Anda di halaman 1dari 6

MACROBRACHIUM LAR

 Morfologi
Macrobrachium lar atau udang lar merupakan salah satu jenis udang air tawar dari
marga Macrobrachium yang paling banyak dikenal dengan tanduk moncong yang sangat
pendek. Udang lar dewasa pada umumnya memiliki panjang tubuh 12 -18 cm dan beratnya 100-
300 gram/ekor. Tubuh tersebut terdiri atas ruas-ruas yang ditutupi oleh kulit keras yang
tersusun dari zat kitin yang kaku sehingga kulit udang tidak dapat mengikuti pertumbuhan
tubuhnya sehingga setiap periode tertentu udang akan melepaskan kulitnya (moulting) untuk
diganti dengan kulit yang baru (Khairuman dan Amri, 2004)
Udang lar dapat dijumpai di sungai-sungai yang bermuara di laut dengan kadar garam
yang tinggi. Udang ini mempunyai dua habitat dalam siklus hidupnya jadi udang tersebut
tumbuh dan menjadi dewasa pada perairan tawar, namun pada fase larva hidup di air payau.
Pada fase larva akan mengalami sebelas kali pergantian kulit (moulting) yang diikuti dengan
perubahan struktur morfologi, hingga akhirnya bermetamorfosis menjadi juwana (juvenil). Sifat-
sifat larva yang umum adalah planktonis, aktif berenang dan tertarik oleh sinar tetapi menjauhi
sinar matahari yang terlalu kuat. Cenderung berkelompok pada fase larva dan akan semakin
menyebar dan individual serta bentik dengan bertambah umur. Di alam larva udang galah hidup
pada salinitas 5-10 permil.
Badan udang terdiri atas 3 bagian, yaitu kepala dan dada (cephalothorax), badan yang
bersegmen-segmen (abdomen), serta ekor (uropoda). Cephalothoraxdi bungkus oleh kulit keras.
Di bagian depan kepala, terdapat suatu lempengan karapas yang bergerigi disebut rostrum.
Pada rostrum bagian atas terdapat duri 11-13 buah dan di bagian bawah rostrum 8-14 buah.
Pada bagian cephalothorax juga terdapat lima pasang kaki jalan. Kaki renang udang lar terdapat
dibagian bawah abdomen, jumlahnya lima pasang.

 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Malacostraca
Order : Decapoda
Infraorder : Caeridea
Family : Palaemonidae
Genus : Macrobrachium
Species : M. Lar
 Habitat/penyebaran
a. Kualitas Air
Dalam siklus hidupnya secara alami memerlukan lingkungan perairan tawar dan payau.
Udang tumbuh dan menjadi dewasa di perairan tawar, terutama sungai-sungai dan rawa-rawa
yang mempunyai hubungan dengan laut. Setelah dewasa dan matang kelamin mereka mulai
beruaya ke muara sungai. Daur hidup udang dimulaidari telur yang sudah dibuahidan dierami
induknya selama19-21 hari dan menetas menjadi larva. Larva yang baru menetas memerlukan
air payau sebagai tempat kehidupannya. Apabila larva tidak berada dilingkungan air payau
selama 3-5 hari semenjak menetas, maka larva tersebut akan mati (Ling, 1969 dalam Hadie,
1992).
b. Siklus Hidup
Apabila larva yang baru menetas itu menemukan lingkungan hidup yang cocok maka
larva akan dapat tumbuh menjadi pascalarva. Untuk mencapai tingkatan pascalarva, larva
tersebut harus melalui 11 tahap perkembangan larva. Pada setiap tahap terjadi pergantian kulit
yang diikuti dengan perubahan struktur mofologinya. Setelah tahap juvenil dicapai, udang lar
mulai memerlukan lingkungan air tawar sampai udang tersebut dewasa (D’Abramo,dkk, 2001).
Udang ini mengalami proses ganti kulit (molting) sepanjang hidupnya. Pertumbuhan udang
merupakan fungsi dari pergantian kulit dan pertambahan bobot pada waktu pergantian kulit
tersebut. Karena tubuh udang ditutupi oleh karapas yang keras, maka untuk tumbuh karapas
yang lama harus dilepas dan diganti dengan yang baru dan lebih besar. Pada udang fase periode
intermoult berlangsung selama 30-80 hari, fase premoult selama 10-12 hari, dan fase postmoult
selama 2-6 hari pada suhu 27-28oC (Saravanan, dkk, 2008).
Pergantian kulit pada udang dapat terjadi pada kondisi lingkungan yang baik dan
ketersediaan makanan yang cukup. Frekuensi molting udang akan meningkat pada temperatur
yang lebih tinggi. Sesaat setelah molting, karapas masih lunak dan menjadi rentan terhadap
predasi dari sesamanya (D’Abramo,dkk, 2001).
c. Kebiasaan Makan
Pengetahuan tentang pola makan spesies di alam adalah penting untuk pembentukan
kebutuhan gizi dan interaksi dengan organisme lain. Setiap organisme dalam mendapatkan
sumber makanannya diperoleh dengan cara yang berbeda. Pada crustacea, khususnya udang
kebutuhan makanan ini berpengaruh pada siklus molting dan pertumbuhannya. Makanan yang
telah digunakan oleh udang akan mempengaruhi sisa persediaan makanan dan sebaliknya dari
makanan yang diambilnya akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan bagi tiap individu
serta keberhasilan hidupnya. Kualitas makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan
pertumbuhan udang. Dimana kualitas makanan udang dapat diketahui lewat kebiasan
makanannya (Hadie. W., dkk, 2001)
Udang merupakan hewan omnivora penghuni dasar termasuk pemakan organisme
dasar yang makanan alaminya berupa plankton, cacing, siput, kerang, ikan, moluska, biji-bijian
serta tumbuh-tumbuhan. Menurut Hendro (2006), sebagian jenis serangga dan organisme tak
dikenal beserta butiran pasir dan biji-bijian juga ditemukan. Organisme yang tidak dikenal yang
mungkin merupakan bagian dari materi detritus juga banyak ditemukan. Udang merupakan
pemakan
hewan kecil atau bentik. chlorophytadan Baciolaryphyta (diatom) menjadi makanan paling
dominan dari udang. Namun yang perlu diwaspadai adalah saat keadaan udang cukup lapar
mereka bisa menjadi kanibal pada sesamanya, bahkan udang dewasa yang sedang proses ganti
cangkang dimakan juga. Maka untuk menghindari kanibalisme ini, pada tempat budidaya udang
selalu diberi makanan supaya sifat kanibalismenya dapat dikendalikan (Hadie. W, 2001).
Beberapa pendapat yang menyatakan bahwa udang dewasa termasuk kedalam
kelompok omnivora merupakan suatu hal yang benar adanya. Melihat faktanya bahwa hewan
ini hidup dipengaruhi oleh ketersediaan pakan di habitatnya. Udang bisa menyesuaikan diri
untuk kelangsungan hidupnya dengan cara memakan baik hewan maupun tumbuhan yang ada
disekitar (Jimoh. A,2011).
Udang mengambil makanannya dari dasar habitatnya atau dari fauna terkait yang
terendam vegetasi pantai di badan air. Udang memiliki pergerakan yang terbatas dalam mencari
makanan dan mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri terhadap makanan yang tersedia
lingkungannya. Udang bersifat nocturnal artinya aktif mencari makan pada malam hari atau
apabila intensitas cahaya berkurang. Sedangkan pada siang hari yang cerah lebih banyak pasif,
berbenam diri dalam lumpur, di balik batu, karena udang-udang jenis ini tidak menyukai
sinar matahari (Hendro, 2006). Udang memakan makananya dengan cara menangkapnya
kemudian dicerna. Udang yang diberi makan dengan ukuran yang beraneka ragam,
menunjukkan hasil bahwa udang dapat menangkap dan mencerna makanan tersebut keukuran
yang sesuai dengan kapasitas konsumsi mereka. Sehingga disini ukuran makanan tidak menjadi
batasan untuk jenis makanannya. Hal lainnya seperti konsistensi, tekstur dan kepadatan dari
makanan tersebut dapat mempengaruhi pilihan dari konsumsi udang (Hadi. W., dkk, 2001).
Makanan yang mengandung senyawa organik seperti protein, asam amino, dan asam
lemak maka udang akan merespon dengan cara mendekati sumber pakan tersebut.
Saatmendekati sumber pakan, udang akan berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki
capit. Pakan langsung dijepit menggunakan capit kaki jalan, kemudian dimasukkan ke dalam
mulut. Selanjutnya, pakan yang berukuran kecil masuk kedalam kerongkongan (esophagus). Bila
pakan yang dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh
maxilliped didalam mulut. Sementara mengerat atau mengunyah, kaki lainnya mencari dan
memegang makanan lain yang siap dimakan juga. Kaki udang ini dilengkapi sensor aktif dan
sensitif yang mampu mendeteksi makanannya (Roy. D., dkk, 1997). Bila kita telusur seksama
kebiasaan cara memakan udang ini, tidaklah aneh bila dikatakan udang termasuk hewan rakus.
Saat masih mengunyah saja capitnya sudah siap sedia untuk memasukkan makanan yang
selanjutnya.
Periode makan udang terjadi 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore atau malam
hari. Intensitas makan akan mengalami peningkatan pada ukuran udang yang semakin besar dan
dewasa. Intensitas makanan yang ada pada usus udang yang diberi atau memperoleh makan
secara aktif menunjukkan isi perut terisi sebanyak tiga per empat hingga setengah penuh,
sementara isi perut yang hanya seperempat menunjukkan intensitas makan yang kurang atau
tidak cukup (Hadi. W., dkk, 2001). Beberapa contoh makanan udang yang terdiri dari
fitoplankton,
zooplankton, hewan bentik menunjukkan korelasi dengan musim yang sedang berlangsung.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis makanan ini tergantung pada musimnya. Pada
musim hujan makanan yang dominannya adalah fitoplankton. Begitu sebaliknya, dimana
zooplankton mendominasi saat musim kemarau. Kondisi musim ternyata menjadi bagian
penting juga yang perlu diketahui yang mempengaruhi kebiasan makan dari udang. Pada musim
hujan, makanannya terkait dengan perubahan mendadak kondisi ekologi lingkungannya. Saat
musim hujan bila diamati isi makanan perut udang lebih lengkap dibandingkan musim kemarau
yang isi perutnya kosong. Pada musim hujan intensitas makan udang lebih tinggi. Jenis makanan
yang banyak ditemukan yaitu tumbuhan, tetapi pada saat air perairan surut terendah pakan
utamanya bergeser ke jenis pakan berupa hewan seperti serangga, cacing dan moluska (Roy. D.,
dkk,
1997).
Hal ini mengakibatkan udang dapat memanfaatkan tumbuhan ataupun hewan yang
hidup ditempatnya termanfaatkan secara optimal. Kebiasaan makanan dan cara memakan pada
udang ini secara alami bergantung pada lingkungan tempat hidupnya.
d. Reproduksi Udang
Udang lar memijah sepanjang tahun, tidak mengenal masa kawin. Pemijahan biasanya terjadi
pada malam hari, meskipun dapat berpijah pada siang hari. Udang yang siap pijah dapat dilihat
dari gonadnya dengan warna merah orange yang menyebar keseluruh bagian gonad sampai
cephalotorax. Dengan sistem reproduksi yang dimiliki oleh udang baik jantan maupun betina,
maka perkawinan udang dilakukan di luar tubuh. Perkawinan/mating pada udang biasanya
terjadi sebelum dan sesudah matahari terbenam (Hadi. W., dkk, 2001)
 Manfaat Ekologi dan Ekonomi

Aplikasi budidaya tambak udang yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan memiliki sistem
manajemen produksi yang menjaga ekologi. Saat ini negara maju sudah memberlakukan sertifikasi
terhadap produk perikanan yang ramah lingkungan atau dengan kata lain produk perikanan yang masuk
dalam kategori eco-labeling. Eco-labeling diperoleh dari proses sertifikasi dan mempengaruhi konsumen
untuk memilih produk perikanan yang berasal dari praktek yang ramah lingkungan (Potts & Haward,
2006). Untuk memenuhi sertifikasi budidaya tambak udang dapat melakukan sistem perikanan organik.
Sistem perikanan budidaya organik adalah mengunakan input dan adanya keseimbangan dalam
menyimpan, merawat dan meningkatkan fungsi dari ekologi (Datta, 2012).

Sistem perikanan budi daya organik adalah melakukan perikanan budidaya tanpa menggunakan
bahan yang merusak lingkungan seperti penggunaan pestisida, pupuk namun mengoptimalkan daur
ulang usur hara yang ada diperairan tersebut. Budi daya tambak udang dapat dilakukan areal mangrove
tanpa harus merubah tipologi areal tersebut. Jasa lingkungan mangrove dapat dimanfaatkan seperti
menyediakan bahan baku seperti daun mangrove ketika layu akan menjadi sumber makanan udang yang
ditebar di areal mangrove. Sistem produksi budidaya tambak udang dengan ekosistem mangrove sudah
mulai dilakukan oleh beberapa negara Asia Tenggara. Berdasarkan hasil penelitian Dat & Yoshino (2013),
produktivitas budidaya tambak udang akan menurun ketika tidak ada ekosistem mangrove dan dari hasil
analisis ekonomi dengan luasan mangrove sebanyak 30-50% dari luas areal tambak akan membawa
keuntungan. Indonesia saat ini sedang mengembangkan perikanan silvofishery yaitu menanam
mangrove disekitar areal tambak dimana mangrove memberikan jasa lingkungan bagi udang yang
ditebar dan menarik udang liar untuk masuk kedalam areal tambak.

Aplikasi budidaya tambak udang yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan perlu melibatkan
komunitas masyarakat lokal sebagai pengelola dan mewakili untuk membuat regulasi dan perencanaan
pengelolaan mangrove yang berkelanjutan.Implikasi pada sosial ekonomi adalah ketahanan pangan
menjadi rawan dan tingginya perpindahan penduduk untuk mencari sumber mata pencaharian lainnya.
Rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki ekosistem mangrove dan mengurangi dampak adalah
melakukan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan melibatkan masyarakat secara aktif dan melakukan
praktek perikanan yang berkelanjutan.

Pengembangan ekonomi baru sejalan dengan peningkatan kapasitas masyarakat lokal sekitar
ekosistem mangrove. Pembangunan danpengembangan ekonomi ke depan seharusnya mengacu tata
ruang yang diterbitkan dalam peraturan yang dikeluarkan masing-masing pemerintah daerah agar dapat
meminimalisir dampak terhadap kerusakan lingkungan.

 Kandungan bahan nutrisi

NO Unsur Gizi Kadar/100 g Bahan


1. Energi (kal) 91
2. Protein (g) 21
3. Lemak (g) 0,2
4. Karbohidrat (g) 0,1
5. Kalsium (mg) 136
6. Fosfor (mg) 170
7. Zat besi (mg) 8
8. Vitamin A (SI) 60
9. Vitamin B (mg) 0,01
10. Vitamin C (mg) 0
11. Air (g) 75

Anda mungkin juga menyukai