Anda di halaman 1dari 5

POLEMIK PELAFALAN NIAT DALAM IBADAH, YANG SERING

TERJADI DI KALANGAN MASYARAKAT


Mengeraskan bacaan niat tidaklah wajib dan tidak pula sunnah dengan kesepakatan seluruh ulama.
Bahkan hal tersebut adalah bid’ah yang bertentangan dengan syari’at. Jika seseorang berkeyakinan
bahwa perbuatan ini adalah bagian dari ajaran syariat, maka ia orang yang jahil, menyimpang, dan
berhak mendapatkan hukuman ta’zir jika ia tetap bersikeras dengan keyakinannya, dan tentu saja
setelah diberikan pengertian dan penjelasan. Lebih parah lagi jika perbuatannya itu mengganggu
orang yang ada di sebelahnya, atau ia mengulang-ulang bacaan niatnya. Hal ini difatwakan oleh
lebih dari seorang ulama. Di antaranya Al Qodhi Abu Ar Rabi Sulaiman Ibnu As Syafi’i, ia berkata:
‫ ومن قال بإن الجهر بلفظ النيّة من‬،‫ فإن حصل به تشويش على المصلّين فحرام‬G،‫ بل مكروه‬،‫الجهر بال ّنية وبالقراءة خلف اإلمام ليس من الس ّنة‬
‫ وال يح ّل له وال لغيره أن يقول في دين هللا تعالى بغير علم‬،‫الس ّنة فهو مخطئ‬

“Mengeraskan bacaan niat atau mengeraskan bacaan Qur’an di belakang imam, bukan termasuk
sunnah. Bahkan makruh hukumnya. Jika membuat berisik jama’ah yang lain, maka haram. Yang
berpendapat bahwa mengeraskan niat itu hukumnya sunnah, itu salah. Tidak halal baginya atau
bagi yang lain berbicara tentang agama Allah Ta’ala tanpa ilmu (dalil)”

Di antaranya juga, Abu Abdillah Muhammad bin Al Qasim At Tunisi Al Maliki, ia berkata:

‫ مع ما في ذلك من التشويش على الناس‬،‫ فالجهر بها بدعة‬،‫النيّة من أعمال القلوب‬

“Niat itu termasuk amalan hati. Mengeraskannya bid’ah. Lebih lagi jika perbuatan itu membuat
berisik orang lain”

Di antaranya juga, Asy Syaikh ‘Alauddin bin ‘Athar, ia berkata:

‫ كبيرة من‬،‫ فإن قصد به الرّ ياء كان حراما ً من وجهين‬،‫ ومع عدمه بدعة قبيحة‬،ً‫ورفع الصّوت بالنيّة مع التشويش على المصلّين حرام إجماعا‬
‫ وغير اعتقاد معصية‬،‫ ونسبته إلي دين هللا اعتقاداً كفر‬،‫ ومصوّ بة مخطئ‬،‫ والم ْن ِك ُر على َمنْ قال بأن ذلك من الس ّنة مصيب‬،‫الكبائر‬.

،‫ والعن أح ٍد من أصحابه‬،- ‫ ولم ينقل هذا النقل عن رسول هللا – صلى هللا عليه وسلم‬G،‫ ومنعه وردعه‬،‫ويجب على كل مؤمن تم َّكن مِن زجره‬
‫وال عن أحد ممن يقتدى به من علماء اإلسالم‬

“Meninggikan suara untuk membaca niat sehingga membuat berisik di antara jama’ah hukumnya
haram secara ijma’ (consensus para ulama). Jika tidak membuat berisik, ia adalah perbuatan bid’ah
yang jelek. Jika ia melakukan hal tersebut dalam rangka riya, maka haramnya ganda. Ia juga
merupakan dosa besar. Yang mengingkari bahwa perbuatan ini adalah sunnah, ia berbuat benar.
Yang membenarkan bahwa perbuatan ini adalah sunnah, ia salah. Menisbatkan perbuatan ini pada
agama Allah adalah keyakinan yang kufur. Jika tidak sampai meyakini hal tersebut, maka termasuk
maksiat. Setiap muslim wajib dengan serius mewaspadai perbuatan ini, melarangnya dan
membantahnya. Tidak ada satupun riwayat dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentang hal
ini, tidak pula dari satupun sahabatnya, tidak pula dari para ulama Islam yang meneladani mereka”.
(Semua nukilan di atas dapat ditemukan di Majmu’ah Ar Rasail Al Kubra, 1/254-257)
Demikian juga, melafalkan niat secara sirr (samar) tidak wajib menurut para imam madzhab yang
empat juga para imam yang lain. Tidak ada seorang pun yang berpendapat hal itu wajib. Baik dalam
shalat, thaharah ataupun puasa. Abu Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad:
‫ ال‬:‫بقول المصلّي قبل التكبير شيئاً؟ قال‬

“Apakah orang yang shalat mengucapkan sesuatu sebelum takbir? Imam Ahmad menjawab: tidak
ada” (Masa-il Al Imam Ahmad, 31)
As Suyuthi berkata,

ّ ‫ الوسوسة في نيّة ال‬:ً‫ومن البدع أيضا‬


‫ كانوا ال ينطقون بشيء من نية‬،‫ ولم يكن ذلك من فعل النبي – صلى هللا عليه وسلم – وال أصحابة‬،‫ص الة‬
‫ُأ‬
‫ لقد كان لكم في رسول هللا سوة حسنة‬:‫ وقد قال تعالى‬.‫الصالة بسوى التكبير‬

“Termasuk bid’ah, was-was dalam niat shalat. Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat
beliau tidak pernah begitu. Mereka tidak pernah sedikitpun mengucapkan lafal niat shalat selain
takbir. Dan Allah telah berfirman:
‫لقد كان لكم في رسول هللا ُأسوة حسنة‬

‘Telah ada pada diri Rasulullah teladan yang baik‘ (QS. Al Ahzab: 21).
Imam Asy Syafi’i berkata,

‫الوسوسة في النية الصالة و الطهارة من جهل بالشرع أو خبل بالعقل‬

“Was-was dalam niat shalat dan thaharah itu adalah kebodohan terhadap syariat atau kekurang-
warasan dalam akal” (Al Amru Bil Ittiba’ Wan Nahyu ‘Anil Ibtida’, 28)
Melafalkan niat itu menimbulkan banyak efek negatif. Anda lihat sendiri orang yang melafalkan niat
dengan jelas dan rinci, lalu baru mencoba bertakbir. Ia menyangka pelafalan niatnya itu adalah
usaha untuk menghadirkan niat. Ibnu Jauzi berkata:

‫ وأن لم‬، ‫ ثم يعيد ه ََذا ظنا ِم ْن ُه أنه قد نقض النية والنية ال تنقض‬، ‫ أصلى صالة كذا‬: ‫ فمنهم من َيقُول‬، ‫ومن ذلك تلبيسه عليهم فِي نية الصالة‬
، ‫ َفِإ َذا ركع اإلمام كبر الموسوس وركع معه فليت شعري مَا الذي أحضر النية حينئذ‬، ‫ ثم ينقض ثم يكبر ثم ينقض‬، ‫ من يكبر‬G‫يرض اللفظ ومنهم‬
‫ وفيهم من يحلف باهلل بالخروج من‬، ‫ وفي الموسوسين من يحلف باهلل ال كبرت غير هذه المرة‬، ‫وما ذاك إال ألن إبليس أراد أن يفوته الفضيلة‬
‫ وال‬، ‫ وما جرى لرسول هَّللا صَ لَّى هَّللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم‬، ‫ والشريعة سمحة سهلة سليمة من هذه اآلفات‬، ‫ وهذه كلها تلبيسات إبليس‬، ‫ماله َأ ْو بالطالق‬
‫ألصحابة شيء من ه ََذا‬

“Di antara bisikan Iblis yaitu dalam niat shalat. Di antara mereka ada yang berkata ushalli shalata
kadza (saya berniat shalat ini dan itu), lalu diulang-ulang lagi karena ia menyangka niatnya batal.
Padahal niat itu tidak batal walaupun tidak diucapkan. Ada juga yang bertakbir, lalu tidak jadi, lalu
takbir lagi, lalu tidak jadi lagi. Tapi ketika imam keburu ruku’, ia serta-merta bertakbir walaupun agak
was-was demi mendapatkan ruku bersama imam. Mengapa begini?? Lalu niat apa yang ia hadirkan
ketika itu?? Tidaklah ini terjadi kecuali karena iblis ingin membuat dia melewatkan berbagai
keutamaan. Diantara mereka juga ada yang besumpah atas nama Allah untuk bertakbir lebih dari
sekali. Ada juga yang bersumpah dengan nama Allah untuk mengeluarkan harta mereka atau
dengan talak. Semua ini adalah bisikan iblis. Syariat Islam yang mudah dan lapang ini selamat dari
semua penyakit ini. Tidak pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam tidak juga para sahabatnya
melakukan hal demikian” (Talbis Iblis, 138)
Penyebab Adanya Yang Membolehkan Pelafalan Niat
Penyebab timbulnya was-was adalah karena niat terkadang hadir di hati si orang ini dengan
keyakinan bahwa niat itu tidak ada di hatinya. Maka ia pun berusaha menghadirkannya dengan
lisannya. Sehingga terjadi apa yang terjadi. Abu Abdillah Az Zubairi, ulama Syafi’iyah, telah salah
dalam memahami perkataan Imam Asy Syafi’i rahimahullahu ta’ala yaitu ketika menyimpulkan bahwa
wajib melafalkan niat dalam shalat dari perkataan beliau. Ini disebabkan oleh buruknya pemahaman
terhadap ungkapan imam Asy Syafi’i berikut:
‫ وإنْ لم يتل ّفظ وليس كالصّالة ال تصح إال بال ّنطق‬،‫إذا نوى حجّ ا ً وعمرة أجزأ‬

“Jika seseorang berniat haji atau umrah maka itu sah walaupun tidak diucapkan. Berbeda dengan
shalat, shalat tidak sah kecuali dengan pengucapan”

Imam An Nawawi berkata:

‫ بل مراده التكبير‬،‫ وليس مراد الشافعي بال ّنطق في الصّالة هذا‬،‫ غلط هذا القائل‬:‫قال أصحابنا‬

“Para ulama madzhab kami berkata, yang berkata demikian telah salah. Bukanlah maksud Imam
Asy Syafi’i itu melafalkan niat dalam shalat, namun maksudnya adalah takbir” (Al Majmu’, 3/243)
Imam Ibnu Abil Izz Al Hanafi berkata:

‫ إال أن بعض المتأخرين أوجب التل ّفظ‬،‫ وإنما النيّة محلّها القلب با ّتفاقهم‬،‫شافعيّ وال غيره باشتراط التل ّفظ بالنيّة‬
ّ ‫ ال ال‬،‫لم يقل أحد من األئمة األربعة‬
‫ وهو مسبوق باإلجماع قبله‬.‫ انتهى‬،‫ وهو غلط‬:‫ وخرج وجها ً في مذهب الشافعي! قال النووي رحمه هللا‬،‫بها‬

“Tidak ada seorang imam pun, baik itu Asy Syafi’i atau selain beliau, yang mensyaratkan pelafalan
niat. Niat itu tempatnya di hati berdasarkan kesepakatan mereka (para imam). Hanya segelintir
orang-orang belakangan saja yang mewajibkan pelafalan niat dan berdalih dengan salah satu
pendapat dari madzhab Syafi’i. Imam An Nawawi rahimahullah berkata itu sebuah kesalahan. Selain
itu, sudah ada ijma dalam masalah ini” (Al Ittiba’, 62)
Ibnul Qayyim berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya ketika memulai shalat beliau
mengucapkan ‫ هللا أكبر‬dan tidak mengucapkan apa-apa sebelumnya. Beliau juga tidak pernah sama
sekali melafalkan niat. Beliau tidak pernah mengucapkan ushallli lillah shalata kadza mustaqbilal qiblah
arba’a raka’atin imaaman atau ma’muuman (saya meniatkan shalat ini untuk Allah, menghadap qiblat,
empat raka’at, sebagai imam atau sebagai makmum). Beliau juga tidak pernah mengucapkan ada-
an atau qadha-an juga tidak mengucapkan fardhal waqti. Ini semua adalah bid’ah. Dan sama sekali
tidak ada satu pun riwayat yang memuat ucapan demikian, baik riwayat yang shahih, maupun yang
dhaif, musnad, ataupun mursal. Juga tidak ada dari para sahabat. Juga tidak ada istihsan dari
seorang tabi’in pun, atau dari ulama madzhab yang empat. Ucapan demikian hanya berasal dari
orang-orang belakangan yang menyalah-gunakan perkataan imam Asy Syafi’i tentang shalat:
‫إنها ليست كالصّيام وال يدخل فيها أح ُد إال بذكر‬

‘Shalat itu tidak seperti puasa, memulainya harus dengan dzikir’


Mereka menyangka bahwa dzikir di sini adalah melafalkan niat. Padahal yang dimaksud Asy Syafi’i
adalah takbiratul ihram. Tidak mungkin tidak. Bagaimana mungkin Asy Syafi’i menganjurkan hal
yang tidak pernah sekalipun dilakukan Nabi Shallallahu’alaihi Wa sallam dalam shalat? Juga tidak
pernah dilakukan sahabatnya juga para khalifah. Demikianlah petunjuk dan kebiasaan mereka.
Andai kita menemukan satu huruf saja dari mereka, maka tentu akan kita terima. Bahkan kita terima
dengan lapang dada. Karena tidak ada petunjuk yang paling sempurna selain dari mereka. Dan
tidak ada sunnah kecuali apa yang datang dari sang pembawa syari’at, Nabi Shalallahu’alaihi
Wasallam” (Zaadul Ma’ad, 1/201)

Melafalkan Niat, Bertentangan Dengan Dalil

Ringkasnya, para ulama dari berbagai negeri dan berbagai generasi telah menyatakan bahwa
melafalkan niat itu bid’ah. Pendapat yang menyatakan bahwa perbuatan tersebut disunnahkan
adalah pendapat yang salah, tidak sesuai dengan pendapat Imam Asy Syafi’i dan tidak sesuai
dengan dalil-dalil sunnah nabawi,
Diantaranya riwayat dari ‘Aisyah Radhiallahu’anha, ia berkata:
‫كان رسول هللا – صلى هللا عليه وسلم – يستفتح الصَّالة بال ّتكبير‬
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memulai shalatnya dengan takbir” (HR. Muslim, no.498)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam terhadap orang
yang shalatnya jelek, ketika orang tersebut berkata: ‘kalau begitu ajarkan saya shalat yang benar‘,
beliau bersabda:
‫ ثم اقرأ بما تيسر معك من القرآن‬،‫ فكبّر‬،‫ ثم استقبل القبلة‬،‫إذا قمت إلى الصّالة فأسبغ الوضوء‬

“Jika engkau berdiri untuk shalat, maka sempurnakanlah wudhu, lalu menghadap kiblat. Lalu
bertakbirlah, lalu bacalah ayat Qur’an yang mudah bagimu”

Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu’anhuma ia berkata:

‫ فرفع يديه‬،‫رأيت ال َّنبيَّ – صلى هللا عليه وسلم – افتتح التكبير في الصالة‬

“Aku melihat Nabi Shallallahu’alahi Wasallam memulai shalatnya dengan takbir, lalu mengangkat kedua
tangannya” (HR. Bukhari no.738)
Nash-nash ini dan juga yang lain yang begitu banyak dari Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam menunjukan bahwa memulai shalat adalah dengan takbir dan tidak mengucapkan apapun
sebelumnya. Hal itu juga dikuatkan dengan ijma para ulama bahwa :
‫ فالعبرة بما في القلب‬،‫إذا خالف اللسان القلب‬

“Jika ucapan lisan berbeda dengan apa yang ada di hati, maka yang dianggap adalah apa yang ada di hati”
Jika demikian, lalu apa faidahnya mengucapkan niat? Jika telah sepakat dan diyakini secara pasti
bahwa apa yang diucapkan itu tidak ada gunanya jika bertentangan dengan apa yang ada di dalam
hati.

Lalu hal ini pun menunjukkan adanya kegoncangan dalam pendapat orang yang mewajibkan
menggandengan niat dengan takbiratul ihram dan mewajibkan atau menganjurkan niatnya
dilafalkan. Bagaimana bisa melafalkan niat ketika lisan seseorang sibuk mengucapkan takbir?
Dalam hal ini Ibnu Abil Izz Al Hanafi berkata: “Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan:
ّ ‫اليجوز ما لم يكن‬
.‫ يدّعي ما يردّه صريح العقل‬،‫ والذي يدّعي المقارنة‬.‫ وأكثر ال ّناس عاجزون عن ذلك باعترافهم‬.‫ اللساني مقارنا ً للقلبي‬G‫الذكر‬
ّ ‫ منطبقة إلى آخر‬،‫ والمترجم عنه سابق قطعا ً على أن الحروف الملفوظ بها في النيّة‬،‫وذلك أن اللسان ترجمان ما يحضر بالقلب‬
‫ وهي‬،‫الزمان‬
‫ فكيف تتصور مقارنتها لما يكون قبلها؟‬،‫ ال تتصور المقارنة بين أنفسها‬،‫)!منقضية منصرمة‬

“Tidak boleh melakukan perbuatan yang ucapan lisannya berbeda dengan ucapan hatinya secara
bersamaan. Dan kebanyakan manusia mengakui mereka tidak bisa melakukan hal itu. Orang yang
mengaku bisa melakukannya pun, ia telah mengakui hal yang ditolak oleh akal sehat. Karena lisan
itu penerjemah apa yang hadir di dalam hati. Dan sesuatu yang diterjemahkan itu pasti ada lebih
dahulu, karena setiap huruf yang diucapkan itu pasti dilandasi niat. Demikian seterusnya hingga
selesai. Yang setelahnya adalah kelaziman dari sebelumnya. Tidak tergambar menggandengkan
keduanya jika bersamaan, lalu bagaimana lagi menggabungkan sesuatu yang ada sebelumnya?”

Anda mungkin juga menyukai