Anda di halaman 1dari 14

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Sekolah/Satuan Pendidikan : SMA Islam Athirah Bone


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII / Ganjil
Materi Pokok : Struktur dan Kaidah Kebahasaan Teks Editorial
Alokasi Waktu : 5 x 45 menit (2 x pertemuan)

A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukan Perilaku Jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama,
toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang a. ilmu
pengetahuan, b. teknologi, c. seni, d. budaya, dan e. humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengelolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara: a. mandiri, b. bertindak secara
efektif, dan c. kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai dengan kaidah keilmuan.

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi


KD KI-3 Indikator Pencapaian Kompetensi
3.3 Menganalisis struktur dan kebahasaan 1. Menganalisis struktur dan kaidah
teks editorial kebahasaan teks editorial
2. Menganalisis kaidah kebahasaan
dalam teks editorial

C. Kompetisi Awal
Peserta didik telah memahami materi tentang defenisi dan ciri teks editorial (perbaiki diksi)
D. Tujuan Pembelajaran
Melalui penerapan model cooperative learning metode Jigsaw, peserta didik dapat
menganalisis struktur dan kaidah kebahasaan teks editorial dengan benar

E. Materi Pembelajaran
1. Struktur teks editorial :
a. Pengenalan Isu
b. Argumentasi
c. Penegasan Ulang
2. Kaidah Kebahasaan
a. Kalimat Retoris
b. Istilah popular
c. Pronominal
d. Konjungsi Kausalitas

F. Metode Pembelajaran
1. Pendekatan : Saintifik
2. Model : Cooperative Learning
3. Metode Pembelajaran : Jigsaw

G. Alat dan Media


● Papan tulis,
● LKPD
● Proyektor
● Internet

H. Sumber Pembelajaran
▪ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2018. Bahasa
Indonesia SMA/SMK/MA Kelas XII.Jakarta:Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia
▪ Internet
I. Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan 1
Alokasi
Kegiatan Deskripsi
waktu
1. Guru menyampaikan salam dan menanyakan keadaan
peserta didik
2. Guru meminta peserta didik untuk berdoa sebelum memulai
pembelajaran
3. Guru mengecek kehadiran peserta didik
4. Guru menyampaikan kisah inspiratif untuk meningkatkan
motivasi peserta didik terutama dalam hal menganalisis
5. Guru mencoba mereflesi materi yang telah diajari pada
pertemuan sebelumnya
6. Guru menyampaikan informasi terkait kegiatan
pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh peserta didik
(kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran)
Pendahuluan 7. Guru menyampaikan aspek spritualisasi materi yang akan 15 menit
dipelajari
8. Guru menjelaskan alur kegiatan yang akan dilaksanakan
oleh peserta didik
9. Guru membagi peserta dalam bentuk kelompok yang
beranggotakan 3-5 orang
10. Guru membagikan LKDP
(tentang pemahaman terkait struktur dan kaidah kebahasaan
teks editorial) yang berbeda kepada setiap anggota
kelompok
11. Guru menjelaskan kunci
kesuksesan dari metode yang digunakan (tanggung jawab
memahami dan menjelaskan materi)
Alokasi
Kegiatan Deskripsi
waktu
1. Pengelompokan
a. Peserta didik berkumpul bersama dengan kelompok asal
b. Peserta didik melakukan rapat teknis terkait target dan
langkah kerja setiap anggota kelompok.
c. Peserta didik berkumpul dengan kelompok ahli

2. Eksplorasi
a. Kelompok ahli mulai melakukan eksplorasi terkait
materi yang sesuai dengan nama kelompok masing-
masing
b. Kelompok ahli melakukan diskusi untuk
menyeragamkan pemahaman terkait materi yang telah
dicari
c. Kelompok ahli mengisi LKPD Kelompok Ahli untuk
dijadikan sebagai media dalam penyampaian materi di
kelompok asal

3. Presentasi
a. Peserta didik kembali berkumpul dengan kelompok asal
b. Setiap anggota kelompok memberikan penjelasan terkait
Inti 150 menit
materi yang telah diperoleh dari kelompok ahli
c. Guru membagikan LKPD (tentang menganalisis struktur
dan kebahasaan teks editorial)
d. Berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh, peserta
didik mengerjakan LKPD yang telah dibagikan.
e. Setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka
di hadapan kelompok lainnya dengan menjadikan guru
sebagai narasumber.
f. Kelompok lain diperkenankan untuk memberikan
tanggpan terkait presentasi yang dibawaka oleh
kelompok penyaji materi

4. Kongklusi dan Evaluasi


a. Guru bermasa peserta didik melakukan evaluasi terkait
hasil kerja dari hasil kerja kelompok ahli
b. Guru Bersama peserta didik menarik kesimpulan terkait
pemahaman struktur dan kaidah kebahasaan teks
editorial

Alokasi
Kegiatan Deskripsi
waktu
1. Peserta didik secara bersama menyimpulkan materi
yang telah dipelajari.
2. Guru kembali menyampaikan aspek spritualisasi
yang telah disampaikan sebelumnya
3. Peserta didik saling memberikan umpan
Penutup balik/refleksi hasil pembelajaran yang telah dicapai. 15 menit
4. Guru menyampaikan gambaran materi yang akan
dipelajari pada pertemuan berikutnya
5. Guru meminta peserta didik untuk memimpin doa
sebelum menutup pembelajaran

J. Penilaian, Proses dan Hasil Belajar


1. Teknik Penilaian :
a. Kompetensi sikap : Jurnal
b. Kompetensi Pengetahuan:
● Observasi pada kegiatan diskusi, tanya jawab dan percakapan
● Tes tertulis (LKPD)

2. Bentuk Penilaian:
a. Jurnal : catatan sikap yang menonjol
b. Tes tertulis : uraian /PG dan lembar kerja
c. Unjuk kerja : lembar penilaian presentasi
d. Penugasan : lembar penilaian tugas

3. Instrumen Penilaian (terlampir)

4. Remedial

✔ Pembelajaran remedial dilakukan bagi peserta didik yang capaian KD nya belum
tuntas
✔ Tahapan pembelajaran remedial dilaksanakan melalui sistem remedial pada
umumnya, tutor sebaya, penugasan, atau tes
✔ Peserta didik akan diberi 3 kali kesempatan remedial jika remedial pertama masih
belum mencapai nilai yang diharapkan.

5. Pengayaan
Bagi peserta didik yang sudah mencapai nilai ketuntasan diberikan pembelajaran
pengayaan sebagai berikut:
▪ Peserta didik yang mencapai nilai diberikan materi masih dalam cakupan
KD dengan pendalaman sebagai pengetahuan tambahan
▪ Peserta didik yang mencapai nilai diberikan materi melebihi cakupan KD
dengan pendalaman sebagai pengetahuan tambahan

Lampiran 1
Uraian Materi Pembelajaran

1. Struktur Teks Editorial


✔ Pengenalan Isu
Pengenalan isu (tesis) adalah bagian pendahuluan dari teks editorial. Di sini, pihak
redaksi mengenalkan masalah yang akan dibahas. Masalah atau peristiwa tersebut
bersifat aktual, kontroversial, dan fenomenal.
✔ Argumentasi
Struktur yang kedua yaitu penyampaian pendapat atau argumentasi. Di dalamnya, berisi
fakta-fakta yang berasal dari hasil penelitian. pernyataan para ahli, maupun referensi
yang dapat dipercaya. Kemudian, penulis akan mengomentari fakta berdasarkan sudut
pandangnya, sehingga tampak berpihak sesuai dengan isi teks editorial. Tujuan
argumentasi untuk mempengaruhi serta meyakinkan pembaca.
✔ Penegasan ulang
Berisi kesimpulan, saran atau rekomendasi. Di dalamnya juga terselip harapan redaksi
kepada para pihak terkait untuk mengatasi persoalan tersebut.

2. Kaidah Kebahasaan Teks Editorial

✔ Kalimat retoris adalah kalimat pertanyaan yang tidak ditujukan untuk memperoleh
jawaban. Lho, terus buat apa dong? Kalimat retoris bertujuan agar pembaca berempati
dan fokus terhadap isu yang sedang dibicarakan. Lewat kalimat retoris, diharapkan
pembaca termotivasi untuk melakukan sesuatu atau berubah pikiran.
Contoh:
1) Bukankah siapapun berhak mengekspresikan imajinasinya melalui karya yang
diciptakan?
2) Apakah pemerintah akan tetap menutup mata dan telinga terhadap protes yang
dilakukan masyarakat?

✔ Istilah populer adalah kata yang digunakan dan dipahami masyarakat secara umum
dalam komunikasi sehari-hari. Istilah popular juga bisa didefenisikan sebagai istilah
yang popular karena sebuah isu yang marak diperbincangkan
Contoh:

1) Belum ada momentum yang tepat untuk membahas hal tersebut.


2) Sudah tidak ada lagi masyarakat yang reaktif terhadap virus Covid-19
✔ Pronominal atau kata ganti kata yang digunakan untuk mengganti penyebutan benda
atau peristiwa. Ditandai dengan kata ini, itu, dan tersebut.

Contoh:

1) Wabah korona belum juga mereda, tercatat 42 orang meninggal karena virus tersebut.
2) Sungguh, kenaikan harga itu merupakan kado yang tidak simpatik,
tidak bijak, dan tidak logis.

✔ Konjungsi kausalitas adalah kata sambung yang menghubungkan dua klausa atau lebih
untuk menggambarkan sebab akibat.

Contoh:

1) Kebijakan tadi perlu didukung karena dapat mencegah penyebaran virus.


2) Karantina mandiri tidak dilakukan. Akibatnya, jumlah kasus positif terus bertambah.
Lampiran 2
Penilaian Sikap: Lembar penilaian Jurnal

NO NAMA CATATAN PERILAKU BUTIR SIKAP


Kerja sama
Rasa ingin tahu
Lampiran 3
Penilaian Pengetahuan

Bentuk soal : Esai dan PG

N KD Materi IPK Bentuk Indikator Soal Nomor


O Soal Soal
1. 3.3 Menganalisis 1. Menganal Esai dan Disajikan sebuah 1
Menganalis Struktur dan isis PG teks editorial,
is struktur kaidah struktur peserta didik mampu
dan kebahasaan teks menganalisis
kebahasaan teks editorial editorial struktur dari teks
teks 2. Menganal tersebut 2
editorial isis
kaidah Disajikan sebuah
kebahasa teks gurindam,
an teks peserta didik
editorial menyimpulkan isi
gurindam

Isntrumen Soal:

1. Bacalah teks editorial berikut!


SPILL THE TEA BERUJUNG UU ITE
Sebagai pengguna sosial media, tentunya istilah spill the tea sudah tidak asing lagi
oleh kita. Spill the tea merupakan slang dalam bahasa Inggris yang biasa digunakan untuk
bergosip. Dalam Merriam-Webster Dictionary, kata "tea" merujuk pada huruf T yang
merupakan inisial kata "truth" yang berarti "kebenaran”. Dari penjelasan itu, arti spill the
tea bisa dikatakan membocorkan fakta atau kebenaran dalam gosip atau permasalahan
tertentu dan secara figuratif, dapat diartikan seperti ‘memberitahukan sebuah informasi,
yang umumnya bersifat sensitif’.
Makin ke sini, istilah itu kerap digunakan dalam pengungkapan ketidakadilan.
Mulai dari pengungkapan kasus pelecehan atau kekerasan seksual, perundungan, aksi
protes terhadap kinerja atau pelayanan buruk dari instansi pemerintahan, bahkan budaya
spill the tea kadang terpakai untuk membeberkan masalah masalah pribadi yang dibawa ke
ranah sosial media untuk di viralkan.
Kebiasaan berkeluh kesah di media sosial tidak mungkin terjadi jika di dunia nyata
keadilan lebih mudah diproses. Kadang-kadang, mereka tak punya pilihan lain, seseorang
memilih untuk menumpahkan kisah traumatisnya di sosial media demi mendapat dukungan
dan keadilan. Di titik itu, sosial media hadir sebagai ruang aman yang belum bisa diakses
di dunia asli. Meski sebetulnya budaya spill the tea ini bisa dibilang lahir dari
ketidakpercayaan yang muncul atas instansi penegak hukum, tetap ada banyak faktor yang
perlu dipertimbangkan ketika ingin menumpahkan teh-mu ke belantara media sosial.

Salah satu kasus dari spill the tea terjadi ketika agat twitter dihebohkan dengan
pernyataan dari perempuan yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual Gofar
Hilman, Hafsyarina Sufa Rebowo alias Syerin, pemilik akun Twitter Quweenjojo. Polemik
tudingan pelecehan seksual yang diarahkan ke penyiar radio sekaligus YouTuber Gofar
Hilman tengah menjadi sorotan setelah perempuan yang mengaku korban memberi
klarifikasi dan meminta maaf pada tanggal 10 Februari 2022. Pemilik akun Twitter
Quweenjojo juga menjelaskan alasan dirinya bisa membuat tuduhan palsu ke Gofar soal
pelecehan seksual. Ia merasa terpancing dengan berbagai cerita pelecehan seksual yang
kala itu memang sedang jadi topik hangat publik. "Pada tanggal 8 Juni kenapa saya men-
tweet hal seperti itu ...? Karena adanya pancingan atau trigger dari cerita-cerita
pelecehan seksual lainnya. Dan, ada delusi atau dorongan internal yang imajinatif dari
diri saya untuk menceritakan hal tersebut ke publik," ujar Syerin.

Dari kasus tersebut, kita bisa belajar bahwa ternyata, budaya spill the tea juga
memiliki resiko yang besar. Membeberkan ‘fakta’ yang menurut versi kita saja bukanlah
jalur yang dilindungi hukum. Spill the tea di media sosial dalam batas tertentu memang
membantu visibilitas kasus yang diangkat ke khalayak umum. Mungkin salah satunya bisa
berdampak pada bagaimana kasus ini akhirnya bisa diangkat dalam kasus pidana. Namun,
tak sedikit spill the tea memiliki dampak yang cukup berbahaya.

Nenden Sekar Arum, Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi Southeast Asia


Freedom of Expression Network (SAFEnet) Indonesia mengatakan, risiko
dari spill the tea terutama kaitannya dalam kasus pelecehan dan kekerasan seksual.
Menurut Nenden, jika spill the tea sekarang telah dijadikan alat untuk mendapatkan
keadilan, dalam perspektif pendamping spill the tea justru dinilai sebagai cara atau usaha
terakhir atau last resort dalam mengusut kasus pelecehan dan kekerasan seksual. “Ada
banyak kemungkinan dan risiko yang korban bisa dapatkan dari ini (spill the tea). Kalau
dapet blacklash dari netizen misalnya, korban kena victim blaming, maka korban nantinya
tersudutkan kembali, terviktimisasi,” ungkap Nenden. “Kasus terburuknya terduga pelaku
bisa melaporkan balik korban atas dugaan pencemaran nama baik lewat pasal-pasal karet
UU ITE. Makanya mencari keadilan di sosial media harus jadi opsi terakhir dicoba dan
tidak pernah disarankan,” tambah Nenden.

Spill the tea merupakan alternatif untuk melawan, yang juga beresiko tinggi. Yang
seharusnya mereka menjadi korban, malah dipidanakan. Jangan sampai korban yang
menanggung trauma justru disalahkan. Sebagian orang yang melakukan spill the tea,
berujung opini yang tergiring kesana sini dan masalahnya tak kunjung selesai. Selain itu,
batasan antara masalah pribadi dan masalah yang boleh diketahui umum itu, nyaris tidak
ada dikarenakan budaya spill the tea ini.

Tidak semua masalah harus menjadi konsumsi publik. Kita perlu memilah milah
masalah yang perlu diekspos di ‘ruang aman’. Kehadiran UU ITE membuat ‘ruang aman’
itu tetap punya risiko. Ruang aman yang dimaksud disini adalah sosial media. Apalagi
aktivitas bermedia sosial di Indonesia masih tidak dilindungi hukum karena kekosongan
regulasi proteksi perlindungan data pribadi. Terkhusus dalam kasus pelecehan atau
kekerasan seksual, Nenden berpesan: Pertama adalah memvalidasi pengalaman korban
terlebih dahulu dan tetap mengikuti proses penyidikan selanjutnya. Hal ini penting agar
setidaknya korban punya ruang aman dan nyaman untuk berbagi dan memberikan afirmasi
bahwa suara mereka akan didengarkan.

Tentukkan letak dari struktur Pengenalan Isu, Argumentasi, dan Penegasan Ulang dari teks
di atas! sertakan alasan Anda!

Rubrik Penilaian:

Nomor Soal Skor Kriteria Penilaian

1 35 Peserta didik mampu menjawab semua struktur dengan benar dengan


alasan yang benar

30 Peserta didik mampu menjawab semua struktur dengan benar dengan


alasan yang salah

25 Peserta didik hanya mampu menjawab dua struktur yang benar


dengan alasan yang sesuai

20 Peserta didik hanya mampu menjawab dua struktur yang benar


dengan alasan yang tidak seusai
15 Peserta didik hanya mampu menjawab satu struktur yang benar
dengan alasan yang sesuai

10 Peserta didik hanya mampu menjawab satu struktur yang benar


dengan alasan yang tidak sesuai

5 Peserta didik hanya mampu menjawab satu struktur dengan benar


dengan alasan yang tidak sesuai

0 Peserta didik tidak mampu menjawab dengan benar

Nilai = Skor yang diperoleh x skor ideal = nilai akhir skor maksimal
Skor maksimum

2. Bacalah penggalan teks editorial berikut ini!


1) Spill the tea merupakan alternatif untuk melawan, yang juga beresiko tinggi.
2) Yang seharusnya mereka menjadi korban, malah dipidanakan. Jangan sampai korban
yang menanggung trauma justru disalahkan.
3) Sebagian orang yang melakukan spill the tea, berujung opini yang tergiring kesana sini
dan masalahnya tak kunjung selesai.
4) Selain itu, batasan antara masalah pribadi dan masalah yang boleh diketahui umum itu,
nyaris tidak ada dikarenakan budaya spill the tea ini.

Penggunaan pronomina dapat ditemukan dalam kalimat….


A. 1)
B. 2) & 3)
C. 1) & 3)
D. 3) & 4)
E. 4)

Nomor Soal Skor Kriteria Penilaian

2 1 Memilih jawaban yang benar

0 Memilih jawaban yang salah

0 Tidak menjawab

3. Bacalah penggalan teks editorial berikut!


1) Tidak semua masalah harus menjadi konsumsi publik. Kita perlu memilah milah
masalah yang perlu diekspos di ‘ruang aman’.
2) Kehadiran UU ITE membuat ‘ruang aman’ itu tetap punya risiko.
3) Ruang aman yang dimaksud disini adalah sosial media.
4) Apalagi aktivitas bermedia sosial di Indonesia masih tidak dilindungi hukum karena
kekosongan regulasi proteksi perlindungan data pribadi.
5) Terkhusus dalam kasus pelecehan atau kekerasan seksual, Nenden berpesan: Pertama
adalah memvalidasi pengalaman korban terlebih dahulu dan tetap mengikuti proses
penyidikan selanjutnya.
6) Hal ini penting agar setidaknya korban punya ruang aman dan nyaman untuk berbagi
dan memberikan afirmasi bahwa suara mereka akan didengarkan.
Kalimat yang menggunakan konjungsi kausalitas dapat ditemukan pada nomor….

A. 1)
B. 1) & 2)
C. 3) & 4)
D. 4)
E. 5)
Nomor Soal Skor Kriteria Penilaian

3 1 Memilih jawaban yang benar

0 Memilih jawaban yang salah

0 Tidak menjawab

Anda mungkin juga menyukai