Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PRA OPERASI SECTIO

CAESAREA DI RUANG OK RUMAH SAKIT PMC

OLEH KELOMPOK 2

EPI KURNIA 21030007

HERMITA 21030009

INDAH SURYANI 21030010

KHAIRANNISA 21030012

LINCE KARTIKA J LAIA 21030013

RYZKY PERDANA 21030018

PROGRAM STUDI NERS


PEKANBARU MEDICAL CENTER
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan pengelolaan kasus seminar ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Pra Operasi Sectio Caesarea Yang Mengalami
Kecemasan Dengan Menggunakan teknik relaksasi nafas dalam dan teknik relaksasi otot
progresif Di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center 2021”. Makalah ini menjadi syarat
untuk dapat menyelesaikan tugas departemen Maternitas Studi Pendidikan Ners Tahun 2021.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut penelitian Nurhayati (2015), menyatakan bahwa terdapat dua cara
persalinan yaitu persalinan lewat vagina dan persalinan caesarea atau sectio caesarea.
Sectio caesarea merupakan suatu persalinan buatan dengan tindakan operasi untuk
melahirkan janin melalui pembedahan di mana irisan dilakukan di perut dan rahim ibu
(Purwoastuti, 2015).
Pra operasi merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai
sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Tindakan operasi
sectio caesarea sangat mempengaruhi psikologi seseorang. Salah satunya itu adalah
peningkatan tingkat kecemasan (Mirianti, 2013).
Berdasarkan data yang diperolah dari World Health Organization (WHO), 2017,
kejadian sectio caesarea di dunia mencapai 10% sampai 15% dari semua proses
persalinan. Di negara berkembang seperti Kanada angka sectio caesarea mencapai 21%
dari keseluruhan persalinan. Sedangkan angka kejadian di negara maju angka persalinan
sectio caesarea mengalami peningkatan dari 5% menjadi 15% (Purwoastuti & Walyani,
2015).
Berdasarkan data tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
pada tahun 2016 tercatat 609 kasus operasi sectio caesarea (21,20%), pada tahun 2017
terdapat 983 kasus operasi sectio caesarea (34,22%) dan pada tahun 2018 terdapat 1281
kasus operasi sectio caesarea (44,59%). Dari 401 RSU Depkes dan Pemda di Indonesia,
ibu yang menjalani operasi sectio caesarea ada sebanyak 642.632 kasus (Departemen
Kesehatan RI, 2019).
Kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Kecemasan dapat disebabkan oleh
adanya perasaan takut tidak diterima dalam lingkungan tertentu, pengalaman traumatis
akan berpisah atau kehilangan, rasa frustasi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan
dan ancaman terhadap integritas diri maupun konsep diri (Warsini., dkk. 2013).
Kecemasan yang dirasakan oleh pasien pra sectio caesarea tentunya menjadi

perhatian khusus dari tenaga kesehatan. Apabila tidak diatasi maka dapat berdampak

pada masalah psikologis yang lebih berat. Sehingga, dalam mengatasi hal ini

digunakan terapi Relaksasi nafas dalam dan relaksasi otot progresif (Stuart, 2013).

Berdasarkan survei pendahuluan di atas maka kelompok tertarik untuk

mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien pra operasi sectio caesarea yang

mengalami kecemasan dengan Perawat dapat melakukan terapi-terapi seperti terapi

relaksasi, terapi Relaksasi nafas dalam dan relaksasi otot progresif . Terapi relaksasi

adalah teknik yang didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada

ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik

relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana cara memberikan “Asuhan keperawatan pada klien pra operasi

sectio caesarea yang mengalami kecemasan dengan menggunakan komunikasi

terapeutik di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center Tahun 2021?”

C. Tujuan

Pasien mampu memahami tentang cara mengatasi kecemasan saat operasi

section caesare.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjaun Teoritis Pra Operasi


1. Defenisi keperawatan Pra Operasi
Keperawatan Pra Operasi adalah proses keperawatan untuk
mengembangkan rencana asuhan pada pasien yang mengalami pembedahan atau
prosedur invasif (AORN, 2013). Perawat kamar bedah (operating room nurse)
adalah perawat yang memberikan asuhan keperawatan Pra Operasi kepada pasien
yang akan mengalami pembedahan yang memiliki standar, pengetahuan, keputusan,
serta keterampilan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan khususnya kamar bedah
(AORN, 2013 dalam Hipkabi, 2014).
Perawat kamar bedah bertanggung jawab mengidentifikasi kebutuhan
pasien, menentukan tujuan bersama pasien dan mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Selanjutnya, perawat kamar bedah melakukan kegiatan keperawatan
untuk mencapai hasil akhir pasien yang optimal (Hipkabi, 2014). Perawat kamar
bedah dalam pelayanannya berorientasi pada respon pasien secara fisik, psikologi
spiritual, dan sosial budaya (AORN, 2013).
2. Fase Pelayanan Pra Operasi

Keperawatan Pra Operasi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan

pasien. Kata “Pra Operasi” adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase

pembedahan yaitu pra operasi, intra operasi dan post operasi (Hipkabi, 2014).

a. Fase Pra Operasi

Fase Pra Operasi dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukannya

intervensi bedah dan di akhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup

aktifitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan


pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara Pra

Operasi dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan serta

pembedahan (Hipkabi, 2014).

b. Fase Intra Operasi

Fase intra operasi dimulai ketika pasien masuk kamar bedah dan berahir

pada saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan atau ruang perawatan intensif

(Hipkabi, 2014). Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup

pemasangan infus, pemberian medikasi intravena, melakukan pemantauan

kondisi fisiologis menyeluruh sepaanjang prosedur pembedahan dan menjaga

keselamatan pasien. Dalam hal ini sebagai contoh memberikan dukungan

psikologis selam induksi anastesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau

membantu mengaatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan

prinsip-prinsip kesimetrisan tubuh (Smeltzer, 2014)

c. Fase Post Operasi

Fase post operasi dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan

(recovery) atau ruang intensive dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut dan

tatanan rawat inap, klinik, maupun di rumah. Lingkup aktifitas keperawatan

mencakup rentang aktifitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus

pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital serta

mencegah komplikasi. Aktifitas keperawatan kemudian berfokus pada

peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan

tindak lanjut, serta rujukan untuk penyembuhan, rehabilitasi, dan pemulangan

(Hipkabi, 2014).
B. Tinjauan Teoritis Sectio Caesarea
1. Definisi
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut; sectio caesarea juga dapat
didefinisikan sebagai suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim
(Amru, sofian, 2013).
Sectio caesarea adalah pelahiran bayi melalui insisi yang dibuat pada dinding
abdomen dan uterus. Tindakan ini dipertimbangkan sebagai pembedahan abdomen
mayor. Nama caesarea berasal dari suatu legenda bahwa julius caesar dilahirkan
dengan cara seperti ini. Sebelum ada prosedur pembedahan yang aman, pelahiran
melalui abdomen ini dilakukan pada keadaan ibu akan meninggal dan bayi baru
lahir akan diselamatkan (Reeder.J, Martin.L, & Griffin.K, 2015).
2. Indikasi
Indikasi Sectio Caesarea menurut Solehati (2015) meliputi:
a. DistosiaDistosia
merupakan suatu keadaan persalinan yang lama karena adanya kesulitan dalam
persalinan yang disebabkan oleh beberapa faktor dalam persalinan. Baik faktor
dari ibu sendiri maupun faktor bayi dalam proses persalinan, seperti: kelainan
tenaga (his), kelelahan mengedan, kelainan jalan lahir, kelainan letak dan bentuk
janin, kelainan dalam besar atau bobot janin, serta psikologi ibu.
b. Cephalo Pelvic Disproportion (CPD) Cephalo Pelvic Disproportion
adalah ketidakselarasan atau ketidak seimbangan antara kepala janin dan pelvis
ibu. CPD merupakan keadaan ketidaksesuaian antara luas panggul dan besar
kepala janin. CPD merupakan kedaan penggul ibu yang tidak sesuai dengan
keadaan panggul yang normal yang dimiliki kebanyakan wanita. Keadaan
panggul yang tidak normal tidak baik untuk dilakukan tindakan persalinan
pervagina
c. Preeklamsi dan Eklamsia Preeklamsi berat atau PEB
merupakan suatu sindrom yang dijumpai pada ibu dengan kehamilan di atas 20
minggu yang ditandai dengan hipertensi dan proteinura dengan atau tanpa edema
(bengkak). Eklamsia adalah pre-eklamsia yang disertai dengan gejala
kejangkejang umum yang terjadi pada saat hamil, waktu partus, atau dalam tujuh
hari post partum bukan karena epilepsi.
d. Gagal Proses Persalinan
Gagal proses persalinan merupakan indikasi dilakukannya seksio sesarea untuk
segera menyelamatkan ibu dan bayinya.
e. Seksio Ulang
Seksio yang berulang merupakan indikasi dilakukannya sectio caesarea. Hal ini
disebabkan rahim ibu mengalami luka perut akibat pada saat operasi sectio
caesarea sebelumnya sehingga mengakibatkan ibu mengalami robekan pada
rahim, terpisahnya jaringan perut bekas sectio caesarea sebelumnya acapkali
disebabkan oleh terjadinya rupture uteri (robekan rahim).
f. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu plasenta yang
terletak pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir (ostium interim). Implantasi plasenta yang
normal, yaitu pada dindiing depan atau dinding belakang rahim di daerah fundus
uteri.
g. Solution Plasenta
Solution plasenta disebut juga dengan namaabrupsio plasenta. Solutionplasenta
adalah terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta sebelum janin lahir. Ketika
plasenta terpisah akan diikuti pendarahan maternal pada ibu yang parah, bahkan
dapat diakibatkan kematian pada janin. Plasenta yang terlepas seluruhnya disebut
solutio plasenta totalis, sedangkan plasenta yang terlepas sebagian disebut
solution plasenta parsialis, dan jika hanya sebagian kecil pinggiran plasenta yang
terpisah disebut ruptira sinus marginalis.
h. Tumor Jalan Lahir yang Menimbulkan Obstruksi Tumor pada jalan lahir
menimbulkan kesulitan dan merupakan rintangan teerhadap lahirnya janin
pervagina karena adanya masa yang menghalangi jalan lahir.Tumor tersebut
seperti mioma uteri, tumor ovarium, dan kanker rahim.Hal ini bergantung pada
jenis dan besarnya 12 tersebut.
i. Ruptur Uteri Ruptur uteri adalah keadaan robekan pada rahim yang telah tejadi
hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga protoneum. Rupture uteri,
baik yang terjadi pada masa hamil atau proses persalinan peritoneum merupakan
suatu kondisi bahaya yang besar pada wanita dan janin yang dikandungnya.
j. Takut Persalinan Pervagina Pengalaman buruk yang dialami oleh orang lain saat
persalinan pervagina pun dapat menjadi penceus bagi seorang ibu untuk
melakukan persalinan dengan sectio caesarea. Pengalaman buruk tersebut
menyebabkan seorang ibu ketakutan karena membayangkan persalinan yang
buruk saat persalinan pervagina berlangsung.
k. Pengalaman Buruk Melahirkan Pervagina Pengalaman buruk melahirkan
pervagina yang dialami ibu pada persalinan sebelumnya, seperi adanya nyeri
serta kecemasan yang 13 sangat buruk, dan menimbulkan trauma bagi seorang
ibu untuk menjalani persalinan pervagina untuk persalinan berikutnya. Bahkan,
tidak jarang ada seorang ibu yang tidak mau melahirkan lagi karena trauma yang
dialaminya selama proses persalinan pervagina.
l. Disfungsi Uterus Disfungsi uterus merupakan keja uterus yang tidak adekuat.Hal
ini menyebabkan tidak adanya kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari
rahim. Keadaan ini membuat persalinan terhenti sehingga perlu dilakukan
tindakan sectio caesarea.
m. Usia lebih dari 35 tahun Usia reproduksi yang ideal bagi seorang ibu adalah
antara 20-35 tahun. Usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun akan
meningkatkan resiko kehamilan persalinan. Dari segi psikologi, pada wanita usia
kurang dari 14 20 tahun perkembangan kejiwaan masih belum matang untuk
menjadi ibu. Dari segi fisik, pada usia muda organ-organ reproduksi seorang
wanita belum sempurna sehingga dapat berakibat terjadinya komplikasi
obsentrik
n. Alasan janin
1. Terjadinya gawat janin (Distress)
Terjadinya gawat janin antara lain disebabkan : syok, anemia berat,
preeklamsi berat, eklamsia, dan kelainan congenital berat. Syok dan anemia
berat yang dialami ibu pada masa persalinan dapat menimbulkan gawat
janin. Hal ini terjadi karena pada keadaan syok dan anemia, suplai darah
berisi nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin menjadi terhambat. Hal yang
sama juga terjadi apabila ibu menderita tekanan darah tinggi atau kejang
pada rahim yang dapat mengakibatkan gangguan pada plasenta (ari-ari) dan
tali pusat sehingga aliran oksigen ke bayi menjadi berkurang. Kondisi ini
bisa menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang
meninggal di dalam rahim.
2. Letak janin Kelainan dengan letak sungsang, lintang, dan presentasi ganda
atau majemuk merupakan factor penyulit dalam persalinan.Letak sungsang
beresiko mengalami kematian, kecacatan, dan kecelakaan yang jauh lebih
tinggi apabila dilahirkan secara pervaginam (melalui vagina).Penyebab letak
sungsang sering tidak diketahui pasti (idiopatik).Secara teori, penyebab letak
sungsang dapat terjadi karena fakto ibu, seperti kelainan bentuk rahim,
tumor jinak rahim/mioma, letak dan plasenta lebih rendah. Letak lintang
merupakan kelainan letak janin didalam rahim ibu yang terjadi pada usia
kehamilan tua (kehamilan 8-9 bulan), yaitu kepala bayi berada di samping
kanan atau 16 kiri dalam rahim ibu. Bayi dengan keadaan letak lintang tidak
dapat dilahirkan secara pervaginam karena sumbu tubuh janin letaknya
melintang terhadap sumbu tubuh ibu. Bayi dalam kondisi ketak lintang
membutuhkan pertolongan section caesarea.
C. Tinjauan Teoritis Kecemasan
1. Definisi
Musfir (2005) mengemukakan kecemasan sebagai kondisi kejiwaan yang
penuh dengan kekhawatiran dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, baik
berkaitan dengan permasalahan yang sedang dihadapi atau hal-hal yang lain,
umumnya hal ini dirasakan sebagai perasaan tertekan dan tidak tenang serta
berpikiran kacau dengan disertai banyak penyesalan, hal ini sangat berpengaruh
pada kondisi fisiologis karena menimbulkan beberapa gejala yang umumnya
ditemukan seperti tubuh terasa menggigil, banyak berkeringat, jantung berdegup
cepat, lambung terasa mual, tubuh terasa lemas, dan kemampuan berproduktivitas
berkurang. Menurut Kaplan dan Sadock (1997) kecemasan adalah respon terhadap
situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai
perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah di lakukan,
serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. American.
American Psychiatric Association (APA) memberikan definisi pada
kecemasan sebagai rasa takut atau prihatin, perasaan tegang, dan rasa gelisah
terhadap antisipasi suatu keadaan bahaya yang terjadi pada seseorang (Edelman,
1992). Kecemasan merupakan manifestasi dari proses-proses emosi yang terjadi
ketika seseorang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin (Derajat,
2001). Nevid, Rathus, dan Greene (2003) menjelaskan kecemasan sebagai suatu
keadaan khawatir atau aprehensif yang dialami di mana seseorang mengeluhkan
sesuatu yang buruk akan terjadi, yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis
dan perasaan tegang yang tidak menyenangkan.
Berdasarkan beberapa pandangan di atas dapat dijelaskan bahwa kecemasan
adalah sebuah reaksi ketika seseorang berada pada sebuah kondisi tertentu dengan
keyakinan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya dan disertai perasaan
menakutkan dan tidak menyenangkan yang memiliki ciri- ciri fisiologis dan
psikologis. Operasi merupakan tindakan dokter untuk mengobati kondisi yang sulit
atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana (Potter dan
Perry, 1996). Menurut R. Syamsuhidajat dan Win de Jong (2005), pembedahan atau
operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif yaitu
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian
tubuh ini umumnya menggunakan sayatan. Setelah bagian yang ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka atau bekas sayatan. Ada beberapa tahap dalam operasi, yaitu:
1. Tahap pra bedah (pra operasi)
2. Tahap pembedahan (intra operasi)
3. Tahap pasca bedah (post operasi)
Pra operasi adalah masa yang dimulai ketika keputusan untuk menjalani
operasi dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi, pada fase ini
ada beberapa persiapan yang harus disiapkan oleh pasien sebelum dilakukan
tindakan operasi (Dorland, 1994). Dalam masa pra operasi partisipan mengalami
kecemasan yang disebut dengan kecemasan pra operasi yang terjadi pada masa
ketika partisipan diputuskan akan menjalani operasi sampai ketika partisipan berada
di ruang operasi untuk intervensi bedah, kecemasan ini digambarkan sebagai
keadaan yang tidak menyenangkan dan ketidak nyamanan atau ketegangan pada
partisipan yang menghadapi suatu penyakit, rawat inap, anestesi dan operasi
(Ramsay, 1972). Kecemasan pra operasi biasanya terjadi pada partisipan yang
menunggu prosedur pembedahan (McCleane, 1992). Menurut penjelasan Long
(1996), terjadinya kecemasan pra operasi ketika partisipan melewati sebuah proses
di mana penyakitnya susah sembuh dan diinformasikan oleh tenaga medis bahwa
harus menjalani tindakan pembedahan sebagai tindakan medis dalam usaha proses
penyembuhan.
Dengan melihat beberapa pengertian yang telah dijelaskan di atas maka dapat
didefinisikan bahwa kecemasan pra operasi adalah perasaan yang dialami seseorang
sebagai sebuah reaksi ketika seseorang berada pada sebuah kondisi tertentu yaitu
ketika menjalani proses operasi dengan keyakinan bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi pada dirinya dan disertai perasaan menakutkan dan tidak menyenangkan
yang memiliki ciri-ciri fisiologis dan psikologis tertentu.

2. Gejala-gejala Kecemasan Pra Operasi


Menurut Long (1996), gejala-gejala kecemasan pra operasi pada pasien

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Kecemasan ringan : Waspada, gerakan mata, ketajaman bertambah,


kesadaran meningkat.
b. Kecemasan sedang : Berfokus pada dirinya (penyakit yang diderita),
menurunnya perhatian terhadap lingkungan secara terperinci.
c. Kecemasan berat : Perubahan pola pikir, ketidakselarasan pikiran, lapang
persepsi menyempit.
d. Kecemasan panik : Persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi,
ketidakmampuan memahami situasi, respon tidak dapat diduga, aktivitas
motorik tidak menentu.
Smeltzer dan Bare (2002) memisahkan gejala-gejala kecemasan pra operasi secara
fisiologis, emosional dan kognitif, penjelasan gejala-gejala kecemasan tersebut
sebagai berikut:

a. Gejala fisiologis adalah reaksi pertama yang berasal dari syaraf otonom
yang berupa kenaikan denyut jantung, adanya pergerakan tekanan darah
yang kurang teratur, palpitasi, mual, peningkatan respirasi dan dilatasi
pupil, dan mulut kering.
b. Gejala emosional dapat berupa kehilangan percaya diri, kehilangan kontrol
atas dirinya, tidak dapat relax, mudah menangis dan menjadi reaktif.
c. Gejala kognitif adalah kurangnya kemampuan konsentrasi, terjadi
disorientasi lingkungan, sering termenung, pemikiran berorientasi pada
masa lalu, adanya perhatian yang berlebihan pada sesuatu.
3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Trismiati (2006) menjelaskan bahwa kecemasan dipengaruhi oleh dua faktor dengan
beberapa sub-faktor sebagai berikut
a. Faktor Internal
1) Usia.
Semakin matang usia seseorang diharapkan semakin baik dalam berpikir dan
bersikap. Seseorang yang berusia lebih muda dikatakan lebih mudah mengalami
kecemasan daripada yang lebih tua, namun ada pula yang berpendapat sebaliknya
bahwa orang dengan usia tua juga mudah mengalami kecemasan terkait hal yang
dihadapinya. Usia yang lebih muda mengalami cemas terhadap masa depan
kehidupannya sedangkan pada usia tua mengalami kecemasan pada orang-orang di
sekitarnya (Stuart dan Sundeen, 2006).
2) Pengalaman. Seseorang yang telah memiliki pengalaman menjalani suatu tindakan
maka dirinya lebih dapat beradaptasi dan tidak timbul kecemasan yang besar, lain
hal jika seseorang yang minim pengalaman dalam suatu tindakan atau kejadian
maka kurang dapat beradaptasi dan mudah mengalami kecemasan.
3) Pendidikan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka diharapkan memiliki
kemampuan berpikir secara rasional, adaptif terhadap informasi baru, dan mampu
mengurai masalah dengan lebih baik. Sebaliknya, pendidikan yang kurang pada
seseorang dapat menghalangi sikapnya untuk adaptif dan berpikir serta bertindak
terhadap masalah yang ada sehingga rentan terhadap kecemasan (Nursalam,
2003).
4) Kemampuan respons terhadap stimulus. Kemampuan seseorang untuk mengelola
stimulus yang diterima dapat mempengaruhi kecemasan yang ditimbulkan.
Semakin rendah kemampuannya maka semakin besar kecemasan yang akan
dirasakannya.
b. Faktor Eksternal
1) Keluarga. Peran keluarga dapat membuat seseorang lebih siap dalam
menghadapi masalah. Namun keluarga dapat pula menjadi penyebab kecemasan
seseorang menjadi semakin besar karena sikap tidak peduli, tidak pengertian,
atau salah memberikan respons yang dibutuhkan.
2) Keuangan. Kemampuan keuangan seseorang yang terbatas bahkan kurang, dapat
menyebabkan kecemasan terutama dalam pembiayaan terkait masalah yang
dialami, kondisi keuangan yang cukup dapat mengurangi bahkan menghilangkan
kemungkinan terjadinya kecemasan khususnya dalam hal pembiayaan
penyelesaian masalahnya (Erich, 2003).
3) Kondisi Lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar seseorang yang baik dapat
membuat seseorang menjadi lebih kuat menghadapi masalah, namun akan sangat
berbeda jika lingkungan seseorang kurang baik sehingga memberi pengaruh
negatif yang dapat melemahkan seseorang dalam menghadapi masalah sehingga
kecemasan semakin mudah dirasakan.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pra Operasi
a. Long (2001)
menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan kecemasan pada
pasien dalam masa pra operasi yaitu ketakutan akan rasa sakit atau nyeri setelah
operasi, cemas akan terjadi perubahan fisik karena ada organ yang diangkat atau
dikeluarkan dari tubuh, tidak berfungsinya tubuh atau organ tubuh lain seperti
sebelum dilakukan operasi, deskripsi tubuh yang terganggu, takut adanya
keganasan penyakit yang diderita jika diagnosa yang ditegakkan belum benar-
benar pasti, cemas akan mengalami kondisi yang sama dengan pasien lain yang
memiliki kesamaan penyakit, cemas menghadapi ruang operasi, takut terhadap
alat-alat bedah yang akan digunakan selama operasi, takut mengalami kematian
saat dibius atau tidak dapat sadar lagi, dan adanya ketakutan bahwa operasi akan
gagal. Menurut Perry dan Potter (2005) ada berbagai alasan yang dapat
menyebabkan kecemasan pasien dalam menghadapi tindakan pembedahan antara
lain takut nyeri setelah pembedahan, takut terjadi perubahan fisik (menjadi buruk
rupa dan tidak berfungsi) mengalami kondisi yang sama seperti sebelum operasi,
takut menghadapi ruang operasi, cemas peralatan bedah dan petugas, takut mati
saat dilakukan anestesi, dan takut operasi akan gagal.
Gruendemann dan Fernsebner (2006) juga menjabarkan faktor-faktor
yang menjadi penyebab kecemasan pra operasi pada pasien yaitu: a. Keluarga
Faktor keluarga terhadap seseorang yang akan menjalani operasi sangat
berpengaruh pada tingkat kecemasan yang dialaminya. Sebagian keluarga atau
sahabat dapat meningkatkan rasa cemas pasien karena terjadi transmisi cemas
dari keluarga yang memperlihatkan perilaku cemas, berbeda dengan keinginan
keluarga yang menginginkan pasien lebih tenang terhadap situasi tersebut di
mana kemudian pasien menganggap dukungan tersebut palsu sehingga
mengalami kecemasan. Namun demikian, dukungan keluarga dapat dianggap
sebagai hubungan interpersonal yang dapat mendukung pasien terhadap
penurunan kecemasan yang dialaminya, semakin kuat sistem dukungan keluarga
maka semakin rendah kerentanan pasien mengalami kecemasan (Kaplan &
Sadock, 1997).
b. Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan yang kurang mampu menumbuhkan kepercayaan
pasien yang dirawatnya akan berakibat pada sikap pasien menjadi kurang tenang
dan bersikap kurang kooperatif terhadap rencana keperawatan maupun tindakan
pembedahan yang akan diberikan. Petugas kesehatan diharapkan dapat
menumbuhkan kepercayaan/keyakinan pasien dan keluarganya dalam rangka
pemenuhan kebutuhan fisik/fisiologis pasien sehingga pasien percaya bahwa
para tenaga medis yang terlibat dalam perawatannya benar-benar mampu
menangani permasalahannya.
c. Tingkat pengetahuan pasien mengenai informasi operasi.
Pasien yang belum mengetahui informasi dan prosedur
operasi/pembedahan yang akan dihadapinya dapat mengalami kecemasan yang
ditandai dengan perilaku seperti kesal, marah, menangis serta menarik diri.
Kecemasan ini terjadi karena banyak pertanyaan seputar operasi yang akan
dihadapi belum dijelaskan atau terjawab sepenuhnya. Dalam hal ini tenaga
kesehatan mempunyai peran penting dalam meningkatkan pengetahuan dan
sikap pasien terhadap tindakan yang akan dialaminya. Pengetahuan yang lengkap
dan jelas mengenai prosedur operasi yang akan dijalani sangat diperlukan untuk
mengurangi kecemasan pra operasi yang dialami pasien sehingga proses operasi
dapat berjalan baik.
d. Kekhawatiran akan nyeri
Kekhawatiran akan nyeri mempengaruhi pasien dalam menjalani operasi.
Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan bersifat subjektif.
Pasien memerlukan penjelasan mengenai nyeri yang akan dirasakannya setelah
operasi. Perawat bertugas menjelaskan nyeri yang akan dirasakan pasien baik
pada saat pembedahan maupun pasca pembedahan. Apabila pasien mencapai
harapan yang realistis terhadap nyeri dan mengetahui cara mengatasinya maka
rasa cemas akan berkurang. Menurut Zalon (2004) nyeri dan kelelahan adalah
masalah dan gejala yang paling umum dirasakan selama pemulihan pasca operasi
dan dapat mengakibatkan kurangnya kenyamanan diri pasca operasi; dimana
masa pasca operasi adalah waktu pemulihan untuk fungsi fisik, psikologis, sosial
sehingga pasien dapat kembali ke aktivitas kehidupan sehari-hari sama seperti
sebelum operasi dan meningkatnya tingkat kesehatan psikologis.
e. Persepsi pasien terhadap hasil bedah.
Persepsi hasil bedah ialah pasien memiliki gambaran tersendiri mengenai
hasil yang mungkin terjadi setelah pembedahan. Pasien mungkin memikirkan
aktivitasnya akan terganggu, terjadi kecacatan, terjadi kegagalan terhadap
operasi, terjadi kesalahan oleh petugas kesehatan, kematian dan lain-lain.
Semakin sering pasien memikirkan kemungkinan hasil pembedahan maka
semakin tinggi tingkat kecemasan. Perawat bertugas membantu klien dan
keluarga untuk mencapai harapan yang realistis terhadap hasil pembedahan.
Dalam masa pasca operasi Stuart & Laraia (2001) menjelaskan bahwa faktor
pencetus kecemasan pada masa tersebut dari sisi internal, yaitu ancaman
terhadap integritas fisik dan terhadap sistem diri. Ancaman terhadap integritas
fisik meliputi ketidak mampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya
kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
D. Teknik Relaksasi Mengatasi Kecemasan
Teknik relaksasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengatasi kecemasan.
Berikut ini adalah beberapa teknik relaksasi yang dapat Anda lakukan untuk meredakan
kecemasan :
1. Teknik relaksasi pernapasan
Relaksasi pernapasan adalah cara yang paling cepat dan mudah untuk
mengatasi kecemasan. Cara melakukannya adalah dengan menarik napas panjang,
lalu mengembuskannya secara perlahan melalui mulut seperti hendak meniup balon.
Lakukan teknik ini dengan ritme yang stabil.
Sambil melakukan ini, bayangkan rasa cemas yang “tertahan” dalam tubuh
Anda mengalir keluar seiring hembusan napas, dan ketenangan akan masuk seiring
Anda menghirup napas.
2. Teknik relaksasi otot
Teknik relaksasi otot dilakukan dengan mengencangkan kelompok otot tertentu
selama 5-10 detik, kemudian melepaskannya secara perlahan. Selama melakukan
teknik relaksasi otot, tetaplah bernapas teratur seperti biasa. Berikut ini adalah teknik
relaksasi otot yang dapat dilakukan sesuai letak otot:
a. Otot dahi, dengan menaikkan alis setinggi mungkin.
b. Otot mata, dengan menutup mata rapat-rapat.
c. Otot mulut dan pipi, dengan tersenyum selebar mungkin.
d. Otot leher, dengan mendongakkan kepala sejauh mungkin.
e. Otot bahu, dengan menaikkan bahu setinggi mungkin.
f. Otot perut, dengan menarik perut ke arah dalam.
g. Otot tangan, dengan mengepalkan tangan erat-erat.
h. Otot kaki, dengan menarik jari kaki ke arah tulang kering.

Teknik relaksasi otot ini dinamakan progressive muscle relaxation. Jangan lupa
untuk memberi jeda 5-10 detik sebelum berpindah ke otot yang lain. Bila Anda
merasa sakit atau kurang nyaman, hindari menegangkan otot terlalu kencang.

Kedua teknik relaksasi tersebut dapat dilakukan secara berurutan, yaitu dengan
melakukan teknik relaksasi pernapasan terlebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan
teknik relaksasi otot. Teknik relaksasi juga dapat dilakukan secara rutin untuk
mengatasi kecemasan, misalnya sebelum beraktivitas, sebelum tidur, atau bahkan di
sela-sela aktivitas.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor dan nomor
registrasi.
b. Keluhan utama
Nyeri hilang timbul, nyeri pinggul
c. Riwayat Kesehatan sekarang
Hilang timbul, kapan timbul masalah, obat yang diminum
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan kepada klien tentang riwayat penyakit keluarga ada atau tidak
e. Riwayat Obstetrik
f. Pemeriksaan fisik
- TTD
- Pernafasan : peningkatan pernafasan, irama nafas serta
kedalaman bernafas
- Kepala dan muka : simetris, warna rambut, keadaan rambut,
kebersihan
- Mata : ada atau tidaknya peradangan pada kelopak
mata , kesimetrisan kanan dan kiri, keadaan konjungtiva, sclera
- Hidung : apakah adanya nyeri tekan hidung,\
- Telinga : apakah adanya serumen atau tidak
- Mulut : apakah ada kelainan pada bibir , warna
- Leher : Apakah ada kelenjar tiroid
- Kardiovaskuler :
- Payudara : apakah ada pembengakakan payudara atau
pembengakakan
- Abdomen : apakah ada nyeri tekan, bising usus , ada atau
tidaknya bekas luka operasi
- Genetalia : Kebersihan pada genetalia pasien adanya lesi
atau tidak
- Eliminasi urin : Kebiasaan BAB DAN BAK
g. Pemeriksaan Laboratorium
h. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik adanya prosedur
tindakan operasi sc di buktikan dengan mengeluh nyeri, klien tampak
meringgis
2. Gangguan Mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri , dibuktikan dengan
klien mengeluh nyeri saat bergerak.
3. Resiko infeksi di tandai dengan efek prosedur invasif
4. Ansietas berhubungan dengan kondisi situasional, kurang terpapar informasi
dibuktikan dengan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi, tampak gelisah.
i. Intervensi

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Nyeri akut Setelah dilakukan Menejemen nyeri
berhubungan dengan tindakan - Observasi
agen pencedera fisik keperawatan selama - lokasi, karakteristik, durasi,
adanya prosedur 1x/24 jam frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
tindakan operasi sc di diharapkan tingkat - Identifikasi skala nyeri
buktikan dengan nyeri diharapakan - Identifikasi faktor yang
mengeluh nyeri, klien menurun (5) dengan memperberat dan memperingan
tampak meringgis. kriterial hasil : nyeri
- Keluhan nyeri - Terapeutik
menurun - Berikan teknik nonfarmakologis
- Gelisah untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
menurun TENS, hypnosis, akupresur, terapi
- Meringgis musik, biofeedback, terapi pijat,
menurun aroma terapi, teknik imajinasi
- Kesulitan terbimbing, kompres hangat/dingin,
tidur menurun terapi bermain)
- Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

Gangguan Mobilisasi Setelah dilakukan Dukungan ambulasi


fisik berhubungan tindakan
1. Observasi
dengan nyeri , keperawatan selama
- Identifikasi adanya nyeri atau
dibuktikan dengan 1x/24 jam
keluhan fisik lainnya
klien mengeluh nyeri diharapkan tingkat - Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
saat bergerak. mobilisasi fisik
- Monitor frekuensi jantung dan
meningkat dengan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
kriterial hasil :
- Monitor kondisi umum selama
- Nyeri melakukan ambulasi
menurun
2. Terapeutik
- Rentang
- Fasilitasi aktivitas ambulasi
gerak
dengan alat bantu (mis. tongkat,
meningkat kruk)
- Fasilitasi melakukan mobilisasi
- Kelemahan
fisik, jika perlu
fisik menurun - Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
- Kekuatan otot
meningkatkan ambulasi
membaik
3. Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur


ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi
dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

Resiko infeksi di tandai Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi


dengan efek prosedur tindakan
1. Observasi
invasif keperawatan selama - Monitor tanda dan gejala
infeksi
1x/24 jam
2. Terapeutik
diharapkan tingkat - Batasi jumlah pengunjung
- Berikan perawatan pada kulit
infeksi menurun
pada area edema
dengan kriterial - Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
hasil :
- Pertahankan teknik aseptik
- Nyeri 3. Edukasi
- Jelaskan tand adan gejala
menurun
infeksi
- Kemerahan - Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka operasi
menurun
- Anjurkan meningkatkan nutrisi
- Bengkak - Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
menurun
- Demam
menurun

Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Terapi Relaksasi


dengan kondisi
tindakan 1. Observasi
situasional, kurang
keperawatan selama - identifikasi penuruanan tingkat
terpapar informasi
dibuktikan dengan 1x/24 jam energi, ketidakmampuan
merasa khawatir
diharapkan tingkat berkonsentrasi, atau gejala lain
dengan akibat dari
ansietas diharapakan yang menganggu kemampuan
kondisi yang dihadapi,
tampak gelisah. menurun (5) dengan kognitif

kriterial hasil : - identifikasi kesedihan,


- Verbalisasi kemampuan, dam penggunaan

khawatir teknik sebelumnya

akibat kondisi - periksa ketengangan otot, frekuensi

yang di nadi, tekanan darah, dan suhu

hadapi sebelum dan sesudah latihan.

menurun - monitor respon relaksasi

- Perilaku 2. Terapeutik

gelisah - Ciptakan lingkungan tenang dan

menurun tanpa gangguan dengan

pencahayaan dan suhu ruangan

nyaman, jika kemungkinan

- menggunakan nada suara lembut

dengan irama lambat, dan berirama

3.Edukasi

- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan,

dan jenis relaksasi yang tersedia

(Mis. Teknik nafas dalam,

Relaksasi otot progresif)

- jelaskan secara rinci intervensi

relaksasi yang dipilih

- anjurkan mengambil posisi nyaman

- Anjurkan untuk mengulangi

relaksasi
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. IDENTITAS KLIEN

Nama : Ny.Masidah Hrefah

Usia : 32 Tahun

TTL : Hilihao, 16 September 1989

Agama : Kristen

Status Perkawaninan : Kawin

Suku : Nias

Pendidikan : SMA

Alamat : jln.Tenaga Gg. Pribadi No.4 Payung Sekaki Pekanbaru

Jenis Kelamin : Perempuan

Penanggung Jawab :

Nama : Timbul Pasaribu

Alamat : jln.Tenaga Gg. Pribadi No.4 Payung Sekaki Pekanbaru

Hub : Keluarga Suami

No :-

2. Keluhan Utama

Saat pengkajian pada tanggal 20 november 2021, klien mengatakan bahwa cemas atau

takut akan proses persalinanya secara operasi sc (caeser section). Klien juga mengatakan

bahwa ini pertama kalinya dia menjalankan operasi sc.

3. Riwayat persalinan sekarang


a. mulai tanda-tanda persalinan

1) kontraksi : selama 4 -7 jam

2) pengeluaran lendir pervaginam : darah + berlendir

3) Cairan ketuban

b. pemeriksaan fisik

1) keadaan umum : composmentis

2) Ttd : 130/89 mmHg N : 90x/m Rr : 20x/m

3) pemeriksaan leopold :-

4) pemeriksaan djj :-

5) pemeriksaan pertama kali : tidak ada pembukaan selama 24 jam.

c. kebutuhan dasar khusus

1) oksigenasi :-

2) nutrisi : 2-3x/hari

3) eliminasi : BAB 1-2x/24 jam, BAK 4-7x/24jam

4) kenyamana : cemas

5) pengetahuan : kurang

d. riwayat kesehatan

1) HPHT : 26 maret 2021

2) HPL :-

3) persalinan masa lalu : -

4) kunjungan anternatal : -

5) masalah pada kehamilan sekarang : G1, P0, A0, Gr aterm inpartus+cpd

6) apakah mengikuti kelas prenatal :-


7) Persiapan persalinan yang sudah dilakukan :-

8) Masalah persalinan masa lalu : -

9) Penyakit yang diderita ibu : tidak ada

10) Penggunaan obat-obatan selama kehamilan : tidak ada

11) Alergi : tidak ada

12) konsumsi alkohol, rokok, zat adiptif, zat kimia : tidak ada

13) adakah penggunaan pemacu persalinan , bila ada jelaskan : tidak ada

14) persepsi ibu dan keluarga tentang persalinan : sangat bahagia karena akan kelahiran

anak pertama

15) Bantuan yang diingikan ibu dari keluarga pada saat persalinan : harapan dukungan

dan berdoa

16) Riwayat kesehatan keluarga : Tidak ada

f. Pemantauan perkembangan persalinan partograf : USG tidak ada.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ansietas berhubungan dengan kondisi situasional, kurang terpapar informasi dibuktikan

dengan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah

C. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS : Inpartu Ansietas

- Klien mengatakan cemas

akan terjadi sesuatu yang

tidak diinginkan CPD

- Klien juga mengatakan


bahwa dia sangat cemas / Tidak ada kemajuan

takut karena ini pertama pembukaan selama 24 jam

kalinya klien menjalankan

operasi sc
Sc

DO :

- Klien tampak gelisah Ansietas

- Klien tampak cemas

- Td : 130/89 mmHg N: 90

Rr: 20x/m

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

1 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi

kondisi situasional, kurang terpapar keperawatan selama 1x/24 1. Observasi

informasi dibuktikan dengan jam diharapkan tingkat - identifikasi penuruanan

merasa khawatir dengan akibat dari ansietas diharapakan tingkat energi,

kondisi yang dihadapi, tampak menurun (5) dengan ketidakmampuan


gelisah kriterial hasil : berkonsentrasi, atau gejala

- Verbalisasi khawatir lain yang menganggu

akibat kondisi yang kemampuan kognitif

di hadapi menurun - identifikasi kesedihan,

- Perilaku gelisah kemampuan, dam

menurun penggunaan teknik

sebelumnya

- periksa ketengangan otot,

frekuensi nadi, tekanan

darah, dan suhu sebelum

dan sesudah latihan.

- monitor respon relaksasi

2. Terapeutik

- Ciptakan lingkungan

tenang dan tanpa

gangguan dengan

pencahayaan dan suhu

ruangan nyaman, jika

kemungkinan

- menggunakan nada suara

lembut dengan irama

lambat, dan berirama

3.Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat,

batasan, dan jenis relaksasi

yang tersedia (Mis. Teknik

nafas dalam, Relaksasi

otot progresif)

- jelaskan secara rinci

intervensi relaksasi yang

dipilih

- anjurkan mengambil

posisi nyaman

- anjurkan sering

mengulangi atau melatih

teknik yang dipilih.

E. Implementasi

Tgl DX IMPLEMENTASI SOAP

Hari Ansietas berhubungan - Kaji TTV S:

Sabtu, 20 dengan kondisi - Mengajarkan -Klien mengatakan

November situasional, kurang klien teknik cemas menghadapi

2021 terpapar informasi relaksasi operasi berkurang

dibuktikan dengan (tarik nafas O:


merasa khawatir dengan dalam) - Klien terlihat

akibat dari kondisi yang - Mengajarkan melakukan teknik

dihadapi, tampak klien teknik relaksasi nafas dalam dan

gelisah relaksasi otot teknik relaksasi otot

progresif progresif

- td : 125/89

- n : 88

- rr : 20

A:

- Masalah cemas,

takut teratasi

P:

- Intervensi di

hentikan

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 20 November 2021 pada Ny. M

didapatkan hasil pengkajian bahwa Ny. M tidak pernah USG kadungannya ke Dr atau

rumah sakit terdekat, Ny.M mengatakan pertama kalinya melakukan operassi SC pada

anak pertamanya namun Ny.M mengatakan bahwa cemas atau takut terhadap tindakan

yang dihadapi saat operasi berjalan, Ny. M juga mengatakan baru pertama kali

melakukan operasi.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ansietas berhubungan dengan kondisi situasional, kurang terpapar informasi

dibuktikan dengan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi,

tampak gelisah.

Dari diagnosis diatas yang merupakan masalah utama pasien adalah operasi SC.

Klien mengatakan cemas akan berjalannya proses operasi pada persalinanya, pada

saat pengkajian pada klien, klien masih tampak cemas dan takut. Oleh karena itu

kelompok lebih dulu ingin mengatasi kecemasan yang dialami oleh klien.

C. Intervensi

Berdasarkan masalah yang sudah di angkat maka perencanaan yang perlu dilakukan

adalah mengatasi kecemasan terlebih dahulu. Untuk mengatasi cemas pada klien Ny.M

perlu dilakukan pengkajian terhadap yang ia rasakan mulai dari identitas, pemeriksaan

fisik dan psikologis. Setelah didapatkan hasil pengkajian cemas maka dapat dilakukan

terapi relakasi nafas dalam dan relakasi teknik otot progresif.


D. Implementasi

Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan klien banyak mengalami berubahan persepsi

terhadap tindakan yang akan dihadapi dari intervensi yang di berikan. Pelaksanaan yang

dilakukan sudah mengikuti perencanaanya. Pada tanggal 20 November 2021 telah

dilaksanakan terapi relaksasi nafas dalam dan relaksasi teknik otot progresif untuk

menurunkan kecemasan yang di hadapi oleh Ny.M. Selama implementasi, klien sangat

kooperatif dan mengikuti setiap pelaksanaan dengan baik. Ny. M berharap tindakan

yang di hadapi berjalan dengan lancar dan anaknya selamat.

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan

Keperawatan Pra Operasi adalah proses keperawatan untuk mengembangkan

rencana asuhan pada pasien yang mengalami pembedahan atau prosedur invasif

(AORN, 2013). Perawat kamar bedah (operating room nurse) adalah perawat yang

memberikan asuhan keperawatan Pra Operasi kepada pasien yang akan mengalami

pembedahan yang memiliki standar, pengetahuan, keputusan, serta keterampilan

berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan khususnya kamar bedah (AORN, 2013 dalam

Hipkabi, 2014). Sectio caesarea adalah pelahiran bayi melalui insisi yang dibuat pada

dinding abdomen dan uterus.

Berdasarkan beberapa pandangan di atas dapat dijelaskan bahwa kecemasan

adalah sebuah reaksi ketika seseorang berada pada sebuah kondisi tertentu dengan

keyakinan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya dan disertai perasaan

menakutkan dan tidak menyenangkan yang memiliki ciri- ciri fisiologis dan psikologis.

Perawat dapat melakukan terapi-terapi seperti terapi relaksasi, distraksi,

meditasi, imajinasi. Terapi relaksasi adalah teknik yang didasarkan kepada keyakinan

bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi

penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Terapi relaksasi

memiliki berbagai macam yaitu latihan napas dalam, masase, relaksasi progresif,

(Kozier, Eb, Berman & Synder, 2010).

Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai