Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

FILSAFAT ILMU

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Ir. Sumadi, MS., IPU

Oleh:

Retno Widiyawati 21/485396/PPT/01169

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA

2021
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan terjadi secara bertahap / evolutive
Perkembangan ilmu pengetahuan terjadi secara bertahap mengikuti
perkembangan keyakinan dan kepercayaan, pola pikir serta pengalaman masyarakat
dari masa ke masa. Perkembangan tersebut mempengaruhi perkembangan
pengetahuan dan peradaban budaya pada suatu daerah. Sebagai contoh pada
perkembangan pengetahuan dan peradaban budaya masyarakat Jawa. Keyakinan
dan kepercayaan nenek moyang masyarakat Jawa berkembang dari kepercayaan
animisme dan dinamisme secara bertahap berubah ke arah pola pikir modern yang
didasarkan pada bukti-bukti empiris. Masyarakat Jawa dahulu mempercayai hal-hal
bersifat mitos. Beberapa mitos digunakan dengan tujuan untuk mendidik anak.
Sebagai contoh, mitos masyarakat Jawa bahwa anak perempuan yang belum
menikah dan memakan sayap ayam akan sulit bertemu jodoh. Secara ilmiah dapat
dijelaskan bahwa sayap ayam memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi dibanding
bagian tubuh ayam yang lain sehingga anak perempuan yang hormonnya sedang
tidak stabil dikhawatirkan akan berjerawat serta bagian sayap adalah bagian yang
sering disuntik hormon. Kemudian, mitos apabila makan sambal tiduran maka akan
jadi ular. Hal tersebut telah dapat dijelaskan secara logis bahwa makan sambal tiduran
tidak baik untuk pencernaan.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan zaman pra-Yunani kuno (abad 15 – 7 SM)

Zaman pra Yunani kuno memiliki ciri ilmu pengetahuan pada peradaban
manusia yang menggunakan batu sebagai peralatan. Pengetahuan yang didapat
berdasar trial and error (coba-coba) (Fauzi, 2019). Manusia pada zaman ini memiliki
kemampuan: 1) know how dalam kehidupan sehari-hari berdasar pengalaman, 2)
berdasarkan pengalaman dan masih dihubungkan dengan magis, 3) menemukan
abjad dan sistem bilangan alam pada tingkat abstrak, 4) kemampuan menulis,
berhitung, menyusun kalender berdasar sintesa terhadap hasil abstraksi, 5)
kemampuan meramal peristiwa yang sebelumnya pernah terjadi (Mustansyir dalam
Fauzi, 2019).

3. Perkembangan ilmu pengetahuan zaman Yunani kuno (abad 7 – 2 SM)

Perkembangan ilmu pengetahuan selalu mengacu pada peradaban Yunani.


Yunani kuno identik dengan filsafat yang merupakan induk dari ilmu pengetahuan
(Karim, 2014). Miletos merupakan tempat perantauan Yunani yang menjadi tempat
asal mula munculnya filsafat dengan ditandai munculnya pemikir-pemikir besar
(Utama, 2013).
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah
peradaban manusia karena periode itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris (pola
pikir masyarakat yang sangat mempercayai mitos untuk menjelaskan fenomena
alam). Fenomena alam dipercaya terjadi secara kausalitas setelah filsafat
diperkenalkan (Ginting dan Situmorang, 2008). Kemudian bangsa Yunani
menggunakan filsafat sebagai landasan berfikir untuk menggali ilmu pengetahuan
sehingga berkembang pada generasi-generasi sesudahnya (Karim, 2014).
Pada zaman ini bermunculan pemikir terkemuka antara lain Thales (624-546
SM), Pythagoras (580 – 500 SM), Socrates (469 – 399 SM), Plato (427 – 347 SM),
dan Aristoteles (384 – 322 SM). Selain pemikir-pemikir terkemuka tersebut juga
terdapat filosof-filosof antara lain Anaximander (610 – 546 SM), Anaximenes (6 SM),
Demokreitos (460 – 370 SM) yang dikenal sebagai ‘Bapak Atom Pertama’,
Empedokles (484 – 424 SM) yang dikenal sebagai peletak dasar ilmu-ilmu fisika dan
biologi, Archimedes (sekitar 287 – 212 SM) yang dianggap sebagai matematikawan
terbesar dan Bapak IPA Eksperimental (Karim, 2014).
Thales merupakan filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam.
Ia mengatakan asal alam adalah air karena air merupakan unsur penting bagi setiap
makhluk hidup. Air dapat berubah menjadi benda gas, seperti uap dan benda dapat,
seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air. Heraklitos menyimpulkan bahwa hal
yang mendasar dalam alam semesta bukan dari bahannya tetapi aktor dan
penyebabnya. Api merupakan aktor dan penyebab perubahan dalam alam. Api dapat
mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es. Api pantas dianggap
sebagai simbol perubahan itu sendiri (Ginting dan Situmorang, 2008).
Pythagoras berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama dari alam dan
juga menjadi ukuran. Unsur-unsur bilangan adalah genap dan ganjil, terbatas dan
tidak terbatas. Menurut Socrates, Plato, dan Aristoteles ada kebenaran obyektif yang
bergantung pada manusia (Ginting dan Situmorang, 2008).
Zaman keemasan filsafat Yunani terjadi setelah periode Socrates karena pada
zaman ini muncul kajian-kajian perpaduan antara filsafat alam dan filsafat tentang
manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Plato, yang merupakan murid Socrates.
Ia berpendapat bahwa kebenaran umum itu ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada
di alam idea. Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles yang
merupakan murid Plato. Ia berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan
besar filsafat yang dipersatukan dalam satu sistem yaitu logika, matematika, fisika,
dan metafisika (Ginting dan Situmorang, 2008). Aristoteles merupakan peletak dasar
“doktrin sillogisme” yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran di
Eropa sampai dengan zaman Renaissance. Sillogisme adalah argumentasi dan cara
penalaran yang terdiri dari tiga buah pernyataan, yaitu sebagai premis mayor, premis
minor dan konklusi (Utama 2013). Aristoteles dianggap sebagai bapak ilmu karena
mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis. Ia juga diberi
gelar sebagai Guru Pertama (Ginting dan Situmorang, 2008).
4. Perkembangan ilmu pengetahuan zaman pertengahan (abad 2 SM – 14 M)

Pada masa ini di wilayah timur terutama di wilayah kekuasaan Islam terjadi
perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat (Karim, 2014). Islam tidak hanya
mendukung adanya kebebasan intelektual tetapi juga mengajarkan kecintaan
terhadap ilmu pengetahuan dan sikap hormat kepada ilmuwan tanpa memandang
agama (Ginting dan Situmorang, 2008).
Abad masa keemasan dunia Islam terjadi pada periode antara 750 M dan 1100
M. Plato dan Aristoteles telah memberikan pengaruh yang besar pada mazhab-
mazhab Islam (Ginting dan Situmorang, 2008). Beberapa ilmuwan Islam yang
menekuni bidang logika dan filsafat antara lain Al Kindi, Al farabi, Ibn Sina atau
Avicenna, Al Ghazali, Ibn Bajah atau Avempace, Ibnu Tufayl atau Abubacer, Ibn
Rushd atau Averroes, dan Al Ghazali (Karim 2014; Utama 2013).
Al Farabi sangat berjasa dalam mengenalkan dan mengembangkan cara
berpikir logis (berbagai system logika serta cara berpikir secara deduktif dan induktif)
kepada dunia Islam. Al Farabi diberi gelar Guru Kedua. Al Farabi telah
menerjemahkan berbagai karangan Aristoteles seperti Categories, Hermeneutics,
First, dan Second Analysis ke dalam bahasa Arab. Al Farabi dianggap sebagai peletak
dasar pertama ilmu musik dan menyempurnakan ilmu musik yang telah
dikembangkan sebelumnya oleh Phytagoras. Kontribusi lain dari Al Farabi yaitu
mengklasifikasi ilmu pengetahuan. Buku Al Farabi mengenai pembagian ilmu telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin untuk konsumsi bangsa Eropa dengan judul De
Divisione Philosophae. Karya lainnya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
berjudul De Scientiis atau De Ortu Scientearum yang mengulas berbagai jenis ilmu
seperti ilmu kimia, optik, dan geologi. Al Farabi terkenal dengan doktrin wahda al
wujud yang membagi hierarki wujud menjadi: (1) dipuncak hierarki wujud adalah
Tuhan yang merupakan sebab bagi keberadaan yang lain, (2) para malaikat di
bawahnya yang merupakan sebab bagi keberadaan yang lain, (3) benda- benda langit
(angkasa), (4) benda-benda bumi (Ginting dan Situmorang, 2008).
Ibnu Sina dikenal di Barat dengan sebutan Avicienna. Ia dikenal sebagai
seorang filosof, dokter dan penyair. Ilmu pengetahuan yang ia tulis banyak ditulis
dalam bentuk syair. Beberapa buku yang ditulis antara lain Canon (buku paling
terkenal), Al Shifa, Al Qanun fi al Thibb (farmakologi). Gerard Cremona di Toledo telah
menerjemahkan Canon ke dalam bahasa Latin. Buku ini kemudian dijadikan buku teks
(text book) dalam ilmu kedokteran pada beberapa perguruan tinggi di Eropa, seperti
Universitas Louvain dan Montpelier. Al Shifa diterjemahkan oleh Ibnu Daud (di Barat
dikenal dengan nama Avendauth Ben Daud) di Toledo, terbatas pada pendahuluan
ilmu logika, fisika, dan De Anima (Ginting dan Situmorang, 2008).
Al Kindi, yang dianggap sebagai filosof Arab pertama yang mempelajari filsafat.
Ibnu Al Nadhim menempatkan Al Kindi sebagai salah satu orang paling terkenal dalam
filsafat alam (natural philosophy). Buku-buku Al-Kindi membahas terkait beberapa
cabang ilmu pengetahuan seperti geometri, aritmatika, astronomi, musik, logika dan
filsafat. Ibnu Abi Usai’bia menganggap Al-Kindi merupakan penerjemah terbaik kitab-
kitab ilmu kedokteran dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Selain sebagai
penerjemah, Al Kindi juga menulis berbagai makalah yang diperkirakan terdapat 200
judul makalah. Buku yang telah disalin ke dalam bahasa Latin di Eropa berjudul De
Aspectibus yang berisi uraian tentang geometri dan ilmu optik, mengacu pada
pendapat Euclides, Heron, dan Ptolemeus (Ginting dan Situmorang, 2008).
Ibnu Rushd lahir dan dibesarkan di Cordova, Spanyol. Selain sebagai filosof, ia
juga seorang dokter. Ia mengarang buku ilmu kedokteran berjudul Colliget yang
dianggap setara dengan kitab Canon (Ginting dan Situmorang, 2008). Ia dikenal
dengan nama Averoes di Barat. Filsafat yang dikembangkan Ibn Rushd mengantarkan
pada sikap kritis ke arah pencerahan. Ia menyerukan untuk mengikuti garis-garis
pemikiran rasionalisme (Jayus dkk, 2020).
5. Perkembangan ilmu pengetahuan zaman Renaissance (abad 14 – 17 M)

Zaman renaissance merupakan periode dimana perkembangan peradaban


sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaissanece memiliki ciri
utama yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme
(Karim, 2014). Muncul metode dan pandangan baru terhadap alam yang disebut
Copernican Revolution yang dipelopori oleh sekelompok saintis. Kelompok tersebut
antara lain Copernicus (1473-1543 M), Galileo Galilei (1564-1542 M) dan Issac
Newton (1642-1727 M). Mereka melakukan pengamatan ilmiah serta metode-metode
eksperimen atas dasar yang kuat (Utama 2013).
Zaman ini merupakan zaman penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu
yang terlihat dalam diri Leonardo da Vinci. Zaman ditemukannya percetakan (kira-kira
1440 M) dan benua baru (1492 M) oleh Columbus yang memberikan dorongan lebih
untuk kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di Inggris, Perancis dan Spanyol
seperti Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan Ronsard. Seni musik juga mengalami
perkembangan. Penemuan oleh para ahli perbintangan seperti Copernicus dan
Galileo menjadi dasar munculnya astronomi modern yang merupakan titik balik dalam
pemikiran ilmu dan filsafat (Ginting dan Situmorang, 2008).
Roger Bacon (1561-1626 M) muncul di ambang masuknya zaman renaissance
ke zaman modern. Bacon mengatakan bahwa logika yang digunakan sejak zaman
Aristoteles lebih merugikan dari pada menguntungkan. Menurutnya Ilmu harus
mencari untung artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi
(Utama 2013). Ia adalah pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari zamannya
dengan melihat perintis filsafat ilmu. Ungkapan Bacon yang terkenal yaitu Knowledge
is Power (Pengetahuan adalah kekuasaan) (Ginting dan Situmorang, 2008).
6. Perkembangan ilmu pengetahuan zaman Modern (abad 17 – 19 M)

Paham yang lahir pada zaman ini yaitu rasionalisme, empirisme, kritisisme,
idealisme, dan positivisme dan marxisme (Anwar, 2013). Paham rasionalisme
menyatakan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji
pengetahuan. Paham idealisme menyatakan bahwa hakikat fisik adalah jiwa. Paham
empirisme menyatakan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului
oleh pengalaman (Ginting dan Situmorang, 2008). Paham kritisisme mengajarkan
sebuah teori pengetahuan yang berusaha untnuk mempersatukan dua pertentangan
antara rasionalisme dan empirisme dalam suatu hubungan yang saling terkait. Paham
idealisme (Anwar, 2013).
Tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan filsafat ilmu pada zaman
ini adalah John Locke (1632-1714) David Hume (1711-1776) dan Immanuel Kant
(1724-1804) (Utama, 2013). Sedangkan tokoh-tokoh penganut paham rasionalisme
antara lain Rene Decrates, Spinoza, dan Leibnez Menurut Decrates, kebenaran
adalah kepastian rasional subyek tentang kesesuaian tersebut (Anwar, 2013). Tokoh-
tokoh dalam paham empirisme antara lain Thomas Hobbes, John Locke, dan David
Hume. John Locke terkenal dengan teori tabula rasa. Ia berpendapat bahwa
pengetahuan hanya berasal dari indra yang dibantu oleh pemikiran, ingatan, perasaan
indrawi diatur menjadi bermacam-macam pengetahuan (Utama, 2013). David Hume
menegaskan bahwa sumber satu-satunya untuk memperoleh pengetahuan adalah
pengalaman (Anwar, 2013). Hakikat pemikiran Hume bersifat analitis, kritis, dan
skeptis. Immanuel Kant merupakan penganut kritisisme yang mengenalkan cara
pengenalan dan pengambilan kesimpulan secara sintetis yang diperoleh secara a
posteriori, putusan analitis yang diperoleh secara a priori, dan kesimpulan sintetis
yang diperoleh secara a priori (Utama, 2013).
Beberapa ilmu telah lahir pada abad ke-18 antara lain taksonomi, ekonomi,
kalkulus, dan statistika. Kemudian farmakologi, geofisika, geormopologi, palaentologi,
arkeologi, dan sosiologi pada aba ke-19 (Ginting dan Situmorang, 2008).
Abad 20 sampai dengan sekarang disebut dengan zaman abad kontemporer.
Zaman ini memiliki ciri desentralisasi manusia (Utama, 2013). Ilmuwan terkenal pada
abad 20 adalah Albert Einstein yang menyatakan bahwa alam itu tak berhingga
besarnya dan tak terbatas tetapi tidak berubah status totalitasnya atau bersifat statis
dari waktu ke waktu (Surajiyo 2004).

7. Kesimpulan Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang terukur, tersistem,


terklarifikasi serta terbukti kebenarannya secara empiris. Perkembangan ilmu
pengetahuan terjadi secara bertahap dan evolutive. Perkembangan ilmu tidak lepas
dari rasa keingintahuan melalui penalaran, percobaan, penyempurnaan sehingga
menghasilkan penemuan-penemuan.
Periode perkembangan ilmu pengetahuan diklasifikasikan berdasarkan ciri
khas pada masing-masing periode. Ciri khas tersebut dapat dilihat dari pemikiran-
pemikiran filosof yang hidup pada zamannya. Periode perkembangan ilmu
pengetahuan (science) diklasifikasikan menjadi: 1) zaman pra Yunani kuno, 2) zaman
Yunani kuno, 3) zaman pertengahan, 4) zaman modern, 5) zaman kontemporer.
Pengetahuan di zaman pra Yunani Kuno didapat berdasar pengalaman dan
masih dihubungkan dengan magis. Zaman Yunani Kuno memiliki ciri pemikiran
kosmosentris yang mempertanyakan asal usul alam semesta. Zaman renaissanece
memiliki ciri utama yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan
rasionalisme. Ciri filsafat pada zaman modern adalah antroposentris dengan aliran
filsafat yang lahir antara lain aliran rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme,
positivisme, dan marxisme.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, K. 2013. Sejarah dan Perkembangan Filsafat Ilmu. Fiat Justisia Ilmu Hukum.
Vol. 7 (2):113-125
Fauzi, N., dan I. Chudzaifah. 2019. Pandangan dan Kontribusi Islam terhadap
Perkembangan Sains. Al Fikr Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 5 (1): 1-8
Jayus, M., M. Irham, dan A. Karimah. 2020. Fiqh Rasional dan Tekstual Ibn Rusyd
serta Implikasinya dalam Hukum Islam Modern. El-Izdiwaj Indonesian Journal of
Civil and Islamic Family Law. Vol. 1 (1): 87-96
Karim, A. 2014. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Fikrah, Vol. 2 (1): 273-
289
Ginting, P. dan S.H. Situmorang. 2008. Filsafat Ilmu dan Metode Riset. USU Press,
Medan.
Surajiyo. 2004. Sejarah dan Strategi Perkembangan Ilmu Pengetahua. Jurnal Ilmiah
Universitas Pelita Harapan. Vol. VII (2):81-91
Utama, I. G. B. R. 2013. Filsasfat Ilmu dan Logika. Universitas Dhyana Pura, Badung.

Anda mungkin juga menyukai