Anda di halaman 1dari 1

Kisah Marselina

Waktu Marselina masih kecil, dia punya mimpi bisa bertempat tinggal di sebuah rumah yang megah,
dengan listrik dan lantai tehel. Dia juga mendambakan seorang suami yang tampan dan baik hati, dan bisa
memenuhi apa yang ia inginkan. Tetapi sayang, keluarga Marselina miskin, dan dirinya adalah anak bungsu
dari empat anak perempuan. Bapaknya kecewa karena tidak mempunyai anak laki-laki yang akan meneruskan
marga keluarga. Bapaknya suka minum-minum sampai mabuk, dan kadang-kadang dalam keadaan lupa diri ia
memukuli ibu Marselina dan menangisi kesialannya karena punya anak perempuan yang begitu banyak.

Saat Marselina berusia 17 ia dianggap cukup umur untuk menikah. Ia menangis ketika menyadari
bahwa semua impiannya tak akan menjadi kenyataan. Perkawinan Marselina sudah diatur sebelumnya, ia harus
menikah dengan laki-laki yang dipilih orangtuanya. Calon suaminya itu memiliki sebidang tanah, dan
dianggap bisa memberikan hidup mereka lebih baik. Marselinatidak bisa berbuat apa-apa. Sesudah lahir anak
Marselina yang kedua, yakni seorang laki-laki, suaminya menjadi lebih cuek dan sangat sering berada di luar
rumah; bahkan tidak lagi terlalu menuntut berhubungan badan. Di satu sisi, Marselina merasa terbebaskan di
sisi yang lain dia masih tergantung dengan suaminya secara ekonomi. Dalam waktu dua puluh tahun berjalan
Marselina masih melahirkan tujuh anak lagi, termasuk seorang anak perempuan yang meninggal di usia tiga
tahun, dan seorang bayi laki-laki yang meninggal sewaktu dilahirkan.

Menjelang usia yang ke-40, Marselina hamil lagi. Kehamilan ini sama dengan kehamilan sebelumnya
yaitu karena “kecelakaan” tanpa perencanaan kehamilan. Baik suami maupun Marselina Marselina sama sekali
tidak menggunakan satu metode KB apapun. Pada kehamilan ini sama sekali dia tidak memeriksakan
kehamilannya di posyandu ataupun puskesmas terdekat karena malu. Suaminya pun tidak begitu peduli
drmikian halnya keluarga. Tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga menuntutnya melaksanakan
pekerjaannya sehari-hari seperti biasa.

Pada suatu pagi di bulan Desember menjelang kelahiran anaknya, Marselina sedang menimba air di
sumur. Dia terjatuh dan perutnya terasa sakit. Tidak ada siapa-siapa saat itu karena orang-orang di sekitarnya
sedang sibuk di gereja untuk persiapan menjelang natal. Beruntung saat itu, ada seorang ibu yang ada dalam
keadaan sakit yang mengetahuinya dan menolong membawanya masuk dalam rumah. Rasa sakit sakit di
perutnya semakin menghebat. Beberapa tetangga dan para ibu-ibu mulai berdatangan. Menjelang sore,
Marselina mengalami perdarahan. Dan sampai dengan saat itu suaminya belum pulang juga.

Tetangga-tetangganya yang berada di situ mulai gelisah karena kondisi Marselina makin melemah.
Bidan yang ditunggupun sementara berada di kota. Seorang tokoh agama yang diminta untuk datang
mendoakan Marselina mengusulkan agar Marselina segera dibawa ke puskesmas terdekat, tetapi keluarga
suami Marselina yang ada di situ meminta untuk menunggu suaminya datang dulu padahal tidak jelas apakah
suaminya akan segera datang atau tidak. Selain itu mereka juga mengalami kesulitan karena tidak ada uang.

Akhirnya mereka terpaksa mengambil keputusan untuk membawa ke puskesmas terdekat. Di


puskesmas, ia diinfus. Ternyata setelah ditangani petugas kesehatan, disampaikan bahwa Marselina mengalami
komplikasi dan harus dirujuk secepatnya ke rumah sakit. Sayang sekali, pada saat itu mobil ambulans
Puskesmas tidak berada di tempat karena suatu urusan. Akhirnya, para tetangga berhasil mendapatkan sebuah
mobil pick-up yang kebetulan lewat yang bersedia mengantar dengan bayaran Rp. 200.000 yang ditanggung
secara bersama mereka yang ada di situ.

Sampai di rumah sakit Marselina makin melemah. Dokter dan bidan meminta keluarga untuk
menyiapkan darah dengan golongan darah O karena kebetulan tidak ada stok darah. Dengan bersusah payah
mereka mendapatkan calon pendonor. Namun persoalan lain muncul, petugas yang akan melakukan transfusi
darah ternyata tidak berada di tempat karena sudah pulang untuk mempersiapkan diri pada malam natal.
Karena itu harus dijemput yang membutuhkan waktu cukup lama sekitar satu jam. Akhirnya darahpun
diperoleh tetapi kondisi Marselina makin melemah. Dan saat mau diambil tindakan Marselina menghembuskan
nafas terakhirnya. Semua keluarga berduka. Marselina dibawa pulang ke rumah. Keluarga besar menunjukkan
simpatinya dengan berbagai bentuk barang, uang dan hewan. Disemayamkan, didoakan, dimakamkan dan
ditutup dengan doa pengucapan syukur yang meriah.

Pertanyaan:

1. Apa yang terjadi?


2. Bagaimana hal ini bisa terjadi ?
3. Apakah ada kasus seperti ini terjadi di seputar kita?
4. Bagaimana supaya agar kasus seperti ini tidak terjadi?

Anda mungkin juga menyukai