Anda di halaman 1dari 2

Refleksi Live-in Toleransi

Setelah selama tiga hari saya menjalani live-in toleransi di komunitas Pura Podowenang
desa Kaliwaru, Ngawen, Gunungkidul, saya mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman
mengenai toleransi antar umat beragama. Saya mulai kegiatan live-in pada hari Selasa tanggal
23 Oktober hingga kemarin Kamis tanggal 25 Oktober 2018. Kami disambut dengan baik oleh
warga desa Kaliwaru di hari pertama kami. Kami satu kelompok terdiri dari delapan orang dan
dibagi menjadi di empat kepala keluarga. Selain diajar seputar agama Hindu, saya juga diajarkan
mengenai aktivitas sehari- hari warga Kaliwaru yaitu berkebun, ke pasar, dan lain- lain. Saya
juga diajarkan untuk membuat caping di tempat warga yang membuat kerajinan caping.
Mulai hari pertama, saya dan teman- teman satu kelompok diajak untuk beribadah di Pura
dan dijelaskan benyak hal mengenai agama Hindu di desa tersebut mulai dari sejarah, arti
lambang dalam Hindu, berbagai upacara keagamaan, dan lain- lain. Dari sana saya menjadi lebih
memahami dan menghilangkan prasangka buruk saya terhadap agama Hindu sehingga saya
dapat hidup berdampingan dengan umat agama lain khususnya Hindu dengan damai. Selain itu
saya juga diajar untuk bercocok tanam di sawah oleh warga desa Kaliwaru. Pengalaman ini
membuat saya semangat dalam menjalani kegiatan di sekolah karena melihat warga yang susah
payah bekerja di sawah, sedangkan saya hanya duduk di kelas dan mendengarkan pelajaran.
Tetapi saya masih sering mengeluh dan malas untuk mengikuti pelajaran di sekolah.
Di hari kedua saya kembali melakukan dinamika sehari- hari yang biasa dilakukan oleh
penduduk desa tersebut. Saya sangat bersyukur dapat membantu warga dalam menjalankan
aktivitas sehari- hari. Pada hari itu juga saya diajak untuk menjalankan upacara yang biasa
dilakukan oleh umat Hindo setiap bulannya. Dari sana saya juga diajarkan tentang maksud dari
simbol- simbol yang ada dalam pelaksanaan upacara tersebut. Saya menjadi paham apa maksud
dari simbol- simbol dan persembahan dari upacara agama Hindu. Setelah menjalani semua
dinamika di hari kedua ini saya menjadi lebih paham mengenai perilaku dan kebiasaan serta apa
yang masyarakat lakukan di dalam maupun di luar Pura. Di sana saya dan teman- teman juga
sering keliling desa, bercakap- cakap dengan warga dan juga saling bertukar pikiran dengan
warga. Yang membuat saya salut adalah walaupun di desa tersebut terdapat empat agama yang
berbeda yaitu Islam, Kristen, Katholik, dan Hindu itu sendiri, tetapi masyarakat dapat saling
rukun dan tidak ada perselisihan yang terjadi di desa tersebut. Mereka saling bertegur sapa
layaknya masyarakat biasa, saling gotong royong dalammenyelenggarakan hari besar keagamaan
dan dapat saling menghormati.
Di hari ketiga saya berdinamika seperti biasa dan tentunya lebih mendalami lagi. Saya
diajak ke pasar oleh tuan rumah yang memberi saya tumpangan. Perjalanan dari desa tersebut ke
pasar cukup jauh, sesampainya di sana, keberagaman dalam beragama lebih terasa lagi karena di
sana lebih banyak orang, tetapi relasi dengan sesama juga masih kental terjaga sehingga kegiatan
jual beli juga berlangsung dengan damai tanpa adanya perselisihan.
Dari semua dinamika yang sudah saya alami di desa tersebut banyak pelajaran yang saya
ambil dan dapat saya terapkan di kehidupan sehari- hari saya. Yang pertama, saya beajar untuk
saling bertoleransi antar umat berbeda agama di manapun dan kapanpun. Yang kedua, saya
belajar untuk bekerja lebih giat di sekolah maupun di lingkungan masyarakat saya, selain itu
saya juga diajarkan pentingnya menjaga relasi dengan masyarakat sekitar agar kita juga dibantu
apabila kita sedang kesulitan, dan lain- lain.

Anda mungkin juga menyukai