Anda di halaman 1dari 1

“The Enron Scandal”

Enron merupakan hasil merger dari dua perusahaan gas alam, Houston Natural Gas dan
InterNorth. Merger ini dilakukan oleh pebisnis Kenneth Lay pada tahun 1985. Terkait deregulasi
penjualan gas alam pada tahun 1990-an, hal ini memungkinkan Enron untuk menjual energi
dengan harga yang lebih tinggi sehingga berpengaruh positif terhadap keuntungan perusahaan.
Dalam perkembangan usahanya, Enron melakukan strategi diversifikasi dengan merambah bisnis
pembangkit tenaga listrik, parbrik pulp dan kertas, pengolahan air bersih, dan layanan broadband
di seluruh dunia. Enron membiayai ratusan juta dollar guna melaksanakan program ini, walaupun
keuntungannya belum nampak, namun harga saham Enron di Wall Street melonjak menjadi US$
40, bahkan meningkat menjadi US$ 90,56, sehingga Enron dinyatakan oleh majalah Fortune
maupun media lain sebagai “one of the most admired and innovative companies in the world”.
Awal mula kejatuhan Enron karena laporan keuangan Enron yang kompleks
menimbulkan pertanyaan dari pemegang saham dan analis/investor. Model bisnis dan praktik-
praktik tidak etis dari perusahaan ini, antara lain menampilkan data penghasilan yang tidak
sebenarnya serta modifikasi neraca keuangan demi memperoleh penilaian kinerja keuangan yang
positif. Di samping itu Enron menerapkan praktik akuntansi yang dikenal sebagai mark-to-
market accounting dimana pencatatan aset didasarkan pada nilai pasar bukan pada nilai bukunya.
Praktik akuntansi ini juga memungkinkan Enron melaporkan profit berdasarkan proyeksi bisnis
bukan berdasar profit sebenarnya. Enron juga menyembunyikan hutang yang dimiliknya untuk
mengelabui publik. Kinerja keuangan Enron pada kisaran tahun 1998 hingga tahun 2000 terlihat
sangat bagus. Padahal, Enron ternyata menggelembungkan pendapatannya hingga sebesar 586
juta dollar sejak 1997.
Enron bersama kantor akuntan Arthur Andersen terbukti bersalah menggelembungkan
hasil kinerja keuangannya. Akibat skandal Enron ini, terjadi kerugian yang sangat besar hingga
mencapai lebih dari 60 juta dollar Amerika di pasar saham sehingga menyebabkan krisis
keuangan di Amerika. Tidak hanya itu, dampak dari krisis keuangan Amerika itu berefek domino
terhadap perekonomian secara global. Firma auditor Enron, Arthur Andersen, dituduh
menerapkan standar nekat dalam auditnya karena konflik kepentingan atas konsultasi fee yang
besarnya signifikan yang dihasilkan oleh Enron. Selama tahun 2000, Arthur Andersen
memperoleh $ 25 juta untuk biaya audit dan $ 27 juta untuk biaya konsultasi (jumlah ini sekitar
27% dari biaya audit klien publik untuk kantor Arthur Andersen Houston). Metode auditor
dipertanyakan apakah diselesaikan semata-mata untuk menerima biaya tahunan atau karena
kurangnya keahlian dalam mengaudit pendapatan Enron, special entities, derivatives, serta
other accounting practices. Perusahaan Arthur Andersen juga dinyatakan bersalah yang secara
ilegal menghancurkan dokumen yang relevan untuk penyelidikan SEC (Securities and Exchange
Commisions) , yang berwewenang membatalkan izin untuk mengaudit perusahaan publik serta
secara efektif berwenang menutup perusahaan.
Dampak dari skandal Enron sehingga AS perlu menerbitkan Undang-Undang Sarbanes-
Oxley untuk mengindari kasus serupa. Skandal Enron ini, merupakan kejahatan akuntansi yang
menjadi salah satu yang paling parah dalam sejarah. Motifnya kejahatan akuntansinya adalah
dengan menggelembungkan kinerja keuangan sehingga terlihat sangat tinggi untuk mendapatkan
perhatian investor.
Skandal Enron mengajarkan kepada dunia mengenai pentingnya etika profesi seorang
akuntan. Tindakan seorang akuntan yang tidak memiliki etika profesi bahkan dapat memicu
terjadinya krisis seperti yang terjadi pada skandal Enron. Tindakan curang dan manipulatif yang
dilakukan seorang akuntan dapat menjadi awal kehancuran perekonomian.

Anda mungkin juga menyukai