Anda di halaman 1dari 32

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM

TERHADAP NYERI LUKA PADA


IBU POST SECTIO CAESAREA

DWI FITRI YANI


NIM. 213220026

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2021
PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM
TERHADAP NYERI LUKA PADA
IBU POST SECTIO CAESAREA

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Keperawatan

DWI FITRI YANI


NIM. 213220026

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2021

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................4
C. Tujuan Penelitian........................................................................................4
D. Manfaat Penelitian......................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6
A. Konsep Post Partum....................................................................................6
B. Konsep Sectio Caesarea..............................................................................8
C. Konsep Nyeri Luka...................................................................................16
D. Konsep Teknik Relaksasi.........................................................................30

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Postpartum merupakan masa setelah melahirkan selama 6 minggu atau


40 hari. Pada masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil baik pada persalinan
normal maupun operasi. Asuhan postpartum sangat diperlukan dalam
periode ini karena merupakan masa kritis bagi ibu dan bayinya
diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan
50% masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Wahida & Bawon, 2020).
Pelaksanaan persalinan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu persalinan
pervaginam dan persalinan operasi sectio caesarea yaitu dengan 57%
melakukan persalinan pervaginam sedangkan dengan sectio caesarea data
persalinan yang ada yaitu 61% (Lisa,2015).
Sectio Caesarea adalah proses keluarnya janin melalui insisi pada
dinding abdomen dan uterus (Nida & Merida, 2019). Dari hasil Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017, angka persalinan dengan sectio
caesarea di Indonesia sebesar 17,02%. Hampir semua provinsi di Indonesia
memiliki angka diatas 10 %. Provinsi yang memiliki angka paling rendah
adalah Maluku Utara, yaitu sebesar 6,2 % sedangkan provinsi dengan
angka tertinggi adalah Bali dengan angka 32,7 % (Aditya & Winih, 2017).
Sementara itu, menurut Kemenkes RI (2016), angka Sectio Caesarea di
Indonesia yaitu sebesar 30-80% dari total persalinan sedangkan pada tahun
2015 adalah 927.000 dari 4.039.000 persalinan. Sedangkan menurut hasil
Riskesdas (2013) menunjukan kelahiran dengan metode operasi yaitu
sebesar 9,8% dari total 49.603 kelahiran, sepanjang tahun 2010 sampai
2013 dengan proposi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan terendah di
Sulawesi Tenggara (3,3%) (Novianti dkk., 2017).
Sectio Caesarea dikembangkan kembali dengan metode terbaru yaitu
sectio cesarea ERACS (Enhanced Recovery After Caesarian Surgery)
adalah program cepat pemulihan setelah operasi Caesar yang berupa
2

serangkaian perawatan mulai dari persiapan preoperatif, intraoperatif, dan


perawatan post operatif sampai pemulangan pasien. ERACS bertujuan untuk
memberikan rasa nyaman pasien dengan pengalaman service excellent serta
mempercepat perawatan & proses pemulihan pasien dengan mengutamakan
keselamatan pasien. (Aili & kalbuni, 2022).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan
sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda setiap orang dalam
hal skala atau tingkat nyeri tersebut (Hidayat, 2015). Setiap pembedahan
akan menimbulkan rasa nyeri di sekitar luka operasi dengan skala nyeri
yang berbeda karena ambang nyeri setiap individu berbeda Hal ini
didukung oleh pernyataan Astuti dan Sukesi (2019) yang mengemukakan
bahwa akibat dari pembedahan sectio caesarea pasien akan mengalami
nyeri disekitar luka.

Nyeri tersebut akan menimbulkan berbagai masalah, salah


satunya masalah laktasi. Sekitar 68% ibu post sectio caesarea mengalami
kesulitan dengan perawatan bayi, bergerak naik turun dari tempat tidur dan
mengatur posisi yang nyaman selama menyusui akibat adanya nyeri (Puja
dan Eka, 2017). Manajemen nyeri mempunyai beberapa tindakan atau
prosedur baik secara farmakologis maupun non farmakologis. Pemberian
analgesik untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri merupakan prosedur
secara farmakologis sedangkan tindakan non farmakologis dapat dilakukan
dengan cara relaksasi, teknik pernafasan, pergerakan atau perubahan posisi,
massage, akupressur, terapi panas atau dingin, hypnobirthing, musik dan
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) (Ani dkk., 2021).
Menurut penelitian Rompas (2017) yang melakukan penelitian dengan
implementasi teknik relaksasi nafas dalam dan guided imagery mendapatkan
hasil bahwa dengan implementasi tersebut dapat menurunkan nyeri pada
pasien post operasi section caesarea di RSU GMIM Pancaran Kasih
Manado.
3

Peran perawat dalam memberikan implementasi asuhan keperawatan


untuk mengatasi nyeri berdasarkan SDKI salah satu nya dengan teknik non
farmakologis yaitu dengan teknik relaksasi nafas dalam yang dapat
dijadikan implementasi utama sebagai tindakan keperawatan sebelum
melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik atau obat
pereda nyeri. Relaksasi nafas dalam adalah suatu bentuk asuhan
keperawatan yang mengajarkan kepada pasien tentang bagaimana cara
melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal)
dan mengembuskan napas secara (Kriscillia dkk., 2020).

Manfaat teknik relaksasi nafas dalam Selain dapat menurunkan intensitas


nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru
dan meningkatkan oksigenasi darah (Kriscillia dkk., 2020). Menurut Sri
(2019) Teknik relaksasi juga dapat menurunkan kadar hormon stress yaitu
kortisol, menurunkan sumber-sumber depresi, sehingga nyeri dapat
terkontrol dan fungsi tubuh semakin membaik.

Menurut Penelitian sebelumnya oleh Suhartiningsih (2019) menyatakan


bahwa teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan skala nyeri karena
dapat merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri,
sehingga nyeri yang dirasakan oleh responden dapat berkurang. Selain itu,
faktor yang mendukung keberhasilan teknik relaksasi nafas dalam yang
baik dan benar yaitu tingkat konsentrasi individu dan lingkungan yang
nyaman. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan teknik yang sederhana
dan dapat digunakan secara mandiri, sehingga tidak ditemukan kendala
pada saat melakukan relaksasi nafas dalam. Hal tersebut karena gerakan
yang digunakan pada relaksasi nafas dalam merupakan gerakan yang
sederhana dan umum digunakan oleh pasien, serta dalam penelitian yang
dilakukan oleh Suhartiningsih (2019) menunjukkan bahwa ada pengaruh
teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan skala nyeri post operasi
sectio caesarea.
4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk menjawab


pertanyaan penelitian yang utama yaitu “apakah ada pengaruh teknik
relaksasi nafas dalam dengan nyeri luka pada ibu post sectio caesarea
dengan metode ERACS di RSIA Nuraida?”.

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam dengan Nyeri
Luka pada Ibu Post Sectio Caesarea.
b. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui tingkat nyeri pada ibu post sectio caesarea
Sebelum melakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam .
b. Untuk Mengetahui tingkat nyeri pada ibu post sectio caesarea
Setelah melakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam .
c. Untuk Mengetahui pengaruh teknik relaksasi nafas dalam pada
nyeri luka ibu post sectio caesarea .

D. Manfaat Penelitian

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah :


a) Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini sebagai dasar Pengetahuan, Keterampilan dan
mengembangkan pengetahuan tentang Pengaruh Teknik Nafas Dalam
dengan Nyeri Luka pada Ibu Post Sectio Caesarea.
b) Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan, acuan dan pertimbangan untuk membantu
meningkatkan mutu pelayanan service excellent dan sukses pasien.
c) Bagi Pasien/Keluarga
Penelitian ini diharapkan untuk memeberikan pengetahuan serta
meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga terhadap penurunan
skala nyeri luka pasca operasi Sectio Caesarea.
5

d) Bagi Institusi Pendidikan


Dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan serta dimanfaatkan
sebagai bahan pembelajaran mahasiswa, khususnya tentang Pengaruh
Teknik Relaksasi Nafas Dalam dengan Nyeri Luka pada Ibu Post Sectio
Caesarea.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Post Partum

1. Definisi Post Partum


Post partum adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama
setelah kelahiran. Ibu post partum mengalami banyak perubahan baik
secara fisik maupun psikologis dan apabila tidak ditangani dengan
tepat akan menjadi kondisi patologis yang dapat mengancam kesehatan
ibu bahkan menyebabkan kematian seperti infeksi masa nifas,
perdarahan pasca persalinan, tromboemboli dan masih banyak lagi.
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam msalah obstetri
yang dapat menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi serta dapat
meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi. Post partum
dengan KPD merupakan kondisi komplikasi patologis pada ibu nifas
yang mengakibatkan terjadinya infeksi masa nifas dan perdarahan
(Purwaningtyas, 2018).
2. Tahapan Post Partum
Tahapan postpartum menurut Padila (2014) dibagi menjadi 3
tahapan yaitu immediate postpartum (24 jam pertama), early
postpartum (1 minggu pertama), dan laten pospartum ( minggu ke-2
sampai minggu ke-6).
3. Tujuan Asuhan Post Partum
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis
b. Melaksanakan skrinning secara komprehensif, deteksi dini,
menobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayi
c. Memberi pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, KB, cara menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan
bayi hari-hari
d. Memeberikan pelayanan keluarga berencana
e. Mendapatkan kesehatan emosi

6
7

4. Kebijakan Program Nasional Post Partum


Kebijakan program nasional yang dibuat pemerintah mengenai masa
nifas atau post partum merekomendasikan paling sedikit empat kali
melakukan kunjungan pada post partum, dengan tujuan yaitu :
a. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi
b. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan
adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya
c. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada
masa nifas
d. Menangani kompikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu nafas maupun bayinya
5. Deteksi Dini Komplikasi Pada Post Partum
1) Pendarahan Pervaginam Post Partum
Pendarahan pervaginam 500 ml atau lebih, sesudah anak lahir
atau kala III. Pendarahan bisa terjadi segera begitu ibu melahirkan,
terutama di dua jam pertama. Kalau terjadi pendarahan, maka
makin tinggi rahim akan bertambah naik, tekanan darah menurun
dan denyut nadi menjadi cepat
2) Infeksi Post Partum
a. Infeksi masa nifas perineum, vulva, vagina dan serviks :
Nyeri dan panas pada tempat infeksi dan kadang-kadang
perih bila kencing. Bila getah radang bisa keluar, biasanya
keadaanya tidak berat, suhu 38 oC dan nadi dibawah 100/menit.
Jika luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak
dapat keluar, demam bisa naik serta 39-40 oC disertai menggigil
b. Endometris
Tanda-tanda dan gejala yaitu Takikardi, Suhu 39-40 o
C,
menggigil, Nyeri tekanan uterus, sub involusi, distensi
abdomen, lochia sedikit dan tidak berbau, atau banyak, berbau
busuk, mengandung darah dengan jumlah sel darah putih
meningkat
6. Perubahan Emosi Normal yang Dapat Terjadi Pada Post Partum
8

a. Perasaan yang kontradiktif


b. Kelegaan
c. Keharmonisan ibu dengan pasangan dan bayinya
d. Tidak tertarik atau sangat perhatian terhadap bayi
e. Takut terhadap hal yang tidak diketahui dan tehadap tanggung
jawab yang sangat berat dan mendadak
f. Kelelahan dan peningkatan emosi
g. Nyeri
h. Peningkatan kerentanan, tidak mampu memutuskan, kehilangan
libido, gangguan tidur dan kecemasan
B. Konsep Sectio Caesarea

1. Definisi Sectio Caesarea


Istilah Sectio Caesarea berasal dari perkataan Latin Caedere yang
artinya memotong. Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin
dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan
abdomen (Nugroho, 2011). Sectio Caesarea adalah proses keluarnya
janin melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus ( Tri Nida &
Merida, 2019)
2. Istilah Sectio Caesarea
a. Sectio Caesarea primer (efektif)
Dari semua telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan sectio
caesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada
panggul sempit (CV kecil dari 8 cm )
b. Sectio Caesarea sekunder
Bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan),
bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru
dilakukan sectio caesarea
c. Sectio Caesarea ulang (reapeat caesarean section)
Ibu yang pernah mengalami sectio caesarea dikehamilan selanjutnya
(previous caesarean section) dan pada kehamilan selanjutnya
dilakukan sectio caesarea lagi
9

d. Sectio Caesarea histerekomi (caesarean section hysterectomy)


Suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan Sectio
Caesarea, langsung dilakukan histerekomi oleh karena suatu
indikasi.
e. Operasi Porro (Porro operation)
Suatu proses tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya
janinsudah mati), langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada
keadaan keadaan infeksi rahim yang berat.
3. Jenis-jenis Sectio Caesarea
Menurut Hanifah (2017), jenis-jenis sectio caesarea adalah
sebagai
berikut:
a. Sectio Caesarea Klasik : Pembedahan secara sanger.
Pembedahan yang dilakukan dengan membuat sayatan memanjang
pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
b. Sectio Caesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lowe
caesarean section).
Pembedahan yang dilakukan dengan membuat insisi melintang pada
segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.
c. Sectio Caesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean
hysterectomy = histerektomi).
1. Atoniauteri
2. Plasentaaccrete
3. Myomauteri
4. Infeksi intra uteriberat
Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
d. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk
mengurangi bahaya injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan
pengobatan tehadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak
lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uteri berat.
10

e. Sectio caesarea vaginalis (Vagina)


Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan
sebagai berikut:
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (transversal)
c) Sayatan huruf T (T insicion)

Gambar 2.1

Gambar 2.2
(a)Segmen bawah, (b) klasik dan (c) Kroning-Gellhorn-Beck
4. Indikasi sectio caesarea
Indikasi sectio caesarea terbagi menjadi 2 yaitu indikasi medis dan
non medis.
a. Indikasi Medis Menurut Hanifah (2017), bahwa indikasi medis
sectio caesarea di bagi menjadi 2 yaitu:
1) Indikasi ibu
a. Panggul sembit absolut
b. Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstuksi
c. Stenosis serviks/vagina
d. Plasenta previa
e. Disproporsi sefalopelvik
11

f. Ruptura uteri membakat.


2) Indikasi janin
a. Kelainan letak
b. Gawat janin
b. Indikasi Non Medis
Faktor non medis adalah hal-hal yang berkaitan dengan tindakan bukan
medis dilakukannya sectio caesarea. Beberapa faktor non medis seorang
ibu dilakukan sectio caesarea antara lain ibu takut pada persalinan
pervagina, dan karena mitos-mitos yang berkembang di masyarakat
seputar persalinan pervagina. Mitos-mitos yang berkembang di masyarakat
antara lain persalinan normal akan merusak vagina sehingga ibu
melahirkan secara sectio caesarea karena ingin menjaga agar vaginannya
tetap baik, dan bayi yang dilahirkan melalui sectio cesarea dipercaya
menjadi lebih pintar karena kepalanya tidak terjepit jalan lahir. Usia ibu,
peningkatan penggunaan alat pantau janin secara elektronik, dan juga
penggunaan anastesi juga merupakan faktor lain yang mempengaruhi ibu
dilakukan sectio cesarea. Sekarang operasi caesarea ini mulai menjadi
tren dikalangan masyarakat dengan ekonomi menengah keatas. Mereka
yang seharusnya bisa melakukan persalinan melalui vagina, memilih
operasi cesarea dengan beberapa alasan seperti:
a. Agar tidak mengalami sakit
b. Bisa menetukan tanggal lahir anak
c. Menjaga kerapatan vaginanya.
5. ManifestasiKlinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu perawatan post operatif dan post partum,
manifestasiklinis Sectio Caesarea menurut Dongoes 2010 yaitu :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus terletak di umbilicus
4. Aliran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
12

5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750 –


1000
6. Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
9. kibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan
10. Bonding attachment pada anak yang baru lahir
6. Patofisiologi
Perubahan post sectio caesarea antara lain akibat insisi dan adaptasi
post partum. Luka insisi itu dapat membuat jaringan ada yang terputus
dan terbuka. Luka insisi yang menyebabkan terputusnya kontinuitas
jaringan sehingga biasanya terjadi gangguan rasa nyaman akibat nyeri
dan kelemahan sehingga terjadi inloteransi aktivitas. Sedangkan luka
insisi yang membuat jaringan terbuka adanya invasi bakteri yang dapat
mengakibatkan resiko infeksi pada luka insisi tersebut.
7. Kompikasi
Menurut Siti Fauziah (2011) komplikasi dari operasi caesarea yaitu :
a. Infeksi puerperal (nifas)
a) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
dehidrasi dan perut sedikit kembung
c) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini
sering kita jumpai dengan partus terlantar, dimana sebelumnya
telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah percah
terlalu lama
Penangannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan
antibiotika yang adekuat dan tepat.
b. Pendarahan, disebabkan karena :
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Atonia uteri
c) Pendarahan pada placental bed
13

c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi
d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang
8. Pemeriksaan Penunjang sectio caesarea
a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
b. Pemantauan EKG
c. JDL dengan diferensial
d. Elektrolit
e. Hemoglobin atau hematocrit
f. Golongan darah
g. Urinalisis
h. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
i. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9. Dicharge Planning
a. Dianjurkan jangan hamil selama kurang lebih satutahun
b. Kehamilan selanjutnya hendaknya diawasi dengan pemeriksaan
anternatal yang baik
c. Dianjurkan untuk bersalin dirumah sakit yang besar
d. Lakukan perawatan post operasi sesuai arahan tenaga medis selama
dirumah
e. Konsumsi makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup
10. Penatalaksanaan
a. Pre-Sectio Caesarea
1. Dapatkan persetujuan tindakan.
2. Lakukan pemeriksaan golongan darah dan kompatibilitas atau
crossmatch
jika diperlukan. Darah harus cross match jika terjadi kondisi
berikut:
a. Ibu mengalami anemia (Hb<10g/dl). Normal : ibu hamil (12-
14g/dl)
b. Plasenta previa (4 unit darah dilakukan cross match)
c. Letak plasenta anterior dan sectio caesarea sebelumnya.
14

d. Setiap konsisi yang diduga mengakibatkan kehilangan darah


yang lebih banyak dibandingkan biasanya (misalnya :
Gangguan pembukaan darah atau fibroidbesar)
3. Ibu dianjurkan berpuasa minimalselama 6 jam sebelum
dilakukan sectio caesarea. Tujuannya yaitu untuk mengosongkan
abdomen dari makanan. Karena makanan yang tersisa akan
dicerna oleh usus, sehingga dapat beresiko terjadi aspirasi pada
ibu ketika proses pembedahan.
b. Post Sectio Caesarea
Penatalakanaan yang diberikan pada pasien
Post Sectio Caesarea diantaranya:
1. Penatalaksanaan secara medis
a. Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan
seperti Asam Mefenamat, Ketorolak,Tramadol
b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum
yang hebat
c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan
lain-lain. Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio
Caesarea efektif dapat di persoalkan, namun pada
umumnya pemberiannya dianjurkan.Pemberian cairan
parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Kaji dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1
jam pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
c. Kaji tingkat nyeri luka pada pasien
C. Konsep Nyeri Luka

1. Definisi Nyeri
Menurut Sigit Nian Prasetyo (2015) nyeri dibagi beberapa bagian
yaitu :
a. Definisi Nyeri secara medis
15

a) Mouncastle mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensori


yang dibawa oleh stimulus sebagai akibat adanya ancaman atau
kerusakan jaringan, dapat disimpulakan nyeri adalah ketika
seseorang terluka secara fisik.
b) Internasional Association for Study of Pain, mendefinisikan
nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional
yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan
yang brsifat aktual atau pontensial atau yang dirasakan dalam
kejadian dimana terjadi kerusakan.
c) Arthur C. Curton, mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
mekanisme produksi bagian tubuh yang timbul ketika jaringan
sedang rusak menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rasa nyeri.
b. Definisi nyeri secara psikologis
Strenbach mengartikan nyeru sebagai sesuatu yang abstrak,
dimana nyeri terdapat padanya :
1. Personality, dimana sensasi terhadap nyeri yang dirasakan
individu bersifat pribadi (subjektif), artinya antara individu satu
dengan yang lain mengalami sensasi nyeri yang berbeda
2. Adanya stimulus yang merugikan sebagai peringatan terhadap
kerusakan jaringan
3. Pola respon dari individu terhadap nyeri sebagai alat proteksi
untuk melindungi dirinya dari kerugian yang ditimbulkan oleh
nyeri
Ada 4 atribut pasti untuk pengalaman nyeri yaitu : nyeri bersifat
individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang
mendominasi, dan bersifat tidak berkesudahan.

c. Definis nyeri keperawatan


McCaferry menyatakan bahwa nyeri adalah segala sesuatu yang
dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja
saat seseorang mengatakan merasakan nyeri. Dengan demikian,
16

dapat membantu perawat untuk lebih memahami nyeri yang


dialami seorang pasien dan sebagai dasar didalam melakukan
pengkajian keperawatan terhadap pasien yang mengalami nyeri,
serta membangun suatu konsep atau nilai yang berkaitan dengan
nyeri :
a. Nyeri hanya dapat dirasakan dan digambarkan secara akurat
oleh individu yang mengalami nyeri itu sendiri
b. Apabila seorang pasien mengatakan bahwa dia nyeri, maka
dia benar merasakan nyeri walaupun mungkin anda tidak
menemukan adanya kerusakan pada tubuhnya
c. Nyeri mencakup dimensi psikis, emosional, kognitif,
sosiokultural dan spiritual
d. Nyeri sebagai peringatan terhadap adanya ancaman yang
bersifat aktual maupun potensial
2. Fisiologi Nyeri
a. Stimulus
Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (ransang nyeri)
dan reseptor. Reseptor yang dimaksud adalah nosisetor yaitu ujung
saraf bebas pada kulit yang respon terhadap stimulus yang kuat.
Tabel 1.2
Jenis-jenis Stimulus Nyeri
FAKTOR PENYEBAB CONTOH
Mikrooganisme (virus, Meningitis
bakteri, jamur dll)
Kimia Tersiram air keras
Tumor Ca mamae
Iskemi jaringan Jaringan miokard
yang mengalami
iskemi karena
gangguan aliran
darah pada arteri
17

koronaria
Listrik Terkena sengatan
listrik
Spasme Spasme otot

Obstruksi Batu ginjal, batu


ureter, obstruksi
usus
Panas Luka bakar
Farktur Fraktur fermur
Salah urat Keseleo
Radiasi Radiasi pengobatan
kanker
Psikologis Berduka, konflik

b. Reseptor Nyeri
Reseptor merupakan sel-sel khusus yang mendektesi perubahan-
perubahan partikular disekitarnya, dengan proses terjadinya nyeri
maka reseptor inilah yang menangkap stimulus nyeri. Reseptor
dapat terbagi menjadi :
1. Exteroreseptor
Yaitu reseptor yang berpangaruh terhadap perubahan pada
lingkungan eksternal, antara lain :
a. Corpusculum miessineri, corpusculum markel : untuk
merasakan stimulus taktil (sentuh/ rabaan)
b. Corpusculum krausse : untuk merasakan rangsangan
dingin
c. Corpusculum Ruffini : untuk merangsang panas,
merupakan ujung saraf bebas yang terletak di dermis dan
sub kutis
2. Teleresptor
18

Merupakan reseptor yang sensitif terhadap stimulus yang


jauh
3. Propioseptor
Merupakan reseptor yang menerima implus primer dari
organ otot, spindle dan tendon golgi
4. Interoseptor
Merupakan reseptor yang sensitif terhadap perubahan pada
organ visceral dan pembuluh darah
3. Teori Nyeri
a. Teori Spesifik
Teori spesifik dikemukakan oleh Descartes pada abad ke-17.
Teori ini didasari oleh adanya jalur tertentu transmisi nyeri.
Adanya ujung-ujung saraf bebas pada perifer bertindak sebagai
reseptor nyeri, dimana saraf ini diyakini mampu untuk menerima
stimulus nyeri dan menghantarkan implus nyeri ke susunan saraf
pusat. Implus kemudian ditransmisikan melalui dorsal horm (akar
belakang) dan substansia gelatinosa ke thalamus dan terakhir pada
area kortek. Nyeri kemudian dapat diinterprestasikan dan muncul
respon terhadap nyeri.
b. Teori Pattern
Teori ini dikemukakan pada awal tahun 1900. Teori ini
mengemukakan bahwa terdapat dua serabut nyeri utama yaitu
serabut yang menghantarkan nyeri secara cepat dan serabut yang
menghantarkan nyeri secara lambat (serabut A-delta dan serabut
C). Stimulus dari serabut saraf ini membentuk sebuah
“pattern/pola”. Teori ini juga mengenalkan konsep “Stimulus
Summation” di mana implus perifer dari kedua saraf disatukan di
spinal cord dan dari sana hasil penyatuan implus diterusakan ke
otak untuk diinterprestasikan.
c. Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Control)
19

Teori Gate Control menyatakan bahwa nyeri dan persepsi nyeri


dipengaruhi oleh interaksi dari dua sistem (Melzack & Wall). Dua
sistem tersebut yaitu :
a. Substansia gelatinosa pada dorsal horn di medulla spinalis
b. Sistem yang berfungsi sebagai inhibitor (pengahmbat) yang
terdapat pada batang otak.
4. Klasifikasi Nyeri
Seorang pearawat sangat penting untuk mengetahui tentang
tipe-tipe nyeri, dengan mengetahui tipe-tipe nyeri diharapkan dapat
mendapat menambah pengetahuan dan membantu perawat ketika
memberikan asuhan keperawatan pada pasien nyeri. Nyeri dapat
dilihat dari beberapa segi :
a. Durasi nyeri, seperti nyeri akut dan kronis
b. Tingkat keparahan dan intensitas, seperti nyeri berat atau
nyeri ringan
c. Model transmisi, seperti reffered pain (nyeri yang menjalar)
d. Lokasi nyeri, superfisial atai dari dalam
e. Kausatif, dari penyebab nyeri itu sendiri
1) Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi setelah terjadinya cedera akut, penyakit, atau
intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas
yang bervariatif (ringan sampai berat) dan berlangsung utuk waktu
singkat. Fungsi nyeri akut adalah untuk memberi peringatan akan
cedera atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut biasanya akn
menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah area yang rusak
pulih kembali. Nyeri akut berdurasi (kurang dari 6 bulan) memiliki
onset yang tiba-tiba, dan terlokalisir. Nyeri ini biasanya diakibatkan
oleh trauma, bedah, atau inflamasi. Setiap individu pernah
merasakan nyeri ini, seperti saat sakit kepala, sakit gigi, tertusuk
jarum, terbakar, nyeri otot, nyeri saat melahirkan, nyeri sesudah
tindakan pembedahan, dan lainya.
2) Nyeri Kronik
20

Nyeri kronik berlangsung lebih lama dari pada nyeri akut,


intensitas bervariasi (ringan sampai berat) dan biasanya berlangsung
lebih dari 6 bulan. Penderita kanker maligna yang tidak terkontrol
biasanya akan merasakan nyeri kronik terus menerus yang dapat
berlangsung sampai kematian. Nyeri kronik dapat dirasakan oleh
klien yang hampir setiap hari dalam suatu priode yang panjang
(beberapa bulan atau bahkan tahun), nyeri akut juga mempunyai
probabilitas yang tinggi untuk berakhir. Tanda gejala yang tampak
pada nyeri kronik sanga berbeda dengan yang diperlihatkan oleh
nyeri akut. Tanda-tanda vital seringkali dalam bats normal dan tidak
disertai dengan dilatasi pupil. Tanda gejala lainya yang terlihat pada
nyeri kronis adanya timbul keputus asaan klien terhadap
penyakitnya, kelesuan, penurunan libido dan berat badan, perilaku
menarik diri, mudah tersinggung, marah, klien sedikit bertanya
tentang nyeri yang dialami pada petugas kesehatan dan tidak tertarik
pada aktivitas fisik, dimana tanda dan gejala yang muncul hampir
sama dengan yang nampak pada klien depresi. Klien mungkin akan
melaporkan kelemahan dan kelelahan, mengerang, menangis, dan
menjerit kesakitan dan mungkin tidak dijumpai seperti nyeri akut.
Tindakan keperawatan yang direncanakan pada klien nyeri
kronis berbeda dengan tindakan keperawatan yang dilakukan
dengan klien nyeri akut. Tindakan keperawatan harus sesuai dengan
pernyataan klien sebagai expert terhadap nyeri yang dirasakan,
tidak hanya dilihat dari tanda dan gejala yang terlihat.

Tabel 1.3
Perbedaan antara Nyeri Akut dan Nyeri Kronik
Karakt Nyeri Akut Nyeri
eristik Kronik
Tujuan Memperingat Memberik
kan klien an alasan
terhadap pada klien
21

cedera/ untuk
masalah mencari
Awitan Mendadak Terus
menerus/
intermitte
nt
Durasi Durasi Durasi
intensit singkat (dari lama (6
as beberapa bulan/lebi
detik sampai h)
6 bulan)
ringan
sampai berat
Respon Frekuensi Tidak
otonom jantung terdapat
meningkat respon
otonom
Volume
sekuncup Vital sign
meningkat dalam
batas
Tekanan
normal
darah
meningkat

Dilatasi pupil
meningkat

Tegangan
otot
meningkat

Motilitas
22

gastrointestin
al menurun

Aliran saliva
menurun
Respon Anxietas Depresi
psikolo
Keputus
gis
asaan

Mudah
tersinggun
g/ marah
menarik
diri
Respon Menangis Keterbatas
fisik/pe /mengerang an gerak
rilaku
Waspada Kelesuan

Mengerutkan Penurunan
dahi libido

Menyeringai Kelelahan/
kelemahan
Mengeluh
sakit Mengeluh
sakit
hanya
ketika
dikaji/dita
nyakan
Contoh Nyeri bedah, Nyeri
trauma kanker,
23

arthritis,
euralgia
terminal

3) Nyeri Kutaneus/Superficial
Terdapat 2 macam nyeri superficial, bentuk yang pertama
adalah nyeri dengan onset yang tiba-tiba dan mempunyai kualitas
yang tajam, dan bentuk kedua adalah nyeri dengan onset yang
lambat disertai rasa terbakar. Nyeri superficial dapat dirasakan pada
seluruh permukaan tubuh atau kulit klien. Trauma gesekan, suhu
yang terlalu panas dapat menjadi penyebab timbulnya nyeri
superficial.
4) Nyeri Somatis Dalam (Deep Somatic Pain)
Nyeri Somatis ialah fenomena nyeri yang kompleks. Struktur
somatis merupakah bagian tubuh seperti otot-otot atau tulang. Nyeri
somatis dalam biasanya bersifat difus (menyebar) berbeda dengan
nyeri superficial yang mudah untuk dikolalisir. Struktur somatis
berbeda-beda didalam tubuh manusia intensitasnya terhadap nyeri.
Bagian yang mempunyai sensitivitas tinggi terhadap nyeri antara
lain : tendon, fascia dalam, ligamen, pembuluh darah, tulang
periosteum dan nervus-nervus. Otot skeleton hanya sensitif terhadap
iskemi dan peregangan. Tulang dan kartilago biasanya sensitif
terahadap tekanan yang ekstrim atau stimulasi kimia (misal :
rhematoid arthritis, osteomyelitis).
5) Nyeri Visceral
Istilah nyeri visceral biasanya mengacu pada bagian visceral
abdomen, walaupun sebenarnya kata viscus (jamak dari viscera)
berati setiap organ tubuh bagian dalam yang lebar dan mempunyai
ruang seperti cavitis tengkorak, cavitis thorak, cavitis abdominal
dan cavitis pelvis. Penyebab nyeri visceral yaitu semua rangsangan
yang dapat menstimulasi ujung saraf nyeri daerah visceral.
Rangsangan tersebut dapat berupa iskemi jaringan visceral. Spasme
24

suatu visceral berongga, rangsangan kimiawi dan distensi


berlebihan suatu organ visceral. Nyeri visceral cenderung bersifat
difus (dirasakan menyebar), sulit untuk dilokalisir, samar-samar,
dan bersifat tumpul. Organ didalam tubuh diinervasi oleh serabut-
serabut saraf simpatis, ini menjadi alasan mengapa respon otonom
biasanya sering menyertai nyeri visceral (seperti : diare,
berkeringat, kram atau peningkatan apendikstis akut, cholecystitis,
penyakit kardiovaskuler renal, kolik uretra.
6) Nyeri Psikogenik
Nyeri psikogenik disebut juga psychalgia atau nyeri somatoform
adalah nyeri yang tidak diketahui secara fisik, nyeri ini biasanya
timbul karena pengaruh psikologis, mental, emosional atau faktor
perilaku. Sakit kepala, back pain atau nyeri perut adalah contoh
sebagian dari nyeri psikogenik yang paling umum. Nyeri
psikogenik terkadang dilihat dengan stigma yang salah, dimana
nyeri ini dianggap sebagai sesuatu yang tidak nyata. Padahal semua
nyeri yang dinyatakan klien adalah nyata.
5. Faktor yang Mempengaruhi Reaksi terhadap Nyeri
Menurut Sigit Nian Prasetyo (2015), Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi presepsi dan reaksi terhadap nyeri, yaitu :
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri
individu. Sulit bagi anak kecil untuk memahami rasa sakit dan
prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan rasa sakit. Balita
yang tidak dapat mengucapkan dan mengalami kesulitan
menyuarakan atau mengungkapkan rasa sakit kepada orang tua atau
perawatnya. Anak-anak terkadang tidak mau mengungkapkan
adanya rasa sakit yang mereka alami, dan mereka takut dengan
perlakuan yang harus mereka terima di kemudian hari. Untuk
pasien lansia, ketika lansia melaporkan nyeri, sebaiknya perawat
melakukan pengkajian yang lebih detail. Orang yang lebih tua
biasanya memiliki lebih dari satu sumber rasa sakit. Terkadang
25

penyakit yang berbeda pada orang tua dapat menyebabkan gejala


yang sama, misalnya gejala spondyloarthritis dan gejala penyakit
perut dapat menyebabkan nyeri dada. Terkadang orang tua
melepaskan perasaan mereka.
b. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak ada perbedaan secara
signifikan dalam respon terhadap nyeri. Beberapa budaya yang
memanggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak
boleh menangis dibandingkan dengan anak perempuan dalam
situasi yang sama ketika merasakan nyeri. Hormon seks
testosteron menaikkan ambang nyeri pada percobaan binatang,
sedangkan estrogen meningkatkan pengenalan dan sensitivitas
nyeri.
c. Kebudayaan
Perawat berasumsi bahwa setiap orang merespon nyeri dengan
cara yang sama, sehingga mereka mempertimbangkan respon
pasien terhadap nyeri. Misalnya, jika perawat percaya bahwa
menangis dan merintih adalah nyeri yang tidak dapat dikendalikan,
akibatnya pemberian terapi bisa tidak cocok dengan klien
berkebangsaan meksiko-amerika yang menangis keras tidak
mempersepsikan pengalaman nyeri sebagai suatu yang berat atau
mengarapkan seorang perawat melalukan intervensi.
d. Makna Nyeri
Makna nyeri dapat mempengaruhi pengalaman nyeri seseorang,
dan cara beradaptasi dengan nyeri. Seorang wanita merasakan
nyeri saat melahirkan akan mempersepsikan nyeri secara berbeda
dengan wanita yang nyeri dipukul oleh suaminya.
e. Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri
Nyeri dapat dirasakan bervariasi dalam intensitasnya dan tingkat
keparahan pada setiap individu. Nyeri yang dirasakan dapat terasa
ringan, sedang dan bisa dengan nyeri berat. Kaitanya dengan
kualitas nyeri, setiap individu bervariasi, ada yang melaporkan
26

nyeri tertusuk, nyeri tumpul, berdenyut, terbakar dan lain-lain.


Contoh seseorang tertusuk jarum akan mengatakan nyeri berbeda
dengan orang yang terkenal luka bakar.
f. Perhatian
Tingkat perhatian seorang terhadap nyeri dapat mempengaruhi
presepsi nyeri. Perhatian meningkatkan pada nyeri dapat
meningkatkan respon nyeri sedangkan upaya pengalihan
(distraksi) dapat dihubungkan dengan berbagai terapi untuk
menurunkan nyeri seperti terapi relaksasi, terapi imajinasi dan
massase.
g. Ansietas (Kecemasan)
Hubungan nyeri dengan kecemasan bersifat kompleks, ansietas
dirasakan seseorang dapat meningkatkan presepsi nyeri, tetapi
nyeri juga dapat menimbulkan kecemasan. Contoh seorang
penderita kanker kronis merasa takut akan kondisi penyakit yang
dideritanya akan meningkatkan presepsi nyeri.
h. Keletihan
Keletihan dirasakan seseorang akan meningkatkan sensasi nyeri
dan menurunkan kemampuan koping individu.
i. Pengalaman Sebelumnya
Individu belajar dari pengalaman nyeri, tetapi pengalaman
yang telah dirasakan individu tersebut tidak berarti individu
mudah dalam menghadapi nyeri pada masa mendatang. Orang
yang terbiasa merasakan nyeri daripada individu mempunyai
pengalaman sedikit tentang nyeri.
6. Komponen Respon Nyeri
Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat
dalam memulai pengkajian respon nyeri yang dialami klien :
1) Penentuan ada tidaknya nyeri
Perawat harus merespon ketika klien melaporkan adanya nyeri.
Walaupun diobservasi perawat tidak menemukan adanya luka dan
27

cedera. Sebaliknya, ada beberapa pasien yang menyembuyikan rasa


nyeri yang dialaminya agar tidak diobati.
2) Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T)
a. Faktor Pencetus (P : Provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab dan stimulus nyeri dalam
hal ini perawat juga melakukan obeservasi bagian tubuh yang
ngalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri
psikogenetik maka perawat mengeksplore perasaan klien.
b. Kualitas (Q : Quality)
Kualitas nyeri adalah sesuatu subjektif yang dapat diungkapkan
klien. Klien sering mengatakan nyeri dengan kalimat : tajam,
tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih,
tertusuk dan lain-lain. Dimana setiap orang berbeda untuk
mengekspresikan nyeri yang dirasakan.
c. Lokasi (R : Region)
Mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menunjukkan daerah nyeri atau tempat yang tidak nyaman.
d. Keparahan (S : Severe)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri yaitu karakterikstik
yang subjektif. Pasien dapat menggambarkan nyeri yang
dirasakan baik itu ringan, sedang atau berat.

D. Konsep Teknik Relaksasi

a. Definisi Teknik Relaksasi


Teknik relaksasi adalah salah satu teknik non farmakologi yang
digunakan untuk mengurangi nyeri dengan
merelaksasikanketegangan otot yang mendukung nyeri (Tamsuri,
2012)
Tiga hal yang diperlukan dalam relaksasi yaitu :
a) posisi klien yang tepatt
b) pikiran yang istirahat
c) lingkungan yang tenang
28

b. Manfaat Teknik Relaksasi


a) Menemukan suasana lingkungan yang tenang;
b) Mengendorkan otot-otot tubuh secara sadar
c) Selama sepuluh sampai dua puluh menit memusatkan diri pada
perangkat mental
d) Menerima dengan sikap yang pasif terhadap pikiran-pikiran
yang sedang bergolak
c. Jenis Terapi Relaksasi
a) Teknik nafas dalam
b) Meditasi
c) Pijatan
d) Musik
e) Aromatherapi
d. Relaksasi Nafas Dalam
Latihan nafas dalam bermanfaat untuk pasien mengurangi nyeri
setelah post operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga
dapat mengurangi rasa nyeri. Dan dapat membantu meningkatkan
ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum
e. Manfaat Relaksasi Nafas Dalam
a) Mampu menurunkan nyeri
b) Menghilangkan rasa nyeri
c) Meningkatkan ketentraman hati
d) Berkurangnya rasa cemas
f. Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam
1) Ciptakan lingkungan yang aman dan tenang
2) Atur posisi klien dengan duduk atau tidur (semifowler)
3) Atur posisi klien agar rileks
4) Instruksikan klien untuk menarik atau menghirup nafas dalam
dari hidung sehingga rongga paru-paru terisis oleh udara
melalui hitungan 1, 2, 3, 4 kemudian ditahan sekitar 3-5 detik.
29

5) Instruksikan klien untuk menghembuskan nafas sedikit demi


sedikit atau secara berlahan-lahan, dan hitung sampai tiga secara
perlahan melalui mulut.
6) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga rasa nyeri
berkurang.
7) Ulangi sampai 10-15ali, dengan selingi istirahat singkat
8) Lakukan maksimal 5-10 menit

Anda mungkin juga menyukai