Anda di halaman 1dari 38

2.

ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI

2.1 Studi Literatur


2.1.1 Gerabah
Gerabah merupakan bagian dari keramik yang dilihat dari tingkat bahannya
(Mudra 1). Ada beberapa masyarakat yang menganggap bahwa gerabah berbeda dari
keramik, karena keramik cenderung mengkilap dan halus seperti vas bunga, guci,
tegel dan lain-lain. Menurut The Concise Colombia Encyclopedia, dalam jurnal yang
ditulis I Wayan Mudra dikatakan bahwa kata keramik berasala dari kata keramikos
dalam bahasa Yunani yang berarti gerabah, dan kata keramos yang berarti tanah liat.
Keramikos terbuat dari mineral non material yaitu tanah liat yang dibentuk dank eras
secara permanent melalui proses pembakaran suhu tinggi.
Tanah liat sendiri mempunyai arti campuran geluh, pasir dan tanah payau
yang tidak sama perbandingannya namun tercampur rata. Sampai batas tertentu
memiliki sifat kedap air. (Ensiklopedi Nasional Indonesia 762).

2.1.2 Sejarah Gerabah


Diduga gerabah pertama kali dikenal pada masa neolitik (kira-kira 10.000
tahun SM) di daratan Eropa dan mungkin juga sekitar akhir masa paleolitik (kira-kira
25.000 tahun SM) di daerah Timur Dekat (Budiyanto 80). Para ahli kebbudayaan
mengatakan bahwa, gerabah merupakan kebudayaan yang universal (menyeluruh),
artinya gerabah ditemukan di mana-mana, hampir di seluruh bagian dunia.
Perkembangannya bahkan juga penemuannya muncul secara individual di tiap daerah
tanpa harus selalu mempengaruhi. Mungkin juga masing-masing bangsa menemukan
sendiri sistem pembuatan gerabah tanpa adanya unsur peniruan dari bangsa lain
(Djulianto, par.4)
Gerabah muncul pertama kali pada waktu suatu bangsa mengalami masa
foodgathering (mengumpulkan makanan). Kehidupan masyarakat saat itu adalah
masyarakat yang hidup secara nomaden, senantiasa berpindah-pindah dari satu

7
Universitas Kristen Petra
tempat ke tempat lainnya. Dalam corak hidup seperti itu wadah gerabah dapat
digunakan secara efektif karena gerabah merupakan benda yang ringan dan mudah
dibawa-bawa. Selain itu gerabah juga merupakan benda yang kuat, paling tidak lebih
kuat daripada yang dibuat dari bahan lain, seperti kayu, bambu atau kulit binatang.
Bahan pembuatan tanah liat mudah didapatkan oleh masyarakat karena
tanah liat terdapat di mana-mana. Tetapi mengenai proses penemuan gerabah itu
sendiri, belum satu orang pun bisa menguraikannya secara ilmiah. Ada beberapa yang
menguraikan sebagai berikut, pada waktu itu beberapa orang sedang membakar hasil
buruannya. Kebetulan pembakaran itu dilakukan di atas tanah yang tergolong jenis
tanah liat. Setelah selesai membakar daging itu, mereka mendapatkan tanah di
bawahnya berubah menjadi keras. Dari sinilah muncul gagasan untuk membuat suatu
wadah dari tanah liat yang dibakar (Djulianto, par.6).
Api sangat dibutuhkan sebagai faktor utama dalam pembuatan gerabah,
meskipun panas matahari barangkali dapat juga dipakai untuk fungsi yang sama.
Karena itu dapat dipastikan bahwa munculnya gerabah merupakan efek lain dari
penemuan dan domestikasi api. Masyarakat yang belum mengenal api tentulah
mustahil bisa memproduksi gerabah. Dengan demikian, tafsiran bahwa gerabah mula
pertama dikenal pada masa neolitik dapat diterima, sebab penemuan dan domestikasi
api baru dikenal pada akhir masa paleolitik atau awal masa neolitik.
”Melalui temuan-temuan lainnya diketahui bahwa pada masa itu manusia
hidup dalam corak berburu dan mengumpulkan makanan” menurut Djulianto. Usaha
mengumpulkan makanan berarti membutuhkan suatu untuk wadah makanan tersebut.
Dalam hal ini wadah yang paling tepat adalah gerabah karena gerabah mudah dibawa
ke mana saja. Dan ini sesuai dengan corak hidup nomaden. Karena itulah gerabah
memiliki arti yang penting bagi manusia, sehingga ia dapat diterima dalam setiap
kebudayaan dan terus semakin berkembang selama belum ditemukan wadah lain
yang memiliki tingkat efektifitas setinggi gerabah.
Penggunaan wadah gerabah oleh suatu kelompok manusia memiliki arti
penting bahkan jauh lebih penting daripada yang bisa kita bayangkan. Dengan
dikenalnya wadah yang kecil, mudah dibawa dan kuat, suatu kebudayaan maju

8
Universitas Kristen Petra
selangkah lagi ke arah kebudayaan yang lebih tinggi. Apa lagi dengan dikenalnya
corak kebudayaan hidup menetap, fungsi gerabah semakin meluas. Kebutuhan
gerabah yang beraneka ragam melahirkan tipe-tipe gerabah yang semakin banyak.
Kalau sebelumnya digunakan wadah lain yang jauh lebih sulit diperoleh, kini mereka
bisa membuat wadah gerabah yang lebih mudah didapat.
Gerabah sebagai salah satu benda hasil kebudayaan manusia merupakan unsur
yang paling penting dalam usaha untuk menggambarkan aspek-aspek kehidupan
manusia. Sampai kini gerabah yang berhasil ditemukan terutama berbentuk wadah,
seperti periuk, cawan, pedupaan, kendi, tempayan, piring, dan cobek.
Gerabah atau kereweng (pecahan gerabah) sering kali ditemukan di antara
benda-benda lain pada situs arkeologi. Untuk keperluan studi arkeologi temuan ini
sangat besar manfaatnya, karena gerabah merupakan alat penunjuk yang baik dari
kebudayaan yang berbeda. Beberapa kereweng yang dapat dikenali tipenya bisa
digunakan untuk menanggali benda-benda lain yang ditemukan di sekitarnya dan
dapat pula digunakan untuk menentukan hubungannya dengan kebudayaan lain.
Selain itu gerabah merupakan benda yang sulit hancur sama sekali, terlebih lagi kalau
tersimpan dalam tanah. Itulah sebabnya gerabah yang telah berusia puluhan ribu
tahun pun masih bisa dikenali. Beberapa contoh gerabah apda masa lalu:

Gambar 2.1 Celengan Pada Zaman Kerajaan Majapahit


Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Trowulan,_Mojokerto

9
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.2 Gerabah pada zaman Kerajaan Majapahit
Sumber: http://arkeologi.web.id/articles/berita-arkeologi/1301-zaman-dulu-
sudah-ada-action-figure

2.1.3 Sejarah Gerabah di Indonesia


Budiyanto dalam bukunya yang berjudul Kriya Keramik untuk SMK
Jilid 1 mengatakan bahwa di Indonesia keramik sudah dikenal sejak jaman
Neolithikum, diperkirakan rentang waktunya mulai dari 2500 SM–1000 SM.
Peninggalan zaman ini diperkirakan banyak dipengaruhi oleh para imigran dari Asia
Tenggara berupa: pengetahuan tentang kelautan, pertanian dan peternakan. Alat-alat
berupa gerabah dan alat pembuat pakaian kulit kayu. Kebutuhan manusia dalam
kehidupan sehari-hari selalu mengalami perubahan sesuai perkembangan zaman.
Awalnya manusia membuat alat bantu untuk kebutuhan hidupnya, mulai dari
membuat kapak dari batu. Seperti di Sumatra ditemukan pecahan-pecahan periuk
belanga di Bukit Kulit Kerang. Meskipun pecahan tembikar tersebut kecil dan
berkeping-keping namun telah terlihat adanya bukti nyata membuat wadah dari tanah
liat. Teknik pembuatannya dilakukan dengan tangan, dan untuk memadatkan serta
menghaluskan digunakan benda keras seperti papan. Cara menghias dilakukan
dengan menekankan sebuah kayu berukir, atau menekan tali, anyaman bambu, duri
ikan, dan sebagainya, pada permukaan keramik (mentah) setelah selesai pembentukan.

10
Universitas Kristen Petra
Cara seperti ini paling banyak dilakukan oleh perajin tradisional di berbagai daerah di
pelosok tanah air (Budiyanto 97).
Di Pantai Selatan Jawa tepatnya di antara Yogyakarta dan Pacitan ditemukan
pecahan tembikar yang berhiaskan teraan anyaman atau tenunan seperti hasil tenun
yang di buat di Sumba. Di daerah Melolo (P. Sumba) ditemukan pula periuk belanga
yang berisikan tulang-tulang manusia. Peninggalan-peninggalan prasejarah ini juga
ditemukan di daerah Banyuwangi, Kelapa Dua-Bogor, Kalumpang serta Minanga di
Sulawesi, Gilimanuk di Bali dan juga penemuan pada waktu peninggalan arkeologis
di sekitar candi Borobudur dan di Trowulan-Mojokerto. Termasuk juga peninggalan
zaman Kerajaan Majapahit (abad 16 M) banyak di temukan bata-bata dan genteng
dari tanah liat yang dibakar sebagai bahan bangunan, namun juga benda-benda seperti
celengan. Pecahan-pecahan tembikar juga ditemukan di situs Batujaya, di Karawang
Jawa Barat. Menurut Joko, gerabah pada zaman kerajaan Majapahit sangat penting
bagi kehidupan dimana ketika itu hampir semua alat kebutuhan hidup menggunakan
gerabah semisal cetakan bahan pangan, tempayan. Hal ini dikarenakan tanah liat
mudah ditemui dan proses pembentukannya dapat dipelajari oleh setiap masyarakat
Majapahit. (Budiyanto 98).

Gambar 2.3 Celengan yang digunakan semasa zaman Majapahit


Sumber : Dokumentasi Pribadi

11
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.4 Gambar Hiasan Pada Tiang Sebagai Arsitek Zaman Dulu
Sumber : Dokumentasi Pribadi

2.1.4 Jenis Gerabah


Gerabah merupakan bagian dari keramik karena gerabah sendiri terbuat dari
bahan-bahan yang keras walaupun masih dalam bentuk kasar. Dalam jurnalnya I
Wayan Sudra mengatakan bahwa Daniel Rodes membagi gerabah berdasarkan tipe.
Ada beberapa tipe keramik jika dilihat dari bentuk bahan yang digunakan, seperti
earthen ware, porcelain, stone ware.
a. Earthenware
Badan gerabah ini biasanya matang dibawah suhu 1200 celcius.
Komposisi dari gerabaha ini adalah:
• Kaolin 25%
• Ball Clay 29%
• Body Frit 17%
• Talc 5%
• Flint 10%
• Iron Oksida 3%

12
Universitas Kristen Petra
b. Stoneware
Badan gerabah ini matang disuhu 1200-1410 celcius. Komposisi dari
gerabah ini adalah:
• Stoneware clay 10%
• Sagger clay 10%
• Ball clay 15%
• Kaolin 25%
• Feldspar 20%
• Flint 20%

c. Porcelain
Badan Gerabah ini matang disuhu 1250 celcius atau lebih, akan lebih
baik lagi jika matang jika suhu mencapai 1500 celcius atau lebih dari
itu. Komposisi dari gerabah ini adalah:
• English china clay 10%
• Florida Kaolin 20%
• Tennessee Ball Clay 26%
• Feldspar 24%
• Flint 20%

2.1.5 Proses Pembuatan Gerabah


Pada dasarnya proses pembuatan gerabah dibagi dalam dua bagian
besar, yakni dengan cara cetak untuk pembuatan dalam jumlah banyak (masal) atau
langsung dengan tangan. Untuk proses pembuatan dengan menggunakan tangan pada
keramik yang berbentuk silinder (jambangan, pot, guci), dilakukan dengan
menambahkan sedikit demi sedikit tanah liat diatas tempat yang bisa diputar. Salah
satu tangan pengrajin akan berada disisi dalam sementara yang lainnya berada diluar.
Dengan memutar alas tersebut, otomatis tanah yang ada di atas akan membentuk
silinder dengan besaran diameter dan ketebalan yang diatur melalui proses penekanan

13
Universitas Kristen Petra
dan penarikan tanah yang ada pada kedua telapak tangan pengrajin. Proses
pembuatan gerabah membutuhkan waktu yang lama dan penuh kesabaran, berikut ini
adalah tahapan dalam proses pembuatan gerabah:
1. Proses Pencarian tanah liat
Butuh inspeksi yang teliti untuk mendapatkan tanah liat terbaik yang
sesuai dengan kualitas standart. Tanah liat yang bagus tidak harus berasal dari
desa penghasil gerabah namun berasal dari desa terdekat. Tanah liat tidak
serta merta langsung digunakan tapi butuh ketelitian yang mendalam dan
memastikan kalau tanah liat tidak bercampur batu-batu kecil dan kotoran.

Gambar 2.5 Tanah liat sebagai bahan pembuatan gerabah


Sumber: dokumentasi pribadi

2. Proses Pengeringan
Setelah inspeksi, tanah liat dipotong-potong seperti kubus dan dijemur
di bawah sinar matahari, butuh sekitar 3 atau 4 hari. Bila potongan kubus-
kubus tersebut sudah kering, kemudian ditumbuk jadi seperti adonan tepung
yang lembut dan disimpan sebelum digunakan sebagai adonan. Yang paling
menarik untuk disaksikan tidak ada alat-alat modern yang mendukung dalam
pembuatan gerabah, tapi lapisan-lapisan tanah liat terus ditambahkan dari
jumlah adonan asli sementara para pengrajin gerabah memutar alat yang
digunakan sampai terbentuk benda yang diinginkan, kendati bentuknya seperti

14
Universitas Kristen Petra
sudah jadi namun sebenarnya belum selesai, lalu ada juga pengrajin yang
ditugaskan khusus untuk mendekorasi setelah itu benda/pot yang
dimaksudkan dibiarkan kering di tempat yang tidak terlalu banyak kena sinar
matahari.

Gambar 2.6 Alat Digunakan Untuk Membentuk Tanah Liat


Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.7 Proses Pembentukan Tanah Liat


Sumber: Dokumentasi Pribadi

15
Universitas Kristen Petra
3. Proses Mempernis dengan minyak kelapa
Benda/pot yang sudah dipernis adalah kombinasi minyak kelapa dan
dibiarkan kering sebelum di kerik/digosok dengan batu hitam atau alat-alat
tradisisonal lainnya karena itu permukaannya kelihatan mengkilat dan lagi
dikeringkan diterik sinar matahari dan itu butuh satu hari bahkan juga digosok
halus di pertengahan siang hari untuk menambah kilauannya.
4. Proses Pembakaran
Gerabah siap untuk dibakar dan dikumpulkan kedalam oven terbuka
yang ditutupi jerami padi yang dibakar selama lebih dari 4 jam dan temperatur
produksinya sekitar 400 sampai 800 derajat Celsius

Gambar 2.8 Proses Pembakaran Gerabah 1


Sumber: Dokumentasi Pribadi

16
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.9 Proses Pembakaran Gerabah 2
Sumber: Dokumentasi Pribadi

5. Proses Pewarnaan
Pekerjaan terakhir adalah memilih warna yang tepat, bila warna merah
tua yang dikehendaki dilapisi dengan sari biji asam dan bila warna merah
jentik yang dikehendaki, cukup jentikkan dengan sekam. Selain itu menurut
ibu Mujio sebagai narasumber, proses pewarnaan dapat juga menggunakan cat
tembok sebagai bahan pewarna, pewarnaan ini bertujuan agar gerabah
memiliki daya tarik ketika dijual

Gambar 2.10 Proses Pewarnaan Gerabah


Sumber: Dokumentasi Pribadi

17
Universitas Kristen Petra
2.1.6 Perkembangan Gerabah Pada Masa Kini
Pada awalnya keramik ini tidak memiliki corak desain sama sekali.
Namun legenda matinya seekor kuda telah menginspirasi para pengrajin untuk
memunculkan motif kuda pada banyak produk, terutama kuda-kuda pengangkut
gerabah atau gendeng lengkap dengan keranjang yang diletakkan di atas kuda, selain
dari motif katak, ayam jago dan gajah.
Perkembangan zaman dengan masuknya pengaruh modern dan budaya
luar melalui berbagai media telah membawa perubahan di Kasongan, Bantul -
Yogyakarta. Kawasan Kasongan pertama kali diperkenalkan oleh Sapto Hudoyo
sekitar 1971-1972 dengan sentuhan seni dan komersil serta dalam skala besar
dikomersilkan oleh Sahid Keramik sekitar tahun 1980-an, kini wisatawan dapat
menjumpai berbagai aneka motif pada keramik. Bahkan wisatawan dapat memesan
jenis motif menurut keinginan seperti burung merak, naga, bunga mawar dan banyak
lainnya.
Kerajinan gerabah yang dijual di desa Kasongan bervariasi, mulai dari
barang-barang unik ukuran kecil untuk souvenir (biasanya untuk souvenir pengantin),
hiasan, pot untuk tanaman, interior (lampu hias, patung, furniture, etc), meja kursi,
dan masih banyak lagi jenisnya.Bahkan dalam perkembangannya, produk desa wisata
ini juga bervariasi meliputi bunga tiruan dari daun pisang, perabotan dari bambu,
topeng-topengan dan masih banyak yang lainnya.
Hasil produksi gerabah Kasongan di masa sekarang sudah mencakup
banyak jenis. Tidak lagi terbatas pada perabotan dapur saja (kendil, kuali, pengaron,
dandang, dan lainnya) serta mainan anak-anak (alat bunyi-bunyian, katak, celengan).
Di kawasan Kasongan akan terlihat galeri-galeri keramik di sepanjang jalan yang
menjual berbagai barang hiasan dan souvenir. Bentuk dan fungsinya pun sudah
beraneka ragam, mulai dari asbak rokok kecil atau pot dan vas bunga yang berukuran
besar, mencapai bahu orang dewasa. Barang hias pun tidak hanya yang memiliki
fungsi, tetapi juga barang-barang hiasan dekorasi serta souvenir perkawinan.

18
Universitas Kristen Petra
Sementara itu penggunaan gerabah di masyarakat Jawa masih banyak di
temui. Gerabah selain digunakan sebagai alat kehidupan sehari-hari juga digunakan
dalam proses upacara keagamaan dan upacara pernikahan. Menurut M Hariwijaya
dalam buku yang berjudul Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa,
gerabah digunakan saat upacara pernikahan. Gerabah yang digunakan adalah
berbentuk pecahan genteng (kereweng) dalam hal ini digunakan sebagai mata uang
dimana saat itu orang tua dari pengantin menjual dawet kepada sanak saudara, dan
sanak saudara membeli dawet tersebut dengan kereweng ini. Hal ini maksudnya
sebagai modal agar kelak pasangan pengantin menjalani hidup mapan. Selain itu
adapula proses pemecahan kendi oleh orang tua pengantin wanita, ini dimaksudkan
bahwa anak perempuannya telah lepas dari orang tua dan hidup dengan suaminya.

2.2 Literatur Buku


Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu
pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi dari sebuah
lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman, bagian depan dan belakang ini
dilindungi oleh sampul yang terbuat dari bahan yang tahan dari gesekan ataupun
kelemmbaban Seiring dengan perkembangan dalam bidang dunia informatika, kini
dikenal pula istilah e-book (buku elektronik), yang mengandalkan komputer dan
internet (jika aksesnya online).
Dilihat dari fungsinya, buku dapat diartikan sebagai alat komunikasi
tulisan yang disusun dalam satuan atau lebih, agar pemaparannya dapat bersistem,
dan isi maupun perangkat kerasnya dapat lebih lestari. Segi pelestarian inilah yang
membedakan buku dari benda-benda komunikasi tulisan lainnya yang lebih pendek
umur seperti majalah dan surat kabar. (Ensiklopedi Nasional Indonesia 518)
Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan
kompresi serat yang berasal dari pulp. Serat yang digunakan biasanya adalah alami,
dan mengandung selulosa dan hemiselulosa. Kertas dikenal sebagai media utama
untuk menulis, mencetak serta melukis dan banyak kegunaan lain yang dapat
dilakukan dengan kertas misalnya untuk menulis, untuk hidangan (tissue), untuk

19
Universitas Kristen Petra
kebersihan serta untuk toilet. Ditemukannya kertas merupakan arti yang sangat besar
bagi dunia karena kertas ikut menyumbangkan peradaban dunia. Sebelum ditemukan
kertas, bangsa-bangsa dahulu menggunakan tablet dari tanah lempung yang dibakar.
Hal ini bisa dijumpai dari peradaban bangsa Sumeria, prasasti dari batu, kayu, bambu,
kulit atau tulang binatang, sutra, bahkan daun lontar yang dirangkai seperti dijumpai
pada naskah naskah Nusantara beberapa abad lampau.

2.2.1 Sejarah Buku


Sebelum ditemukannya kertas, orang-orang zaman dahulu menggunakan
keping-keping batu dan gulungan papirus untuk menulis (Ensikpoledi Nasional
Indonesia 520). Orang Mesir kuno biasanya membekali jenazah dengan gulungan
papirus yang terdapat tulisan pada permukaanya, agar perjalanan orang yang mati itu
dapat terpandu. Pohon papirus sendiri tumbuh melimpah di delta sungai Nil,
gulungan papirus ini disimpan dalam tabung atau pembungkus yang lain yang diberi
tanda yagn menyatakan penulis dan bahan tulisan. Orang Romawi menyebut tanda ini
dengan nama titulus, dari kata ini timbulah kata title (judul) dalam bahasa Inggris
(Ensikpoledi Nasional Indonesia 520).
Biasanya gulungan kertas itu sangatlah panjang sehingga merepotkan
orang-rang dalam membaca maupun menulis sehingga gulungan itu dipotong-potong
menjadi beberapa bagian. Pada abad pertengahan, penampilan gulungan ini berubah
digantikan oleh codex (yang artinya potongan kayu), yaitu deretan lembaran papirus
maupun kulit domba yang terlipat dan dilindingu oleh tutup kayu yang berat.
Perubahan ini bertahap selama beberapa abad, dan kesulitan dari gulungan ini adalah
tak tidak memungkinnya mebalik-balik halam padahal liturgi Gereja Katolik
menuntut demikian.di Yunani penulisan menggunakan potongan kayu yang digabung
oleh sepasang gelang yang diolesi dengan lilin lebah dan untuk menulis orang-orang
menggoreskan pada potongan kayu yang telah diolesi tadi. Di Timur Tengah orang
menggunakan kulit domba yang direntangkan sebagai mendia untuk menulis, lembar
ini disebut pergamenum (dasar dari timbulnya kata perkamen yang artinya kertas
kulit).

20
Universitas Kristen Petra
Pertama kali kertas ditemukan oleh orang yang berasal dari Cina bernama
Ts’ai Lun. Dia seorang pegawai negeri pada pengadilan kerajaan yang di tahun 105
M mempersembahkan contoh kertas kepada Kaisar Ho Ti. Catatan Cina tentang
penemuan Ts'ai Lun ini (terdapat dalam penulisan sejarah resmi dinasti Han)
sepenuhnya terus terang dan dapat dipercaya, tanpa sedikit pun ada bau-bau magi
atau dongeng. Orang-orang Cina senantiasa menghubungkan nama Ts'ai Lun dengan
penemu kertas dan namanya tersohor di seluruh Cina. Bahan dari kertas yang dibuat
Ts’ai Lun berasal dari bambu, bambu tersebut direndam dalam air, setelah itu bambu
dipotong kecil-kecil. Setelah dipotong bambu dilumat menjadi halus dan menyaring
bubur bambu tersebut. Setelah itu bubur bambu di campur dengan kapur untuk
dibentuk pulp kertas. Setelah pulp kertas sudah jadi maka tinggal dikeringkan dan
dihaluskan lalu diberi warna. (Ensiklopedi Nasional Indonesia 520)
Penggunaan kertas meluas di seluruh Cina pada abad ke-2, dan dalam
beberapa abad saja Cina sudah sanggup mengekspor kertas ke negara-negara Asia.
Lama sekali Cina merahasiakan cara pembikinan kertas ini. Di tahun 751, beberapa
tenaga ahli pembikin kertas tertawan oleh orang-orang Arab sehingga dalam tempo
singkat kertas sudah diprodusir di Bagdad dan Sarmarkand. Teknik pembikinan
kertas menyebar ke seluruh dunia Arab dan baru di abad ke-12 orang-orang Eropa
belajar teknik ini. Sesudah itulah pemakaian kertas mulai berkembang luas dan
sesudah Gutenberg menemukan mesin cetak modern, kertas menggantikan
kedudukan kulit kambing sebagai sarana tulis-menulis di Barat. Di tahun 1799,
seorang Prancis bernama Nicholas Louis Robert menemukan proses untuk membuat
lembaran-lembaran kertas dalam satu wire screen yang bergerak, dengan melalui
perbaikan-perbaikan alat ini kini dikenal sebagai mesin Fourdrinier. Penemuan mesin
silinder oleh John Dickinson di tahun 1809 telah menyebabkan meningkatnya
penggunaan mesin Fourdrinier dalam pembuatan kertas-kertas tipis. Tahun 1826,
steam cylinder untuk pertama kalinya digunakan dalam pengeringan dan pada tahun
1927 Amerika Serikat mulai menggunakan mesin Fourdrinier. Peningkatan produksi
oleh mesin Fourdrinier dan mesin silinder telah menyebabkan meningkatnya
kebutuhan bahan baku kain bekas yang makin lama makin berkurang. Tahun 1814,

21
Universitas Kristen Petra
Friedrich Gottlob Keller menemukan proses mekanik pembuatan pulp dari kayu, tapi
kualitas kertas yang dihasilkan masih rendah. Sekitar tahun 1853-1854, Charles Watt
dan Hugh Burgess mengembangkan pembuatan kertas dengan menggunakan proses
soda. Tahun 1857, seorang kimiawan dari Amerika bernama Benjamin Chew
Tilghman mendapatkan British Patent untuk proses sulfit. Pulp yang dihasilkan dari
proses sulfit ini bagus dan siap diputihkan. Proses kraft dihasilkan dari eksperimen
dasar oleh Carl Dahl pada tahun 1884 di Danzig. Proses ini biasa disebut proses sulfat,
karena Na2SO4 digunakan sebagai make-up kimia untuk sisa larutan pemasak.
Penyempurnaan bentuk buku berjalan terus-menerus sampai memasuki abad ke-19,
pada saat itu ditemukan mekanisasi dalam berbagai sektor, pada abad ini proses
pembuatan dengan tangan diganti dengan proses mekanis. Pada awal itu juga
ditemukan teknik penjilidan yang menggunakan kain tenunan kaps sebagai penguat
(Ensiklopedi Nasional Indonesia 520)

Penemuan penting berikutnya adalah percetakan offset pada pertengahan


abad ke-20 dan sebelum itu ditemukan tata huruf yang dibantu dengan fotografi.
Penemuan lain seperti komputer, pencetak laser dapat mempersingkat watu dan biaya
pembuatan buku. Kini penggunaan kertas begitu umumnya sehingga tak seorang pun
sanggup membayangkan bagaimana bentuk dunia tanpa kertas. Di Cina sebelum
penemuan Ts'ai Lun umumnya buku dibuat dari bambu. Memang ada juga buku yang
dibuat dari sutera tetapi harganya amat mahal buat umum. Sedangkan di Barat
(sebelum ada kertas) buku ditulis di atas kulit kambing atau lembu. Material ini
sebagai pengganti papyrus yang digemari oleh orang-orang Yunani, Romawi dan
Mesir. Baik kulit maupun papyrus bukan saja termasuk barang langka tetapi juga
harga sulit terjangkau. Saat ini buku ataupun tulisan dapat diproduksi secara besar-
besaran karena biaya produksi yang murah. Ini semua berkat adanya kertas. Memang,
arti penting kertas tidaklah begitu menonjol tanpa adanya mesin cetak, tetapi
sebaliknya mesin cetak pun tak banyak makna tanpa adanya bahan kertas yang begitu
banyak dan begitu murah.

22
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.11 Gambar Daun Lontar Sebagai Media Menulis Zaman Dulu

(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Lontar)

Gambar 2.12 Gambar Daun Lontar Yang di Temukan Di Bali

(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Lontar)

Gamabr 2.13 Gambar Alat Untuk Menulis Pada Daun Lontar

(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Lontar)

23
Universitas Kristen Petra
2.2.2 Buku Di Indonesia

Sebelum ditemukannya kertas, orang-orang Indonesia menggunakan daun


lontar sebagai media menulis, daun lontar yang berisi tulisan ini dijilid sehingga
menjadi buku model kuno. Peranan buku di Indonesia dimulai sejak lama termasuk
zaman penjajahan Belanda, pada masa itu buku hanya dikuasai oleh pihak Belanda,
sedangkan orang-orang pribumi tidak diperkenankan memegang buku. Adapun
orang-orang pribumi yang menggunakan buku, namun itu pun dipilih oleh orang
Belanda sebagai pembantu saja. Buku di indonesia lebih banyak di pegang oleh pihak
asing daripada warga pribumi sendiri, buku-buku agama Islam di kuasai oleh orang-
orang Arab, buku-buku agama Kristen di kuasai oleh pihak Belanda, sedangkan
buku-buku bacaan umum yang berbahasa Melayu dikuasai oleh pihak Cina. Orang
pribumi hanya bergerak dalam usaha penerbitan buku berbahasa daerah, usaha
penerbitan buku bacaaan yang murni dilakukan oleh pribumi, yaitu mulai dari
penulisan hingga penerbitannya, hanya dilakukan oleh orang-orang Sumatera Barat
dan Medan. Pihak Belanda khawatir dengan perkembangan usaha peberbitan buku
oleh masyarakat pribumi sehingga pemerintah Belanda lalu mendirikan penerbit
Buku Bacaan Rakyat dengan tujuan untuk mengimbangi usaha penerbitan yang
dilakukan kaum pribumi. Pada tahun 1908, penerbit ini diubah namanya menjadi
Balai Pustaka. Hingga Jepang masuk ke Indonesia, Balai Pustaka belum pernah
menerbitkan buku pelajaran karena bidang ini dikuasai penerbit swasta Belanda.
Sekitar tahun 1950-an, penerbit swasta nasional mulai bermunculan, sebagian besar
penerbit itu berada di pulau Jawa dan selebihnya di Sumatera. Awalnya para penerbit
swasta bermotif politis dan idealis, mereka ingin mengambil alih dominasi para
penerbit Belanda yang setelah penyerahan kedaulatan di tahun 1950 masih diijinkan
berusaha di Indonesia. Pada tahun 1955, pemerintah Republik Indonesia mengambil
alih dan menasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia. Pertumbuhan dan
perkembangan penerbitan buku nasional ini didorong dengan memberi subsidi dan
bahan baku kertas bagi penerbit buku nasional sehingga penerbit diwajibkan menjual

24
Universitas Kristen Petra
buku-bukunya dengan harga murah. Untuk mengatur bantuan oemerintah kepada
penerbuit dan mengendalikan harga buku maka pemerintah mendirikan Yayasan
Lektur yang, dengan adanya yayasan ini, pertumbuhan dan perkembangan penerbitan
nasional dapat meningkat dengan cepat. Menurut Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)
yang didirikan 1950, penerbit yang menjadi anggota IKAPI yang semula berjumlah
13 pada tahun 1965 naik menjadi 600-an lebih. (Sejarah Kelahiran Buku dan
Perkembangannya di Indonesia, para.12) Pada tahun 1965 terjadi perubahan situasi
politik di tanah air, salah satu akibat dari perubahan itu adalah keluarnya kebijakan
baru pemerintah dalam bidang politik, ekonomi dan moneter. Sejak akhir tahun 1965,
subsidi bagi penerbit dihapus, sebagai dampaknya karena hanya 25% penerbit yang
bertahan, situasi perbukuan mengalami kemunduran. Sementara itu, pemerintah
melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mashuri, kemudian menetapkan bahwa
semua buku pelajaran di sediakan oleh pemerintah. Keadaan tidak bisa terus-menerus
dipertahankan karena buku pelajaran yang meningkat dari tahun ke tahun, karena itu
diberikan hak pada Balai Pustaka untuk mencetak buku-buku yang dibutuhkan
dipasaran bebas. Para penerbit swasta diberikan kesempatan menerbitkan buku-buku
pelengkap dengan persetujuan tim penilai. Hal lain yang menonjol dalam masalah
perbukuan selama Orde Baru adalah penerbitan buku yang harus melalui sensor dan
persetujuan kejaksaan agung karena terdapat beberapa buku yang dianggap merusak
keadaan saat itu seperti buku-buku karya Pramudya Ananta Toer, Utuj Tatang
Sontani dan beberapa pengarang lainnya, tidak dapat dipasarkan karena mereka
dinyatakan terlibat G30S/PKI. Sementara buku-buku “Siapa Menabur Angin Akan
Menuai Badai”, kemudian “Era Baru, Pemimpin Baru” tidak bisa dipasarkan karena
dianggap menyesatkan, terutama mengenai cerita-cerita seputar pergantian kekuasaan
pada tahun 1966.

2.2.3 Jenis Buku

Dilihat dari macamnya, buku dapat dikelompokan sebagai buku pelajaran,


buku umum, buku rujukan (refrensi) dan buku pesanan.

25
Universitas Kristen Petra
- Buku Pelajaran

Mencakup buku ajarana dari sekolah, dasar sampai fakultas pasca sarjana,
baik umum, kjuruan maupun berbagai macam kursus.

- Buku Umum

Mencakup buku sastra, buku fiksai (umumnya novel), dan nonfiksi,


contoh-contoh buku umum diantaranya:

- Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif yang
biasanya dalam bentuk cerita. Penulis dari novel disebut novelis.
Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari
cerpen.

- Buku antologi
Buku antologi adalah sebuah buku yang merupakan kumpulan karya
tulis pilihan dari seorang atau beberapa orang pengarang. Awalnya,
definisi ini hanya mencakup kumpulan puisi (termasuk syair dan
pantun) yang dicetak dalam satu volume. Namun, antologi juga dapat
berarti kumpulan karya sastra lain seperti cerita pendek, novelpendek,
prosa, dan lain-lain

2.2.4 Desain dan Produksi buku


Buku merupakan kebanggaan penerbit, tidak hanya isinya namun juga
penampilan dari buku tersebut. Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (519) ada
beberapa yang harus diperhatikan dalam membuat buku adalah:

26
Universitas Kristen Petra
- Komposisi
Komposisi merupakan tahap awal dalam proses pembuatan buku, tahap ini
terdiri atas dua langkah yaitu: tata huruf (type-setting) dan rias halaman
(make up). Langkah ketiga adalah membuat cetak coba (proof) untuk
mengoreksi kesalahan.
- Tata Huruf
Saat ini perangkat elektronik sangatlah dibutuhkan dalam proses
pembuatan buku karena kecepatan dan efisiennya, namun hanya terdapat
empat cara untuk mengubah kopi naskah menjadi bentuk yang dapat
dicetak yakni, menyusun cetakan logam dengan tangan, menyusun dengan
mesin (mekanis), komposisi mesin ketik, dan komposisi fotografi.
Komputer dan pita magnetik hanya digunakan untuk melengkapi keempat
metode dasar ini saja.
- Rias Halaman
Setelah proses pencetakan selesai, maka unsur-unsur pada suatu halaman
disusun agar saling berhubungan dengan benar dan serasi, hal ini antara
lain, kompisisi fotografi.
- Cetak Coba
Cetak coba biasanya dilakukan diatas kertas gulungan yang belum
dipotong sesuai halaman.
- Tipografi
Tipografi adalah teknik dan seni memilih serta menata huruf untuk
pencetakan, dan merupakan bagian yang penting dalam proses desain
buku. Ada dua hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam menata
huruf, yakni kualitas cetak huruf dan kenyamanan baca. Selain itu
perancang juga harus menjaga keseimbangan antara semua faktor yang
mempengaruhi kenyamanan baca, jenis huruf, ukuran huruf, panjang baris,
tekstur kertas, pola halaman (gambar, teks, garis pinggir, dan dekorasi),
ruang antarbaris, kontras antara huruf dan kertas, dan kesesuaian
banyaknya halaman dengan isi buku.

27
Universitas Kristen Petra
- Percetakan
Perancang buku hendaknya mengetahui teknik cetak yang diguankan
untuk mencetak buku. Semua itu bergantung pada ukuran halaman,
ukuran mesin cetak, dan persyaratan penjilidan. Namun ada dua masalah
dalam proses pencetakan, yakni masalah warna cetak dan proses cetak.
Masalah warna ini sering kali dijumpai ketika akan menggunakan warna,
apakah warna datar atau menggunakan warna separo-nada.
- Penjilidan
Penjilidan merupakan proses yang sulit dalam pencetakan buku, ada tiga
macam penjilidan yakni, penjilidan cover tebal (hard cover), penjilidan
punggung kertas (paperback) dan penjilidan kawat spriral.
Penjilidan sendiri dimulai dengan cara melipat kertas yang dapat
dilakukan dengan tangan ataupun mesin cetak, kemudian ditempelkan
lembar-lembar ujung pada berkas lipatan (signature) pertama dan terakhir.
Langkah selanjutnya adalah meperkuat dengan cara menempelkan
potongan kain sepanjang punggung berkas lipatan pertama dan terakhir,
atau juga dapat dilakukan dengan teknik jahit. Setelah dijahit, buku
dikempa pada tekanan tinggi untuk memeras udara agar keluar dari antara
kertas, memampatkan kertas.

2.3 Esai
Sebuah esai adalah sebuah komposisi prosa singkat yang mengekspresikan
opini penulis tentang subyek tertentu. Sebuah esai dasar dibagi menjadi tiga bagian:
pendahuluan yang berisi latar belakang informasi yang mengidentifikasi subyek
bahasan dan pengantar tentang subyek; tubuh esai yang menyajikan seluruh informasi
tentang subyek; dan terakhir adalah konklusi yang memberikan kesimpulan dengan
menyebutkan kembali ide pokok, ringkasan dari tubuh esai, atau menambahkan
beberapa observasi tentang subyek.

28
Universitas Kristen Petra
Membedakan esai atau bukan esai dapat dilakukan dengan merujuk
pendapat-pendapat atau rumusan-rumusan yang telah ada, tetapi pendapat-pendapat
atau rumusan-rumusan yang telah ada sering kali masih tidak lengkap dan kadang
bertolak belakang sehingga masih mengandung kekurangan juga. Misal mengenai
ukuran esai, ada yang menyatakan bebas, sedang, dan dapat dibaca sekali duduk;
mengenai isi esai, ada yang menyatakan berupa analisis, penafsiran dan uraian (sastra,
budaya, filsafat, ilmu); dan demikian juga mengenai gaya dan metode esai ada yang
menyatakan bebas dan ada yang menyatakan teratur.
Penjelasan mengenai esai dapat lebih "aman dan mudah dimengerti" jika
ditempuh dengan cara meminjam pembagian model penalaran ala Edward de Bono.
Menurut De Bono, penalaran dapat dibagi menjadi dua model. Pertama, model
penalaran vertikal (memusatkan perhatian dan mengesampingkan sesuatu yang tidak
relevan) dan kedua model penalaran lateral (membukakan perhatian dan menerima
semua kemungkinan dan pengaruh).
Dari pembagian model penalaran ini, esai cenderung lebih mengamalkan
penalaran lateral karena esai cenderung tidak analitis dan acak, melainkan dapat
melompat-lompat dan provokatif. Sebab, esai menurut makna asal katanya adalah
sebuah upaya atau percobaan yang tidak harus menjawab suatu persoalan secara final,
tetapi lebih ingin merangsang. Menurut Francis Bacon, esai lebih sebagai butir garam
pembangkit selera ketimbang sebuah makanan yang mengenyangkan.

2.3.1 Sejarah Esai


Esai mulai dikenal pada tahun 1500-an dimana seorang filsuf Perancis,
Montaigne, menulis sebuah buku yang mencantumkan beberapa anekdot dan
observasinya. Buku pertamanya ini diterbitkan pada tahun 1580 yang berjudul Essais
yang berarti attempts atau usaha. Montaigne menulis beberapa cerita dalam buku ini
dan menyatakan bahwa bukunya diterbitkan berdasarkan pendapat pribadinya. Esai
ini, berdasarkan pengakuan Montaigne, bertujuan mengekspresikan pandangannya
tentang kehidupan.

29
Universitas Kristen Petra
Montaigne menuliskan sikap dan pandangannya mengenai esai melalui
deskripsi-deskripsinya yang tersirat, sahaja, rendah hati tetapi jernih dalam sebuah
kata pengantar bukunya: "Pembaca, ini sebuah buku yang jujur. Anda diperingatkan
semenjak awal bahwa dalam buku ini telah saya tetapkan suatu tujuan yang bersifat
kekeluargaan dan pribadi. Tidak terpikir oleh saya bahwa buku ini harus bermanfaat
untuk anda atau harus memuliakan diri saya. Maksud itu berada di luar kemampuan
saya. Buku ini saya persembahkan kepada para kerabat dan handai taulan agar dapat
mereka manfaatkan secara pribadi sehingga ketika saya tidak lagi berada di tengah-
tengah mereka (suatu hal yang pasti segera mereka alami), dapatlah mereka temukan
di dalamnya beberapa sifat dari kebiasaan dan rasa humor saya, dan mudah-mudahan,
dengan cara itu, pengetahuan yang telah mereka peroleh tentang diri saya tetap awet
dan selalu hidup" (dari "To The Reader").
Kemudian, pada tahun 1600-an, Sir Francis Bacon menjadi Esais Inggris
pertama. Bukunya berjudul Essay. Bentuk, panjang, kejelasan, dan ritme kalimat dari
esai ini menjadi standar bagi esais-esais sesudahnya. Ada beberapa esai yang formal,
dan ada beberapa esai lain yang bersifat informal. Bentuk esai informal lebih mudah
ditulis karena lebih bersifat personal, jenaka, dengan bentuk yang bergaya, struktur
yang tidak terlalu formal, dan bertutur. Bentuk esai formal lebih sering dipergunakan
oleh para pelajar, mahasiswa dan peneliti untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Formal
esai dibedakan dari tujuannya yang lebih serius, berbobot, logis dan lebih panjang.
Di Indonesia bentuk esai dipopulerkan oleh HB Jassin melalui tinjauan-
tinjauannya mengenai karya-karya sastra Indonesia yang kemudian dibukukan
(sebanyak empat jilid) dengan judul Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik
dan Esei (1985), tapi Jassin tidak bisa menerangjelaskan rumusan esai.

2.3.2 Tipe Esai


2.3.2.1 Esai Deskriptif
Esai deskriptif biasanya bertujuan menciptakan kesan tentang seseorang,
tempat, atau benda. Bentuk esai ini mencakup rincian nyata untuk membawa
pembaca pada visualisasi dari sebuah subyek. Rincian pendukung disajikan dalam

30
Universitas Kristen Petra
urutan tertentu (kiri ke kanan, atas ke bawah, dekat ke jauh, arah jarum jam, dll). Pola
pergerakan ini mencerminkan urutan rincian yang dirasakan melalui penginderaan.

2.3.2.2 Esai ekspositori


Esai ini menjelaskan subyek ke pembaca. Biasanya dilengkapi dengan
penjelasan tentang proses, membandingkan dua hal, identifikasi hubungan sebab-
akibat, menjelaskan dengan contoh, membagi dan mengklasifikasikan, atau
mendefinisikan. Urutan penjelasannya sangat bervariasi, tergantung dari tipe esai
ekspositori yang dibuat. Esai proses akan menyajikan urutan yang bersifat kronologis
(berdasarkan waktu); esai yang membandingkan akan menjelaskan dengan contoh-
contoh; esai perbandingan atau klasifikasi akan menggunakan urutan kepentingan
(terpenting sampai yang tak penting, atau sebaliknya); esai sebab-akibat mungkin
mengidentifikasi suatu sebab dan meramalkan akibat, atau sebaliknya, mulai dengan
akibat dan mencari sebabnya.

2.3.2.3 Esai naratif


Menggambarkan suatu ide dengan cara bertutur. Kejadian yang
diceritakan biasanya disajikan sesuai urutan waktu. Esai persuasif bersuaha
mengubah perilaku pembaca atau memotivasi pembaca untuk ikut serta dalam suatu
aksi/tindakan. Esai ini dapat menyatakan suatu emosi atau tampak emosional. Rincian
pendukung biasanya disajikan berdasarkan urutan kepentingannya.

2.3.2.4 Esai dokumentatif


Memberikan informasi berdasarkan suatu penelitian di bawah suatu
institusi atau otoritas tertentu. Esai ini mengikuti panduan dari MLA, APA, atau
panduan Turabian.

2.4 Fotografi
2.4.1 Sejarah Fotografi

31
Universitas Kristen Petra
FOTOGRAFI secara umum baru dikenal sekitar 150 tahun lalu. Dalam buku
The History of Photography karya Alma Davenport, terbitan University of New
Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 sebelum Masehi,
seorang pria bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding
ruangan yang gelap terdapat lubang, maka di bagian dalam ruang itu akan
terefleksikan pemandangan di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi. Kemudian,
pada abad ke-10 Masehi, seorang Arab bernama Ibn Al-Haitham menemukan
fenomena yang sama pada tenda miliknya yang berlubang.
Menurut National Geography dalam webnya mengatakan bahwa fotografi
mulai tercatat resmi pada abad ke-19 dan lalu terpacu bersama kemajuan-kemajuan
lain yang dilakukan manusia sejalan dengan kemajuan teknologi yang sedang gencar-
gencarnya. Fotografi yang pertama adalah tahun 1839 yang ditetapkan sebagai tahun
awal fotografi. Pada tahun itu, di Perancis dinyatakan secara resmi bahwa fotografi
adalah sebuah terobosan teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat
mata sudah bisa dibuat permanen. Penemu fotografi dengan plat logam, Louis
Jacques Mande Daguerre, sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Namun
pemerintah Perancis, dengan segala pertimbagan mengenai politik dan sebagainya,
berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma.
Pada saat itu manual asli Daguerre menyebar ke seluruh dunia walau diterima dengan
setengah hati akibat rumitnya proses kerja yang harus dilakukan.
Meskipun tahun 1839 secara resmi ditetapkan sebagai tahun awal fotografi,
dan fotografi resmi dianggap sebagai penemuan teknologi terbaru, namun sebenarnya
foto-foto telah tercipta beberapa tahun sebelumnya. Sebenarnya, temuan Daguerre
bukanlah murni temuannya sendiri. Seorang peneliti Perancis lain, Joseph Nicephore
Niepce, pada tahun 1826 sudah menghasilkan sebuah foto yang kemudian dikenal
sebagai foto pertama dalam sejarah manusia. Foto yang berjudul View from Window
at Gras itu kini disimpan di University of Texas di Austin, AS. Niepce membuat foto
dengan melapisi pelat logam dengan sebuah senyawa buatannya. Pelat logam itu lalu
disinari dalam kamera obscura sampai beberapa jam sampai tercipta imaji. Metode
Niepce ini sulit diterima orang karena lama penyinaran dengan kamera obscura bisa

32
Universitas Kristen Petra
sampai tiga hari.Niepce menyebut teknik ini sebagai ”Heliography” atau ”sun
drawing”. Pada tahun 1827, Daguerre bekerja sama dengan Niepce untuk
menyempurnakan temuan itu. Dua tahun kemudian, Daguerre dan Niepce resmi
bekerja sama mengembangkan temuan yang lalu disebut heliografi. Dalam bahasa
Yunani, helios adalah matahari dan graphos adalah menulis. Karena Niepce
meninggal pada tahun 1833, Daguerre kemudian bekerja sendiri sampai enam tahun
kemudian hasil kerjanya itu diumumkan ke seluruh dunia. Pada tahun 1847 Thomas
Easterly membuat foto yang menggunakan kilat untuk mendapatkan foto landscape,
maka dengan ini tercatat bahwa fotografi pertama dengan penggunaan kilat. Selain itu
ditahun 1947, untuk pertama kalinya fotografi digunakan dalam dunia perang untuk
mendokumentasikan apa yang terjadi di medan perang, orang yang melakukannya
adalah Charles J.Bett, dia ikut serta dalam pasukan Amerika menuju Veracruz,
Meksiko. Disana Charles banyak mengambil foto pergerakan pasukan serta jendral-
jendral yang bertugas dan juga mengambil gambar mengenai korban perang. Tahun
1858 Felix Tournachon mengkombinasikan kegemarannya akan angkasa, jurnalisme
dan fotografi sehingga ia mengambil foto dari angkasa untuk pertama kalinya, yang
pada akhirnya disebut sebagai sudut mata burung.
Tahun 1861 untuk pertama kalinya ditemukan foto berwarna oleh James
Clerk Maxwell, ia menggabungkan sebuah plat hitam-putih dengan tiga filter—merah,
hijau, dan biru. Foto pertamanya membuktikan dasar dari warna pokok yang disebur
metode tiga warna. Tahun 1878 fotografer yang bernama Eadweard Muybridge mulai
mencoba menggabungkan objek manusia dengan hewan sebagai objek fotonya, ia
melihat potensi kamera yang dapat digunakan untuk mempelajari gerakan dari sini
pertama dikenal cinemartografi. Fotografi kemudian berkembang dengan sangat cepat.
Tidak semata heliografi lagi karena cahaya apa pun kemudian bisa dipakai, tidak
semata cahaya matahari. Penemuan cahaya buatan dalam bentuk lampu kilat pun
telah menjadi sebuah aliran tersendiri dalam fotografi. Cahaya yang dinamai sinar-X
kemudian membuat fotografi menjadi berguna dalam bidang kedokteran. Pada tahun
1901, seorang peneliti bernama Conrad Rontgen menemukan pemanfaatan sinar-X
untuk pemotretan tembus pandang. Temuannya ini lalu mendapat Hadiah Nobel dan

33
Universitas Kristen Petra
peralatan yang dipakai kemudian dinamai peralatan rontgen. Cahaya buatan manusia
dalam bentuk lampu sorot dan juga lampu kilat (blitz) kemudian juga menggiring
fotografi ke beberapa ranah lain. Pada tahun 1940, Dr Harold Edgerton yang dibantu
Gjon Mili menemukan lampu yang bisa menyala-mati berkali-kali dalam hitungan
sepersekian detik. Lampu yang lalu disebut strobo ini berguna untuk mengamati
gerakan yang cepat. Foto atlet loncat indah yang sedang bersalto, misalnya, bisa
difoto dengan strobo sehingga menghasilkan rangkaian gambar pada sebuah bingkai
gambar saja. Demikian pula penemuan film inframerah yang membantu berbagai
penelitian. Kabut yang tidak tembus oleh cahaya biasa bisa tembus dengan sinar
inframerah. Tidaklah heran, fotografi inframerah banyak dipakai untuk pemotretan
udara ke daerah-daerah yang banyak tertutup kabut.

2.4.2 Sejarah Fotografi di Indonesia


Fotografi di Indonesia belum diketahui secara jelas mulai kapan
digunakan, namun pada zaman penjajahan Belanda Adolf Schaeffer datang ke
Batavia dengan membawa kamera dengan lembaran peraknya. Tugasnya saat itu
adalah membuat inventarisasi bergambar mengenai arca Hindu-Jawa. Bagi Schaeffer,
pekerjaan yang ditawarkan pemerintah kolonial tersebut bukan satu-satunya hal yang
diabadikannya. Gambaran kehidupan di Jawa dan luar Jawa pun menjadi obyek
menarik untuk diabadikannya. Gambar-gambar ini kemudian dijadikan pemerintah
Belanda untuk memberikan gambaran mengenai negara yang jauh kepada masyarakat
Negeri Belanda. Karya foto yang khas pada waktu itu adalah pemotretan Gusti
Ngurah Ktut Jelantik, Raja Buleleng bersama putri dan pengawalnya.
Foto Borobudur yang ada di sebelah merupakan karya Adolf Schaeffer.
Foto hasil order pemerintah kolonial ini diambil persisnya tahun 1844. Hasil gambar
ini jugalah yang menjadi tonggak sejarah fotografi di Indonesia karena gambar di
sebelah merupakan foto pertama yang diabadikan dengan kamera modern.
Selanjutnya, pemerintah Belanda mulai membuka diri pada dunia fotografi di wilayah
jajahannya teriutama di Indonesia. Untuk menujukkan keseriusannya didrikanlah
Studio pertama yang dibuka di Batavia waktu itu bernama “Woodbury & Page” di

34
Universitas Kristen Petra
Jalan Merdeka Selatan Jakarta (sekarang). Setelah itu semakin banyak juru foto yang
bekerja pada pemerintahan kolonial.
Setelah itu dunia fotografi terus berkembang di bawah bayang-bayang
kekuasaan kolonial. Pada Awal abad XX, Kassian Chepas menjadi satu-satunya juru
foto lokal yang juga masih keturunan Jawa-Belanda. Karya fenomenal Chepas adalah
foto-foto yang menggambarkan kehidupan di dalam tembok keraton, yang satu atau
dua abad yang lalu menampakkan kemegahan dan kekuasaannya. Meski demikian
kehidupan di keraton saat itu tetap terlihat sepi dan tunduk pada peraturan-peraturan
kolonial.
Meski lahir pada jaman penjajahan, namun hasil fotografi saat itu telah
berhasil memberi gambaran Indonesia pada jamannya. Infomasi mengenai Hindia
Belanda ini yang paling lengkap sekarang tersimpan di KIT (Konijnklijk Instituut
voor de Troyen) di Amsterdam. Koleksi besar terdiri dari puluhan ribu obyek
bersejarah semuanya dari bekas Hindia Belanda.

2.4.3 Teknik Fotografi


Beberapa teknik yang harus diperhatikan untuk menguasai fotografi
adalah sebagai berikut:

• Komposisi
Komposisi merupakan suatu proses dimana menggabungkan beberapa
elemen sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Komposisi merupakan
salah satu unsur penentu tingginya nilai estetik karya fotografi. Dalam hal
fotografi ini mencakup warna, garis, shape, form, terang dan gelap.
Mendapatkan komposisi yang baik diperlukan adanya keseimbangan antara
gelap dan terang, antara bentuk padat dan ruang terbuka atau warna-warna
cerah dengan warna-warna redup (Nirmana Vol 2, No 1).

Komposisi juga didapat dari jarak pemotretan, beberapa jarak pemotretan


yang ada adalah:

35
Universitas Kristen Petra
a. Long Shot
Pengambilan gambar dengan menhasilkan objek yang kecil, digunakan
saat ingin mendapatkan seluruh area aksi
b. Medium Shot
Gambar yang dihasilkan adalah gambar yang lebih besar adri long shot,
biasanya menggambarkan seseorang dari lutut sampai ujung kepala namun
tidak menggambarkan keseluruhan setting.
c. Close Up
Pengambilan gambar dengan menunjukan point interest dari objek foto,
baisanya pengambilan gambar ini hanya sebatas bahu sampai kepala saja.
d. Extreme Close up
Extreme Close Up digunakan untuk menunjukan detail dari suatu objek,
semisal menonjolkan mata nya atau menonjolkan bibirnya
e. High Angle
High angle merupakan teknik pemotretan dengan menempatkan posisi
objek lebih rendah dari posisi kamera sehingga objek terkesan lebih kecil,
biasanya teknik ini disebut ”sudut pandang mata burung”
f. Low angle
Low angle adalah pemotretan dimana posisi kamera lebih rendah daripada
objek sehingga objek yang difoto terlihat lebih besar, teknik ini
dinamakan ”sudut pandang mata kodok”
g. Foreground dan Background
Pemotretan dengan menggunakan objek lain di depan atau di belakang
objek utama dengan tujuan untuk memperindah objek. Objek yang berada
di depan atau dibelakang dapat dibuat tajam ataupun bluring.

• Fokus

36
Universitas Kristen Petra
Fokus meruapkan point of interest dari suatu foto, dengan adanya fokus
ini maka foto akan terlihat lebih menarik. Fokus didapat dari mengatur ketajaman
lensa dengan memutar ring fokus yang telah ada ataupun didapat dari auto-focus.

• Exposure
Exposure dapat diukur dengan alat lighmeter, jika kekurangan cahaya
maka yang harus dilakukan adalah menurunkan/memperlambat speed atau dengan
memperbesar bukaan diafragma. Begitu pula sebaliknya, jika kelebihan cahaya
maka yang dilakukan adalah menaikan/mempercepat speed atau dengan
memperkecil bukaan diafragma. Kondisi dimana jumlah cahaya yang masuk
terlalu banyak sehingga gambar terlihat terang dinamakan overexpose. Keadaan
dimana cahaya yang masuk sedikit sehingga gambar terlihat gelap disebut
underexpose

2.4.4 Jenis-Jenis Fotografi


Fotografi sendiri terdiri dari beberapa macam fotografi diantaranya
adalah:
a. Fotografi Jurnalistik
b. Fotografi Fine Art

2.4.4.1 Fotografi Jurnalistik


Menurut Guru Besar Universitas Missouri Amerika Serikat, Cliff
Edom, fotografi jurnalistik adalah perpaduan antara gambar dan kata-kata.
Menurut Wilson hicks, fotografi jurnalistik merupakan kombinasi antara
gambar dan kata yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada
kesamaan latar belakang pendidikan sosial pembacanya

37
Universitas Kristen Petra
Ada delapan karakter foto jurnalistik menurut Frank P. Holy dalam
bukunya yang berjudul Photo Jurnalism The Visual Approach. Delapan
karakter itu adalah:
a. Fotografi Jurnalistik adalah komunikasi melalui foto, dimana
komunikasi tersebut mengekspresikan pandangan wartawan foto
terhadap suatu objek, tetapi pesan yang disampaikan bukan merupakan
ekspresi pribadi.
b. Medium fotografi jurnalistik adalah media cetak koran atau majalah
dan media kabel atau satelit juga internet seperti kantor berita.
c. Kegiatan fotografi jurnalistik adalah kegiatan melapor berita.
d. Fotografi jurnalistik adalah paduan dari foto dan teks foto
e. Foto Jurnalistik mengacu pada manusia, manusia sebagai subjek
sekaligus pembaca foto jurnalistik
f. Fotografi jurnalistik adalah fotografi yang berkomunikasi dengan
orang banyak (mass audience) yang artinya pesan yang disampaikan
harus singkat dan dapat dimengerti oleh orang dari beraneka ragam
golongan
g. Fotografi jurnalistik merupakan hasil kerja editor foto
h. Tujuan fotografi jurnalistik adalah memenuhi kebutuhan mutlak
penyampaian informasi kepada sesama, sesuasi amandemen kebebasan
berbicara dan kebebasan pers.

Fotografi jurnalistik terbagi atas foto berita dan foto features,


perbedaan foto berita dan foto features terdapat pada permasalahan yang
dibahas dalam foto tersebut. Foto berita lebih banyak membahasa hal-hal
seperti politik, ekonomi, olahraga yang perkembangannya ingin segera
diketahui oleh pembaca, sedangkan foto features lebih banyak membahas
mengenai topik yang ringan dan biasanya bersifat menghibur serta tidak
memerlukan pemikiran yang dalam ketika membacanya. Selain itu perbedaan

38
Universitas Kristen Petra
terlihat dalam waktu penyiaran dimana foto berita akan disiarkan sesegera
mungkin namun foto features akan disiarkan sesuai kebutuhan saja.
Foto berita maupun foto features dapat dilakukan dengan dua macam
bentuk foto, yakni foto tunggal dan foto seri. Foto tunggal dan foto features
yang melengkapi berita dapat ditemukan dalam koran maupun majalah. Foto
seri atau foto esai adalah foto yang terdiri lebih dari satu foto namun masih
dalam satu kesatuan tema. Foto seri atau foto esai memerlukan waktu yang
cukup lama dalam pengerjaannya namun keduanya memudahkan fotografer
untuk menjelaskan suatu peristiwa dalam beberapa foto. Foto esai adalah
laporan yang mengandung opini pemotret dari sudut pandang tanpa adanya
penyelesaian dari masalah yang diangkat (Sugiarto 75). Foto esai biasanay
diikuti narasi baik panjang maupun pendek.
Setiap fotografi jurnalistik harus diikuti oleh teks foto karena teks foto
merupakan satu kesatuan yang menjelaskan foto tersebut, syarat-syarat teks
foto adalah:
a. Teks foto harus dibuat minimal dua kalimat
b. Kalimat pertama menjelaskan gambar sedangkan kalimat kedua
menjelaskan data yang dimiliki
c. Teks foto harus memiliki unsur 5W + 1H
d. Teks foto dibuat dengan kalimat aktif sederhana
e. Teks foto diawali dengan keterangan tempat foto disiarkan, tanggal
penyiaran dan judul, serta diakhiri dengan tahun foto disiarkan serta
nama pembuat dan editor foto

Fotografi jurnalistik dapat terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya


adalah sebagai berikut ini:
a. Spot Photo
Spot Photo adalah foto yang dibuat secara tidak terjadwal atau stidak
terduga oleh fotografer ketika berada di tempat kejadian. Misalnya,
kejadian waktu perang, konflik atau kecelakaan. Spot photo ini harus

39
Universitas Kristen Petra
segera disiarkan karena peristiwanya jarang terjadi dan menampilkan
konflik ketegangan. Spot photo ini juga harus mampu menampilkan
emosi subjeknya sehingga bisa memancing emosi pembaca.
b. Generals News Photo
generals news photo merupakan foto yang dibuat dari peristiwa yang
terjadwal dan biasanya temanya bermacam-macam seperti politik,
ekonomi atau humor.
c. People News in the Photo
Merupakan foto yang berisi mengenai orang atau masyarakat dalam
suatu berita. Yang ditampilkan disini adalah pribadi atau sosok orang
yang menjadi berita, orang yang dijadikan berita bisa orang terkenal
ataupun orang yang tidak terkenal.
d. Daily Life Photo
Merupakan foto mengenai kehidupan sehari-hari manusia dilihat dari
segi kemanusiaan. Contohnya foto pengrajin gerabah, foto penjual
sayur di pasar.
e. Portrait
Foto yang menampilkan wajah seseorang secara close up. Wajah yang
ditampilkan biasanya mempunyai kekhasan pada wajah atau kekhasan
lainnya.
f. Sport Photo
Foto yang dibuat dari peristiwa olah raga dimana foto tersebut
menampilkan gerakan atlet ataupun hal lain yang menyangkut olah
raga.
g. Science and Technology Photo
Merupakan foto yang diambil berkaitan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan atau teknologi. Contoh foto proses pengkloningan domba,
biasanya untuk ofot seperti ini membutuhkan lensa mikro dan
peralatan khusus lainnya.
h. Art and Culture Photo

40
Universitas Kristen Petra
Merupakan foto yang dibuat dari peristiwa seni dan budaya
i. Social Environtment
Merupakan foto mengenai kehidupan masyarakat beserta lingkungan
sekitarnya.

2.4.4.2 Foto Fine Art


Foto Fine Art adalah suatu karya foto yang memiliki nilai seni, suatu
nilai estetik, baik yang bersifat universal maupun lokal atau terbatas. Karya-
karya foto dalam kategori ini mempunyai suatu sifat yang secara minimal
memiliki daya simpan dalam waktu yang relatif lama dan tetap dihargai nilai
seninya. (Institut Seni Indonesia Denpasar, par. 6 )
Foto Seni, merupakan bagian dari cabang seni rupa yang paling muda.
Walau tidak bisa dipungkiri, secara teknikal foto seni memberikan kontribusi
kepada cabang fotografi lainnya, semisal foto jurnalistik. Berbagai kalangan
fotografi mengakui, perkembangan dunia fotografi di Indonesia memang
belum sepenuhnya menggembirakan,walaupun sejak “reformasi” foto baik
dari foto jurnalistik, foto studio, komersial ataupun yang bernuansa salonis,
foto seni, dunia fotografi Indonesia memang tengah memasuki era baru.
Foto seni (fine art) adalah foto-foto piktorialisme, yakni jenis foto
yang menonjolkan estetika yang meniru pencitraan gambar (picture) atau
lukisan (painting) (Institut Seni Indonesia Denapasar, par. 15). Jenis foto ini
lebih menyerukan keindahan atau nilai artistik instriknya ketimbang
kandungan makna foto itu sendiri. Elemen -elemen yang diekploitasi oleh
fotografer foto seni ialah komposisi, penyinaran yang dramastis ( chiroscuro)
dan nada warna(Paul I. Zacharia)
Foto seni (fine art) bisa disimpulkan sebagai foto yang dalam proses
yang berkesinambungan. Ada hal yang yang tidak bisa dipisahkan mulai dari
konsep perencanaan, pembuatan, penerapan teknis secara akurat termasuk
didalamnya pemrosesan film ataupun pembuatan file digital. Menyikapi
kontroversi tentang digital, menarik mengutip pendapat seorang jurnalis

41
Universitas Kristen Petra
kawakan bahwa hanya foto jurnalis yang tidak boleh dimanipulasi. Foto-foto
jurnalistik harus menyampaikan suatu kebenaran apa adanya sedangkan dalam
foto (fine art), proses digital hanya merupakan alat pembantu dalam berkarya.
Dalam mencipta suatu karya seni, konsep utama yang harus kita
persiapkan adalah idealisme pribadi. Pengembangan konsep tersebut, lalu
penyesuaian dengan sarana yang ada, pengaruh lingkungannya, kesulitan yang
mungkin terjadi, dan tentu saja harus didukung dengan peralatan yang
memadai sebagi faktor teknis penciptaan.
Foto Seni (Fine Art) memiliki estetika tersendiri. Dalam estetika di
kenal dua pendekatan: yang pertama ingin langsung meneliti keindahan itu
dalam benda-benda / alam indah serta seni itu sendiri atau mau lebih; yang
kedua menyoroti situasi kontemplasi rasa indah yang sedang dialami
(pengalaman keindahan dalam diri orangnya). Pengalaman estetika berkait
erat dengan soal perasaan, dimana bila foto seni dikatakan memiliki estetika
dengan ciri foto tersebut tidak hanya mampu mengeploitasi keindahan
tersebut melainkan foto seni menyumbangkan nilai-nilai humanisme universal
kepada umat manusia. Fotografi tidak hanya sebagai ekses kemudahan alat
rekam, namun di sana tercermin sebuah proses pencitraan gagasan dan
estetika yang lebih transenden.

2.4.4.3 Fotografi Fashion


Fotografi fashion adalah fotografi yang khusus mengabdikan foto
busana dan perlengkapannya. Seorang fotografer fashion harus mampu
memadukan busana dengan sang model agar menjadi foto yang harmonis.

2.4.4.3 Still life Fotografi


Fotografi still life merupakan foto dengan objek benda-benda mati
seperti boneka, makanan, minuman serta barang-barang untuk hiasan.
Memotret still-life tidaklah sekedar hanya memotret benda mati tersebut
namun bagaimana memotret agar benda-benda tersebut tampak hidup

42
Universitas Kristen Petra
sehingga memiliki seni estetika tertentu. Keindahan foto still-life ini sangat
berpengaruh pada sudut pengambilan foto, serta cahaya yang digunakan,
dalam hal ini cahaya yang digunakan adalah cahaya buatan dengan media
tabel top atau media lain. Cahaya sangat berperan dalam menghidupkan benda
mati, jika posisi cahaya tidak tepat maka benda tersebut tidak akan tampak
hidup.

2.4.4.4 Fotografi Pernikahan


Fotografi pernikahan adalah fotografi mengabadikan momen-moen
khusus pada pernikahan. Diperlukan pemahaman mengenai tata cara
pernikahan, serta penggunaan cahaya agar dapat mendapatkan hasil yang baik.

2.4.4.5 Landscape Photography


Fotografi landscape adalah pemotretan yang dilakukan pada daerah
terbuka (outdoor). Foto landscape dapat berupa keindahan pemandangan dari
suatu daerah seperti pantai, gunung dan lain-lain.

2.4.4.6Fotografi Makro (Macro Photography)


Fotografi makro (macro photography) adalah pemotretan benda-benda
kecil, serangga, tekstil (serat-seratnya), kristal, perhiasan, dan lain-lain, yang
tidak memerlukan penggunaan mikroskop. Jika diperlukan mikroskop disebut
Micro Photography.

2.4.4.7 Fotografi Human Interest


Foto human interest merupakan foto yang mengabadikan kehidupan
manusia. Foto ini lebih banyak mengandung nilai-nilai kemanusiaan,
ditambahkan sentuhan dari fotografer membuat fotografi ini menjadi suatu
fotografi yang unik.

43
Universitas Kristen Petra
44
Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai