Anda di halaman 1dari 17

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Sekolah/Satuan Pendidikan : SMA Islam Athirah Bone


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII / Ganjil
Materi Pokok : Membuat Teks Editorial
Alokasi Waktu : 7 x 45 menit (3 x pertemuan)

A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukan Perilaku Jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja
sama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang a.
ilmu pengetahuan, b. teknologi, c. seni, d. budaya, dan e. humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengelolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara: a. mandiri, b.
bertindak secara efektif, dan c. kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai
dengan kaidah keilmuan.

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi


KD KI-3 Indikator Pencapaian Kompetensi
4.6 Merancang teks editorial dengan 1. Membuat teks editorial yang
memerhatikan struktur dan kebahasaan sesuai dengan struktur dan kaidah
kebahasaan
2. Mempresentasikan teks editorial
yang telah dibuat

C. Kompetisi Awal
Peserta didik telah memahami materi tentang bentuk, ciri, struktur, dan kaidah
kebahasaan teks editorial
D. Tujuan Pembelajaran
Melalui penerapan model Problem Based Learning, peserta didik dapat membuat teks
editorial yang benar serta dapat mempresentasikan teks editorial yang telah dibuat

E. Materi Pembelajaran
 Ciri dan defenisi teks editorial
 Struktur dan kaidah kebahasaan teks editorial
 Kiat membuat teks editorial

F. Metode Pembelajaran
1. Pendekatan : Saintifik
2. Model : Problem Based Learning
3. Metode : Discovery

G. Alat dan Media


● Papan tulis,
● LKPD
● Proyektor
● Internet

H. Sumber Pembelajaran
▪ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2018. Bahasa
Indonesia SMA/SMK/MA Kelas XII.Jakarta:Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia
▪ Internet

I. Kegiatan Pembelajaran
Alokasi
Kegiatan Deskripsi
waktu
1. Guru menyampaikan salam dan menanyakan keadaan
peserta didik
2. Guru meminta peserta didik untuk berdoa sebelum memulai
pembelajaran
3. Guru mengecek kehadiran peserta didik
4. Guru mencoba mereflesi materi yang telah diajari pada
pertemuan sebelumnya
5. Guru menyampaikan kisah inspiratif untuk meningkatkan
motivasi peserta didik terutama dalam hal membuat teks
Pendahuluan editorial 20 menit
6. Guru menyampaikan informasi terkait kegiatan
pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh peserta didik
(kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran)
7. Guru menyampaikan aspek spritualisasi materi yang akan
dipelajari
8. Guru memutarkan sebuah video pemantik
9. Guru menjelaskan alur kegiatan yang akan dilaksanakan
oleh peserta didik
10. Guru membagikan LKPD
Alokasi
Kegiatan Deskripsi
waktu
1. Orientasi Masalah
a. Peserta didik mengamati rentetan masalah atau isu terkini
yang dipaparkan oleh guru
b. Peserta didik menentukan isu yang akan dijadikan
sebagai objek editorial (boleh bukan dari masalah atau
isu yang dipaparkan oleh guru)

2. Mengorganisir siswa
a. Guru menjelaskan langkah kerja LKPD, urgensitas
langkah kerja LKPD, dan bentuk tugas dalam LKPD
b. Peserta didik membuka LKPD yang telah dibagikan
oleh guru
c. Peserta didik menanyakan hal yang belum dipahami
d. Guru memaparkan tugas dari siswa terdahulu sebagai
contoh pembuatan teks editorial

3. Investigasi
a. Peserta didik mencari jawaban daftar pertanyaan yang
terdapat di dalam LKPD melalui media internet dan
media referensif lainnya
b. Peserta didik mengonsultasikan hasil temuan kepada
guru
c. Setelah mendapatkan masukan dari guru, peserta didik
mengklasifikasikan jawaban yang ditemukan sesuai
dengan struktur dari teks editorial

4. Mengembangkan hasil investigasi


a. Berdasarkan hasil investigasi, peserta didik mulai
membuat teks editorial yang sesuai dengan struktur yang 280 menit
Inti (3 x
telah dipelajari
pertemuan)
b. Peserta didik diperkenankan membuat teks editorial
dalam bentuk tulisan atau video
c. Peserta didik aktif berkonsultasi kepada guru saat
pembuatan teks editorial hingga hasil karya peserta
didik dianggap valid.
d. Peserta didik mempresentasikan teks editorial yang telah
dibuat di hadapan guru dan peserta didik lainnya
e. Peserta didik memanfaatkan media social masing-
masing untuk dijadikan sebagai media pengumpulan
tugas.

5. Evaluasi
a. Setiap peserta didik diminta untuk mengomentari hasil
karya peserta didik lainnya di media social
b. Guru dan peserta didik memberikan apresiasi melalui
kolom komentar yang terdapat di dalam media sosial.
Alokasi
Kegiatan Deskripsi
waktu
1. Peserta didik secara bersama menyimpulkan materi
yang telah dipelajari.
2. Guru kembali menyampaikan aspek spritualisasi
yang telah disampaikan sebelumnya
3. Guru melaksanakan penilaian pembelajaran dari
hasil kerja peserta didik
Penutup 4. Peserta didik saling memberikan umpan 15 menit
balik/refleksi hasil pembelajaran yang telah dicapai.
5. Guru menyampaikan gambaran materi yang akan
dipelajari pada pertemuan berikutnya
6. Guru meminta peserta didik untuk memimpin doa
sebelum menutup pembelajaran

J. Penilaian, Proses dan Hasil Belajar


1. Teknik Penilaian :
a. Kompetensi sikap : Jurnal
b. Kompetensi Keterampilan:
● Produk (hasil karya)
● Observasi Presentasi

2. Bentuk Penilaian:
a. Jurnal : catatan sikap yang menonjol
b. Unjuk kerja 1: lembar penilaian produk
c. Unjuk kerja 2 : lembar penilaian presentasi

3. Instrumen Penilaian (terlampir)

4. Remedial

✔ Pembelajaran remedial dilakukan bagi peserta didik yang capaian KD nya


belum tuntas
✔ Tahapan pembelajaran remedial dilaksanakan melalui sistem remedial pada
umumnya, tutor sebaya atau penugasan
✔ Peserta didik akan diberi 3 kali kesempatan remedial jika remedial pertama
masih belum mencapai nilai yang diharapkan.
5. Pengayaan
Bagi peserta didik yang sudah mencapai nilai ketuntasan diberikan pembelajaran
pengayaan sebagai berikut:
▪ Peserta didik yang mencapai nilai ketuntasan minimum akan diberikan materi
masih dalam cakupan KD dengan pendalaman sebagai pengetahuan tambahan
Lampiran 1
Uraian Materi Pembelajaran

MATERI TEKS EDITORIAL

1. Pengertian Teks Editorial

Teks editorial disebut juga tajuk rencana. Menurut Kokasih (dalam


Fauziati, 2018:167) teks editorial atau tajuk rencana, yakni artikel pokok dalam
surat kabar yang merupakan pandangan dari media yang bersangkutan terhadap
peristiwa yang sedang menjadi sorotan. Adapun menurut Rivers (dalam Sari,
Dawud, dan Andajani, 2019:51) editorial adalah cara yang dilakukan oleh
seseorang dalam menyajikan fakta dan opini untuk menafsirkan berita-berita
penting dan bertujuan untuk memengaruhi pendapat umum berdasarkan sudut
pandang suatu media. Adapun menurut Kosasih (dalam Ningsih, Nuryanti, dan
Mutaqin,2019:8 ), editorial adalah kolom khusus dalam surat kabar yang
berisikan tanggapan redaksi dari media yang bersangkutan terhadap satu peristiwa
aktual. Sementara itu, menurut Sumadiria (dalam Alviolita, 2019:2) teks
editorial atau tajuk rencana adalah opini berisi pendapat dan sikap resmi suatu
media sebagai institusi penerbit terhadap persoalan aktual, fenomena, dan atau
kontroversial yang berkembang dalam masyarakat. Lebih lanjut, Sumadiria
mengungkapkan bahwa sebagai induk artikel dalam surat kabar atau majalah, tajuk
rencana merupakan mahkota yang menggambarkan karakter atau identitas suatu
surat kabar atau majalah.
Berdasarkan uraian tersebut, editorial adalah sebuah artikel yang berisi
tanggapan penulis terhadap suatu isu-isu terkini yang disajikan dalam bentuk fakta
dan opimi.

2. Struktur Teks Editorial


Dilihat dari isinya, editorial yang bersifat ekspositoris berisi tesis
(pernyataan umum), diikuti oleh argumentasi-argumentasi secukupnya, dan
diakhiri dengan penegasan ulang atas argumentasi-argumentasi tersebut. Ketiga
unsur tersebut wajib hadir dalam teks editorial. Dengan demikian, struktur umum
dari teks editorial meliputi pengenalan isu (tesis), argumentasi, dan penegasan.
a. Pengenalan isu (tesis)
Pengenalan isu merupakan bagian pendahuluan teks editorial.
Fungsinya adalah mengenalkan isu atau permasalahan yang akan dibahas
dalam bagian berikutnya. Pada bagian pengenalan isu disajikan peristiwa
persoalan aktual, fenomenal, dan kontroversial.

b. Argumentasi
Argumentasi dalam teks editorial disebut juga sebagai penyampaian
pendapat. Bagian ini merupakan bagian pembahasan yang berisi tanggapan
redaksi terhadap isu yang sudah diperkenalkan sebelumnya.

c. Penegasan
Penegasan dalam teks editorial berupa simpulan, saran, atau
rekomendasi. Di dalamnya juga terselip harapan redaksi kepada para pihak
terkait dalam menghadapi atau mengatasi persoalan yang terjadi dalam isu
tersebut.
3. Ciri Bahasa Teks Editorial
a. Penggunaan kalimat retoris
Kalimat retoris merupakan kalimat tanya yang tidak ditujukan untuk
mendapatkan jawaban. Pertanyaan retoris ditujukan untuk pembaca agar merenungkan
masalah yang dipertanyakan tersebut, sehingga tergugah untuk berbuat sesuatu, atau
minimal berubah pandangannya terhadap isu yang dibahas. Contoh: Benarkah
pemerintah sudah memerhatikan kesejahteraan rakyat?
b. Menggunakan kata populer
Kaidah kebahasaan teks editorial kata populer yaitu kata-kata yang mudah
dipahami oleh orang banyak. Contoh: terkaget-kaget, pencitraan, menengarai, reaktif,
survey, dll.

c. Menggunakan kata ganti penunjuk yang merujuk pada waktu, tempat, peristiwa,
atau hal lainnya
kata rujukan juga dikenal dengan istilah pronomina. Pronomina identik dengan -nya, ini,
itu, tersebut, dll

d. Konjungsi Kausalitas
Konjugsi kausalitas adalah kata hubung yang menghubungkan kalimat atu klausa yang
memiliki hubungan sebab-akibat. konjungsi kausalitas identik dengan karena, sebab, oleh
karena itu, oleh sebab itu, dll

4. Ciri Teks Editorial


Adapun ciri teks editorial, sebagai berikut:
a. Topik tulisa teks editorial selalu hangat (sedang berkembang dan dibicarakan secara luas
oleh masyarakat), bersifat aktual dan faktual.
b. Teks editorial bersifat sistematis dan logis.
c. Teks editorial merupakan sebuah opini/pendapat yang bersifat argumentatif.
d. Teks editorial menarik untuk dibaca, karena ditulis dengan menggunakan
kalimat yang singkat, padatdan jelas.

5. Tujuan teks editorial


Tujuan teks editorial, yaitu:
1. Mengajak pembaca untuk ikut berpikir dalam isu yang sedang banyak
dibicarakan di kehidupan sekitar.
2. Memberi pandangan pada pembaca terkait isu yang sedang berkembang di
masyarakat.

6. Manfaat teks editorial


a. Memberi informasi pada masyarakat
b. Untuk merangsang pemikiran
c. Dapat menggerakan pembaca untuk mengambil tindakan

7. Langkah-Langkah Menyusun Editorial


Langkah-langkah menulis teks editorial

a. Memilih topik
1) Pemilihan topik menjadi langkah pertama dalam penulisan teks editorial.
2) Pemilihan topik berkaitan dengan isu yang akan menjadi dasar penulisan editorial.
3) Isu yang akan diangkat perlu dipertimbangkan dan hal ini sesuai dengan kebijakan
kita sebagai penulis dan pihak redaksi media.
4) Selain itu, pilihlah isu dengan topik yang menarik minat baca masyarakat dan
berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas seperti tentang kekeringan
yang dialami oleh berbagai daerah di Indonesia, kenaikan harga BBM,
pembentukan kabinet dalam pemerintahan, dan sebagainya.
b. Mengumpulkan data
1) Opini yang ditulis dalam editorial perlu disertai dengan data pendukung berupa
fakta yang berkaitan dengan isu yang ditulis dalam editorial.
2) Data pendukung tersebut dapat menjadi penguat opini dan memberikan penilaian
yang objektif terhadap editorial yang kita tulis. Jadi, isi tulisan tidak hanya
sekadar opini saja.
3) Selain itu, teori dan pendapat ahli pun perlu dipaparkan agar pendapat yang kita
tulis lebih berbobot.

c. Mengaitkan bagian-bagian editorial dan mengembangkannya


1) Penyusunan editorial dapat didiskusikan dengan anggota redaksi.
2) Diskusi tersebut perlu dilakukan agar dapat menghubungkan antara isu atau topik
yang ditulis dengan sikap media.
3) Tidak hanya isu yang perlu disepakati bersama tetapi juga detail dan contoh yang
akan diungkapkan dalam editorial tersebut.
4) Setelah itu, didiskusikan pula tentang opini yang akan disampaikan dan solusi
yang akan diberikan dalam editorial.
5) Lalu dikembangkanlah teks editorial dengan memperhatikan hal-hal yang sudah
didiskusikan tersebut.

d. Memperbaiki isi teks editorial termasuk isi dan kaidah kebahasaannya


1) Editorial harus berisi kejelasan dan disampaikan dengan akurat serta tidak
menyerang pihak lain.
2) Selain itu, penyampaian opini dalam editorial tidak terkesan mengajari kepada
pembaca.
3) Paragraf disusun dengan menggunakan kalimat yang efektif dan kata-kata yang
lugas.
4) Penggunaan contoh dan ilustrasi akan sangat bermanfaat.
5) Apalagi jika tulisan disertai dengan kutipan yang memiliki nilai untuk
menguatkan opini yang akan ditulis dan hal yang penting adalah menyampaikan opini
dengan jujur dan akurat

Pembuatan teks editorial dapat dipermudah dengan menjawab pertanyaan yang


jawabannya mengarah pada bagian-bagian penting dalam teks editorial.

1. APA ISU YANG SEDANG TRENDING?


2. APA SAJA MASALAH-MASALAH YANG MELAHIRKAN ISU TERSEBUT?
3. APA SAJA PENDAPAT PARA AHLI TERKAIT ISU TERSEBUT
(TABAYYUN)?
4. ADAKAH TEORI YANG MENDUKUNG ATAU MENENTANG ISU?
5. ALASAN SETUJU/TIDAK SETUJU TERHADAP ISU TERSEBUT
6. APA ALASAN SETUJU/TIDAK SETUJU TERHADAP ISU TERSEBUT ?
MINIMAL 2 ARGUMEN
7. PENJELASAN TIAP ARGUMEN:
1) APA INTI ARGUMEN TERSEBUT?
2) APA MAKSUD ARGUMEN TERSEBUT?
3) APA DAMPAK JIKA ARGUMEN/PANDANGAN TERSEBUT DILAKUKAN
DAN TIDAK DIREALISASIKAN (URGENSITAS)?
4) APA DATANYA?
5) HUBUNGKAN ANTARA DATA DENGAN ARGUMEN (ex: dari data
tersebut, dapat disimpulkan bahwa …)
8. APA SARAN SOLUTIF UNTUK MENYIKAPI ISU DAN PERMASALAH
TERSEBUT?
9. APA HARAPAN ANDA TERKAIT ISU TERSEBUT?
Contoh Teks Editorial
Contoh I
Lorong Gelap sang Guru

Media Indonesia

Semua orang mungkin mengerti dan sepakat dengan beberapa baris


ungkapan yang menggambarkan mulianya sosok dan profesi guru yang terdapat
dalam bait lagu Hymne Guru ciptaan Sartono ini. Engkau bagai pelita dalam
kegelapan Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan Engkau patriot
pahlawan bangsa tanpa tanda jasa.
Akan tetapi, sesungguhnya tidak semua orang tahu cara menghargai sosok
yang dihormati dan dipuja sebagai pelita, penyejuk, sekaligus pahlawan bangsa
tersebut. Tidak seluruhnya mengerti bagaimana semestinya mengapresiasi peran
dan pengabdian guru sebagai penyemai benih-benih generasi pembangun bangsa.
Bahkan negara pun, yang di atas kertas tampak menaruh hormat tinggi kepada para
guru, dalam praktiknya sering tidak mengimplementasikan penghormatan itu
secara sungguh-sungguh.
Penghormatan hanya terlihat secara tekstual, tidak secara kontekstual. Di
atas kertas, sejak 1994 negara menetapkan 25 November sebagai Hari Guru
Nasional, tetapi di balik itu sesungguhnya banyak problematika terkait dengan
profesi guru yang tak kunjung terselesaikan hingga hari ini.
Negara juga memberi jaminan perlindungan melalui Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tetapi nyatanya kesejahteraan dan
perlindungan terhadap guru masih kerap terabaikan. Padahal, selain mulia, profesi
guru begitu penting. Bahkan ada ungkapan, cara sebuah bangsa memperlakukan
guru adalah cerminan bagaimana bangsa itu memperlakukan masa depan.
Hal tersebut merupakan gambaran begitu pentingnya peran dan posisi guru
dalam membangun generasi yang akan menjadi pemegang kunci masa depan
bangsa. Meski pahit, kita harus akui negara belum memperlakukan para guru
sebagaimana layaknya kita ingin memperlakukan masa depan.
Tiga persoalan besar masih menggelayuti dunia pendidikan kita, khususnya
menyangkut guru. Penyebaran jumlah guru di daerah-daerah yang tidak seimbang,
kualitas guru yang belum merata, dan pemenuhan kesejahteraan guru yang masih
terseok-seok. Secara jumlah, Indonesia sangat kekurangan guru, terutama guru
aparatur sipil negara (ASN) di sekolah negeri.
Dalam catatan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), sampai 2024
Indonesia butuh 1,3 juta lagi guru ASN di sekolah negeri. Sangat banyak. Kebijakan
pengangkatan 1 juta guru honorer menjadi guru ASN pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja (PPPK) yang sebetulnya merupakan angin segar untuk mengatasi
problem kuantitas dan kesejahteraan guru, nyatanya berhenti sebatas target.
Realisasinya meleset jauh dari sasaran. Tahun lalu, hanya 293.860 guru yang
lulus dan dapat formasi dari pemerintah daerah. Selain itu, ada sebanyak 193.954
guru yang lulus tes PPPK tapi tak kunjung mendapatkan formasi hingga November
2022. Yang lebih mengenaskan, guru honorer lagi-lagi mesti gigit jari dan pasrah
dengan gaji yang hanya Rp500 ribu hingga Rp1 juta per bulan.
Profesi yang konon mulia itu ternyata hanya mendapat 'penghargaan' dengan
nilai yang bahkan jauh di bawah upah minimimum provinsi (UMP) atau upah
minimum kabupaten/kota (UMK) daerah.
Lalu bagaimana mungkin kita bisa berharap kualitas guru-guru itu bakal
meningkat? Kita paham tantangan di masa depan bakal semakin berat, kompetisi
kian ketat, inovasi-inovasi mesti terus ditumbuhkan.
Pendidikan yang baik, yang mampu mempersiapkan sekaligus menempa
anak-anak bangsa, adalah modal untuk menghadapi tantangan-tantangan itu. Situasi
tersebut, jika dibiarkan berlambat-lambat, tentu akan menghambat mimpi-mimpi
besar bangsa ini di bidang pendidikan. Karena itu, pada momentum Hari Guru
Nasional 2022 ini, kita mendesak pemerintah segera mencari jalan terang untuk
menyelesaikan persoalan kesejahteraan para pendidik. Jangan biarkan masalah itu
terus-terusan tersesat di lorong gelap sehingga pada akhirnya malah mematikan
cahaya dan pelita yang dibawa sang guru.

Sumber: https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2824-lorong-
gelap-sang-guru
Contoh II
Gelora Peradaban Sepak Bola
Sepak Bola menjadi olahraga yang paling digemari di muka bumi, dan
turnamennya yang paling akbar, yakni Piala Dunia. Setiap empat tahun sekali,
seluruh dunia akan terpaku pada perhatiannya pada Piala Dunia. Besok, gelaran
Piala Dunia 2022 Qatar akan dimulai.
Qatar, negara kecil di Semenanjung Arab, akan menjadi tuan rumah bagi
31 negara lainnya di turnamen tertinggi sepak bola sejagat. Qatar memiliki iklim
yang begitu panas. Situasi yang membuat gelaran Piala Dunia akhirnya digeser
pada November-Desember dari yang biasanya pada Juni hingga Juli.
Inilah pertama kalinya Piala Dunia digelar di negara Timur Tengah.
Sebanyak 32 negara akan memperebutkan takhta juara dunia sepak bola di tengah
kontroversi yang menyelimuti penunjukan dan persiapan negeri kaya minyak itu
sebagai tuan rumah edisi Piala Dunia ke-22 tersebut.
Mulai isu suap pejabat FIFA saat Qatar menang voting sebagai negara
penyelenggara Piala Dunia 2022, pelanggaran HAM di balik tewasnya banyak
pekerja stadion, hingga pelarangan suporter LGBT masuk ke Qatar mengemuka
di tengah antusiasme sambutan miliaran pencinta sepak bola dunia.
Belum lagi munculnya keraguan akan kualitas pertandingan di turnamen
akbar ini. Piala Dunia digelar dalam perubahan waktu yang sangat berbeda tentu
akan berpengaruh pada kebugaran pemain karena digelar di tengah-tengah
kompetisi di sejumlah negara Eropa masih bergulir.
Dari sekian banyak pemain bintang yang turun di Piala Dunia, sebagian
besar berlaga di Eropa. Untuk Piala Dunia 2022, situasi ini membuat fokus para
pemain menjadi terbelah. Cedera pemain, menjadi ‘kondisi menyeramkan’ yang
harus dihadapi sejumlah tim.
Namun, di tengah berbagai kontroversi tersebut, gelaran Piala Dunia akan
menjadi hiburan masyarakat dunia yang kini dihadapkan pada kondisi
perekonomian yang tidak menentu pascapandemi covid-19 yang diperparah
konflik Rusia-Ukraina.
Perang Rusia-Ukraina telah merusak rantai pasokan pangan global yang
membuat harga pangan melonjak sehingga tak terjangkau penduduk miskin dunia.
Perang yang juga membuat dua blok besar dunia terbelah.
Hadirnya perhelatan akbar ini akan membuat dunia sejenak berpaling dari
berbagai ketegangan yang menyelimuti sepanjang tahun 2022 akibat perang
Rusia-Ukraina dan potensi krisis ekonomi global tahun mendatang. Bahkan, lewat
momen akbar penuh keajaiban inilah yang membuat Presiden FIFA Gianni
Infantino menggelorakan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina ketika 5,5
miliar pasang mata di seluruh dunia tercurah pada Piala Dunia selama sebulan.
Sepak bola teramat penting bagi peradaban manusia dalam 100 tahun
terakhir. Perannya jauh dari sekadar adu kemampuan mencetak gol dan olah bola.
Sepak bola telah menjelma sebagai subkultur yang memiliki tatanannya sendiri,
yang bahkan mampu menghadirkan perdamaian dan persatuan di dunia.
Bukan tidak mungkin, gencatan tersebut akan terealisasi seiring
berjalannya turnamen. Semua sepakat bahwa sepak bola ialah bahasa perdamaian
yang dapat mengubah wajah dunia. Seluruh dunia akan merasakan atmosfer dan
gelora sportivitas dan perayaan kemenangan bersama.
Piala Dunia, dalam konteks budaya memang merupakan momen akbar
bagi kehidupan manusia di seluruh dunia. Dengan kondisi-kondisi yang
menyertainya di Piala Dunia 2022, patut ditunggu apakah sepak bola masih punya
keajaiban untuk mempersatukan dunia, selain juga kegembiraan dan
menumbuhkan harapan.
Contoh III

Pelegalan LGBT di Seluruh Dunia


Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) menjadi topik hangat dan semakin
marak diperbincangkan. Ada banyak pihak yang saat ini sedang berusaha merealisasikan pelegalan
LGBT, baik di Indonesia maupun negara-negara di belahan bumi lain. Muncul berbagai pro dan
kontra mengenai golongan LGBT. Mereka yang pro menyatakan, bahwa negara dan masyarakat
harus mengkampanyekan prinsip non diskriminasi antara lelaki, perempuan, transgender, pecinta
lawan jenis (heteroseksual) maupun pecinta sesama jenis (homoseksual).
Pada awalnya LGBT hanya merupakan komunitas kecil yang merahasiakan identitas dan
beraktivitas secara sembunyi-sembunyi. Namun, perlahan-lahan kelompok tersebut mulai aktif
bergerak untuk menyebarkan paham LGBT secara luas. Gerakan tersebut yang dipandang sebagai
masalah kecil mulai memberikan pengaruh besar sedikit demi sedikit dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini menyebabkan komunitas LGBT semakin besar dan mulai diterima di
masyarakat luas.
Penyebaran LGBT tidak hanya dilakukan oleh komunitas atau secara individual saja,
namun penyebaran ini didukung oleh beberapa pihak kuat yang memiliki pegaruh besar dalam
ruang lingkup luas. Dukungan tersebut diberikan dengan dalih bahwa setiap manusia berhak dan
layak untuk mengekspresikan gaya hidup mereka tanpa mendapatkan diskriminasi dari pihak
manapun.
Salah satu ajang olahraga yang sedang marak dan menarik minat penduduk dunia, yaitu
FIFA World Cup di Qatar 2022 menjadi media dalam penyebarluasan LGBT. Coca Cola sebagai
perusahaan minuman yang dinikmati di seluruh dunia menambahkan logo LGBT dalam kemasan
produknya. Hal ini ditujukan untuk mengenalkan dan menyebarkan paham LGBT melalui momen
besar piala dunia.
Tak hanya itu, beberapa perusahaan lain pun turut mendukung adanya LGBT, seperti
Starbucks, Adidas, Pepsi, dll, Sebuah media meliput pernyataan dari CEO Starbucks, Howard
Schultz yang menegaskan bahwa dirinya menyerukan dukungan terhadap pernikahan sesama
jenis. Masalah ini menimbulkan banyaknya seruan untuk memboikot beberapa perusahaan dari
Indonesia. Salah satunya dari ketua bidang ekonomi PP Muhammadiyah, Anwar Abbas
mengutarakan, “Masalah ini tentu tidak bisa dipandang sepele, sebab perusahaan-perusahaan itu
bukan hanya berjalan sebagai institusi bisnis, namun mereka mulai bergerak untuk mengubah
ideologi masyarakat.”
Pada tanggal 13 November 2022 kemarin, sebuah postingan menimbulkan kontroversial
dari jutaan penduduk dunia. Akun Instagram World Health Organization (WHO) memposting
poster bergambar hati dengan warna pelangi khas LGBT disertai dengan jenis-jenis penyimpangan
seksual didalamnya, seperti Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Intersex, Queer, dan lebih
banyak lagi. Postingan ini tentu mendapatkan banyak tentangan dari masyarakat dunia, sebab
organisasi yang seharusnya bertanggung jawab dalam menjunjung tinggi kesehatan di dunia, justru
mendukung penyimpangan seksual yang dasarnya telah menentang prinsip kesehatan. Mereka
mendukung LGBT dengan alasan “Everyone has the right to live fee from violence and
discrimination” yang berarti setiap orang berhak untuk hidup bebas tanpa kekerasan dan
dikriminasi.
Kelompok LGBT di bawah payung “Hak Asasi Manusia” meminta masyarakat dan Negara
untuk mengakui keberadaan komunitas ini. Indonesia sendiri sebagai negara hukum
menjamin kebebasan berekspresi dalam UUD 1945 Amendemen II, yaitu Pasal 28 E ayat (2)
yang menyatakan, "Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya". Apabila kita melihat dari Konstitusi
yakni dalam Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, “Setiap orang wajib
menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.”
Memang benar, setiap manusia mempunyai kebebasan masing–masing, tetapi jika ditelaah
lebih dalam bahwa kebebasan yang dimiliki berbanding lurus dengan batasan yang harus dipenuhi
pula, seperti apakah melanggar agama, kesusilaan, kepentingan umum, hingga keutuhan bangsa?
Pada kenyataanya, dengan banyaknya yang memperbincangkan mengenai status kaum berbendera
pelangi ini mengarahkan pada satu kesimpulan, masyarakat Indonesia merasa keamanan dan
ketertiban mereka terancam.
Oleh sebab itulah, posisi strategis pemerintah dalam hal ini sangat diperlukan untuk
menangani polemik LGBT secara langsung agar tak terjadi disintegrasi bangsa.

Contoh IV
SPILL THE TEA BERUJUNG UU ITE

Sebagai pengguna sosial media, tentunya istilah spill the tea sudah tidak asing lagi oleh kita. Spill
the tea merupakan slang dalam bahasa Inggris yang biasa digunakan untuk bergosip. Dalam Merriam-
Webster Dictionary, kata "tea" merujuk pada huruf T yang merupakan inisial kata "truth" yang berarti
"kebenaran”. Dari penjelasan itu, arti spill the tea bisa dikatakan membocorkan fakta atau kebenaran dalam
gosip atau permasalahan tertentu dan secara figuratif, dapat diartikan seperti ‘memberitahukan sebuah
informasi, yang umumnya bersifat sensitif’.

Makin ke sini, istilah itu kerap digunakan dalam pengungkapan ketidakadilan. Mulai
dari pengungkapan kasus pelecehan atau kekerasan seksual, perundungan, aksi protes terhadap kinerja atau
pelayanan buruk dari instansi pemerintahan, bahkan budaya spill the tea kadang terpakai untuk
membeberkan masalah masalah pribadi yang dibawa ke ranah sosial media untuk di viralkan.

Kebiasaan berkeluh kesah di media sosial tidak mungkin terjadi jika di dunia nyata keadilan lebih
mudah diproses. Kadang-kadang, mereka tak punya pilihan lain, seseorang memilih untuk menumpahkan
kisah traumatisnya di sosial media demi mendapat dukungan dan keadilan. Di titik itu, sosial media hadir
sebagai ruang aman yang belum bisa diakses di dunia asli. Meski sebetulnya budaya spill the tea ini bisa
dibilang lahir dari ketidakpercayaan yang muncul atas instansi penegak hukum, tetap ada banyak faktor
yang perlu dipertimbangkan ketika ingin menumpahkan teh-mu ke belantara media sosial.

Salah satu kasus dari spill the tea terjadi ketika agat twitter dihebohkan dengan pernyataan dari
perempuan yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual Gofar Hilman, Hafsyarina Sufa Rebowo alias
Syerin, pemilik akun Twitter Quweenjojo. Polemik tudingan pelecehan seksual yang diarahkan ke penyiar
radio sekaligus YouTuber Gofar Hilman tengah menjadi sorotan setelah perempuan yang mengaku korban
memberi klarifikasi dan meminta maaf pada tanggal 10 Februari 2022. Pemilik akun Twitter
Quweenjojo juga menjelaskan alasan dirinya bisa membuat tuduhan palsu ke Gofar soal pelecehan seksual.
Ia merasa terpancing dengan berbagai cerita pelecehan seksual yang kala itu memang sedang jadi topik
hangat publik. "Pada tanggal 8 Juni kenapa saya men-tweet hal seperti itu ...? Karena adanya pancingan
atau trigger dari cerita-cerita pelecehan seksual lainnya. Dan, ada delusi atau dorongan internal yang
imajinatif dari diri saya untuk menceritakan hal tersebut ke publik," ujar Syerin.

Dari kasus tersebut, kita bisa belajar bahwa ternyata, budaya spill the tea juga memiliki resiko yang
besar. Membeberkan ‘fakta’ yang menurut versi kita saja bukanlah jalur yang dilindungi hukum.
Spill the tea di media sosial dalam batas tertentu memang membantu visibilitas kasus yang diangkat ke
khalayak umum. Mungkin salah satunya bisa berdampak pada bagaimana kasus ini akhirnya bisa diangkat
dalam kasus pidana. Namun, tak sedikit spill the tea memiliki dampak yang cukup berbahaya.

Nenden Sekar Arum, Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi Southeast Asia Freedom of Expression
Network (SAFEnet) Indonesia mengatakan, risiko dari spill the tea terutama kaitannya dalam kasus
pelecehan dan kekerasan seksual. Menurut Nenden, jika spill the tea sekarang telah dijadikan alat untuk
mendapatkan keadilan, dalam perspektif pendamping spill the tea justru dinilai sebagai cara atau usaha
terakhir atau last resort dalam mengusut kasus pelecehan dan kekerasan seksual. “Ada banyak
kemungkinan dan risiko yang korban bisa dapatkan dari ini (spill the tea). Kalau dapet blacklash dari
netizen misalnya, korban kena victim blaming, maka korban nantinya tersudutkan kembali, terviktimisasi,”
ungkap Nenden. “Kasus terburuknya terduga pelaku bisa melaporkan balik korban atas dugaan pencemaran
nama baik lewat pasal-pasal karet UU ITE. Makanya mencari keadilan di sosial media harus jadi opsi
terakhir dicoba dan tidak pernah disarankan,” tambah Nenden.

Spill the tea merupakan alternatif untuk melawan, yang juga beresiko tinggi. Yang seharusnya
mereka menjadi korban, malah dipidanakan. Jangan sampai korban yang menanggung trauma justru
disalahkan. Sebagian orang yang melakukan spill the tea, berujung opini yang tergiring kesana sini dan
masalahnya tak kunjung selesai. Selain itu, batasan antara masalah pribadi dan masalah yang boleh
diketahui umum itu, nyaris tidak ada dikarenakan budaya spill the tea ini.

Tidak semua masalah harus menjadi konsumsi publik. Kita perlu memilah milah masalah yang
perlu diekspos di ‘ruang aman’. Kehadiran UU ITE membuat ‘ruang aman’ itu tetap punya risiko. Ruang
aman yang dimaksud disini adalah sosial media. Apalagi aktivitas bermedia sosial di Indonesia masih tidak
dilindungi hukum karena kekosongan regulasi proteksi perlindungan data pribadi. Terkhusus dalam kasus
pelecehan atau kekerasan seksual, Nenden berpesan: Pertama adalah memvalidasi pengalaman korban
terlebih dahulu dan tetap mengikuti proses penyidikan selanjutnya. Hal ini penting agar setidaknya korban
punya ruang aman dan nyaman untuk berbagi dan memberikan afirmasi bahwa suara mereka akan
didengarkan.
Lampiran 2
Penilaian Sikap: Lembar penilaian Jurnal

NO NAMA CATATAN PERILAKU BUTIR SIKAP


Lampiran 3
Penilaian Keterampilan

INSTRUMEN PENILAIAN

N KD Materi IPK Indikator Soal Nomor


O Soal
1. 4.6 Merancang Membuat teks 1. Membuat teks Buatlah sebuah teks 1
teks editorial editorial editorial yang editorial berdasarkan
dengan sesuai dengan jawaban dari daftar
memerhatikan struktur dan pertanyaan yang telah
struktur dan kaidah Anda jawab!
kebahasaan kebahasaan
2
2. Mempresentasika Presentasikanlah teks
n teks editorial editorial yang telah
yang telah dibuat Anda buat di hadapan
guru dan peserta didik
lainnya!

RUBRIK PENILAIAN

1. Membuat teks editorial

NO ASPEK PENILAIAN PENILAIAN

1 Judul yang menarik 1 2 3 4

2 Isu Faktual

3 Menyertakan masalah dalam isu

4 Relevansi isu dan isi teks

5 Pendapat subjektif

6 Struktur pengenalan isu

7 Struktur Argumentasi

8 Struktur Penegasan Ulang

9 Teori pendukung

10 Fakta pendukung

11 Kritik dan saran

12 Relevansi Prediksi

13 Saran solutif

KETERANGAN:
● Sangat kurang :1
● Kurang :2
● Baik :3
● Sangat Baik :4
2. Mempresentasikan teks editorial yang telah dibuat

PENILAIAN
NO ASPEK PENILAIAN
1 2 3 4

2 Penguasaan materi

3 Penggunaan Bahasa Indonesia

4 Bahasa Tubuh

5 Estetika Media Presentasi

KETERANGAN:
● Sangat kurang :1
● Kurang :2
● Baik :3
● Sangat Baik :4

Anda mungkin juga menyukai