Anda di halaman 1dari 7

ANNISA RAHMAN

1911012036

Kelas B

TUGAS NUTRASETIKAL
BROWNING

A. Gelatin Agent
Gelatin adalah produk alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen. Gelatin
merupakan protein yang larut yang bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel)
atau sebagai non gelling agent. Karena gelatin merupakan produk alami, maka
diklasifikasikan sebagai bahan pangan bukan bahan tambahan pangan.

Tipe Gelatin

Dari cara pembuatannya, ada dua jenis gelatin, yaitu gelatin tipe A dan tipe B.

1. Gelatin tipe A
Gelatin yang umumnya dibuat dari kulit hewan muda (terutama kulit
babi), sehingga proses pelunakannya dapat dilakukan dengan cepat yaitu
dengan sistem perendaman dalam larutan asam (A = acid).
2. Gelatin tipe B
Gelatin yang diolah dari bahan baku yang keras seperti dari kulit hewan
yang tua atau tulang, sehingga proses perendamannya perlu lama dan larutan
yang digunakan yaitu larutan basa (B = basa). Di pasaran masyarakat keliru
menterjemahkan singkatan tersebut. Konsumen sering menganggap B adalah
singkatan dari beef (sapi), sehingga gelatin B dianggap gelatin sapi, padahal
belum tentu, bisa saja dari tulang babi atau lainnya.

Kandungan gelatin

Gelatin mengandung protein yang sangat tinggi dan rendah kadar lemaknya.
Gelatin kering dengan kadar air 8-12% mengandung protein sekitar 84-86% Protein,
lemak hampir tidak ada dan 2-4% mineral. Dari 10 jenis asam amino essensial yang
dibutuhkan tubuh, gelatin mengandung 9 jenis asam amino essensial, satu asam amino
essensial yang hampir tidak terkandung dalam gelatin yaitu Treptophane.
Dengan komposisi kimia seperti di atas dan sifat-sifat fisik lainnya, gelatin
mempunyai multi guna dalam berbagai industri. Hal ini dikarenakan gelatin bersifat
serba bisa, yaitu bisa berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi (emulsifier),
pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, pengatur elastisitas, dapat membentuk lapisan
tipis yang elastis, membentuk film yang transparan dan kuat, kemudian sifat penting
lainnya yaitu daya cernanya yang tinggi dan dapat diatur, sebagai pengawet, humektan,
penstabil, dan lain-lain.

Mutu Gelatin

Gelatin yang baik harus memenuhi standar mutu yang diberikan oleh Standar
Industri Indonesia (SII).

Untuk Produk pangan. Sebagai zat pengental, penggumpal, secara umum


elastiser, pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, menghindari sineresis, pengikat air,
memperbaiki konsistensi, pelapis tipis, pemerkaya gizi, pengawet (menghambat
browning) dan lain-lain. Contoh: gelatin tulang, gelatin bubuk, dan pektin.

B. Senyawa penghambat browning

Bahan Pereduksi

Seperti yang dijelaskan sebelumnya reaksi awal pencoklatan (browning) adalah reaksi
oksidasi yang dikatalisis oleh PPO (Polyphenol Oxidase) yang menghasilkan o-kuinon yang
tidak berwarna.

Penambahan bahan pereduksi akan mereduksi kembali o-kuinon menjadi senyawa


fenolik. Selama bahan pereduksi tersedia reaksi polimerisasi o-kuinon dapat dicegah. Ketika
senyawa pereduksi habis terpakai reaksi polimerisasi o-kuinon akan berlangsung karena
senyawa pereduksi telah teroksidasi secara irreversibel. Dengan demikian perlindungan
yang diberikan oleh bahan pereduksi bersifat sementara. Ketika senyawa tersebut habis
terpakai sementara reaksi oksidasi pencoklatan yang dikatalisir PPO masih terjadi, o-kuinon
yang dihasilkan lewat proses polimerisasiakan membentuk pigmen cokelat.

Bahan pereduksi yang banyak digunakan adalah kelompok antioksidan seperti sulfit
dan turunannya, asam askorbat dan turunannya, hexylresorcinol, erythorbic acid, N-acetyl
cysteine, cysteine hydrochlorid dan glutation.

1. Sulfit

Sulfit dapat mencegah terjadinya browning secara enzimatis maupun non


enzimatis, selain itu juga sulfit berperan sebagai pengawet:

a. Pada browning non enzimatis, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil
yang mungkin ada pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat
melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Mekanisme
penghambatan reaksi pencoklatan non enzimatis oleh senyawa sulfit adalah
reaksi antara bisulfit dengan gugus aldehid dari gula sehingga gugus aldehid
tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk bereaksi dengan asam amino.
Dengan demikian sulfit mencegah konversi D-glukosa menjadi 5-hidroksi-
metil-2-furfural (HMF). Senyawa ini merupakan senyawa antara yang akan
bereaksi dengan gugus amino dari protein atau asam amino membentuk
pigmen coklat melanoidin.

b. Pada browning enzimatis, sulfit akan mereduksi ikatan disulfida pada enzim,
sehingga enzim tidak dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenolik penyebab
browning. Sulfit merupakan racun bagi enzim, dengan menghambat kerja
enzim esensial. Sulfit akan mereduksi ikatan disulfida enzim
mikroorganisme, sehingga aktivitas enzim tersebut akan terhambat. Dengan
terhambatnya aktivitas enzim, maka mikroorganisme tidak dapat melakukan
metabolisme dan akhirnya akan mati.

2. Asam Sitrat

Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap molekulnya mengandung tiga
gugus karboksilat. Selain itu ada satu gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon
di tengah. Asam sitrat termasuk asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat asam
dan ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan.
Asidulan dapat bertindak ebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after
taste yang tidak disukai. Sifat senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba
dan bertindak sebagai pengawet. Dalam reaksi enzim PPO asam sitrat berfungsi
sebagai penurun pH dan chelatting agent. Sebagai chelatting agent, asam sitrat
mengkelat yang dapat mengikat logam-logam divalen seperti Cu2+, Mn2+, Mg2+,
dan Fe2+.

Asam sitrat menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks


ion tembaga yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan.
Selain itu asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan
pH sehingga enzim polifenolase (PPO) menjadi inaktif. Selain itu, Asam sitrat (yang
banyak terdapat dalam lemon) sangat mudah teroksidasi dan dapat digunakan
sebagai pengikat oksigen untuk mencegah buah berubah menjadi berwarna coklat.

Selain Bahan Pereduksi antibrowning lainnya:

− Mengkontrol reaksi browning enzimatis dengan menambahkan enzim


mometiltransferase sebagai penginduksi.

− Mengurangi komponen-komponen yang bereaksi browning melalui deaktivasi enzim


fenolase yang mengandung komponen Cu (suatu kofaktor esensial yang terikat pada
enzim PPO). Chelating agent EDTA atau garamnya dapat digunakan untuk melepaskan
komponen Cu dari enzim sehingga enzim menjadi inaktif.

C. Reaksi Maillard

Reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara karbohidrat, khususnya gula
pereduksi (gugus keton atau aldehidnya) dengan asam amino (gugus amina primer) atau
protein dengan pemanasan yang akan menghasilkan produk dengan warna yang sangat
gelap (melanoidin) berwarna cokelat, yang sering disebut dikehendaki atau kadang-kadang
malahan menjadi pertanda penurunan mutu.

Tahap-tahap Reaksi Maillard:

1. Suatu aldosa bereaksi bolak-balik dengan asam amino atau dengan suatu gugus
amino dari protein sehingga menghasilkan basa Schiff.
2. Perubahan terjadi menurut reaksi Amadori sehingga menjadi amino ketosa.

3. Dehidrasi dari hasil reaksi Amadori membentuk turunan-turunan furfuraldehida,


misalnya dari heksosa diperoleh hidroksi metil furfural.

4. Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan hasil antara metil α-dikarbonil yang


diikuti penguraian menghasilkan reduktor-reduktor dan α-dikarboksil seperti
metilglioksal, asetol, dan diasetil.

5. Aldehid-aldehid aktif dari 3 dan 4 terpolemerisasi tanpa mengikutsertakan gugus


amino (disebut kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk senyawa
berwarna cokelat yang disebut melanoidin.

Rantai Reaksi Maillard (Whistler dan Daniel, 1985)

Berkaitan dengan suhu, reaksi ini berlangsung cepat pada suhu 100oC namun
tidak terjadi pada suhu 150oC. Kadar air 10-15% adalah kadar air terbaik untuk reaksi
Maillard, sedangkan reaksi lambat pada kadar air yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Pada pH rendah, gugus amino yang terprotonasi lebih banyak sehingga tidak tersedia
untuk berlangsungnya reaksi ini. Umumnya molekul gula yang lebih kecil bereaksi
lebih cepat dibanding molekul gula yang lebih besar. Dalam hal ini, konfigurasi
stereokimia juga memengaruh, misalnya pada sesama molekul heksosa, galaktosa lebih
reaktif dibanding yang lain.

Produk dari reaksi Maillard ini dapat menyebabkan penurunan nilai gizi secara
signifikan. Penurunan kandungan gizi yang penting ini terjadi akibat pembentukan
senyawa baru dan mutagenik. Polimer akhir yang dihasilkan telah diketahui sifat-sifat
fisik dan kimianya, antara lain: berwarna coklat, memiliki berat molekul besar,
mengandung cincin furan dan polimer nitrogen (karbonil, karboksil amina, amida,
pirol, indol, azometih, ester, anhidrida, eter, metil dan atau grup hidroksil). Reaksi ini
dapat terjadi misalnya saat memanaskan makanan seperti produk roti yang biasanya
mengandung 10% total lisin yang akan berubah menjadi pyralin. Susu bubuk dapat
mengandung 50% lisin dapat membentuk produk amidori yaitu laktulosalysin.

D. BASA SCHIFF

Senyawa Basa Schiff merupakan senyawa yang terdiri dari gugus imina atau gugus
azometin (-HC=N-). Basa Schiff diperoleh dari reaksi kondensasi antara amina primer
dengan senyawa karbonil (aldehid/keton) dan secara teori memiliki sifat antibakteri.

Reaksi Pembentukkan Senyawa Basa Schiff

Secara struktural basa schiff (juga dikenal sebagai Imina atau Senyawa azomethine
(-CH=N-)) adalah analog nitrogen aldehid atau keton dimana gugus karbonil (COO)
telah digantikan oleh kelompok imine atau azometine.

Struktur umum Basa schiff

Basa schiff adalah beberapa senyawa kmia organik yang paling banyak
digunakan, basa schiif digunakan sebagai pigmen dan pewarna, katalis, zat antara
dalam sintesis organik, dan sebagai stabilisator polimer. Basa schiff juga telah ditunjuk
untuk menunjukkan jangkauan yang luas pada aktivitas biologis, termasuk anti jamur,
anti bakteri, anti malaria, anti proliferatif, anti inflamasi, anti virus, dan sifat anti piretik

Ligan basa Schiff yang mengandung atom pendonor (seperti N, O, S dan


lainnya) menunjukkan aktivitas biologi yang baru sebagai anti jamur, antiviral, anti
kanker, antimikroba, dan sebagai agen antibakteri. Contoh:

a. Reaksi pembentukan Basa Schiff, yaitu pembuatan N-(1, 1-dimetil etil) 2-metil
propilimina
b. Reaksi antara 4, 4-diaminodifenil Eter dan Orthohidroksi Benzaldehida

Anda mungkin juga menyukai