Anda di halaman 1dari 4

Nama: Raihan Akbar Zaman

NIM: 205010100111015
Prodi: Ilmu Hukum
Kelas: Agama Islam A

1. Sebutkan Madzhab Aqidah dan keterangannya masing-masing!


- Dalam menyikapi ‘hubungan antara dosa dan iman’ , umat Islam terbagi atas
kelompok-kelompok berikut:
1. Al Haruriyah, dia adalah kelompok dari khawarij di nisbatkan kepada daerah Harura’,
yaitu daerah dekat Kufah (di Irak). Mereka berkumpul di sana ketika mereka keluar
dari pemerintahan Ali radhiallahu ‘anhu. Bagi mereka, tidak dinamakan beriman
kecuali orang yang menunaikan kewajiban-kewajiban dan menjauhi dosa-dosa besar.
Mereka katakan: “Sesungguhnya agama dan iman adalah ucapan, amal, dan
keyakinan. Tetapi tidak bisa bertambah dan berkurang. Maka barangsiapa yang
melakukan dosa besar dia kafir di dunia dan di akhirat kekal di neraka, jika ia mati
sebelum bertobat.”
2. Al Mu’tazilah, mereka adalah para pengikut Washil bin ‘Atha dan ‘Amru bin Ubaid.
Mereka dinamakan demikian, karena mereka i’tizal (memisahkan diri) dari majelis
Imam Hasan al Bashri (Imam Ahlus Sunnah, pen), ada juga yang menyebutkan sebab
lainnya. Bagi mereka, seseorang tidak dikatakan beriman kecuali ia menjalankan
kewajiban-kewajiban dan menjauhi dosa-dosa besar. Mereka berkata: “Sesungguhnya
agama dan iman, adalah ucapan, amal, dan keyakinan. Tetapi tidak bertambah dan
tidak berkurang. Barangsiapa yang melakukan dosa besar, maka kedudukannya
diantara dua tempat (manzilah baina al manzilatain) –keluar dari iman tetapi tidak
kafir- itu hukum di dunia. Sedangkan di akhirat mereka kekal di neraka.
3. Al-Murji’ah, mereka mengatakan dosa tidaklah berdampak buruk bagi keimanan,
sebagaimana ketaatan tidaklah membawa manfaat bagi kekafiran. Mereka
mengatakan iman itu hanyalah dibenarkan di hati saja. Bagi mereka para pelaku dosa
besar imannya tetap sempurna, dia tidak berhak dimasukkan ke dalam neraka. Maka
atas dasar ini, keimanan manusia paling fasiq sama saja dengan keimanan manusia
paling sempurna.
4. Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka telah mendapatkan petunjuk Allah di atas
kebenaran. Mereka mengatakan: “Sesungguhnya iman adalah ucapan dengan lisan,
diamalkan dengan perbuatan nyata, dan diyakini dalam hati. Bisa bertambah karena
ketaatan, dan berkurang karena maksiat. Adapun dosa besar menurut mereka,
membuat keimanan seseorang berkurang (tidak sempurna, pen), sesuai ukuran
maksiat yang dilakukannya.” Mereka tidak sampai mengingkari secara total keimanan
pelaku dosa besar sebagaimana khawarij dan mu’tazilah, tidak juga mengatakan tetap
sempurna keimanan pelaku dosa besar sebagaimana menurut Jahmiyah dan Murji’ah.
- Dalam menyikapi para sahabat Nabi ridhwanullah ‘alaihim ajma’in, terbagi
atas beberapa kelompok, yakni:
1. Ar-Rafidhah, yaitu segolongan dari Syiah, mereka melampaui batas (ghuluw) dalam
memuliakan Ali radhiallahu ‘anhu dan Ahli Bait. Mereka memproklamirkan
permusuhan terhadap mayoritas sahabat nabi seperti yang tiga (Abu Bakar, Umar,
dan Utsman, pen.), mengkafirkan mereka, dan orang-orang yang mengikuti mereka,
dan mengkafirkan orang-orang yang memerangi Ali (yakni Aisyah dan pengikutnya
ketika perang Jamal, atau Mu’awiyah dan pengikutnya dalam perang Shiffin, pen).
2. Al-Khawarij, mereka menerima sebagian besar sahabat, namun mengkafirkan Ali,
Mu’awiyah, dan orang-orang yang bersama mereka berdua dari kalangan sahabat, dan
memerangi mereka, menghalalkan darah dan harta mereka.
3. An-Nawashib, mereka memproklamirkan permusuhan terhadap Ahli Bait dan
melaknat apa-apa yang ada pada mereka.
4. Ahlus Sunnah wal Jamaah, Allah memberikan hidayah kepada mereka untuk tetap di
atas kebenaran. Mereka bersikap tidak melampaui batas terhadap Ali radhiallahu
‘anhu dan Ahli bait, mereka tidak memusuhi para sahabat ridhwanullah ‘alaihim,
tidak mengkafirkannya, tidak pula bersikap seperti golongan Nawashib yang
memusuhi Ahli bait.
- Dalam Sikap Mereka Terhadap Ayat atau Hadits tentang Nama dan Sifat
Allah’
1. Al-Mu’athilah, mereka melakukan ta’thil (mengingkari, meniadakan) nama dan sifat
Allah. Bagi mereka Allah tidak memiliki nama dan sifat, sebab jika memiliki keduanya,
maka Allah sama dengan makhluq. Inilah yang dilakukan oleh kelompok Jahmiyah
(Jahm bin Shafwan) dan Mu’tazilah.
2. Al Mujassimah wal Musyabbihah, mereka menganggap Allah memiliki jism (wujud)
seperti manusia. Mereka melakukan tasybih (penyerupaan) dan tamtsil (perumpamaan)
Allah dengan makhluk. Allah memiliki wajah seperti wajah makhluk, tanganNya seperti
makhluk, betisNya seperti makhluk, marahNya seperti makhluk, tertawaNya seperti
makhluk, bersemayamNya seperti makhluk, dan lain-lain.
3. Al Asy’ariyah (al Asya’irah), kelompok ini disandarkan kepada Imam Abu Hasan al
Asy’ari radhiallahu ‘anhu. Salah seorang Imam Ahlus Sunnah. Dahulu, selama tiga puluh
tahun ia bermadzhab mu’tazilah (mengingkari asma dan sifat) karena pengaruh ayah
tirinya seorang tokoh mu’tazilah zaman itu, yaitu Ali al Juba’i. Lalu ia bertobat menuju
Ahlus Sunnah, yaitu ia mengakui asma dan sifat Allah Tabaraka wa Ta’ala, namun ia
memberikan ta’wil (arti-tafsir) terhadap asma dan sifat tersebut. Fase selanjutnya, yaitu
pada akhir hayatnya, ia meninggalkan ta’wil secara total terhadap asma dan sifat, ia
mengikuti manhaj salaf yaitu itsbat (menetapkan dan mengukuhkan) adanya asma dan
sifat. Sebagaimana tertera dalam kitabnya yang terakhir yakni Al Ibanah fi Ushulid
Diyanah.
Jadi, ia melalui tiga fase kehidupan bermadzhab, pertama, menjadi mu’tazilah, kedua, menjadi
Ahlus Sunnah tetapi masih menta’wil, ketiga, menjadi Ahlus Sunnah secara sempurna tanpa
ta’wil sama sekali. Nah, Asy’ariyah adalah golongan yang mengikuti Imam al Asy’ary pada fase
hidupnya yang kedua, masih melakukan ta’wil. Jadi, tidak selalu sama antara Asy’ariyah dengan
Imam al Asy’ari.
4. Ahlus Sunnah wal Jamaah (madzhab salaf), mereka itsbat (menetapkan dan
mengukuhkan) adanya nama dan sifat Allah, tanpa mengikarinya (ta’thil), tidak
menyerupakan dengan makhluk (tamtsil), tidak melakukan ta’wil, tidak merubahnya
(tahrif), tidak bertanya bagaimana (takyif), dan mereka membiarkannya sebagaimana
datangnya, mengimani makna-maknanya dan apa-apa yang ada padanya.
Ahlus Sunnah (salaf) menetapkan apa-apa yang telah Allah tetapkan untuk diriNya secara
rinci “Dan Dia Maha Mendengar (As Samii’) dan Maha Melihat (Al Bashir)”, maka apa
saja yang Allah dan rasulNya tetapkan untuk diriNya dari seluruh nama dan sifat, maka
kita tetapkan adanya (nama dan sifat tersebut) untuk Allah dengan cara yang patut
bagiNya.”
Ahlus Sunnah juga mengingkari apa-apa yang Allah dan rasulNya ingkari dari diriNya
secara global dan menyeluruh, sesuai firmanNya, ”Tidak ada sesuatu pun yang
menyerupainya” (QS. Asy Syura: 11)
- Madzhab-madzhab dalam menyikapi ‘Kehendak Perbuatan Manusia’ (Ibid, hal.
50-51)
1. Al Jabriyah, mereka adalah golongan jahmiyah yang mengatakan bahwa manusia
menerima begitu saja (dipaksa-majbur) atas perbuatannya, gerakannya, bahkan seluruh
gerakannya hingga gemetar dan keringatnya adalah perbuatan Allah.
2. Al-Qadariyah, mereka adalah mu’tazilah yang mengikuti Ma’bad bin al Juhni dan orang-
orang yang sepakat dengan mereka. Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya manusia
menciptakan perbuatannya sendiri bukan karena kehendak Allah, mereka mengingkari
jika dikatakan Allah yang menciptakan perbuatan hamba-hambaNya. Mereka juga
mengatakan: Allah tidak menolaknya juga tidak menghendakinya.
3. Ahlus Sunnah wal Jamaah, Allah memberikan petunjuk kepada Ahlus Sunnah untuk
menjadikan mereka pertengahan di antara dua kelompok di atas. Mereka mengatakan:
“Allah menciptakan manusia dan perbuatannya. Manusialah yang melakukan hakikatnya,
dan mereka dianugerahi kehendak dan kemauan (qudrah) untuk berbuat. Allah-lah yang
menciptakan mereka dan menciptakan kehendak (qudrah) tersebut . Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman: “Dan Allah yang menciptakanmu dan apa-apa yang kamu lakukan” (QS. Ash
Shafat: 96).”
2. Manakah dari madzhab tersebut yang paling mendekati Al Jama'ah!
Yang paling mendekati Al-Jama’ah adalah madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah. Madzhab ini
sering juga disebut thaifah manshurah (kelompok yang ditolong), firqah an najiyah (golongan
yang selamat), sawadul a’zham (kelompok yang besar), salafiyah (pengikut umat terdahulu) dan
isitilah inilah yang dimustahabkan oleh Imam Ibnu Taimiyah. Tidak ada satu pun ayat dan hadits
yang menyebut nama Ahlus Sunnah wal Jamaah secara langsung. Istilah tersebut merupakan
racikan dari beberapa hadits. As-Sunnah adalah thariqah (jalan) yang ditempuh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik hingga hari kiamat.

Al-Jamaah secara bahasa adalah kaum yang berkumpul, namun yang dimaksud oleh aqidah ini
adalah orang-orang terdahulu (salaf) dari umat ini, dari kalangan sahabat, dan orang yang
mengikuti mereka dengan baik walau pun seorang diri namun tetap teguh di atas kebenaran
yang dianut jamaah tersebut.

Jadi, Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan jamaah para sahabat dan tabi’in, serta tabi’ut tabi’in, baik diri sisi paradigma
berpikir dan pengamalan terhadap agama, serta akhlak. Bukan sekedar simbolistik, tetapi esensi
(ruh wa maqashid). Maka siapa-siapa saja yang mengikuti dan menempuh jalan keselamatan
yang mereka tempuh secara benar, mereka juga termasuk Ahlus Sunnah wal Jamaah walau hidup
tidak sezaman dengan mereka, bahkan walau hidup seorang diri.

3. Sertakan referensi yang dibaca!

https://tarbawiyah.com/2018/03/14/al-madzahib-al-aqidah-al-islamiyah/

Anda mungkin juga menyukai