berlaku, dan harus memperhatikan jumlah kata untuk masing-masing butir soal yang
ditetapkan, dan setiap pendapat harus didukung sumber yang relevan serta tambahkan konsep
pasar dalam pendidikan.
Dikerjakan dengan menggunakan huruf times news roman ukuran 12, spasi 1, jarak antar soal
1,5 spasi.
Kerjakan semuanya dengan cermat, kritis dan dengan kemasan bahasa sendiri. Tidak boleh ada
kutipan, dan tidak boleh ada kesamaan dengan orang lain, apabila itu terjadi maka mereka yang
memiliki kesamaan atau kemiripan, akan dikenakan penalti dalam bentuk diskualifikasi dan
harus mengulang lagi.
Kirimkan jawaban anda paling lambat hari Jum'at , Tanggal 2 Juni 2023, melalui SPOT
dan email:dedy_achmad@upi.edu
SOAL
1. Titik berangkat telaah ekonomi pendidikan adalah Human Capital theory yang telah dikemukakan
oleh Adam Smith yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Schulz, Becker dan oleh para ahli
masa kini. Bahas trend perkembangan teori itu hingga kini disertai dengan penerapannya secara
praktis dalam pendidikan (350 kata).
2. SDM dalam konteks bisnis dan industri merupakan strategic asset korporasi dan karena
itu organizatonal learning harus menjadi bagaian dari dinamika keberhasilan korporasi tersebut.
Kemukakan fikiran kritis anda terhadap hal ini. Uraian anda harus disertai dengan contoh. (400
kata).
3. Pemerintah di berbagai negara yakin bahwa pendidikan itu memiliki kekuatan untuk
mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan. Untuk mewujudkan keyakinan ini
diperlukan srategi yang tepat dan efektif. Berikan bahasan anda dalam konteks pembangunan
pendidikan di Indonesia (500 kata).
4. Setiap program pendidikan memiliki Economic Value. Kemukakan satu contoh tentang program
pendidikan saat ini yang diberlakukan pemerintah (misalnya seperti program PPG, peningkatan
kompetensi guru/dosen, Pemerataan Pendidikan, dll). Bagaimana membuktikan bahwa program
pendidikan tersebut memang memiliki nilai ekonomi tanpa diragukan. Gunakan conceptual
framework yang anda susun sendiri untuk memudahkan bahasan anda tersebut (500 kata).
Jawaban No. 3
Konsep pendidikan sebagai investasi telah berkembang pesat dan semakin diyakini oleh
setiap negara bahwa pengembangan sektor pendidikan adalah prasyarat kunci untuk
pertumbuhan sektor pengembangan lainnya. Konsep investasi dalam sumber daya manusia yang
dapat mendukung pertumbuhan ekonomi mulai dipikirkan sejak zaman Adam Smith (1776),
Heinrich Von Thunen (1875), dan teoretikus klasik lainnya sebelum abad ke-19 yang
menekankan pentingnya investasi dalam keterampilan manusia. Pemikiran Theodore Schults
pada tahun 1960 berjudul "Investasi dalam Modal Manusia" di hadapan "Asosiasi Ekonomi
Amerika" menjadi dasar teori modal manusia modern.
Investasi pendidikan di suatu negara merupakan investasi jangka panjang. Penetapan
prioritas berbagai pilihan kegiatan investasi di bidang pendidikan yang tepat, dalam jangka
panjang akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Investasi pendidikan yang menguntungkan
adalah investasi untuk mempersiapkan kreativitas, produktivitas, dan semangat kompetitif dalam
masyarakatnya. Pendidikan membuat bisnis lebih efisien, kompetitif, dan produktif dengan
membuat tenaga kerja lebih fleksibel. Hal ini membuat pengetahuan ilmiah dan inovasi teknologi
menembus negara-negara "transit" dari yang memiliki keterampilan rendah dan intensif tenaga
kerja ke yang memiliki keterampilan tinggi dan intensif modal (Mendy & Widodo, 2018).
Negara-negara saat ini juga sedang menjalani periode perubahan luar biasa. Peningkatan
yang mengagumkan dari negara-negara berpendapatan menengah, dipimpin oleh Tiongkok,
India, dan Brasil, telah meningkatkan keinginan banyak negara untuk meningkatkan daya saing
mereka dengan membangun tenaga kerja yang lebih terampil. Kemajuan teknologi sedang
mengubah profil pekerjaan dan keterampilan, sambil menawarkan kemungkinan pembelajaran
yang lebih cepat. Tingkat pengangguran yang tinggi, terutama di kalangan pemuda, telah
menyoroti kegagalan sistem pendidikan untuk mempersiapkan generasi muda dengan
keterampilan yang tepat untuk pasar kerja dan memicu tuntutan untuk lebih banyak peluang dan
akuntabilitas.
World Bank (2020) menyatakan bahwa mengembangkan dan meningkatkan pendidikan
adalah kunci dalam beradaptasi dengan perubahan dan menghadapi tantangan ini. Secara
sederhana, investasi dalam pendidikan berkualitas menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan yang lebih cepat dan berkelanjutan.
Berbagai penelitian mengkonfirmasi pentingnya pendidikan dan oleh karena itu investasi
dalam pendidikan seharusnya menjadi segmen kunci untuk menjamin pembangunan manusia
yang otentik dalam jangka panjang, dengan kinerja manusia menjadi dasar dari basis
pengetahuan. Berinvestasi dalam pendidikan berkelanjutan dengan cara ini muncul sebagai
kebutuhan bagi individu dan perlindungan terhadap risiko pengangguran dan kemiskinan. Di sisi
lain, organisasi dapat mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dengan berinvestasi dalam
pendidikan karyawan mereka daripada menghabiskan modal ekonomi. Dampak terkait
produktivitas kerja terlihat seketika, karyawan menjadi lebih kreatif, memiliki kebebasan dalam
pengambilan keputusan yang tinggi, dan dapat merespons dengan lebih efisien dengan solusi
optimal dalam situasi baru dan tak terduga.
Untuk mencapai tujuan investasi pendidikan, negara bisa melakukan strategi berikut :
1. Memperkuat sistem pendidikan nasional untuk penyediaan layanan yang pro-
miskin. Pemerintah nasional memiliki tanggung jawab utama untuk
memungkinkan semua warga negara mewujudkan hak mereka atas pendidikan.
2. Mempercepat kemajuan menuju akses universal dan kesetaraan dalam pendidikan
Pemerintah perlu fokus pada kesetaraan dalam penyediaan pendidikan dengan a)
memberikan prioritas awal pada pendidikan dasar dan pendidikan dasar universal,
dan b) memberikan perhatian khusus pada kelompok yang terpinggirkan atau
rentan.
3. Mendorong perbaikan signifikan dalam kualitas pendidikan. Seiring dengan
meningkatnya partisipasi dalam pendidikan, Pemerintah perlu menjaga dan
meningkatkan kualitas pembelajaran di semua tingkatan, termasuk perbaikan
dalam pendidikan guru dan lingkungan pembelajaran di sekolah.
Jawaban No. 4
Pendidikan merupakan faktor kunci dalam kemajuan suatu bangsa. Sebuah bangsa dapat
dikatakan maju jika memiliki sistem pendidikan yang baik. Namun, sulit bagi suatu negara untuk
mencapai kemajuan dan perkembangan jika pendidikan yang diberikan tidak merata. Seperti
yang diketahui, di Indonesia, masih terdapat ketidakmerataan dalam sistem pendidikan.
Pemerataan pendidikan, dalam arti memberikan kesempatan yang sama bagi semua individu
untuk mendapatkan pendidikan yang layak, telah menjadi masalah yang mendapat perhatian
banyak pihak, terutama di negara-negara sedang berkembang. Pemerataan dalam konteks ini
mencakup dua aspek penting, yaitu kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan dan
keadilan dalam mendapatkan pendidikan yang setara di masyarakat.
Di saat bersamaan, literatur ekonomi pendidikan telah banyak membahas konsep
pengembalian investasi pendidikan dalam jangka panjang baik bagi pribadi, masyarakat, maupun
negara berupa peningkatan pendapatan per kapita. Secara luas diterima bahwa investasi
pendidikan bagi individu tidak hanya dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam
menghasilkan uang, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan mereka secara keseluruhan. Dan
bagi seluruh masyarakat, investasi dalam pendidikan dapat meningkatkan akumulasi modal
manusia dan tingkat teknologi yang dapat mengarah pada pertumbuhan ekonomi berkualitas
lebih tinggi. Namun, hubungan antara pemerataan dalam pendidikan dan kualitas pertumbuhan
ekonomi tidak begitu jelas terlihat, terutama di Indonesia.
Dengan perkembangan sosial, pemerataan pendidikan, dipandang sebagai standar moral
dalam mengevaluasi kemajuan dan nilai sistem sosial. Orang-orang secara luas menerima
pandangan bahwa menikmati pemerataan pendidikan adalah pemenuhan salah satu hak asasi
manusia yang dasar, sehingga kesetaraan dalam pendidikan semakin mendapatkan perhatian
yang lebih besar. Selain itu, di beberapa negara barat, kesetaraan dalam pendidikan bahkan
dianggap sebagai sumber kritis dari perkembangan sosial dan ekonomi. Menurut survei yang
dilakukan oleh Barro (1998), negara-negara dengan kualitas pertumbuhan ekonomi yang baik
biasanya memiliki sistem pendidikan yang lebih adil.
Baik para sarjana maupun masyarakat umum menganggap bahwa pertumbuhan
ekonominya terutama berasal dari pendidikan yang maju, yaitu pendidikan dengan kesetaraan
yang lebih tinggi. Selain itu, beberapa penelitian empiris di negara-negara barat telah
mengkonfirmasi bahwa ketidakadilan distribusi pendidikan akan memperbesar kesenjangan
pendapatan antar kelas sosial dan berdampak terbalik pada pertumbuhan ekonomi (Ramon,
Vinod, & Yan, 1998).
Dari sudut pandang konstitusi kesetaraan dalam pendidikan adalah salah satu amanat
kemerdekaan negara di samping kesetaraan kesempatan penerimaan. Dari sudut pandang
ekonomi, kesetaraan dalam pendidikan terutama mengacu pada distribusi yang sama dari sumber
daya pendidikan di antara semua individu. Saat ini, indikator pengukuran yang paling umum
digunakan untuk kesetaraan dalam pendidikan oleh para akademisi di luar negeri adalah
Koefisien Gini Pendidikan (EGC). EGC telah digunakan sebagai indikator baru yang berguna
untuk kesetaraan dalam pendidikan dalam analisis lintas negara oleh beberapa akademisi (Vinod,
Yan, & Fan, 2000).
Hasil empiris dari Changzheng (2010) menunjukkan bahwa kesetaraan dalam pendidikan
secara signifikan berhubungan positif dengan kualitas pertumbuhan ekonomi. Pemerataan
pendidikan tidak hanya mampu mendorong perkembangan sosial yang harmonis, tetapi juga
mendorong pertumbuhan ekonomi yang harmonis. Saat ini, investasi Indonesia dalam
pendidikan mulai ditingkatkan pendidikan tinggi, misalnya dengan peningkatan beasiswa. Hal ini
akan menguntungkan untuk peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Mekanisme di mana pemerataan pendidikan meningkatkan kualitas pertumbuhan
ekonomi adalah melalui peningkatan akumulasi modal manusia, optimalisasi struktur modal
manusia, peningkatan pengembalian investasi pendidikan, dan peningkatan kohesi sosial. Efek-
efek tersebut pada akhirnya tercermin dalam kinerja produktivitas faktor total (Futoshi, 2005).
Jawaban No. 5
Dalam era informasi dan pengetahuan saat ini, Organizational Learning (OL) dan
knowledge management (KM) yang berhubungan knowledge workers dan knowledge managers
dengan adalah bidang fundamental yang memberikan nilai tambah bagi organisasi dengan
memfasilitasi pencapaian tujuan mereka (Castaneda, 2010). Perusahaan yang belajar lebih cepat
dan menggunakan pengetahuan dengan lebih efektif cenderung menjadi pemimpin (Smith,
2008).
Organizational Learning (OL) adalah area penting dalam manajemen dan penelitian
organisasi. Konsep OL dikembangkan pada tahun 1960 oleh Cyert dan March yang menekankan
pentingnya pembelajaran melalui pengalaman dan adaptasi perusahaan terhadap perubahan
lingkungan. Beberapa konsep dasar lainnya juga dikembangkan pada tahun 1990-an, termasuk
kurva pembelajaran, frekuensi dan bentuk OL, eksplorasi dan eksploitasi pengetahuan,
konstruksi OL, serta hubungan antara OL, komunitas praktik, dan inovasi.
Secara umum, proses khas dalam OL adalah penciptaan dan perolehan pengetahuan,
meskipun proses lain seperti transfer pengetahuan juga relevan. Definisi KM saat ini mencakup
proses generasi dan perolehan pengetahuan yang sebelumnya disebut sebagai OL secara historis.
Keberhasilan OL dengan demikian bergantung pada knowledge worker yang
didefinisikan sebagai seseorang yang dipekerjakan karena pengetahuannya tentang suatu subjek,
bukan kemampuannya dalam melakukan pekerjaan manual. Mereka tampil terbaik ketika
diberdayakan untuk mengoptimalkan keterampilan terdalam mereka (Serrat, 2008). Knowledge
worker memahami, mengidentifikasi diri dengan, dan melihat bagaimana kontribusi mereka
sendiri dapat ditingkatkan. Mereka menunjukkan kemampuan terbaik mereka. Mereka
menantang dan mencapai hasil.
Tentunya, knowledge worker membutuhkan knowledge manager, bukan bos. Manajer-
manajer era baru ini perlu menetapkan dan menerapkan standar yang ketat untuk kinerja mereka
dalam fungsi-fungsi yang menentukan kinerja. Berulang kali, manajer tradisional tidak
memberikan kepemimpinan sama sekali, hanya menggunakan kekuasaan. Namun, mengelola
pekerja pengetahuan membutuhkan manajer yang juga bertindak sebagai pengikut yang baik dan
pemain tim, serta pemimpin dan ahli teknologi. Karena proses pengaruh terhadap kinerja pekerja
pengetahuan pada dasarnya bersifat pengembangan, mereka juga perlu mengasah keterampilan
dalam menilai, membimbing, menjadi mentor, dan memberikan umpan balik. Salah satu ukuran
keberhasilan mereka akan tercermin dalam kualitas hubungan (internal dan eksternal) yang
mereka ciptakan.
Salah satu cara di mana perusahaan mengadaptasi konsep Organizational Learning
adalah melalui pembuatan perencanaan strategis. Perencanaan strategis mengkaji proses
pengambilan keputusan serta hubungannya dengan organisasi dan kaitannya dengan metode
perencanaan, pertanyaan implementasi, dan sebagainya. Ini mengikuti langkah-langkah
penetapan tujuan, analisis internal dan eksternal, formulasi strategi, implementasi, dan
pemantauan.
Selain itu, perusahaan juga berusaha menciptakan lingkungan pembelajaran yang
mendukung secara internal. Contohnya adalah perusahaan otomotif Bayerische Motoren Werke
(BMW), yang melakukannya dengan mengintegrasikan "keamanan psikologis" dan menjamin
karyawan untuk secara bebas mengungkapkan pemikiran mereka. BMW mengimplementasikan
sistem audit yang serupa dengan komite "whistleblower audit", di mana karyawan dapat
melaporkan pemikiran mereka secara anonim kepada manajemen. Hal ini bukan hanya masalah
memperbaiki kesalahan atau memecahkan masalah, tetapi juga mengembangkan pendekatan
baru. Audit ini juga harus mendorong karyawan untuk kreatif dan mengungkapkan ide-ide
mereka. Oleh karena itu, karyawan tidak perlu takut diremehkan atau diabaikan ketika mereka
tidak setuju dengan rekan-rekan atau figur otoritas, mengakui kesalahan, atau menyampaikan
pandangan karena hal ini akan menghambat proses pembelajaran. Program audit ini
menunjukkan bahwa BMW merupakan perusahaan di mana kepemimpinan memperkuat
pembelajaran. Organizational Learning sangat dipengaruhi oleh perilaku para pemimpin. Ketika
para pemimpin secara aktif mempertanyakan dan mendengarkan karyawan, dan dengan
demikian memicu dialog dan perdebatan, orang-orang di institusi tersebut merasa didorong untuk
belajar. Jika para pemimpin memberikan sinyal pentingnya menghabiskan waktu untuk
mengidentifikasi masalah, transfer pengetahuan, dan evaluasi reflektif, maka kegiatan-kegiatan
ini kemungkinan besar akan berkembang.
Sumber :
Barro, R.J. (1998) Determinants of Economic Growth: A Cross-Country Empirical. MIT Press,
Cambridge.
Becker, Gary S. (1964). Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis with Special
Reference to Education”. First Edition," NBER Books, National Bureau of Economic
Research, Inc, number beck-5, May.
Castaneda, D.I. (2010), “Psychosocial variables and organisational conditions associated to
knowledge sharing intention and behaviour (Variables psicosociales y condiciones
organizacionales intervinientes en la intencion y conducta de compartir conocimiento)”,
unpublished doctoral dissertation, Universidad Autonoma de Madrid.
Changzheng, Z., Jin, K. (2010). Effect of equity in education on the quality of economic growth:
evidence from China. International Journal of Human Sciences [Online]. 7:1. Available:
http://www.insanbilimleri.com/en.
Chattopadhyay, Saumen. (2012). The Human Capital Approach to Education.
10.1093/acprof:oso/9780198082255.003.0002.
Futoshi Y. (2005). Race, equity, and public schools in post-Apartheid South Africa: Equal
opportunity for all kids. Economics of Education Review, 24, 213-233.
Green, A., Preston, J., & Sabates, R. (2003). Equity in education and social cohesion: A
distributional model. Centre for Research on the Wider Benefits of Learning Research
Report, 7(3), 1-40.
Kumpikaite, Vilmante. (2008). Human resource development in learning organization. Journal of
Business Economics and Management. 9. 25-31. 10.3846/1611-1699.2008.9.25-31.
Mendy, D., & Widodo, T. (2018). Do education levels matter on Indonesian economic growth?
Economics and Sociology, 11(3), 133–146.
Oragwu, A.A. & Nwabueze, A.I. (2015). Leadership for organizational Learning. In F.N. Obasi,
S.O. Oluwuo, J.D. Asodike & S.C. Anyamele (Eds.). Leadership in Schools for
Productivity: Emerging Perspectives (p.198-221). Port Harcourt: Pearl Publishers
International Limited.
Ramon, L., Vinod, T., & Yan, W. (1998). Addressing the education puzzle: The distribution of
education and economic reform. Policy Research Working paper No.2031, World Bank,
Washinton, D.C.
Serrat, Olivier. (2008). Managing Knowledge Workers.
Smith, P. (2008), “The learning organisation turns 15: a retrospective”, The Learning
Organisation, Vol. 15 No. 6, pp. 441-448.