Anda di halaman 1dari 9

William Kaye Estes

William Kaye Estes lahir pada tahun 1919, mengawali karier profesionalnya di University Of
Indiana. Estes kemudian pindah ke Stanford University dan selanjutnya ke Rockfeller University
dan mengakhiri kariernya di Harvard di mana dia mendapat gelar profesor emeritus, (B.R
Hergenhah dan Matthew H. Olson, 2008: 250).
Pada 1997 Estes dianugerahi Medal of Science yang merupakan penghargaan tertinggi yang
diberikan oleh National Sience Foundation. Penghargaan ini diberikan berkat jasanya bagi teori
kognisi dan belajar fundamental yang mengubah bidang psikologi eksperimental dan memicu
perkembangan ilmu kognitif kuantitatif. Metode modeling kuantitatif dan penekanannya pada
ketepatan dan ketelitian telah menjadi standar bagi ilmu psikologi modern.
William K. Estes belajar bersama Skinner ketika Skinner berada di Universitas Minnesota
dan di sana pula ia menerima gelar Ph.D-nya di bidang psikologi pada tahun 1943. Karya
bersama Estes dengan Skinner mengenai efek hukuman menghasilkan kontribusi penting bagi
pemikir Skinner dalam topik tersebut. Bagaimanapun juga, minatnya untuk membangun model-
model pembelajaran matematis telah memisahkan arah yang ditempuhnya dari antiteoretis
Skinner. Selain itu, asumsi-asumsi dalam teori Estes nampak lebih memperlihatkan pengaruh
Guthrie yang tidak pernah menjadi rekan studinya, karena pengaruh Skinner.
B. Konsep Teoretis Utama
Ada beberapa asumsi yang dibuat oleh Estes menurut B.R Hergenhah dan Matthew H.
Olson (2008: 251) yang dijabarkan sebagai berikut:
Asumsi 1. Situasi belajar terdiri dari banyak elemen stimulus dalam jumlah tertentu. Elemen-
elemen ini terdiri dari banyak hal yang dapat dialami pembelajar pada awal percobaan belajar.
Stimuli-stimuli itu bisa mencakup kejadian eksperimental seperti cahaya, suara berisik, materi
verbal yang disajikan dalam drum memori, palang dalam kotak Skinner, jalur T. Stimuli itu juga
bisa stimuli yang dapat diubah atau stimuli sementara seperti perilaku eksperimenter, suhu, suara
tambahan di dalam dan di luar ruang dan kondisi di dalam diri subjek eksperimen seperti
keletihan atau sakit kepala. Semua elemen stimulus ini secara kolektif disimbolkan sebagai S.
Sekali lagi, S adalah jumlah total dari stimuli yang mengiringi satu percobaan dalam situasi
belajar.
Asumsi 2. Semua respon yang diberikan dalam situasi eksperimen dapat digolongkan menjadi
dua kategori. Jika responnya adalah yang dicari oleh eksperimenter (seperti keluarnya air liur,
mata berkedip, menekan palang, berbelok ke kanan di jalur T, atau melafalkan suku kata yang
tak bermakna dengan benar), ini dinamakan respon A 1. Jika responnya adalah bukan yang dicari
oleh eksperimenter diberi label A2. Jadi, Estes membagi semua respon yang mungkin muncul
dalam eksperimen belajar menjadi dua kelompok, (A1) respon yang benar atau (A2) respon yang
lainnya.
Asumsi 3. Semua elemen di S dilekatkan dengan A1 atau A2. Ini adalah situasi all or nothing.
Semua unsur stimulus dalam S adalah dikondisikan ke respon yang diinginkan atau benar (A 1)
atau ke respon yang tidak relevan atau salah (A 2). Pada awal eksperimen, hampir semua stimuli
akan dikondisikan ke A2 akan menimbulkan respon A2. Respon yang benar terjadi hanya setelah
respon dihubungkan dengan stimuli dalam konteks eksperimental.
Asumsi 4. Pembelajar terbatas kemampuannya dalam mengalami S. Pembelajar mengalami
hanya sebagian dari stimuli yang tersedia pada setiap percobaan belajar dan besarnya sampel
diasumsikan tetap konstan di sepanjang eksperimen. Proporsi konstan dari S yang dialami pada
awal setiap percobaan belajar dilambangkan dengan Ɵ (theta). Sesudah setiap percobaan, elemen
Ɵ dikembalikan ke S. Jadi teori Estes mengamsusikan sampling dengan penggantian (sampling
with replacement). Elemen-elemen yang dijadikan sampel pada satu percobaan mungkin akan
dijadikan sampel lagi pada percobaan selanjutnya.
Asumsi 5. Percobaan belajar berakhir ketika respon terjadi, jika respon A1 menghentikan
percobaan elemen-elemen stimulus dikondisikan dalam respon A1.
Asumsi 6. Karena Elemen di (Ɵ) dikembalikan ke S pada akhir percobaan, dan arena
tetha (Ɵ) yang dijadikan sampel pada awal percobaan belajar pada dasarnya adalah acak,
proporsi elemen yang dikondisikan ke A1 dalam S akan tercermin dalam elemen dalam
tetha (Ɵ) pada awal setiap percobaan baru
Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, maka Estes mengemukakan empat konsep teoretis
utama (B.R Hergenhah dan Matthew h. Olson, 2008: 256), yaitu:
1. Generalisasi
Generalisasi dari situasi belajar awal ke situasi belajar lainnya dapat dengan mudah dijelaskan
dengan teori sampling stimulus. Transfer terjadi sepanjang dua situasi memiliki elemen stimulus
yang sama. Jika banyak dari elemen yang sebelumnya dikondisikan ke respon A1 ada didalam
situasi belajar yang baru, probabilitas respon A1 akan muncul ke dalam situasi baru itu akan
cukup tinggi. Kita bisa mengambil contoh dalam dunia olahraga misalnya pada saat pelatih
pertama kali mengajarkan teknik menendang bola kaki bagian dalam dengan bermain, pada
pertemuan selanjutnya pelatih mengajarkan teknik menendang bola menggunakan kaki bagian
dengan dril. Namun atlit masih terbawa dalam teknik yang salah pada saat pertama kali pelatih
memberikan latihan.
2. Pelenyapan
Estes menjelaskan problem pelenyapan dengan cara yang pada dasarnya sama dengan yang
dilakukan Guthrie karena dalam pelenyapan satu percobaan biasanya diakhiri setelah subjek
melakukan sesuatu selain A1, elemen stimulus yang sebelumnya dikondisikan ke A1 pelan-pelan
akan kembali lagi ke A2. Hukum untuk pelenyapan adalah sama. Apa yang dinamakan
pelenyapan muncul setiap kali kondisi disusun sedemikian rupa sehingga elemen stimulus
digeser dari respon A1 ke respon A2. Sebagai contoh pelatih akan mencoba memberikan teknik
menendang bola menggunakan kaki bagian dalam dengan metode bermain dan secara pelan-
pelan pelatih akan juga akan memberikan teknik dalam menendang bola dengan kaki bagian
dalam dengan dril.
3. Pemulihan Spontan
Merupakan munculnya kembali respon yang dikondisikan setelah respon itu mengalami
pelenyapan. Dengan kata lain pemulihan spontan dijelaskan dengan mengasumsikan bahwa
proses pelenyapan (pergeseran elemen dari A1 ke A2) pada awalnya tidak pernah
komplet. Misalnya pelatih sudah memberikan teknik menendang bola menggunakan kaki bagian
dalam dengan cara dril, namun teknik menendang bola menggunakan kaki bagian dalam dengan
metode bermain masih ada sisa-sisa teknik yang melekat pada atlit.
4. Pencocokan Probabilitas
Eksperimen pencocokan probabilitas tradisional adalah menggunakan sinyal cahaya yang diikuti
satu atau dua cahaya lain. Ketika sinyal menyala, subjek percobaan menduga cahaya mana dari
dua cahaya lain yang akan muncul. Misal, cahaya kanan muncul 80% dari waktu, subjek akan
memprediksi bahwa cahaya itu akan muncul 80% dari waktu percobaan. Contohnya apabila atlit
melakukan tendangan ke arah gawang, maka yang dilihat hanya si atlit berhasil memasukkan
bola ke gawang atau tidak, tanpa memandang jumlah kotraksi otot yang tidak terhitung
banyaknya yang menghasilkan salah satu dari dua hal di atas.
C. Model Belajar Markov Menurut Estes
Model Belajar Markov menurut B.R Hergenhah dan Matthew H. Olson (2008: 258) yang
dijabarkan sebagai berikut: Semua teori belajar statistikal bersifat probabilitias; yakni, variabel
bebas yang mereka studi adalah probabilitas respons. Tetapi, ada perbedaan opini mengenai apa
sifat dari belajar yang ditunjukkan oleh perubahan probabilitas respons ini kepada kita.
Perdebatan klasiknya adalah soal apakah belajar itu gradual atau langsung lengkap dalam satu
kali percobaan Thorndike berpendapat bahwa belajar adalah bertahap dan bertambah sedikit
demi sedikit dari satu percobaan ke percobaan selanjutnya. Hull dan Skinner sepakat dengan
Thorndike. Guthrie berpendapat lain dengan mengatakan bahwa belajar terjadi dalam cara all-
or-none (secara sekaligus atau tidak sama sekali), namun kelihatan gradual karena kompleksnya
tugas yang mesti dipelajari. Berdasarkan penjelasan diatas, contoh dalam dunia olahraga
misalnya ada seorang atlit sepak bola melakukan tendangan meggunakan kaki kidal (kiri), lalu
pelatih mengajarkan/ melatih si atlit melakukan tendangan dengan menggunakan kaki kanan
hingga pada akhirnya atlit sudah mulai terbiasa melakukan tendangan menggunakan kaki kanan,
namun terkadang atlit masih memunculkan tendangan menggunakan kaki yang kidal di tengah-
tengah tendangan kaki kanan yang sudah mulai terbiasa.

D. Estes dan Psikologi Kognitif


Meskipun Estes seorang teoretisi kontiguitas, namun di tahun-tahun belakangan ini dia lebih
menekankan pada mekanisme kognitif dalam analisisnya terhadap belajar. Seperti yang telah kita
lihat analisis awalnya mengikuti pendapat Guthrie dengan mengasumsikan bahwa apapun stimuli
yang ada pada saat terminasi suatu percobaan belajar akan diasosiasikan dengan respons yang
menghentikan percobaan itu. Baik Guthrie maupun Estes memandang belajar sebagai asosiasi
kejadian yang terjadi bersamaan secara mekanis dan otomatis. Pada intinya, organisme, termasuk
manusia, dianggap sebagai mesin yang dapat merasakan, mencatat, dan merespons. Walaupun
masih bersifat mekanistis, analisis Estes yang lebih belakangan lebih kompleks karena ia
mempertimbangkan pula pengaruh dari peristiwa kognitif.
Pentingnya memori, pada awalnya Estes berpendapat bahwa stimuli dan respons menjadi
diasosiasikan oleh kontiguitas, dan setelah diasosiasikan, ketika stimuli terjadi, mereka akan
menghasilkan respons yang diasosiasikan kepada stimuli itu. Belakangan, Estes menambahkan
elemen ketiga ke dalam analisisnya, yakni memori atau ingatan. Dalam analisis Estes yang lebih
belakangan ini, stimuli tak langsung menimbulkan respons, tetapi ia membangkitkan memori
dari pengalaman sebelumnya itulah yang menghasilkan perilaku.
Estes (1976) mendeskripsikan apa yang diyakininya terjadi dalam situasi pembuatan
keputusan, dimana respons-respons yang berbeda diasosiasikan dengan hasil yang berbeda-beda.
Misalnya memberi respons A1 akan menghasilkan lima poin dan memberi respons A2 akan
menghasilkan tiga poin. Pertama, menurut Estes, orang akan belajar menilai setiap respons, dan
informasi ini disimpan dalam memori. Kemudian, ketika diberi kesempatan untuk memberi
respons, orang itu akan mengamati situasi untuk menentukan respons apa ini, orang itu akan
memilih memberi respons yang menghasilkan hasil yang paling bernilai atau berharga. Estes
(1976) menyebutkan sebagai scanning model of decision making. Secara umum, model ini
mengklaim bahwa dalam setiap situasi pengambilan keputusan, suatu organisme akan
menggunakan informasi apa pun yang tersimpan dalam memori yang berkaitan dengan
hubungan respons-hasil dan akan merespons dengan cara tertentu untuk mendapatkan hasil yang
paling menguntungkannya, (R Hergenhah dan Matthew H. Olson, 2008: 263-264). Contohnya
jika atlit sepak bola menendang bola meggunakan kaki kidal, suatu ketika atlit akan di latih
menggunakan kaki kanan maka pelatih harus memberi penjelasan tentang keuntungan
menendang menggunakan kaki sebelah kanan, ketepatan menendang menggunakan kaki sebelah
kanan dan sebagainya.
E. Model Array Kognitif: Klasifikasi dan Kategorisasi
Estes memandang teori sampling stimulus (SST) sebagai perluasan matematis dari teori
transfer elemen identik Thorndike. Yakni, teori itu di kembangkan untuk membuat prediksi yang
tepat tentang transfer training dari satu situasi ke situasi lain, berdasarkan elemen-elemen
stimulus yang sama untuk keduanya. Dalam karya yang lebih baru, Estes (1994) menjelaskan
problem yang pertama kali dikaji oleh Medin dan shaffer (1978) dan meneruskan pengembangan
pendekatan elemen identik Thorndike. Tetapi, kali ini modelnya diaplikasikan secara spesifik ke
perilaku mengklasifikasi dan mengkategorisasi. Meneliti suatu makhluk, mengamati bahwa ia
berbulu, bisa terbang, dan bertelur, dan kemudian menyebutnya sebagai “burung” adalah contoh
dari jenis perilaku ini. Contoh pengklasifikasi dan pengkategorisasian lainnya adalah dokter yang
mengumpulkan data dan kemudian mendiagnosis adanya flu, bukan pneumonia, dan analis pasar
yang menyatakan bahwa perusahaan adalah tempat investasi yang bagus dan beresiko kecil.
Meskipun pendekatan Estes terhadap klasifikasi ini sangat kognitif, kita akan melihat adanya
persamaan antara jenis perilaku yang diprediksi oleh SST dengan yang diprediksi oleh model
klasifikasinya. Lebih jauh, beberapa dari asumsi Estes tentang belajar, yang dibuat dalam
pendekatan kognitifnya, adalah mirip dengan yang dibuatnya dalam pengembangan SST, (R
Hergenhah dan Matthew H. Olson (2008: 264-265). Sebagai contoh, Pada suatu ketika kita
berada disuatu tempat lalu kita melihat ada orang memiliki kaki yang berotot, bagian lengannya
kencang, bagian perutnya sispek, kemudian kita menyimpulkan bahwa orang tersebut adalah
olahragawan.
F. Model Array Mengasumsikan Hubungan Stimulus Multiplikatif
Menurut model Array, kita menilai kesamaan stimuli dalam konteks baru yang berhubungan
dengan stimuli dalam situasi training dengan membandingkan atribut-atribut dari elemen itu.
Dalam kasus perbandingan, satu faktor yang disebut s, yakni koefisien persamaan,
mendeskripsikan tingkat kesamaaan antara pasangan atribut stimulus, Estes menulis, “Kita
membandingkan dua situasi ... ciri dengan ciri, mengaplikasikan koefisien persamaan dari
kesatuan (unity) jika ciri-ciri itu cocok, dan satu koefisien dengan nilai s yang lebih kecil, jika
ciri-ciri itu berbeda. Ukuran kesamaan itu adalah produk dari koefisien-koefisien ini. Karenanya,
probabilitas transfer respons dari satu situasi training ke situasi tes adalah fungsi dari produk
koefisien persamaan. Apabila semua perbandingan elemen stimulus menghasilkan dari
kecocokan sempurna, koefisien persamaannya sama dengan 1,00 dan ukuran kesamaannya
adalah (1 x 1 x 1 x 1 ... ) atau 1. Probabilitas transfer responnya adalah 1 atau pasti, probabilitas
respons kurang pasti jika ada ketidakcocokan antara stimuli yang dibandingkan. Dalam contoh
diatas, koefisien persamaan untuk membandingkan ukuran dan warna adalah 1,00 karena kedua
stimuli itu sama-sama besar dan merah. Koefisien persamaan untuk perbandingan bentuk adalah
s, kurang dari 1,00 sebab bentuknya tidak benar-benar sama. Jadi ukuran kesamaan antara 1A
dan 2A kurang dari 1,00, kita tidak akan memperkirakan adanya transfer respons sempurna
antara dua stimuli itu.
Model Array dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan memprediksi bagaimana orang
menilai stimuli untuk dikategorikan dalam kategori spesifik, bukan bagaimana respons yang
dikondisikan digeneralisasikan atau ditransfer ke situasi baru, dan kita dapat menggunakan
stimuli dari problem generalisasi kita untuk mendemonstrasikan dasar-dasar model Array, (R
Hergenhah dan Matthew H. Olson, 2008: 267). Contohnya adalah pada saat kita menonton
pertandingan sepakbola, pada saat itu kita menilai bahwa atlit mempunyai keahlian menendang
bola menggunakan kaki sebelah kanan, karena kita melihatnya dari keakurasian si atlit
menendang, sepatunya yang sebelah kiri masih bagus, pada intinya kita melihat hanya pada hal
yang tampak di lihat oleh mata saja.
G. Pandangan Estes tentang Perang Penguatan
R Hergenhah dan Matthew H. Olson (2008: 270), mengemukakan pendapat Estes terbaru
mengenai penguatan juga bersifat kognitif. Estes bukan teoretisi penguatan sampai saat ini.
Pandangan awalnya menolak hukum efek, yang menyatakan bahwa penguatan akan memperkuat
ikatan atau koneksi antara satu stimulus dengan satu respons. Mengikuti Guthrie, Estes percaya
bahwa penguatan akan mencegah terjadinya hilangnya asosiasi dengan cara mempertahankan
asosiasi antara stimuli tertentu dengan respons tertentu. Pendapat Estes yang lebih baru tentang
penguatan lebih menekankan pada informasi yang diberikan kepada organisme. Misalnya atlit
sepakbola mempunyai keahlian menendang bola menggunakan kaki sebelah kanan, kita
memperoleh informasi bahwa atlit tersebut mempunyai keahlian menendang bola menggunakan
kaki sebelah kanan dari orang lain.
H. Belajar untuk Belajar
Kontroversi mengenai pendapat belajar inkremental versus all-or-none (terkadang
disebut continuity-noncontinuity controversy) masih ada dan kemungkinan akan terus
berlangsung sampai beberapa waktu ke depan. Seperti halnya dengan pandangan paling ekstrem
lainnnya, kebenaran mungkin akan ditemukan di antara kedua pendapat itu. Contoh yang
tampaknya memuaskan bagi kedua pendapat yang berseteru adalah pendapat awal Estes bahwa,
dengan lingkungan belajar yang kompleks, proses belajar berlangsung dengan cara sekaligus
atau tidak sama sekali (all-or-none), hanya saja ia berjalan sedikit demi sedikit pada satu waktu.
Sesungguhnya, secara logika, teori belajar inkremental juga dapat direduksi menjadi teori all-or-
none. Contoh dalam dunia olahraga adalah pada saat pelatih melatih atlitnya menendang bola
menggunakan kaki sebelah kanan, pelatih melatihnya dengan cara bertahap, sedikit demi sedikit
yaitu dengan mengajarkan perkenaan yang tepat, arah tendangannya hingga akhirnya atlit bisa
melakukan tendangan menggunakan kaki sebelah kanan.
I. Evalusi Teori Estes
Sistem Estes bisa dikatakan merupakan sebuah model pembelajaran karena setidaknya pada
awalnya, sistem tersebut tidak diusahakan untuk menjadi teori yang komplet dan menyeluruh.
Dalam segi ini teori Estes lebih sederhana dibandingkan sistem Guthrie, Skinner dan
Hull serta mencerminkan kesadaran yang sama akan kondisi-kondisi batas seperti yang
diungkapkan oleh Spence. Modelnya lebih merupakan sebuah stetment yang sangat simpel
mengenai asumsi-asumsi yang digunakan untuk memprediksikan beberapa aspek pembelajaran
dengan cara yang diharapkan cukup akurat.
Model ini mengandung pengertian yang sama seperti model tiga dimensi sebuah atom,
berupa bola-bola kayu untuk melambangkan elektron, proton, dan neutron. Tentu saja tidak ada
orang yang bisa mengklaim bahwa model di ruang kelas tersebut merupakan gambaran komplet
dan akurat dari sebuah atom yang sebenarnya. Dapat dengan baik bahwa elektron berbeda dari
bola-bola kayu dan bahwa orbit mereka tidak benar-benar mirip dengan kawat besi. Sekalipun
begitu, ada segi-segi tertentu dimana model tersebut dan atom yang sesungguhnya memiliki
kemiripan tertentu. Dengan adanya kemiripan ini, model tersebut memungkinkan kita untuk
memprediksi hal-hal tertentu mengenai bagaimana perilaku atom itu. Sejauh bahwa sebuah
model memungkinkan kita untuk memprediksi sebagian aspek realitas, model itu pun berguna.
Kita tidak perlu memperdebatkan apakah model itu tepat atau tidak, karena model itu tidak lebih
dari sekedar representasi parsial. Hal ini amat mirip dengan logika konstruksi teori yang
digunakan Hull, namun Estes menjalankannya lebih jauh lagi. Estes bertolak dari sebuah model
sederhana dan kemudian mengembangkannya secara bertahap sambil menguji kegunaannya,
(http://http://fairisawaliyah.co.id/2011/06/model-stimulus.html, didownload pada tanggal 10
september 2015).
Model Estes merupakan sebuah upaya untuk menjadikan ide-ide tertentu Guthrie agar lebih
akurat, mengubah sebagian teori Guthrie yang bersifat umum dan berorientasi praktis menjadi
sebuah model yang sesuai untuk studi laboratorium. Perlu diingat bahwa Gutrie memandang
belajar sebuah keahlian sebagai pengkondisian atas banyak hubungan stimulus-respon. Estes
menyederhanakan pendapat ini dengan mengelompokkan semua respon yang ada ke dalam dua
kategori, yaitu respon yang menghasilkan hasil tertentu dan respon yang tidak. Sebagai contoh,
Estes hanya akan mencatat apakah seorang pemain bola basket berhasil memasukkan bola ke
keranjang atau tidak, tanpa memandang jumlah kotraksi otot yang tidak terhitung banyaknya
yang menghasilkan salah satu dari dua hal di atas. Dengan cara ini, fokus Guthrie mengenai apa
yang dilakukan oleh subjek diubah menjadi fokus mengenai apa yang diselesaikan oleh subjek,
mengenai hasil-hasil perilaku yang berhasil dan tidak berhasil. Keberhasilan di sini didefinisikan
menurut pengamat, tidak harus menurut tujuan subjek karena kedua kelompok respon atau
tepatnya hasil respon. Hal ini membentuk dua kemungkinan tindakan yang disebut
oleh Estes A1 dan A2, (http://http://fairisawaliyah.co.id/2011/06/model-stimulus.html, didownload
pada tanggal 10 september 2015).
Sejauh ini Estes membagi semua kemungkinan respon dalam situasi tertentu menjadi dua
kelompok dan Estes membagi semua kemungkinan aspek situasi stimulus menjadi banyak
elemen yang tidak tertentukan. Sekarang lebih jauh lagi Estes berasumsi bahwa masing-masing
elemen dikondisikan dengan salah satu dari dua kelompok respon itu. Dengan kata lain, masing-
masing elemen stimulus cenderung untuk menghasilkan entah itu A1 atau A2. Sebuah elemen
tidak bisa dikondisikan dengan A1 dan A2 sekaligus, juga tidak mungkin dikondisikan dengan
tidak satupun dari keduanya. Karena pada momen tertentu seluruh elemen bisa dikelompokkan
sebagai terkondisikan dengan A1 atau terkondisikan dengan A2.
Dalam hubungan seperti ini, istilah dikondisikan (conditioned) tidak selalu berarti ada
pembelajaran sebelumnya. Mungkin akan lebih tepat bila dikatakan bahwa setiap elemen
melekat pada salah satu kelompok respon, sehingga elemen-elemen stimulus yang sebelumnya
melekat pada A1 menjadi melekat pada A2 atau sebaliknya, bagi Estes perubahan semacam
inilah yang dinamakan sebagai pembelajaran. Perubahan-perubahan ini merupakan proses
pengkondisian dan karenanya Estes menyatakan bahwa suatu elemen dikondisikan dengan suatu
respon ketika elemen itu cenderung menghasilkan respon tersebut,
(http://http://sampastory.co.id/2011/04/tugas-resume-belajar-william-kaye-astes.html,
didownload pada tanggal 10 september 2015).
Dari berbagai macam penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa belajar menurut Estes
bukan hanya hubungan stimulus dan respon, tetapi juga terdapat
hubungan response dan outcome, yaitu belajar dan mengingat yang akan menimbulkan
konsekuensi tertentu sehingga subjek melakukan tindakan.

Anda mungkin juga menyukai