaku
Pemerintahan dan Kekuatan Politik Intermediary/Penghubung.

Sebagaimana kita pahami bersama bahwa ilmu pengetahuan selalu bergerak dinamis mengikui
perkembangan zaman. Tidak terkecuali dengan ilmu pemerintahan. Di Indonesia sendiri,
diskursus ilmu pemerintahan menjadi bahan yang menarik bagi para cendekiawan. Sampai saat
ini ada perdebatan panjang terkait posisi dan kedudukan ilmu pemerintahan itu sendiri. Ada
beberapa yang mengkaitkan dengan ilmu politik. Ada juga yang melihat dari sisi administrasi
publik. Ada pula ilmuwan pemerintahan yang memosisikan ilmu pemerintahan sebagai disiplin
ilmu yang berdiri sendiri.

Di tengah problematikan mendefinisikan ruang lingkup ilmu pemerintahan, Institut Pemeritahan


Dalam Negeri (IPDN) sebagai perguruan tinggi yang fokus pada pengembangan ilmu
pemerintahan menginisiasi simposium Ilmu Pemerintahan IV yang bertujuan menghasilkan
pemikiran terkait eksistensi ilmu pemerintahan. Simposium ini menghadirkan berbagai ilmuwan
pemerintahan dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjajaran, dan IPDN itu sendiri.

Selain itu Ilmu pemerintahan di indoensia berhaluan ilmu pemerintahan berkarakter indoensia
yang mana ilmu tersebut belum berkembang baik di lingkungan IPDN maupun indoensia sendiri
disebabkan oleh pembelajar, peminat, praktisi, pemerhati, dan masyarakat ilmunya mudah
dibodoh-bodohi serta tenaga pngajar ilmu pemerintahannya yang tidak memiliki pengalaman di
Ilmu Pemerintahan Berkarakter Indonesia.

A. TIGA SUBKULTUR MASYARAKAT

Setiap masyarakat dibentuk dan digerakkan oleh tiga subkultur, yaitu subkultur ekonomi
(SKE), subkultur kekuatan (SKK), dan subkultur pelanggan (SKP). Interaksi antr ketiga
subkultur itu disebut dengan pemerintahan (governance). Dalam interaksi itu SKE berfungsi
membentuk dan meningkatkan nilai, SKK berfungsi mengontrol SKE dan meredistribusi nilai
melalui pelayanan kepada SKP, sedangkan Skp berfungsi mengtrol SKK.

B. PERKEMBANGAN ILMU PEMERINTAHAN DI INDONESIA

Body of knowledge yang di negeri Belanda disebut Bestuurskunde, Bestuurswetenschap.


Dan kemudian Bestuurswetenschappen, dan di Indonesia disebut Ilmu Pemerintahan,
dikenal sejak tahun 40- an. Sebagai bahan ajaran, Ilmu Pemerintahan ditawarkan di berbagai
lembaga pendidikan, seperti Bestuursacademie, APDN, dan fakultas di bidang sosial dan
politik. Mula mula Ilmu Pemerintahan berstatus mata kuliah, lalu jurusan (Jurusan Ilmu
Pemerintahan), kemudian program (Program Magister Ilmu Pemerintahan, keputusan
Mendikbud tanggal 24 September 1998 Nomor 239/U/98 tentang Kurikulum yang Berlaku
Secara Nasional Program Magister Ilmu Pemerintahan). sebelumnya, Ilmu Pemerintahan
dilembagakan sebagai institut (Institut Ilmu Pemerintahan, 1967) berdasarkan pemikiran
yang sama seperti Herman Finer yang dalam The Theory and Practice of Modern
Government (1960, 7) menyatakan bahw Government is Politics Plus Administration.

Di Indonesia, Ilmu Pemerintahan pernah akrab dengan Ilmu Hukum, Kemudian banyak
kalangan misalnya UGM dan UI menganggap Ilmu Pemerintahan sebagai bagian Ilmu Politik
Natural turbulances (2004-2005) menimpa Indonesia, mendorong pembaharuan konstruksi
Ilmu Pemerintahan. Turbulances itu ditanggapi dengan cara pendekatan yang berbeda oleh
UGM dan Program Pascasarjana Kerjasama UNPAD-IIP (1996).

B. Perkembangan Ilmu Pemerintahan di Indonesia

1. Generasi I, awal abad 18

Pada masa ini Ilmu pemerintahan belum berbentuk ilmu yang utuh, baru
berupapengetahuan yang bersifat lokal

2.Generasi II, Awal tahun 1950-an


Pada tahun 1950 dibuka jurusan ilmu pemerintahan di UGM Yogyakarta. Pada saat itu
kajian dan tulisan tentang pemerintahan ada di dalam berbagai karya ilmiah di bidang
hukum dan politik. Ilmu pemerintahan menjadi bagian dari ilmu hukum serta lebih banyak
mempelajari aspek-aspek hukum pemerintahan
3. Generasi III, Tahun 1950 an s/d 1995
Ilmu pmerintahan lebih banyak mempelajari relasi politik dan organisasi politik Pada
generasi ini terbagi menjadi 2 tahap yaitu:

* Sebelum tahun 1970-an


Ilmu pemerintahan merupakan bagian dari ilmu hukum yang mempelajari pengertian
pokok dan sendi pokok negara dan tata negara yang berlaku di Indonesia sebagai hukum
positif. Ilmu Pemerintahan diadopsi sebagai mata kuliah di UGM dengan istilah ilmu-ilmu
negara, termasuk Ilmu-ilmu pemerintahan

* Setelah tahun 1970-an


Ilmu pemerintahan tidak berkembang, yang tampak hanyalah Ilmu politik. Buku Ilmu politik
dipandang sebagai buku yang mempelajari Ilmu pemerintahan serta Pemerintah tidak
segan segan menempatkan dirinya sebagai pakar ilmu pemerintahan

4. Generasi IV, Tahun 1995 -- sekarang


Sebagian Ilmuwan menganggap ilmu Pemerintahan adalah ilmu pejabat yang telah ada,
baik pada masa pemerintah colonial maupun pada masa sekarang. Menurut T. Ndraha
Kybernologi, Ilmu yang memiliki posisi akademik tertinggi seperti berstuurskunde di
belanda merupakan kiblat Ilmu pemerintahan di Indonesia.Pada masa ini banyak muncul
program pendidikan Ilmu Pemerintahan di Indonesia diantaranya:

* Universitas satyagama 1995 -- Magister Ilmu pemerintahan -- Ernaya suradinata


* IIP dan UNPAD -- program S3 dengan kajian Ilmu Pemerintahan
* UNJANI 1998 -- Pasca Sarjana Magister Pemerintahan
* UIR Pekanbaru 2007 -- Pascasarjana MIP

C. STATE OF THE ART ILMU PEMERINTAHAN DI INDONESIA


State of the art Ilmu pemerintahan di Indonesia menurut Miriam Budiardjo sulit
digambarkan karena Ilmu Pemerintahan masih tenggelam di bawah kebesaran nama Ilmu
Politik. Berbeda dengan ramlan Surbakti dan Moeljarto Tjokrowinoto menyajika State of the
Art Ilmu Administrasi negara.

1."Ilmunya" Pamongpraja
Ilmu Pemerintahan berwatak normatif atau hukum positif, dan diajarkan sebagai "ilmunya"
pangreh praja
2. Bawahan Ilmu Politik
lmu pemerintahan yang diajarkan adalah ilmu yang akrab dengan Ilmu Politik
3.Akrab dengan ilmu Administrasi Negara
Ilmu yang diajarkan di APDN Malang lebih dekat pada Ilmu Administrasi Negara
(dikombinasikan dengan Pemerintahan Indonesia)
4. Tiruan militer
di dalam pengajaran Ilmu Pemerintahan dimasukkan simbol-simbol dan doktrin-doktrin
militeristik
5. Manajemen Pemerintahan
Tahun 1993-1994 dibentuk Pusat Pembinaan Manajemen yang mana ajaran manajemen
memperkaya Ilmu Pemerintahan.
6. Masa pancaroba
Pada masa ini ilmu emerintahan tidak mampu menjawab tantangan zaman dibawah
kekuatan rezim otoriter. Strategi untuk mengatasi hal tersebut dengan diberlakukannya
RIPE-RIGO-REGO
7. Ilmu Pemerintahan Baru
Kebangkitan Ilmu pemerintahan ditandai dengan ditemukannya posisi normal science: Ilmu
Pemerintahan Baru

D. LOCUS DAN FOCUS OF INTEREST ILMU PEMERINTAHAN


Locus memiliki pengertian tempat. Focus memiliki pengertian memusatkan. Locus and
Focus of interest merupakan focus dari ilmu pemerintahan yang dimana ilmu pemerintahan
di Indonesia focus kepada pemerintahan berkarakter Indonesia dengan memposisikan ilmu
pemerintahan independent dan tidak dibawah ilmu politik. Konsekuensi penempatan ilmu
pemerintahan sebagai bagian integral ilmu politik ialah setiap orang yang belajar ilmu
politik mengaku sebagai pelajar ilmu pemerintahan.Perkembangan ilmu pemerintahan
sebagai sebuah ilmu yang mandiri dan otonom, pada awal mulanya melalui proses yang
sulit, berliku-liku, dan mengalami anomali (Wasistiono dan Simangunsong, 2015).

1. Mengapa Ilmu Pemerintahan kurang berkembang.


Ilmu pemerintahan pada masa reformasi ini belum berperan secara struktural dalam
identitas yang konkret dan jelas. Padahal, ruang bebas nilai bagi ilmuwan telah dibuka luas,
termasuk ilmuwan pemerintahan. Kondisi ini menunjukkan ada sejumlah persoalan yang
dihadapi baik internal maupun eksternal, sehingga ilmu pemerintahan tidak terlihat atau
bahkan dikatakan mati suri. Persoalan internal berkenaan dengan dinamika interaksi
internal ilmuwan pemerintahan, sedangkan persoalan eksternal dimaksud lebih kepada
interaksi antara ilmuwan pemerintahan dengan ilmuwan lainnya
Persoalan internal yang terjadi di antara ilmuwan pemerintahan adalah belum sepakatnya
posisi ilmu pemerintahan itu sendiri. Ada yang masih menyatakan ilmu pemerintahan
tersebut sebagai bagian dari bidang kajian ilmu politik, ada yang menyatakan bagian dari
ilmu administrasi negara, kemudian ada yang menyatakan bahwa ilmu pemerintahan
tersebut telah menjadi ilmu yang mandiri, karena telah memenuhi syarat ontologi,
epistimologis, dan aksiologis.
Perdebatan ini terus berlangsung pada tiga domain ini, bahkan lebih mengerucut lagi
ilmuwan yang sepakat dengan ilmu pemerintahan sebagai ilmu yang mandiri pun masih
bertarung gagas mengenai tiga aspek: ontologis, epistimologis, dan aksiologis. Beberapa
ilmuwan berusaha meletakkan mazhab ilmu pemerintahan yang berkarakter Indonesia
seperti halnya Kybernologi Ndraha (2003) dan para pengikutnya.

Perilaku ini menunjukkan dinamika internal ilmuwan pemerintahan yang belum saling
menerima, belum saling mendukung, dan belum saling sepakat apa yang hendak dijadikan
dasar dan arah pengembangan konsisten ilmu pemeritahan. Kalau merujuk pemahaman
Karl R. Poper (1974), perbedaan ini sesungguhnya menjadi arena positif yang bisa
menjadikan lahan tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan itu sendiri. Namun
demikian, berdampak pada kebingungan ilmuwan pemerintahan maupun para pembelajar
ilmu pemerintahan dalam meletakkan arah pengembangannya. Terutama bagi mereka
yang sedang menggeluti atau sedang meletakkan prinsip- prinsip bernalar ilmiah
pemerintahan selain mereka yang berdasarkan mazhab ilmu pemerintahan baru
kybernologi.

Munculnya aliran baru dengan corak yang berbeda menimbulkan kelompok pendukung
yang beragam. Bagi para pendukung kybernologi,tentunya menjadi catatan evaluasi sejauh
mana peran para kybernologist, kybernolog, dan koki, Ndraha (2003) membumikan gagasan
utama dari kybernologi tersebut dalam pengembangannya sebagai sebuah karya ilmu
pemerintahan yang berkarakter Indonesia.

Ilmuwan pemerintahan berada dalam ruang abu- abu. Di sinilah salah satu titik
permasalahan yang menjelaskan ilmu pemerintahan belum jelas wujudnya mengambil
peran dalam mengatasi persoalan pemerintahan yang multidimensi. Inilah yang semestinya
menjadi catatan bagi ilmuwan pemerintahan mengenai dampak problem internal terhadap
ilmu pemerintahan.
Persoalan eksternal. Hal ini berkaitan dengan pengakuan ilmuwan lainnya terhadap
eksistensi ilmu pemerintahan Fakta empiris belum adanya pengakuan secara utuh
menunjukkan pekerjaaan- pekerjaan ilmuwan pemerintahan belum spesifik pada bidang
kajian yang konkret dan khas. Konkretnya, ketika muncul beberapa persoalan
penyelenggaraan pemerintahan, para pembelajar ilmu pemerintahan lebih cenderung
menganalisis dengan menggunakan kaca mata ilmu kenegaraan lainnya, seperi ilmu politik
atau ilmu administrasi.Disinilah persoalan timbul dan menyebabkan ilmu pemerintahan
yang awalnya dihadirkan sebagai primus interpares atau ilmu yang nomor satu di antara
ilmu-ilmu sesamanya dan menonjol dalam berbagai hal Surianingrat (1992), tampak tidak
berdaya bahkan diletakkan di bawah bayang- bayang ilmu lainnya tersebut.
2. Bagaimana strategi atau upaya agar Ilmu Pemerintahan dapat menjadi Ilmunya semua
orang dan dapat diterapkan dalam proses politik dan proses pemerintahan.
Mengingat beberapa catatan peran ilmuwan pemerintahan dan persoalan yang d
ihadapinya, maka perlu digagas solusi yang bisa menjadi sikap ilmuwan pemerintahan.
Konsep ini sebagai suatu poin konsolidatif yang membangkitkan semangat ilmuwan
pemerintahan untuk melihat ke dalam, menemukan identitas dirinya, lalu mengukur
keberadaannya, terutama perannya selama reformasi ini. Selanjutnya, menjadi pelecut rasa
percaya diri ilmuwan pemerintahan agar tetap sepakat pada ilmu yang mandiri dan
otonom.Berkenaan dengan pemahaman tersebut, maka dapat disajikan beberapa hal
sebagai jalan tengah bagi ilmuwan pemerintahan sebagai berikut.

Pertama, ilmuwan pemerintahan semestinya sepakat pada posisi ilmu pemerintahan


sebagai ilmu yang mandiri dan otonom. Hal ini menjadi penting mengingat pada gagasan
besar kehadiran ilmu pemerintahan yang dikemukakan beberapa ilmuwan terdahulu pada
beberapa literatur, sejarah, dan juga catatan perjuangan ilmuwan terdahulu. Pada posisi
pertama ini ilmuwan pemerintahan meneguhkan kematangan dan kemantapan bernalar
secara ilmiah pemerintahan tanpa berada di bayang-bayang ilmu lainnya, terutama yang
sejenis
Kedua, ilmuwan pemerintahan perlu menetapkan mazhab khas yang berkarakter Indonesia
sebagai arah pengembangan yang jelas bagi pembelajar ilmu pemerintahan dari generasi
ke generasi. Gagasan ini tentu berkenaan dengan upaya menentukan wilayah kajian atau
menetapkan ruang studi yang jelas, sehingga kelak mengambil posisi yang pas bagi
penyelesaian persoalan bangsa yang sangat kompleks dan multidimensional.
Ketiga, sehubungan dengan mazhab ilmu pemerintahan yang berkarakter Indonesia,
kybernologi yang menjadi mahakarya anak bangsa yang telah meletakkan jati diri ilmu
pemerintahan yang sesungguhnya perlu dibumikan secara masif kepada masyarakat
ilmuwan maupun kepada khalayak publik lainnya.
Keempat, berkenaan dengan pendekatan dalam menghadirkan ilmu pemerintahan di
tengah gejolak persoalan masyarakat yang semakin menggunung, maka gagasan mengenai
pembumian ilmu pemerintahan baik bestuurswetenshap maupun bestuurskunde menjadi
semangat yang perlu digalakan bagi ilmuwan pemerintahan. Keduanya berkenaan dengan
ilmu pemerintahan dan ilmu pemerintahan terapan sehingga perlu diletakkan langkah-
langkah konkret merealisasikan semangat tersebut, terutama berhubungan dengan upaya
menyeimbangkan keduanya bagi jalan berpikir ilmuwan pemerintahan yang sesungguhnya.
Dengan demikian, tidak terjadi kekosongan sebagian atau terjadi dominasi peran antara
bestuurswetenshap dan bestuurskunde dalam bernalar memerintah secara ilmiah.

Kelima, sebagai tindak lanjut atas pembumian bestuurswetenshap dan bestuurskunde


melalui Kybernologi, maka IPDN yang telah menegaskan core-science-nya, ilmu
pemerintahan semestinya mengambil peran mengembalikan jati diri ilmu pemerintahan.
Hal ini mengingat IPDN saat ini terkesan lebih cenderung kepada pengembangan
bestuurskunde  dan belum kepada bestuurswetenshap.

Keenam, sehubungan peran yang digagas tersebut, maka saatnya ilmuwan pemerintahan
IPDN merumuskan langkah konkret perbaikan pendidikan, baik pada penyelenggaraan tri
dharma perguruan tinggi yang berbasis ilmu pemerintahan dan ilmu pemerintahan terapan
maupun manajemen pendidikan berbasis pada kebutuhan user maupun harapan publik.
Untuk mewujudkannya, maka perlu ada grand design baru penyelenggaraan pendidikan
dengan mengevaluasi praktik sebelumnya, melihat kembali perannya saat ini dan harapan
publik. Kemudian juga menyesuaikan dengan dinamika sosial yang berkembang saat ini,
terutama berkenaan dengan hadirnya revolusi industri 4.0 dan kedaruratan akibat
pandemi. Grand design ini tentu menjadi pedoman bagi penyelenggaraan pendidikan agar
konsisten mencapai tujuan, sehingga diperlukan komitmen bersama.

Ketujuh, Ilmuwan pemerintahan tidak lagi sekadar berwacana, tetapi saatnya mengeksekusi
secara logis dengan nalar ilmu pemerintahannya. Di sinilah ilmuwan pemerintahan akan
bekerja secara sistematis, terukur, dan terencana. Tidak parsial dan tidak insidental tiba
masa tiba akal. Dengan demikian secara perlahan akan membawa kemanfaatan ilmu
pemerintahan sebagaimana yang telah diletakkan para pendahulu.

Anda mungkin juga menyukai