Anda di halaman 1dari 45

ETIKA KEPEMIMPINAN

CAMAT PADA KANTOR KECAMATAN LILIRIAJA


KABUPATEN SOPPENG

PROPOSAL

A. ABDIAWAN PRAWIRA NEGARA


452 22 201

HALAMAN SA

MPUL

PROGRAM STUDI D4 ADMINISTRASI BISNIS


JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
MAKASSAR
2023
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal ini dengan judul “Etika Kepemimpinan Camat Pada Kantor Kecamatan

Liliriaja Kabupaten Soppeng” oleh A. Abdiawan Prawira Negara NIM 452 22 201

dinyatakan layak untuk di seminarkan.

Makassar, April 2023

Menyetujui,
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Dr. Harbani Pasolong,M.Si. Dr. Hj. Asima, M.Si


NIP. 19651231 199403 1 014 NIP. 19640204 199303 2 001

Mengetahui,
Koordinator Program Studi D-4
Administrasi Bisnis

Dr. Syamsuddin, M.M., M.T.


NIP. 19631231 199103 1 028

ii
HALAMAN PENERIMAAN

Pada hari ini, tanggal 2023, tim penguji ujian sidang proposal telah

menerima hasil sidang proposal mahasiswa: A. Abdiawan Prawira Negara NIM

452 22 201 dengan judul “Etika Kepemimpinan Kepala Kantor Kecamatan

Liliriaja Kabupaten Soppeng”.

Makassar, April 2023

Tim Penguji Seminar Proposal:

1. : Ketua (......................)

2. : Sekretaris (......................)

3. : Anggota I (......................)

4. : Anggota II (......................)

5. . : Anggota III (......................)

6. Dr. Harbani, M.Si. : Pembimbing 1 (......................)

7. Dra. Hj. Asima, M.Si : Pembimbing 2 (……………..)

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN S

AMPUL....................................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii
HALAMAN PENERIMAAN...............................................................................iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................4
1.3 Ruang Lingkup Penelitian.....................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian....................................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian..................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6
2.1 Beberapa Definisi....................................................................................6
2.1.1 Etika.........................................................................................................6
2.1.2 Etiket..........................................................................................................7
2.1.3 Perbedaan Etika dan Etiket........................................................................7
2.1.4 Pemimpin...................................................................................................9
2.1.5 Pimpinan..................................................................................................11
2.1.6 Perbedaan Pemimpin dan Pimpinan.........................................................11
2.1.7 Kepemimpinan.........................................................................................12
2.1.8 Etika Kepemimpinan................................................................................13
2.2 Ragam Etika..........................................................................................14
2.3. Fungsi Kepemimpinan.........................................................................16
2.4. Etika Dalam Kepemimpinan................................................................18
2.5. Fungsi Etika Kepemimpinan...............................................................23
2.6. Syarat-Syarat Kepemimpinan.............................................................25
2.7. Kerangka Konseptual...........................................................................26
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................28
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................28
3.1.1. Tempat Penelitian......................................................................28
3.1.2. Waktu Penelitian........................................................................28
3.2. Populasi dan Sampel.............................................................................28
3.2.1. Populasi......................................................................................28
3.2.2. Sampel.......................................................................................29
3.3. Teknik Pengumpulan Data..................................................................29
3.5. Teknik Analisis Data............................................................................31
3.6. Definisi Operasional.............................................................................32
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar Populasi.......................................................................................31

Tabel 3.2 Kategori Skor untuk setiap pertanyaan .................................................34

Tabel 3.3 Kategori Skala Likert.............................................................................34


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kerangka Konseptual ......................................................................27


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Suatu organisasi terbentuk karena adanya kerjasama antar dua orang

atau lebih yang didasari oleh tujuan bersama yang telah disusun dalam bentuk

visi dan misi untuk kemudian menjadi tolak ukur pencapaian organisasi

tersebut. Telah dijelaskan oleh Engkoswah dalam Sukarman (2021: 3)

mengenai organisasi yaitu:“Organisasi adalah struktur tata pembagian kerja

dan struktur tata tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang

posisi yang bekerja sama secara tertentu untuk bersama-sama mancapai suatu

tujuan tertentu”.

Organisasi formal maupun nonformal tentunya perlu memiliki seorang

pengambil keputusan dalam rangka pencapaian tujuannya. Seorang

pengambil keputusan atau penentu kebijakan yang dimaksud ialah seorang

pemimpin yang mampu melakukan pengaturan dan pengambilan keputusan

dengan cepat dan tepat dalam menjalankan roda organisasi tersebut secara

efektif dan efisien. Davis dalam Pasolong (2021: 23) menyatakan bahwa

“Tanpa kepemimpinan, suatu organisasi adalah kumpulan orang-orang dan

mesin-mesin yang tidak teratur, kacau balau”.

Begitu pentingnya peran seorang pemimpin dalam organisasi

sehingga dapat dikatakan bahwa tolak ukur keberhasilan dalam pencapaian

setiap visi dan misi organisasi menuju keberhasilan ditentukan oleh

pemimpinnya, kesuksesan sebuah organisasi dapat dilihat dari setiap tindakan


1
yang diambil oleh pemimpinnya. Sebaliknya, sukses tidaknya seorang

pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya ditentukan oleh tingkat

keterampilan teknis yang dimilikinya, dan keahliannya dalam menggerakkan

orang lain untuk bekerja dengan baik.

Menurut Pasolong (2020: 177) bahwa krisis terbesar di dunia saat ini

ialah krisis “keteladanan”. Banyak pemimpin yang tidak menerapkan etika

yang baik dalam menjalankan amanah jabatan yang diberikan sehingga

belum sepenuhnya dapat menjadi teladan bagi bawahannya. Penerapan etika

yang baik akan mengantarkan pemimpin menjadi sosok yang berwibawa dan

mampu menjadi teladan bagi orang yang dipimpinnya.

Kantor Kecamatan Liliriaja merupakan bagian wilayah dari daerah

kabupaten/kota yang dipimpin oleh camat/distrik sehingga dari pengertian

tersebut, kedudukan kecamatan merupakan bagian wilayah dari daerah

kabupaten/kota. Maksud adanya kecamatan adalah dalam rangka

meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik,

dan pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan. Hal tersebut sesuai dengan

ketentuan ayat (1) Pasal 221 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah yang menyatakan: "Daerah kabupaten/kota membentuk

kecamatan dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan

pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat

desa/kelurahan". Adapun visi kantor Kecamatan Lalabata yaitu, terwujudnya

pelayanan publik yang prima dalam menunjang pelayanan terpadu

masyarakat pada kecamatan lalabata, dan tujuan kecamatan tersebut yaitu, 1)

2
Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan pelayanan publik, 2)

Meningkatkan kualitas dan kwantitas partisipasi masyarakat dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan Daerah, 3)

Meningkatkan kualitas dokumen Kependudukan, 4) Meningkatkan kesadaran

masyarakat terhadap hukum dan HAM. Camat Kecamatan Liliriaja adalah

pemimpin kecamatan sebagai perangkat daerah kabupaten atau kota yang

mengurusi otonomi daerah, sebagai pemimpin camat tentunya akan menjadi

sumber contoh dalam kegiatan sehari-hari di kantor sehingga seorang

pemimpin harus menunjukkan sikap yang dapat dicontoh dalam

kesehariannya. Akan tetapi, Camat Kecamatan Liliaraja Kabupaten Soppeng

diduga belum menunjukkan sebuah pribadi yang sepenuhnya dapat dijadikan

teladan.

Berdasarkan obervasi secara lansung di lapangan menunjukkan

bahwa Camat Kecamatan Liliaraja Kabupaten Soppeng belum sepenuhnya

dapat dijadikan teladan. Pimpinan masih belum mampu menaati kebijakan

yang telah dibuatnya sendiri, seperti Camat terkadang tidak datang tepat

waktu sesuai dengan aturan kantor diluar dari kegiatan perjalanan dinas.

Selain itu terkadang lalai dalam menyelesaikan tugas-tugas rutin dengan cepat

dan tepat sehingga seringkali tertunda penyelesaiannya.

Hal tersebut membuat pegawai merasa bahwa Camat ini belum

sepenuhnya dapat dijadikan sebagai teladan atau contoh terutama dalam

penerapan etika yang ada sehingga terkadang para pegawai juga tidak

menjalankan aturan sebagaimana mestinya karena merasa bahwa kepala

3
camat mereka sendiri pun belum mampu menerapkannya. Oleh karena itu,

perlu adanya penerapan etika kepemimpinan yang baik agar pegawai dapat

menjadikan kepala camat sebagai teladan dalam menjalankan aktivitas di

kantor dan dapat dipercaya untuk memimpin kantor tersebut dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas, dipilihlah “Etika kepemimpinan Camat

pada Kantor Kecamatan Lilriaja Kabupaten Soppeng” sebagai judul skripsi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka

ditetapkan pokok masalah yang akan dibahas di bawah ini.

1. Bagaimanakah Etika Kepemimpinan Camat pada Kantor Kecamatan

Liliriaja Kabupaten Soppeng?

2. Kendala-kendala apa yang dihadapi Camat pada Kantor Kecamatan

Liliriaja Kabupaten Soppeng dalam menerapkan Etika Kepemimpinan?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah Etika Kepemimpinan Camat

pada Kantor Kecamatan Liliaraja Kabupaten Soppeng.

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka ditetapkan tujuan

penelitian yang akan dibahas di bawah ini.

1. Untuk mengetahui Etika Kepemimpinan Camat pada Kantor Kecamatan

Liliaraja Kabupaten Soppeng.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa yang dihadapi Camat pada Kantor

Kecamatan Liliaraja Kabupaten Soppeng.


4
1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu syarat penyelesaian pendidikan Sarjana Sains Terapan

pada Program Studi D4 Administrasi Bisnis Jurusan Administrasi Niaga

Politeknik Negeri Ujung Pandang;

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Camat pada Kantor Kecamatan Liliaraja

Kabupaten Soppeng dalam menerapkan Etika Kepemimpinan;

3. Sebagai bahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya dengan

pembahasan yang sama.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beberapa Definisi

2.1.1 Etika

Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal

kata “etika” yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha.

Hasibuan (2017: 7) mengatakan bahwa “Ethos mempunyai banyak arti

yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,

kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir.

Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa “Etika adalah

ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan

kewajiban moral (akhlak)”. Selanjutnya, Prakoso dalam Pasolong

(2020: 3) mengatakan bahwa “Etika adalah merupakan nilai-nilai dan

norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang/suatu

kelompok masyarakat dalam mengatur perilakunya”. Kemudian

Pasolong (2020:3) berpendapat bahwa “Etika adalah ilmu yang

mempelajari tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik dilakukan

oleh manusia”.

Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan diatas dapat

disimpulkan bahwa etika merupakan ilmu atau standar perilaku yang

menentukan baik dan apa yang tidak baik dilakukan oleh manusia.

6
2.1.2 Etiket

Secara umum Etiket diartikan sebagai aturan sopan santun

dalam pergaulan hidup manusia dan dalam bidang kehidupan manusia

dimana manusia itu melakukan interaksi dengan manusia lainnya.

Menurut Semiawan dalam Pasolong (2020: 10) mengatakan bahwa

“Etiket yang biasa juga disebut Tata Krama adalah kebiasaan sopan

santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia

setempat”. Hutabarat dalam Pasolong (2020: 10) berpendapat bahwa

“Etiket adalah peraturan atau ketentuan yang menetapkan tingkah laku

yang baik dalam pergaulan atau dalam berhubungan dengan orang

lain”. Selanjutnya, Etiquette menurut kamus Webster berarti “Cara

tingkah laku yang diharuskan oleh pendidik, kebiasaan-kebiasaan sosial

atau diharuskan oleh mereka yang berwenang.”

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa etiket

merupakan sebuah peraturan yang menjadi pedoman manusia dalam

berperilaku dalam kehidupan sehari-hari terhadap orang lain.

2.1.3 Perbedaan Etika dan Etiket

Etika dan Etiket memiliki perbedaan namun terkadang sulit

untuk dibedakan secara spesifik sedangkan dari segi definisi sudah jelas

bahwa Etika merupakan standar perilaku mengenai apa yang baik dan

apa yang tidak baik dilakukan oleh manusia sedangkan Etiket lebih

merujuk kepada aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman dalam

7
berperilaku sehari-hari. Pasolong (2020: 11) memberikan perbedaan

etika dan etiket seperti di bawah ini.

1. Etika

1) Bersifat jauh lebih absolut dan mutlak.

Hal ini berarti Etika merupakan standar perilaku yang berlaku

dimanapun dan tidak ada perbedaan yang signifikan mengenai

etika yang disepakati baik atau buruk di setiap daerah yang

berbeda.

2) Memandang manusia dari segi dalam.

Etika memandang manusia dari segi karakter bawaan orang

tersebut dalam berperilaku yang berarti bahwa etika tercermin

dari pribadi seseorang atau kebiasaan yang sering dilakukan

sebelumnya dan merupakan karakter asli atau kedalaman batin

dari orang tersebut.

3) Selalu berlaku, walaupun tidak ada saksi mata.

Artinya bahwa Etika akan berlaku kapanpun dan dimanapun

walaupun tidak ada manusia lain yang menilai apa yang

dilakukan tersebut baik atau tidak baik.

4) Memberi norma tentang perbuatan itu sendiri.

Artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan menyatakan

apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

2. Etiket

1) Bersifat relatif.

8
Etiket tidak memiliki standar yang sama disemua tempat, artinya

sesuatu yang dianggap benar pada daerah ini belum tentu pada

daerah lain akan dianggap baik atau benar dan tergantung dari

kebiasaan dari orang yang ada di daerah tersebut.

2) Cuma berlaku dalam pergaulan. Etiket tidak berlaku saat tidak

ada orang lain atau saksi mata yang melihat.

Etiket hanya dinilai ketika ada orang lain yang melihat perbuatan

atau tindakan kita sehingga etiket hanya digunakan sebagai suatu

jalan agar terlihat baik didepan orang lain.

3) Etiket menyangkut cara suatu perbuatan yang harus dilakukan

oleh manusia.

Seperti definisinya etiket memberikan aturan mengenai suatu

perbuatan yang harus dilakukan manusia saat ingin dilihat baik

dan buruk dihadapan orang lain dalam berperilaku.

4) Cuma memandang manusia dari segi lahirnya saja.

Etiket hanya memandang perilaku seseorang yang dilakukan

ketika di hadapannya, namun bagaimana karakter asli dari orang

tersebut dianggap tidak penting sehingga walaupun orang tersebut

memiliki karakter yang buruk namun ketika dia melakukan

kebaikan di depan orang lain dia akan dinilai menjadi orang yang

baik.

9
2.1.4 Pemimpin

Kata pemimpin berasal dari dasar kata “pimpin” yang artinya

bimbing atau tuntun. Dari kata “pimpin” melahirkan kata kerja

“memimpin” yang artinya membimbing atau menuntun. Pasolong

(2021: 3) mengatakan bahwa “konsep pemimpin berasal dari kata asing

leader”. Sudriamunawar dalam Pasolong (2021: 3) mengatakan bahwa

“Pemimpin adalah seorang yang memiliki kecakapan tertentu yang

dapat mempengaruhi para pengikutnya untuk melakukan kerjasama

kearah pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”.

Selanjutnya Bennis dalam Pasolong (2021: 3) mengatakan

bahwa “Pemimpin adalah orang yang paling berorientasi hasil di dunia,

dan kepastian dengan hasil ini hanya positif kalau seseorang

mengetahui apa yang diinginkannya”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Kartono (2021: 3) bahwa

“Seorang pribadi yang memiliki superioritas tertentu, sehingga dia

memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakkan orang lain

melakukan usaha bersama guna mencapai sasaran tertentu”. Sedangkan

Raven dalam Wirjana (2021: 3) mengatakan bahwa “Pemimpin adalah

seseorang yang menduduki suatu posisi di kelompok, mempengaruhi

orang-orang dalam kelompok itu sesuai dengan ekspektasi peran dan

posisi tersebut, dan mengkoordinasi serta mengarahkan kelompok

untuk mempertahankan diri serta mencapai tujuannya”.

10
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan pemimpin adalah seseorang yang

memiliki kemampuan dan kelebihan khusus dalam mengarahkan orang

lain untuk mencapai suatu tujuan dengan berbagai usaha-usaha yang

telah ditentukan sebelumnya yang memiliki karisma tersendiri sehingga

mampu menjadi teladan bagi orang lain.

2.1.5 Pimpinan

Setiap organisasi tentunya membutuhkan seorang pimpinan

untuk dapat menjadi penentu kebijakan atau pengambil keputusan.

Pasolong (2021: 5) mengatakan “Pimpinan adalah orang yang

menduduki jabatan dalam suatu organisasi atau birokrasi”. Rukmana

dalam pasolong (2021: 4) mengemukakan “Pimpinan mencerminkan

kedudukan seseorang atau kelompok orang pada hirarki tertentu dalam

suatu organisasi formal maupun nonformal”.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

pimpinan adalah suatu jabatan atau posisi dalam sebuah organisasi yang

diduduki oleh seseorang yang telah dipilih.

2.1.6 Perbedaan Pemimpin dan Pimpinan

Pemimpin dan Pimpinan merupakan dua istilah yang hampir

sama namun mempunyai arti yang berbeda. Pasolong (2021: 4) yang

mengatakan bahwa “Pemimpin (leader) adalah orang yang melakukan

atau menjalankan kepemimpinan (leadership). Sedangkan pimpinan

11
adalah mencerminkan kedudukan seseorang atau sekelompok orang pada

hierarki tertentu dalam birokrasi formal maupun informal”.

Lain halnya dengan Rukmana dalam Pasolong (2021: 4)

mengatakan “Pejabat sudah pasti pimpinan, tapi belum tentu dapat

berperan sebagai pemimpin”.

2.1.7 Kepemimpinan

Pasolong (2021: 7) mendefinisikan “Kepemimpinan adalah

gaya yang digunakan pemimpin dalam mempengaruhi pengikut atau

bawahannya dalam melakukan kerja sama mencapai tujuan yang telah

ditentukan”. Gibson dalam Pasolong (2021: 5) mengatakan bahwa

kepemimpinan adalah ”Suatu usaha menggunakan suatu gaya

mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam

mencapai tujuan”. Adapun menurut Sarros dan Butchatsky dalam

Purnomo (2016: 160-161) “Leadership is defined as the purposeful

behaviour or influencing others to contribute to a commonly agreed

goal for the benefit of individual as well as the organization or common

good”.

Lain halnya Keating dalam Pasolong (2021: 5) berpendapat

bahwa kepemimpinan adalah “Merupakan suatu proses atau

sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan Bersama”. Selanjutnya

Mifta Thoha dalam Badu (2017: 32) mengatakan bahwa

“Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang

12
lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik perseorangan

maupun kelompok”.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi orang lain untuk

melakukan sesuatu demi mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan

dalam sebuah organisasi.

2.1.8 Etika Kepemimpinan

Menurut Van den Akker dalam Wirawan (2018: 102)

“Kepemimpinan Etis adalah kepemimpinan yang mendemonstrasikan

perilaku yang tepat secara normatif melalui tindakan-tindakan personal

dan hubungan interpersonal, dan promosi perbuatan seperti itu kepada

para pengikut melalui komunikasi dua arah, penguatan dan pembuatan

keputusan”. Menurut Pasolong (2020: 179) “Pada dasarnya etika adalah

ilmu dan standar mengenai sesuatu yang benar dan sesuatu yang salah,

sesuatu yang boleh dilakukan, dan sesuatu yang tidak boleh dilakukan.

Perilaku yang benar merupakan perilaku yang etis sedangkan perilaku

yang salah merupakan perilaku yang tidak etis, namun tidak ada standar

baku mengenai perilaku dikatakan baik dan buruk dikarenakan budaya

dan perilaku setiap daerah maupun Negara berbeda, sehingga hal

tersebut bergantung pada kebiasaan dan adat yang berlaku”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Yukl dalam Pasolong (2020:

180) yang mendefinisikan “Kepemimpinan Etis sebagai proses

memengaruhi pegawai melalui nilai-nilai, prinsip-prinsip dan


13
keyakinan yang secara luas berbatasan dengan norma-norma yang

diterima dalam perilaku organisasi”. Binawa dalam Pasolong (2020:

180) mengatakan bahwa “Kepemimpinan Etis adalah suatu istilah untuk

menekankan seseorang menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang

etis serta menjadikannya landasan bagi pengambilan suatu keputusan

atau tindakan”. Definisi ini menjabarkan bagian penting dari

kepemimpinan etis.

Ethical Leadership telah didefinisikan dengan berbagai cara.

Ketika diminta untuk menggambarkan pemimpin etis dalam satu studi,

eksekutif mengidentifikasi beberapa perilaku, nilai-nilai, dan motif

(misalnya jujur, dapat dipercaya, altruistik, adil). Yukl dalam Pasolong

(2020: 180) berpendapat bahwa “Kunci karakteristik utama adalah

upaya pemimpin untuk mempengaruhi perilaku etis kepada orang lain”.

Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

Kepemimpinan Etis merupakan prinsip-prinsip, keyakinan dan nilai-

nilai dari yang benar untuk dijadikan sebagai dasar dalam berperilaku

dan memimpin untuk mampu mempengaruhi pegawai dalam

pencapaian tujuan organisasi.

2.2 Ragam Etika

Menurut Pasolong (2020: 4) Etika terbagi menjadi dua macam yaitu

etika deskriptif dan etika normatif, dijelaskan seperti dibawah ini.

1. Etika Deskriptif

14
Yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan

perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini

sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai

dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau

diambil.

2. Etika Normatif

Yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku

ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai

sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus

memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan

diputuskan.

Etika secara umum dapat dibagi menjadi :

1. Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana

manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan

etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi

pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai

baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogikan dengan

ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-

teori.

2. Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam

bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana

kita mengambil keputusan dan bertindak dalam bidan kehidupan dan

kegiatan khusus yang kita lakukan, yang didasari oleh cara, teori, dan

15
prinsip-prinsip moral dasar. Namun penerapan itu juga dapat berwujud :

Bagaimana saya menilai perilaku kita dan orang lain dalam bidang

kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang

memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia

mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral

dasar yang ada di baliknya.

Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Etika Individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia

terhadap dirinya sendiri.

2. Etika Sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola

perilaku manusia sebagai anggota umat manusia. Etika sosial terbagi

atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Pembahasan bidang

yang paling aktual saat ini adalah sebagai berikut : 1. Sikap terhadap

sesama, 2. Etika keluarga 3. Etika profesi, 4. Etika politik, 5. Etika

lingkungan, 6. Etika idiologi.

2.3. Fungsi Kepemimpinan

Siagian dalam Pasolong (2021: 31) mengungkapkan bahwa ada lima

fungsi kepemimpinan yaitu “Pimpinan sebagai mediator, pimpinan sebagai

integrator, pimpinan sebagai wakil dan juru bicara birokrasi, pimpinan

sebagai komunikator dan pimpinan sebagai penentu arah,”. Berikut

penjelasannya.

16
1. Pemimpin sebagai mediator, yaitu dalam kehidupan birokrasi, selalu saja

ada situasi konflik yang harus diatasi, baik dalam hubungan keluar

maupun dalam hubungan kedalam birokrasi.

2. Peranan selaku integrator, yaitu merupakan kenyataan dalam kehidupan

birokrasi bahwa timbulnya kecenderungan berpikir dan bertindak

berkotak-kotak di kalangan para anggota birokrasi dapat diakibatkan oleh

sikap yang positif, tetapi mungkin pula karena sikap yang negatif.

3. Pimpinan sebagai wakil dan juru bicara birokrasi, yaitu dalam rangka

mencapai tujuan, tidak ada birokrasi yang bergerak dalam suasana

terisolasi. Artinya, tidak ada yang akan mampu mencapai tujuannya tanpa

memelihara hubungan yang baik dengan berbagai pihak di luar birokrasi

itu sendiri, yaitu pihak stakeholder.

4. Pimpinan sebagai komunikator, yaitu pemeliharaan baik ke luar maupun

ke dalam dilaksanakan melalui proses komunikasi, baik secara lisan

maupun secara tulisan. Berbagai kategori keputusan yang telah diambil

disampakan kepada para pelaksana melalui jalur komunikasi yang terdapat

dalam birokrasi. Bahkan sesungguhnya interaksi yang terjadi di antara

atasan sesama petugas baik berkat terjadinya komunikasi yang efektif.

5. Pimpinan sebagai penentu arah, yaitu setiap birokrasi, baik di bidang

kenegaraaan, keniagaan, politik, sosial dan birokrasi kemasyarakatan

lainnya, diciptakan atau dibentuk sebagai wahana untuk mencapai tujuan

tertentu, baik yang sifatnya jangka panjang, jangka pendek yang tidak

17
mungkin tercapai apabila tidak diusahakan dicapai oleh anggotanya yang

bertindak sendiri-sendiri, tanpa ditentukan arah oleh pemimpin.

Rivai dalam Pasolong (2021: 30) memberikan beberapa contoh tentang fungsi

kepemimpinan, yaitu:

1. Menciptakan visi dan rasa komunitas;

2. Membantu mengembangkan komitmen dari pada sekedar memenuhinya;

3. Menginspirasi kepercayaan, mengintegrasikan pandangan yang berlainan;

4. Mendukung pembicaraan yang cakap melalui dialog;

5. Membantu menggunakan pengaruh mereka;

6. Memfasilitasi;

7. Memberi semangat pada yang lain;

8. Menopang tim;

9. Bertindak sebagai model.

2.4. Etika Dalam Kepemimpinan

Etika dalam kepemimpinan menurut Pasolong (2020: 183) adalah

“Sejumlah sifat-sifat utama yang harus dimiliki seorang pemimpin agar

kepemimpinannya efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan”. Etika adalah perilaku berstandar normatif berupa nilai-nilai

moral, norma-norma dan hal-hal yang baik. Etika menjadi faktor penentu

keberhasilan suatu kepemimpinan.

Dalam organisasi, kepemimpinan yang dinilai baik apabila fungsi-

fungsi kepemimpinan dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip beretika sesuai

dengan nilai-nilai yang dianut organisasi. Kepemimpinan beretika akan


18
menciptakan suasana kerja dalam organisasi lebih nyaman, produktivitas

lebih tinggi, dan menyelesaikan konflik yang ada di dalam organisasi. Dalam

konteks organisasi publik atau pemerintahan, kepemimpinan yang beretika

bersinggungan dengan hal makro yakni ideologi, hirarki kekuasaan,

pengendalian dan budaya politik dan perihal mikro yakni penguasaan,

hubungan personal, dan pengambilan keputusan.

Hal tersebut mempengaruhi konstelasi seorang pemimpin dalam

menjalankan tugas dalam rambu-rambu moral untuk kepentingan layanan

publik. Ada lima prinsip kepemimpinan beretika, yakni adil (fairness),

terbuka (transparency), tanggung jawab (responsibility), efisiensi (efficiency)

dan tidak ada kepentingan individu (no conflict of interest).

Perkembangan etika kepemimpinan di Indonesia terus mengalami

dinamika. Masyarakat juga sedang mencari model kepemimpinan yang

dianggap baik, peduli, maju atau produktif. Pilihan itu dapat ditemukan di

instansi pemerintah, swasta atau masyarakat. Sosok pemimpin tertentu

diidolakan dan dianggap beretika, yang berbeda dengan pemimpin lain yang

tidak beretika. Menurut Pasolong (2020: 183-188) Berikut ini merupakan

nilai Kepemimpinan Etis yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin.

1. Kejujuran

Yaitu sifat yang berhubungan dengan keyakinan bahwa pemimpin dapat

dipercaya bisa dipegang kata-katanya atau janji-janjinya, dan pemimpin

tidak suka memainkan peranan palsu. Kejujuran akan membangun

integritas dari seorang pemimpin. Integritas berarti apa saja yang dikatakan

19
oleh seorang pemimpin selalu dilaksanakannya. Pemimpin yang memiliki

integritas akan menampakkan sikap konsisten dalam kata dan tindakan.

2. Keteladanan

Keteladanan seorang pemimpin adalah sikap dan tingkah laku yang dapat

menjadi contoh bagi orang-orang yang dipimpinnya. Keteladanan

berkaitan erat dengan kehormatan, integritas dan moralitas pemimpin.

Keteladanan yang dibuat-buat atau semu dan direkayasa tidak akan

langgeng. Pemimpin sejati melakukan hal-hal baik dengan wajar tanpa

pamrih, bukan sekedar untuk mendapat pujian manusia. Sifat-sifat baiknya

dirasakan orang lain sehingga dapat mempengaruhi lingkungan dan

masyarakat luas sebagai suatu teladan hidup.

3. Integritas dan moralitas

Integritas menyangkut mutu, sifat dan keadaan yang menunjukkan

kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang

memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Moralitas menyangkut akhlak,

budi pekerti, susila, ajaran tentang baik dan buruk, segala sesuatu yang

berhubungan dengan etiket, adat sopan santun.

4. Tanggung jawab

Seorang pemimpin harus memikul tanggung jawab untuk menjalankan

misi dan mandar yang dipercayakan kepadanya. Pemimpin harus

bertanggung jawab atas apa yang dilakukan dan tidak dilakukannya untuk

mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam organisasi. Ia

harus memiliki keberanian untuk mempertanggung jawabkan tindakan

20
yang telah dilakukan dan mengambil resiko atau pengorbanan untuk

kepentingan organisasi dan orang-orang yang dipimpinnya.

5. Visi pemimpin

Kepemimpinan seorang pemimpin nyaris identik dengan visi

kepemimpinannya. Visi adalah arah ke mana organisasi dan orang-orang

yang dipimpin akan dibawa oleh seorang pemimpin. Visi sama pentingnya

dengan navigasi dalam pelayaran. Semua awak kapal menjalankan

tugasnya masing-masing tetapi hanya nahkoda yang menentukan arah

kapal untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Visi adalah masa depan

yang realistis, dapat dipercaya menjembatani masa kini dan masa depan

yang lebih baik sesuai kondisi (sosial politik, ekonomi, budaya) yang

diharapkan.

6. Kebijaksanaan

Kebijaksanaan (wisdom) yaitu kearifan seorang pemimpin dalam

memutuskan sesuatu sehingga keputusannya adil dan bijaksana.

Kebijaksanaan memiliki makna lebih dari kepandaian atau kecerdasan.

Pemimpin setiap saat dihadapkan kepada situasi yang rumit dan sulit untuk

mengambil keputusan karena terdapat perbedaan kepentingan antar

kelompok masyarakat dan mereka yang akan terkena dampak

keputusannya. Seringkali pemimpin seperti menghadapi “buah

simalakama”, sulit untuk menentukan pilihan karena sama-sama beresiko.

Selain upaya manusia menekuni dan mencari kebijaksanaan, perlu upaya

21
meminta kebijaksanaan kepada Tuhan sebagai sumber untuk memutuskan

keputusan yang terbaik dan bijaksana.

7. Menjaga Kehormatan

Seorang pemimpin harus menjaga kehormatan dengan tidak melakukan

perbuatan tercela karena semua perbuatannya menjadi contoh bagi

bawahan dan orang-orang yang dipimpinnya. Ia tidak boleh mudah

terjebak dalam godaan “Tiga Ta” yaitu “harta” (memperoleh materi atau

uang secara tidak sah/ melanggar hukum), “tahta” (mendapatkan

kekuasaan dengan menghalalkan berbagai cara) dan “wanita”

(perselingkuhan, hubungan seks diluar pernikahan) yang sering

menjatuhkan kehormatan sebagai pemimpin. Budaya lokal (Jawa) juga

mengajarkan pemimpin harus menghindari 5 M yaitu maling (mencuri/

korupsi), madat (narkoba), madon (main perempuan), main (berjudi) dan

minum (mabuk alkohol).

8. Beriman

Beriman kepada Tuhan yang Maha esa sangat penting karena pemimpin

adalah manusia biasa dengan semua keterbatasannya secara fisik, pikiran

dan akal budi sehingga banyak masalah yang tidak akan mampu

dipecahkan dengan kemampuannya sendiri. Pemimpin yang beriman

menyadari bahwa semua perbuatannya diketahui dan diawasi Tuhan yang

hadir dimana-mana sehingga ia takut mengkhianati amanat sebagai

pemimpin. Apabila mengalami kesulitan dan masalah yang berat, ia harus

22
bersandar kepada Tuhan karena tidak ada satu pun kejadian tanpa

perkenan dan pengendalian-Nya.

9. Kemampuan Berkomunikasi

Suatu proses kepemimpinan pada hakikatnya mengandung beberapa

komponen yaitu : pemimpin, yang dipimpin, komunikasi dan interaksi

antara pemimpin dan yang dipimpin, serta lingkungan dari proses

komunikasi tersebut. Peter Koestenbaum dalam Pasolong (2020: 187)

seorang pakar kepemimpinan, mengatakan bahwa “Kepemimpinan yang

bermoral adalah suatu proses moralitas untuk mencapai suatu tingkat atau

keadaan dimana pada pemimpin mampu mengikat (dalam arti

berkomunikasi dan berinteraksi) dengan yang dipimpinnya berdasarkan

kebersamaan motif, nilai dan tujuan yaitu berdasarkan kebutuhan-

kebutuhan hakiki para pengikut maupun pemimpin itu sendiri.” Di sini

tampak bahwa antara pemimpin dan yang dipimpin terdapat suatu ikatan

kuat sebagai satu keutuhan dan memiliki ketergantungan satu sama lain.

Untuk mencapai hal tersebut maka seorang pemimpin harus mampu

membangun komunikasi dengan orang-orang yang dipimpinnya sehingga

kepemimpinannya dapat efektif dan efisien.

10. Komitmen Meningkatkan Kualitas SDM

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah faktor strategis dan penentu dalam

kemajuan organisasi, dan pemimpin harus memiliki komitmen kuat untuk

meningkatkan kualitas SDM. Dari semua sumber daya yang tersedia bagi

manajemen uang, bahan, peralatan dan manusia maka sumber terpenting

23
adalah manusia. SDM merupakan faktor strategis yang menentukan suatu

proses produksi atau pembangunan ekonomi, tetapi ironisnya ada

kecenderungan umum untuk lebih memperhatikan investasi aset modal

atau finansial, material dan pembangunan fisik ketimbang aset manusia

atau SDM.

2.5. Fungsi Etika Kepemimpinan

Etika kepemimpinan memiliki fungsi dalam penerapannya sehingga

mengapa etika dianggap sangatlah penting untuk diterapkan utamanya dalam

menjalan suatu kepemimpinan dalam organisasi, menurut Pasolong (2020:

182-183) menjabarkan bahwa “Etika berfungsi untuk mempengaruhi perilaku

pemimpin dan perilaku pengikut, yaitu sebagai berikut.

1. Norma etika, yaitu setiap organisasi atau sistem sosial yang mapan

mempunyai norma dan nilai-nilai dan etika disamping peraturan. Norma

dan nilai-nilai merupakan bagian daripada budaya organisasi. Misalnya

dari norma tersebut adalah kode etika dan kebiasaan yang telah diterima,

diajarkan dilaksanakan dan ditegakkan dalam waktu yang lama oleh para

pemimpin dan para anggota organisasi.

2. Pemimpin, yaitu norma dan nilai-nilai mempengaruhi perilaku semua

anggota organisasi termasuk pemimpin. Khusus bagi pemimpin ia harus

memimpin aplikasi dan penegakan pelaksanaan norma dan nilai-nilai

tersebut bagi para anggota organisasi. Ia memberi contoh penerapan norma

dan nilai-nilai dalam perilaku organisasi dan perilaku pribadi para anggota

organisasi.
24
3. Perilaku mempengaruhi pemimpin yang etis, yaitu norma dan nilai-nilai

organisasi diterapkan dalam perilaku mempengaruhi pemimpin. Jika

pemimpin menerapkan norma dan nilai-nilai etika, maka terciptalah teknik

mempengaruhi dari pemimpin yang etis. Pemimpin menggunakan teknik

mempengaruhi yang dapat diterima oleh para pengikut yang juga telah

menerapkan norma dan nilai-nilai organisasi dalam perilakunya.

4. Iklim etika, yaitu penggunaan norma dan nilai-nilai organisasi oleh dalam

teknik mempengaruhi pemimpin yang dapat diterima oleh para pengikut

yang telah menyesuaikan perilakunya dengan menggunakan norma dan

nilai-nilai organisasi menciptakan iklim etika dalam organisasi. Iklim etika

adalah persepsi pemimpin dan pengikut mengenai apa yang terjadi secara

rutin dalam lingkungan internal organisasi.

5. Kinerja pengikut, yaitu iklim etika memungkinkan para pengikut bekerja

secara maksimal, meningkatkan motivasi, etos kerja dan kepuasan kerja

para pengikut. Hambatan-hambatan psikologis pengikut dalam bekerja

dihindari. Dengan demikian akan tercipta kinerja maksimal dari para

pengikut.

6. Visi tercapai, yaitu jika kinerja pengikut maksimal maka dapat diprediksi

kinerja organisasi akan maksimal dan pemimpin akan menjadi efektif.

2.6. Syarat-Syarat Kepemimpinan

Kartono dalam Pasolong (2021: 15) mengatakan bahwa persyaratan

kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting, yaitu: (1)

Kekuasaan, yaitu otoritas dan legalitas yang memberikan kewenangan kepada

25
pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat

sesuatu, (2) kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu

mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin, dan

bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. (3) kemampuan, yaitu

segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/keterampilan teknis

maupun sosial yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.

Menurut Pasolong (2021: 16) Syarat-syarat menjadi pemimpin ada 3

(tiga) yaitu sebagai berikut:

1. Kapasitas adalah totalitas kekuatan yang dimiliki seseorang untuk

melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan. Misalnya memilih

kecerdasan, kemampuan komunikasi, kemampuan ekonomi, kemampuan

pengaruh, kemampuan fisik, dan kemampuan psikis, dan berani

mengambil keputusan.

2. Integritas adalah merupakan kesatuan dari perkataan dengan perbuatan,

dengan kata lain bukan apa diri kita, tetapi siapa diri kita, karena dengan

integritas kita dapat membangun kepercayaan (jujur).

3. Kredibilitas adalah kemampuan seseorang mendapatkan kepercayaan dan

keyakinan yang berakar dari masa lalu dan berhubungan dengan reputasi,

karena kepercayaan merupakan fondasi dari kepemimpinan. Sedangkan

yang dimaksud reputasi yaitu jaminan manusia karena masa lalunya yang

baik.

26
Jika ketiga syarat diterapkan dalam memilih atau mengangkat para

pemimpin birokrasi, maka dapat membantu dalam melaksanakan tugas pokok

dan fungsinya sebagai pemimpin birokrasi. Jadi pemimpin yang ideal adalah I

= KIK (I=Ideal dan KIK=Kapasitas, Integritas, dan Kredibilitas).

2.7. Kerangka Konseptual

Sebagai seorang Pimpinan, haruslah memiliki sebuah skill

kepemimpinan yang tepat untuk mampu mengarahkan anggotanya agar

mampu menjalankan apa yang telah disusun untuk dicapai bersama pada

organisasi tersebut. Etika yang baik dalam memimpin menjadi sebuah

pegangan kuat bagi seorang pemimpin agar dapat menjadi teladan bagi semua

orang yang dipimpinnya, dengan penerapan etika yang baik seorang

pemimpin akan terlihat berkarisma dan mampu memimpin dengan baik serta

dipercaya dalam pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan yang akan

berdampak bagi semua orang yang dipimpinnya.

Untuk lebih jelasnya dapat dibuat pada kerangka konseptual pada


gambar berikut:

Camat Kecamatan Etika


Liliriaja Kabupaten Kepemimpinan
Hasil
Soppeng

1
1. Kejujuran
2. Keteladanan
3. Integritas dan Moralitas
4. Tanggung jawab
5. Visi Pemimpin
6. Kebijaksanaan
7. Menjaga Kehormatan
8. Beriman 27
9. Kemampuan Berkomunikasi
10. Komitmen meningkatkan
kualitas SDM
Umpan Balik

Gambar 2. 1 Kerangka Konseptual

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Kantor Kecamatan Liliriaja

Kabupaten Soppeng.

3.1.2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini selama

satu bulan.

3.2. Populasi dan Sampel

3.2.1. Populasi

Menurut Pasolong (2020: 100) “Populasi adalah keseluruhan

atau universe yang ciri-cirinya atau karakteristik-karakteristiknya dapat

diamati untuk ditarik menjadi suatu sampel dalam penelitian”. Lain

28
halnya Menurut Sugiyono dalam Pasolong (2020: 99) “Populasi yaitu

wilayah generalisasi yang terdiri dari objek dan subjek yang

mempunyai jumlah dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dianalisis dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Adapun

populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai pada Kantor

Kecamatan Liliriaja Kabupaten Soppeng, yaitu sebanyak 34 orang.

3.2.2. Sampel

Menurut Pasolong (2020:101) “Sampel adalah sebagian dari

kuantitas populasi yang mencerminkan dari keseluruhan populasi

tersebut”. Dalam penelitian ini, teknik penarikan sampel yang

digunakan adalah sampling jenuh. Adapun sampel yang ditetapkan

dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai kantor Kecamatan Liliriaja

Kabupaten Soppeng sejumlah 34 orang.

Tabel 3.1. Daftar Populasi


Informan:

Sekretaris Camat 1 Orang


Responden:

Seksi Pemerintahan 2 orang

Seksi Perekonomian 5 orang

Seksi PMDK 3 orang

Seksi TRANTIB 4 orang

Seksi Kesra 5 orang

Kasubag Perencanaan dan


5 orang
Pelaporan Keuangan

29
Kasubag Umum dan
5 orang
Kepegawaian

Security 4 orang

Total 34 orang

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah:

1. Observasi Langsung

Menurut Pasolong (2020: 131) “Observasi adalah merupakan suatu

pengamatan secara langsung dengan sistematis terhadap gejala-gejala yang

hendak diteliti”. Melalui observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang

diluar persepsi responden sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas

tentang etika kepemimpinan oleh Camat pada Kantor Camat Kecamatan

Liliriaja Kabupaten Soppeng

2. Wawancara langsung

Menurut Pasolong (2020: 130) “Wawancara adalah kegiatan tanya jawab

antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewancara disebut

interviewer, sedangkan orang yang diwawancarai disebut interviewed”.

Metode wawancara bisa dilakukan secara langsung (personal interview)

maupun tidak langsung (telephone atau mail interview).

Wawancara merupakan pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab

langsung terhadap hal-hal yang ada hubungannya dengan Etika

Kepemimpinan Camat pada Kantor Kecamatan Liliriaja Kabupaten

Soppeng. Kemudian Wawancara yang akan dilakukan untuk menguatkan

30
jawaban yang telah diberikan responden pada kuesioner mengenai

bagaimana penerapan etika kepemimpinan Camat Kecamatan Liliriaja

selama menjabat sebagai Pimpinan.

3. Kuesioner

Menurut Sugiyono (2016: 162) mengatakan “Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

Selanjutnya Pasolong (2020: 141) “Kuesioner merupakan suatu

pengumpulan data yang melalui daftar pertanyaan yang diisi oleh

responden itu sendiri”. Kuesioner dalam penelitian ini memuat pertanyaan

mengenai bagaimana etika kepemimpinan dari camat berdasarkan

perspektif pegawai yang akan menjadi responden bagi peneliti.

Adapun pertanyaannya mencakup kejujuran, keteladanan, integritas dan

moralitas, tanggung jawab, visi pemimpin, kebijaksanaan, menjaga

kehormatan, beriman, kemampuan berkomunikasi, dan peningkatan

kualitas SDM.

3.4. Tipe Penelitian

Tipe Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang

menggambarkan Etika Kepemimpinan Camat pada Kantor Kecamatan

Liliriaja Kabupaten Soppeng.

31
3.5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kuantitatif,

selanjutnya untuk mengukur jawaban responden akan dianalisis dengan

menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Adapun mengenai kategori dan skor pada tabel akan menggunakan

kategori dan skor skala likert seperti dibawah ini:

Tabel 3.2. Pilihan Jawaban dan Skor Skala


No. Kategori Skor
1 Sangat Baik 5
2 Baik 4
3 Cukup Baik 3
4 Tidak Baik 2
5 Sangat Tidak Baik 1
Sumber: Metode Penelitian Administrasi Publik Pasolong ( 2020: 154)

Kategori dan Skor Skala Likert tersebut di atas digunakan untuk

mengukur indikator-indikator Etika Kepemimpinan Camat Kantor Kecamatan

Liliriaja Kabupaten Soppeng

Jika jumlah responden ada 34 maka skala interval yang dihasilkan

adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3. Interval Skor dan Interpretasi


No. Interval Skor Kategori
1 137-170 Sangat Baik
2 91-136 Baik
32
3 69-102 Cukup Baik
4 35-68 Tidak Baik
5 0-34 Sangat Tidak Baik

Untuk memperoleh kesimpulan dari penelitian ini dibuat tabel

kesimpulan yang berisi total skor dari setiap pernyataan/ pertanyaan,

kemudian dihitung rata-rata skor dari keseluruhan pernyataan/ pertanyaan.

3.6. Definisi Operasional

Menurut Pasolong (2020: 88) “Definisi operasional adalah

menjabarkan pengertian suatu konsep yang abstrak dengan menurunkan pada

tingkat yang lebih konkret agar konsep tersebut dapat diukur secara empiris”.

Lain halnya dengan Koentjaraningrat dalam Pasolong (2020: 88) yang

menyatakan bahwa “Definisi operasional adalah tidak lain dari pada

mengubah konsep-konsep yang berupa constructs itu dengan kata-kata yang

dapat menggambarkan fenomena atau gejala yang dapat diamati, diteliti dan

atau dapat diuji, kemudian dapat ditentukan kebenarannya oleh orang lain”.

Pada penelitian ini yang menjadi variabel adalah Etika kepemimpinan

sedangkan sub variabel yang akan dijabarkan setiap indikatornya untuk

mengukur etika kepemimpinan terbagi atas 10 yang diuraikan bersama

dengan rincian indikator penilaian sebagai berikut :

1. Kejujuran

Indikator kejujuran yaitu :

1) Pimpinan memberikan hasil kerja (laporan kerja) sesuai dengan fakta

tanpa manipulasi;

33
2) Pimpinan berlaku jujur baik dalam aspek perkataan, lisan maupun

tindakan.

2. Keteladanan

Indikator keteladanan yaitu :

1) Pimpinan datang tepat waktu berada di kantor;

2) Pimpinan menyelesaikan tugas rutin dengan cepat dan tepat.

3. Integritas dan Moralitas

Indikator integritas yaitu :

1) Pimpinan bertindak konsisten antara yang dikatakan dengan yang

seharusnya dilakukan;

2) Pimpinan menjaga komitmen yang telah dibuat dengan baik.

Indikator moralitas yaitu :

1) Pimpinan menunjukkan perilaku yang baik serta bertutur kata sopan

kepada setiap pegawai;

2) Pimpinan bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan norma yang

berlaku.

4. Tanggung Jawab

Indikator tanggung jawab yaitu :

1) Pimpinan dapat menyelesaikan masalah dengan segera;

2) Pimpinan melatih bawahan dalam menerima tanggungjawab dan

mengawasi pelaksanaan tugasnya.

5. Visi Pemimpin

Indikator Visi Pemimpin yaitu :

34
1) Pimpinan mensosialisasikan misi dan tujuan kantor dengan jelas kepada

pegawai;

2) Pimpinan memiliki ide-ide dan kreasi-kreasi untuk kemajuan kantor.

6. Kebijaksanaan

Indikator kebijaksanaan yaitu :

1) Dalam pengambilan keputusan pimpinan memperhatikan kondisi

pegawai secara menyeluruh;

2) Pimpinan menerima pendapat pegawai sehubungan dengan keputusan

yang akan diambil.

7. Menjaga Kehormatan

Indikator menjaga kehormatan yaitu :

1) Pimpinan memiliki karakter yang berwibawa dalam memimpin;

2) Pimpinan menjaga kehormatan diri dan nama baik kantor yang

dipimpinnya.

8. Beriman

Indikator beriman yaitu :

1) Pada waktu ibadah pimpinan menghentikan kegiatan rapat dan

melakukan ibadah ketika berada di kantor;

2) Dalam kegiatan kantor pimpinan senantiasa menerapkan nilai-nilai

keagamaan.

9. Kemampuan Berkomunikasi

Indikator kemampuan berkomunikasi yaitu :

1) Pimpinan berbicara penuh motivasi;

35
2) Pimpinan berbicara efektif dan mudah dimengerti dalam memberikan

arahan.

10. Peningkatan Kualitas SDM (Sumber Daya Manusia)

Indikator peningkatan kualitas SDM yaitu :

1) Pimpinan memenuhi fasilitas kantor dengan baik dalam peningkatan

kualitas SDM (Sumber Daya Manusia);

2) Pimpinan memberikan pelatihan rutin untuk meningkatkan

keterampilan pegawai

36
DAFTAR PUSTAKA

Badu Q, Syamsu dan Novianty Djafri. 2017. Kepemimpinan dan Perilaku


Organisasi. Gorontalo: Ideas Publishing.

Hasibuan, Abdurrozaq. 2017. Etika Profesi-Profesionalisme Kerja. Medan : UISU


Press.

Nugroho, Iwan. 2013. Mengembangkan Etika Kepemimpinan Fenomena pada


Jabatan Publik. Jakarta: Widayagama

Pasolong, Harbani. 2021. Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: Alfabeta.

2015. Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: Alfabeta.

2016. Metode Penelitian Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.

2020. Metode Penelitian Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.

2020. Etika Profesi. Makassar: Nas Media Pustaka.

Purnomo, Eko dan Herlina Saragih. 2016. Teori Kepemimpinan dalam


Organisasi. Paguyuban : Yayasan Nusantara Bangun Jaya.

Ramayulis, Mulyadi. 2014. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam.


Padang : Kalam Mulia.
37
Saleh, Amiruddin, et al. 2021. Etika profesi komunikasi. Bogor: IPB Press.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RD. Bandung:


Alfabeta

Sukarman Purba, et al. 2021. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi


Pendidikan. Medan: Yayasan Kita Menulis.

Suhifatullah. 2010. Kepemimpinan Etis sebagai Determinan dalam Pendidikan


Karakter di Sekolah. Bogor : UIKA
Wirawan. 2018. Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi
dan Penelitia

38

Anda mungkin juga menyukai