Anda di halaman 1dari 15

DASAR-DASAR NAQLIAH DAN AQLIAH

Dosen Pengampu : Diyah Pertywi Setyawati, MM.

Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Disusun Oleh :
Watik Dwi Astuti (21.01.01.0087)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI NIDA EL ADABI PARUNG PANJANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi wabarokatuh.


Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tercurah kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang syafaatnya kita selalu nantikan kelak diyaumil akhir.

Kami ucapkan terima kasih kepada dosen yang telah mendukung, membimbing, dan
memberikan arahan dalam penulisan makalah ini, sehingga makalah ini bisa terselesaikan
walaupun masih sangat banyak kekurangannya.

Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah mendukung serta kepada semua pihak
yang terlibat di dalam penulisan makalah ini .Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini
masih banyak sekali kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Harapan dari kami semoga dengan terselesaikannya makalah Dasar-
dasar Naqliah dan Aqliah ini dapat diambil manfaaatnya.

Tangerang, 15 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………...………i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang……………………………..………………………………………...…….1

1.2 Rumusan masalah………………………………………………………...………………..2

1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dalil Naqliah dan Dasar Hukumnya……………………………………..……3

2.2 Pengertian Dalil Aqliah dan Dasar Hukumnya……………………………………………5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………..9

3.2 Saran……………………………………………………..……………………………….10

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam mengkaji kebenaran suatu masalah dan kesahihannya, atau di dalam


menentukan bahwa sesuatu itu benar, dapat dipercayai dan diyakini, atau ketika kita ingin
menetapkan dasar pijakan suatu perkara yang kita ucapkan atau kita kerjakan, tentunya kita
memerlukan bukti-bukti, tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk yang sah dan akurat
kebenarannya sehingga kesahihan dan keyakinan itu dapat ditunjukkan dan dibuktikan, dan
kita dapat membuang keragu-raguan serta menjadi yakin bisa dijadikan pijakan yang kokoh di
dalam mengerjakan suatu perkara tersebut.

Dalam hal ini, para ulama islam telah menentukan dua landasan pokok yang harus di
pegang oleh setiap muslim dalam hal-hal tersebut diatas, yaitu Naqli dan Aqli. Dimana kedua
landasan tersebut merupakan pijakan yang dipakai seorang muslim, khususnya ketika
membuktikan kebenaran-kebenaran dan memantapkan hukum-hukum perkara yang ada dalam
ruang lingkup disiplin ilmu fikih serta ketika menafsirkan Al Qur’an.

Untuk itu kami mencoba membahas dua landasan tersebut agar kita selaku umat islam dapat
mengetahui dan memahami naqliah dan aqliah serta dapat menggunakan dalam kehidupan kita
sehari-hari dalam hal keimanan maupun amal perbuatan.

1
2

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang Masalah yang telah dikemukakan diatas maka dapat
dirumuskan:

1. Apa pengertian Dalil Naqliah dan Dasar hukumnya?

2. Apa pengertian Dalil Aqliah dan Dasar hukumnya?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan Rumusan Masalah diatas maka dalam penulisan ini akan mendapatkan

Tujuan Pembahasan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian Dalil Naqliah beserta Dasar hukumnya.

2. Untuk mengetahui pengertian Dalil Aqliyah beserta Dasar hukumnya


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dalil Naqliah Dan Dasar Hukumnya.

Naqliah berasal dari kata Naqli yang menurut bahasa berarti mengambil sesuatu dari satu
tempat ke tempat lain dan mereka yang menuliskan hadist-hadist kemudian menyalinkannya
dan menyandarkannya kepada sumber-sumbernya. Sedangkan secara istilah Naqli berarti
Dalil-dalil yang di nukil atau di ambil dari kitab Allah SWT yang Maha Mulya yaitu Al Qur’an
dan dari sunnah yang suci, yang diriwayatkan oleh naqalah Al Hadist dan perawi-perawi.

Diantara landasan atau dasar utama ditetapkannya Al Qur’an dan Sunnah sebagai Dalil
Naqli oleh para ulama adalah sebuah Hadist Rasulullah saw, yang artinya:

“Telah aku tinggalkan dua perkara, yang apabila kalian berpegang kepada keduanya maka
kalian tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah (Al Qur’an) dan Al Hadist (Sunnah Nabi
Muhammad saw).

1.Penjelasan Al Qur’an Terhadap Hukum

Walaupun Al Qur’an itu bukan kitab hukum, melainkan mengandung dasar-dasar dan
norma yang menjelaskan tentang hukum secara sederhana dipisahkan menjadi tiga bentuk:

a) Al Qur’an memberikan penjelasan secara sempurna dalam bentuk yang terperinci yang
semua orang dapat memahaminya dan tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut oleh Nabi.
Penjelasan itu disebut “bayan kamil”.

b) Al Qur’an memberikan penjelasan secara umum dan garis besar, sedangkan untuk
penjelasan selanjutnya diserahkan Allah SWT pada Nabi. Penjelasan itu disebut bayan ijmail.

3
4

c) Al Qur’an menjelaskan hukum secara tidak langsung melalui isyaratnya. Isyarat ini
kemudian dipahami oleh para ahlinya atau mujtahid, dan merumuskan daripadanya hukum lain
di luar yang secara langsung disebut dalam Al Qur’an.

2. Kekuatan Penunjukan Al Qur’an Terhadap Hukum, menurut Ahli Ushul Fiqih sepakat
menetapkan bahwa:

a) Al Qur’an dari segi keautentikannya datang dari Allah SWT adalah pasti dan tidak diragukan

(qath’iy tsubut)

b) Al Qur’an dari segi penunjukannya terhadap hukum ada yang pasti(qath’iy dalalah),

sehingga tidak mungkin timbul padanya pemahaman lain dan oleh karenanya tidak terdapat
beda pendapat.

3. Kedudukan Al Qur’an sebagai Sumber dan Dalil Hukum.

Ahli ushul fiqih sepakat mengatakan bahwa Al Qur’an menduduki sumber dan dalil
pertama hukum syara’ yang berarti dalam menetapkan hukum, pertama harus mencari
jawabannya dalam Al Qur’an, setelah tidak menemukannya dalam Al Qur’an baru mencarinya
dari sumber utama dan dalil lain dibawahnya

Dalam kedudukannya sebagai sumber utama, maka Al Qur’an merupakan sumber dari
segala sumber hukum oleh karena itu, hukum-hukum yang ditetapkan melalui dalil dan sumber
lain tidak boleh bertentangan dengan apa yang ditetapkan oleh Al Qur’an.
5

4. Hukum yang terkandung dalam Al Qur’an.

Di Dalam Al Qur’an terkandung ayat-ayat yang berbicara tentang hukum, yang secara garis
besar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

a) Hukum-hukum yang berkenaan dengan apa-apa yang harus diyakini oleh umat Islam dan

bagaimana cara melakukannya,disebut hukum i’tiqadiyah.

b) Hukum-hukum yang berkenaan dengan sifat dan akhlak yang baik yang harus dilakukan
oleh manusia mukalaf, dan sifat yang buruk atau akhlak yang tidak baik harus dijauhi umat
disebut hukum khuluqiyah.

c) Hukum-hukum yang berkenaan dengan tindak tanduk dan amal perbuatan yang harus
dilakukan atau dijauhi oleh umat dalam kehidupan didunia,baik hubungan dengan Allah SWT
Sang Pencipta maupun dalam hubungannya dengan sesama manusia dan alam sekitarnya
disebut hukum syari’iyah.

2.2 Pengertian Dalil Aqliah Dan Dasar Hukumnya.

Aqliah berasal dari kata ‘Aqli secara bahasa ( etimologi) berarti akal yang mempunyai
beberapa makna diantaranya: kebijakan (al hikmah), tindakan yang baik atau tindakan yang
tepat (husnut tasharruf), denda (ad diyah).

Secara istilah akal memiliki beberapa definisi diantaranya:

a) Cahaya nurani, yang dengannya jiwa bisa mengetahui perkara-perkara yang penting

dan fitrah.
6

b) Aksioma- aksioma rasional dan pengetahuan-pengetahuan dasar yang ada pada setiap

manusia.

c) Kesiapan bawaan yang bersifat instinktif dan kemampuan yang matang.

Akal merupakan bagian dari indera dan insting yang ada dalam diri manusia yang memiliki
sifat berubah-rubah, yakni kadang ada dan kadang bisa hilang. Dan akal merupakan indera
yang diciptakan oleh Allah SWT berupa kemampuan yang dapat melahirkan sejumlah aktivitas
pemikiran yang berguna bagi kehidupan manusia.

Dalil Aqli didasarkan pada akal pemikiran manusia itu sendiri. Dalil Aqli tidak bisa
dijadikan sandaran mutlak, hal ini tentunya berbeda dengan Dalil Naqli karena diambil dari
sumber Al Qur’an dan As Sunnah.

Syari’at Islam memberikan nilai dan urgensi yang amat tinggi terhadap akal manusia. Hal
itu dapat dilihat pada beberapa point berikut:

1) Allah hanya menyampaikan kalam-Nya kepada orang yang berakal, karena hanya mereka
yang mempunyai akal yang dapat memahami agama dan syari’at-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:

“…Dan merupakan peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal.”[Q.s Shaad: 43]

2) Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri manusia untuk dapat menerima taklif
(beban hukum) dari Allah. Hukum syari’at tidak berlaku bagi mereka yang tidak menerima
taklif. Di antara yang tidak menerima taklif itu adalah orang gila karena kehilangan akalnya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:


7

“Pena (catatan pahala dan dosa) diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan: orang yang tidur
sampai bangun, anak kecil sampai bermimpi (baligh),orang gila sampai ia kembali sadar
(berakal).

3) Allah memberi peringatan kepada orang yang tidak menggunakan akalnya. Misalnya
terhadap ahli neraka yang tidak menggunakan akalnya.

4) Penyebutan begitu banyak proses dan anjuran berfikir dalam Al Qur’an, seperti
tadabbur,tafakkur,ta-aqqul dan lainnya. Atau kalimat seperti: “afalaa ta’qiluun”(apakah kamu
tidak berakal), “la’allakum tatafakkaruun”(mudah-mudahan kamu berfikir), “afalaa
yatadabbaruuna Al Qur‘ana” (apakah mereka tidak mentadabburi/merenungi isi kandungan Al
Qur’an) dan lainnya.

5) Islam mencela taglid yang membatasi dan melumpuhkan fungsi dan kerja akal.

6) Pembatasan wilayah kerja akal dan pikiran manusia. Sebagaimana Firman-Nya:

Yang artinya: “ Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu adalah urusan
Rabb-ku.dan tiadalah kalian diberi ilmu melainkan sedikit.”[Al Israa’: 85]

Secara ringkas pandangan Ahlus Sunnah tentang penggunaan akal diantarannya:

a. Syari’at didahulukan atas akal, karena syari’at itu ma’shum sedang akal tidak ma’shum.

b. Akal mempunyai kemampuan mengenal dan memahami yang bersifat global, tidak bersifat
detail.

c. Apa yang benar dari hukum-hukum akal pasti tidak bertentangan dengan syari’at.

d. Apa yang salah dari pemikiran akal adalah apa yang bertentangan dengan syari’at.
8

e. Penentuan hukum-hukum tafshiliyah (terinci seperti wajib, haram dan seterusnya) adalah
hak prerogatif syari’at.

e. Akal tidak dapat menentukan hukum tertentu atas sesuatu sebelum datangnya wahyu,
walaupun secara umum ia dapat mengenal dan memahami yang baik dan buruk.

f. Balasan atas pahala dan dosa ditentukn oleh syari’at.

g.Janji Surga dan ancaman Neraka sepenuhnya ditentukan oleh syari’at.

9. Tidak ada kewajiban tertentu terhadap Allah Azza wa Jalla yang ditentukan oleh akal kita
kepada-Nya.

Karena Allah mengatakan tentang Diri-Nya: ُ ‫“ فَ َّعا ٌل ِل َما ي ُِريد‬Maha Kuasa berbuat apa yang
dikehendaki-Nya.” [Al-Buruuj: 16]

Dari sini dapat dikatakan bahwa keyakinan Ahlus Sunnah adalah yang benar dalam masalah
penggunaan akal sebagai dalil. Jadi, akal dapat dijadikan dalil jika sesuai dengan Al-Qur-an
dan As-Sunnah atau tidak bertentangan dengan keduanya. Jika ia bertentangan dengan
keduanya, maka ia dianggap bertentangan dengan sumber dan dasarnya. Keruntuhan pondasi
berarti juga keruntuhan bangunan yang ada di atasnya. Sehingga akal tidak lagi menjadi hujjah
(argumen, alasan) namun berubah menjadi dalil yang bathil.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Naqli dan Aqli merupakan dua landasan pokok yang harus di pegang oleh setiap
Muslim ketika mengungkapkan dan membuktikan kebenaran-kebenaran dan memantapkan
keteguhan dalam berkeyakinan yang ada didalam ruang lingkup ilmu tauhid atau aqidah atau
ketika mengistibath (mengambil dalil-dalil) dan menetapkan hukum-hukum perkara-perkara
yang ada di dalam ruang lingkup ilmu fikih atau ketika menafsirkan Al Qur’an.

Dalil Naqli berasal atau sumbernya dari Al Qur’an maupun As Sunnah yang membahas
keesaaan Allah SWT yang memberantas dan mengikis segala keraguan, keyakinan, atau
kepercayaan yang lemah, sehingga muncul keteguhan,keyakinan dan kepercayaan yang kuat,
tidak mudah goyah.

Sedangkan dalil Aqli indentik dengan dalil-dalil yang berdasarkan akal fikiran manusia
yang sehat dan obyektif tidak dipengaruhi keinginan,ambisi atau kebencian dari emosi.akal
merupakan bagian indera dan insting yang ada dalam diri manusia yang diciptakan oleh
Allah SWT yang berguna bagi kehidupan manusia yang telah dimuliakan Allah SWT.

10
3.2 Saran

Demikian uraian makalah ini tentang dalil naqli dan aqli yang dapat kami sampaikan,
Kami sangat menyadari tentunya masih banyak kekurangan dari kami pribadi, sekiranya ada
kebenarannya itu semata-mata datangnya dari Allah SWT.Untuk itu kami mengharapkan
sebaiknya pembaca memberikan kritik juga sarannya kepada kami sehinggaa terciptnya
penulisan makalah yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5739051/mengenal-dalil-naqli-dan-dalil-aqli-
begini-lho-bedanya

hppt://ozan933.blogspot.com/2015/06/dalil-naqli-dan-aqli.html?m=1

https://www.academia.edu/37985823/KEMAJUAN_ULUMUL_NAQLIYAH_Makala
h_Ini_Disusun_Guna_Memenuhi_Tugas

https://almanhaj.or.id/3425-dalil-aqli-akal-yang-benar-akan-sesuai-dengan-dalil-
naqlinash-yang-shahih.html

11

Anda mungkin juga menyukai