Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FARMASI KLINIK DASAR

DISUSUN OLEH:

NAMA :NUR ANISA

NIM :20211379

MK : FARMASI KLINIK DASAR

DOSEN : Apt. NUR JAYA, S.Farm,.M.farklin

AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA

PALU

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nyalah sehingga saya dapat menyelesai tugas makalah ini. Sholawat serta salam
tak lupa kita haturkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang.

Terimakasih yang sebessar-besarnya saya ucapkan kepada dosen saya yang


telah memberikan saya tugas ini guna memenuhi penilian dalam mata kuliah yang
tentunya dapat menambang wawasan saya. Terimakasih juga kepada semua pihak
yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Saya menyadari sepenuhnya bahwasanya makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kekeliiruan di dalamnya, maka dari itu saya sebagai
penyusun dengan tangan terbuka menerimah segala jenis bentuk masukan dari
para pembaca yang bersifat membangun agar kedepannya saya dapat
memperbaiki tugas-tugas berikutnya.

Palu, 12 Mei 2023


Penyusun

Nur Anisa
20211379
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
1.2. TUJUAN
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.2. DASAR TEORI
2.3. PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Diabetes melitus adalah
penyakit metabolik kronis yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada
jantung, pembuluh darah, mata, ginjal dan saraf.1 Diabetes Melitus ada 4
jenis yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM Gestasional, dan DM tipe tertentu. DM
tipe 2 merupakan diabetes melitus dengan hiperglikemia akibat kombinasi
resistensi terhadap kerja insulin, sekresi insuin dan sekresi glukagon yang
berlebihan atau tidak memadai. DM tipe 2 ditandai dengan gejala klasik yaitu
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
(Dodik Briawan,2015).
Jumlah kasus dan prevalensi diabetes melitus terus meningkat selama
beberapa dekade terakhir demikian pula dengan angka mortalitas.
Berdasarkan data dari IDF (International Diabetes Federation) pada tahun
2019 diperkirakan sebanyak 463 juta orang di dunia menderita diabetes
melitus dan jumlah ini di proyeksikan mencapai 578 juta penderita diabetes
melitus pada tahun 2030, dan 700 juta pada tahun 2045. Dari keseluruhan
kasus diabetes melitus sebanyak 90% adalah penderita DM tipe 2 dan 10%
sisanya merupakan penderita DM tipe 1 dan DM Gestasional ( Yustinus
Prasetyo, 2017).
Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
(InfoDATIN) 2020 hampir semua provinsi di Indonesia menunjukkan
peningkatan prevalensi diabetes mellitus dari tahun 2013 sampai tahun 2018.
Provinsi dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi di Indonesia pada tahun
2018 masih sama dengan tahun 2013 yaitu Provinsi DI Yogyakarta diikuti
DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Timur.4 1 2 Provinsi Sumatera
Utara merupakan salah satu daerah urban yang memiliki jumlah penderita
diabetes melitus yang tinggi dan setiap tahunnya mengalami peningkatan.4
Prevalensi diabetes melitus di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan data
Riskesdas tahun 2018 berada di tingkat 10 daerah dengan prevalensi tertinggi
mencapai angka 1,9%.5 Prevalensi tertinggi diabetes melitus berusia >15
tahun yang terdiagnosis di provinsi Sumatera Utara terdapat di kota Binjai
yaitu berkisar 2,04% dan prevalensi terendah terdapat pada Humbang
Hasundutan yaitu berkisar 0%.6 Tingginya prevalensi diabetes melitus
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor yang tidak dapat diubah seperti
jenis kelamin, umur, dan faktor yang dapat diubah seperti kebiasaan merokok,
tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan indeks
masa tubuh (IMT).Prevalensi diabetes melitus juga sangat dipengaruhi oleh
faktor pengetahuan, pendidikan, pendapatan, lama menderita DM, dan
dukungan keluarga termasuk tentang pengobatan terhadap diabetes melitus
yang akan berpengaruh terhadap komplikasi yang ditimbulkan. Kepatuhan
pasien DM tipe 2 dapat didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang
yang mendapatkan pengobatan dalam menjalankan diet, mengkonsumsi obat
dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi dokter. Kepatuhan
minum obat yang tinggi menjadi salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan proses kontrol penyakit diabetes melitus. Keberhasilan terapi
dilihat dari adanya penurunan kadar glukosa darah menjadi normal.
Berdasarkan data WHO tahun 2003 tingkat kepatuhan pengobatan pasien
untuk proses terapi di negara maju hanya 50% sedangkan di negara
berkembang lebih rendah ( Kemenkes RI, 2020)

1.2. Tujuan
1. Mengetahui mekenisme kerja metformin
2. Mengetahui farmakokinetik metformin
3. Mengetahui farmakodinamik metformin
4. Mengetahui efek samping metformin
5. Mengetahui interaksi metformin dan pengatasannya
6. Mengetahui MESOK metformin
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori


Diabetes mellitus (DM) adalah suatu kondisi gangguan metabolisme
kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah
seseorang (hiperglikemia) karena tubuh tidak dapat memproduksi hormon
insulin yang cukup dan atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara
efektif.3 Pada DM tipe 1 tubuh tidak dapat memproduksi insulin sedangkan
pada DM tipe 2 tubuh tidak menggunakan insulin secara efektif.13 Insulin
adalah hormon esensial yang diproduksi di pankreas, berfungsi untuk
mendistribusikan glukosa melalui aliran darah menuju sel-sel tubuh yang
akan dirubah menjadi energi. Kekurangan insulin atau ketidakmampuan sel
untuk merespon hormon insulin dapat menyebabkan kadar glukosa darah
meningkat (hiperglikemia). Defisit insulin yang berkepanjangan dapat
menyebabkan komplikasi pada organ tubuh lainnya.3 Di Amerika Serikat,
diabetes melitus menjadi penyebab utama penyakit ginjal stadium akhir,
amputasi pada ekstremitas bawah nontraumatik dan kebutaan. Diabetes
Melitus juga merupakan predisposisi penyakit kardiovaskular. Dengan terus
bertambahnya kejadian diabetes melitus di seluruh dunia, kemungkinan
diabetes melitus akan menjadi penyebab utama ( Bambang Setiawan, 2019).
Metformin merupakan obat antihiperglikemik yang tidak menyebabkan
rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia.
Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan
sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi
karena adanya aktivasi kinase di sel (AMPactivated protein kinase).
Metformin tidak merangsang atau menghambat perubahan glukosa menjadi
lemak. Pada pasien diabetes yang gemuk, metformin dapat menurunkan
berat badan (Sweetman, 2009).
Tablet floating metformin HCL merupakan obat diabetes yang dalam
bentuk lepas lambat dengan system densitas kecil. Memiliki kemampuan
mengembang, mengapung, dan tetap berada dilambung dalam beberapa
waktu tanpa terpengaruh waktu pengosongan lambung sehingga sangat
cocok untuk obat yang memberikan efek lokal dilamabung. Metformin
dalam bentuk sediaan lepas terkontrol dapat mempertahankan kadar obat
dalalm darah selama 10-16 jam sehingga pasien cukup minum 1kali sehari
(Patil, 2010).
2.2. Pembahasan
A. Mekanisme Kerja
Metformin adalah obat oral golongan biguanide, yang dapat
membantu menurunkan berat badan dan memperbaiki kadar lipid dalam
darah. yang bekerja dengan mengurangi produksi glukosa oleh hati dan
meningkatkan sensitivitas insulin tubuh sehingga lebih efektif dalam
menggunakan glukosa sebagai sumber energi (Sjamsul Arief, dkk, 2018).
B. Farmakokinetik
1) Absorbsi
diabsorbsi melalui saluran pencernaan dan kemudian masuk ke
dalam aliran darah. Absorpsi obat metformin terjadi di usus kecil,
terutama di bagian atas usus kecil. Setelah diminum, metformin
cepat diabsorbsi dan mencapai konsentrasi maksimum dalam
darah sekitar 2,5 jam setelah konsumsi. Absorpsi metformin
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti dosis obat, keadaan
makan, dan keadaan saluran pencernaan (Abdul Munir, 2018).
2) Distribusi
Distribusi obat metformin dalam tubuh terjadi setelah obat
tersebut diabsorbsi melalui saluran pencernaan dan masuk ke
dalam aliran darah. Metformin terdistribusi ke jaringan tubuh,
terutama hati dan otot, di mana obat tersebut bekerja untuk
menurunkan produksi glukosa dan meningkatkan sensitivitas sel
terhadap insulin. Metformin tidak terikat dengan protein plasma
dalam darah, sehingga obat ini terdistribusi ke jaringan tubuh
dengan mudah. Konsentrasi metformin dalam jaringan tubuh,
seperti hati dan otot, cenderung lebih tinggi daripada konsentrasi
dalam darah. Dalam tubuh, metformin juga terdistribusi ke ginjal,
di mana sebagian besar obat ini diekskresikan melalui urin.
Pengeluaran obat ini melalui ginjal terutama terjadi melalui
filtrasi glomerulus dan sekresi tubular. Jumlah obat yang
diekskresikan melalui urin tergantung pada dosis dan keadaan
fungsi ginjal. Karena metformin tidak terikat dengan protein
plasma, obat ini juga tidak terdistribusi ke dalam cairan
serebrospinal dan cairan amnion. Namun, obat ini dapat
terdistribusi ke dalam asi selama menyusui. Dalam kondisi
normal, distribusi metformin di dalam tubuh cenderung stabil dan
terjadi dengan cepat. Namun, kondisi penyakit tertentu, seperti
gangguan fungsi ginjal, dapat mempengaruhi distribusi obat dan
meningkatkan risiko efek samping (Abdul Munir, 2018).
3) Metabolisme
Obat metformin memiliki metabolisme yang minimal pada
manusia,meskipun metformin tidak banyak mengalami
metabolisme di dalam tubuh, ada beberapa penelitian yang
menunjukkan bahwa obat ini dapat mengalami metabolisme
hepar, yaitu metabolisme yang terjadi di dalam hati. Pada
metabolisme hepar, obat diubah menjadi senyawa lain yang
kemudian diekskresikan melalui ginjal. Namun, proses ini tidak
signifikan dalam metabolisme metformin. bat metformin juga
tidak mempengaruhi metabolisme obat lain secara signifikan.
Namun, obat lain dapat mempengaruhi farmakokinetik
metformin, terutama melalui interaksi dengan enzim sitokrom
P450. Beberapa obat, seperti rifampisin dan barbiturat, dapat
meningkatkan metabolisme metformin dan mengurangi
efektivitas obat tersebut. Secara umum, metformin memiliki
farmakokinetik yang sederhana, dengan distribusi yang cepat dan
metabolisme yang minimal. Hal ini memudahkan pemantauan
konsentrasi obat dalam darah dan meminimalkan risiko interaksi
obat dengan obat lain. Meskipun demikian, tetap diperlukan
pengawasan dan konsultasi dokter dalam penggunaan obat
metformin untuk memastikan keamanan dan efektivitas
pengobatan (Abdul Munir, 2018).
4) Eksresi
Obat metformin diekskresikan terutama melalui ginjal, baik
dalam bentuk obat yang tidak berubah maupun sebagai metabolit
yang dihasilkan oleh hati. Metabolit yang dihasilkan oleh hati
kemudian diekskresikan melalui urin bersamaan dengan obat
yang tidak berubah. Proses ekskresi metformin melalui ginjal
terjadi terutama melalui dua jalur, yaitu filtrasi glomerulus dan
sekresi tubular. Metformin tidak diabsorbsi kembali ke dalam
darah di tubulus ginjal, sehingga sebagian besar obat akan
dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Waktu paruh (half-life)
metformin berkisar antara 1,5 hingga 4,5 jam pada orang sehat
dengan fungsi ginjal normal. Namun, pada orang yang mengalami
gangguan fungsi ginjal, waktu paruh obat ini dapat lebih lama
karena pengeluarannya dari tubuh menjadi lebih lambat. Pada
kondisi gangguan ginjal yang parah, dosis metformin harus
disesuaikan agar tidak menumpuk di dalam tubuh dan
menyebabkan efek samping yang berbahaya. Metformin tidak
diekskresikan melalui cairan empedu dan tidak diserap kembali
ke dalam saluran pencernaan setelah diekskresikan melalui hati
atau ginjal, sehingga tidak mempengaruhi ekskresi obat secara
signifikan (Abdul Munir, 2018).
C. Farmakodinamik
Obat metformin bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas sel
tubuh terhadap insulin dan mengurangi produksi glukosa oleh hati.
Mekanisme kerja ini membuat obat ini menjadi pilihan utama untuk
pengobatan diabetes tipe 2. metformin bekerja dengan mengaktifkan
protein kinase AMP-activated (AMPK), yang merupakan enzim yang
berperan penting dalam mengatur metabolisme seluler dan keseimbangan
energi dalam tubuh. Aktivasi AMPK meningkatkan pengambilan glukosa
oleh sel-sel tubuh dan menurunkan produksi glukosa oleh hati. Selain itu,
metformin juga dapat mengurangi absorbsi glukosa di saluran
pencernaan dan meningkatkan penggunaan asam lemak sebagai sumber
energi, sehingga membantu mengurangi konsentrasi glukosa dalam
darah. Metformin juga memiliki efek anti-inflamasi, dengan mengurangi
produksi cytokine pro-inflamasi, seperti TNF-α dan IL-6. Hal ini
mempengaruhi respons inflamasi sistemik dan dapat membantu
mencegah perkembangan komplikasi diabetes yang berhubungan dengan
inflamasi. Selain itu, obat ini juga dapat meningkatkan jumlah dan
aktivitas endotelium-vasodilator nitrat oksida (NO), sehingga membantu
memperbaiki fungsi pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah ke
jaringan tubuh. Secara umum, farmakodinamik obat metformin terkait
dengan kemampuannya dalam mengatur keseimbangan energi dalam
tubuh dan mengurangi konsentrasi glukosa darah. Efek ini dapat
membantu mengontrol kadar glukosa dalam darah pada pasien diabetes
tipe 2 dan mencegah terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan
diabetes (Setiawati,2012).
D. Efek Samping
Efek samping yang mungkin timbul pada saat mengonsumsi obat
metformin yaitu:
1) Reaksi Gangguan Pencernaan
Metformin bekerja dengan menghambat produksi glukosa
oleh hati dan meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin,
sehingga membantu menurunkan kadar glukosa darah pada
pasien dengan diabetes tipe 2. Mekanisme kerja metformin
dapat menyebabkan gangguan pencernaan pada sebagian kecil
orang yang mengonsumsinya. Gangguan pencernaan yang
paling umum terjadi akibat penggunaan metformin adalah diare
dan mual. Hal ini terjadi karena metformin mempengaruhi
proses pencernaan dan penyerapan nutrisi di usus. Metformin
meningkatkan produksi asam laktat di usus, yang dapat
menyebabkan gangguan pencernaan dan diare. Selain itu,
metformin juga dapat mengurangi penyerapan vitamin B12 dan
asam folat dari usus, yang juga dapat menyebabkan gangguan
pencernaan. Namun, gangguan pencernaan ini biasanya bersifat
sementara dan dapat dikurangi dengan menyesuaikan dosis
metformin atau mengonsumsinya bersamaan dengan makanan
( Billiy, 2017).
2) Reaksi Alergi
Metformin dapat menyebabkan reaksi alergi. Reaksi alergi
dapat terjadi karena tubuh merespons secara berlebihan
terhadap bahan asing, seperti metformin. Reaksi alergi dapat
terjadi pada setiap bagian tubuh, termasuk kulit, saluran
pernapasan, saluran pencernaan, dan sistem kardiovaskular.
Gejala reaksi alergi pada kulit dapat berupa ruam, gatal, dan
pembengkakan. Gejala reaksi alergi pada saluran pernapasan
dapat berupa sesak napas, batuk, dan pilek. Gejala reaksi alergi
pada saluran pencernaan dapat berupa mual, muntah, dan diare.
Gejala reaksi alergi pada sistem kardiovaskular dapat berupa
tekanan darah rendah, pusing, dan kelelahan (Perkeni, 2019)
3) Reaksi Hilangnya Nafsu Makan
Metformin bekerja dengan menghambat produksi glukosa
oleh hati dan meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin,
sehingga membantu menurunkan kadar glukosa darah pada
pasien dengan diabetes tipe 2. Mekanisme kerja metformin
yang mempengaruhi produksi glukosa di hati dan peningkatan
sensitivitas tubuh terhadap insulin dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan pada sebagian kecil orang yang
mengonsumsinya. Hilangnya nafsu makan ini biasanya bersifat
sementara dan merupakan efek samping umum yang terjadi
pada pasien yang baru memulai pengobatan dengan metformin.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa metformin dapat
mempengaruhi pelepasan hormon lapar, seperti leptin dan
ghrelin, yang bertanggung jawab atas rasa lapar dan kenyang
pada manusia. Selain itu, metformin juga dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat untuk mengurangi nafsu makan (Billiy,
2017).
4) Reaksi Pusing dan Sakit Kepala
Metformin dapat mempengaruhi kadar glukosa darah dan
menyebabkan penurunan kadar gula darah di bawah kadar
normal (hipoglikemia). Kondisi hipoglikemia dapat
menyebabkan gejala seperti pusing, sakit kepala, dan rasa lelah.
Namun, hipoglikemia biasanya terjadi pada pasien yang
menggunakan dosis tinggi metformin atau memiliki risiko
hipoglikemia yang lebih tinggi, seperti pasien dengan penyakit
ginjal yang berat. ( Billiy, 2017)
5) Reaksi Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan efek samping yang dapat
terjadi pada pasien yang menggunakan metformin. Mekanisme
kerja obat ini pada dasarnya adalah meningkatkan sensitivitas
insulin dan mengurangi produksi glukosa oleh hati, sehingga
dapat membantu menurunkan kadar gula darah pada pasien
dengan diabetes tipe 2. Pada beberapa pasien, penggunaan
metformin dapat menyebabkan penurunan nafsu makan atau
perubahan pola makan yang lebih sehat, sehingga
menyebabkan penurunan berat badan. Selain itu, metformin
juga dapat meningkatkan metabolisme lemak dan mengurangi
penyerapan glukosa di usus, yang dapat membantu
menurunkan berat badan pada pasien dengan obesitas. Namun,
penurunan berat badan pada pasien yang menggunakan
metformin tidak selalu terjadi dan dapat bervariasi tergantung
pada faktor-faktor individu, seperti gaya hidup, pola makan,
dan aktivitas fisik ( Billiy, 2017).
6) Reaksi Lemas
Lemas atau kelelahan dapat terjadi sebagai efek samping
pada beberapa pasien yang menggunakan metformin.
Mekanisme kerja obat ini pada dasarnya adalah meningkatkan
sensitivitas insulin dan mengurangi produksi glukosa oleh hati,
sehingga dapat membantu menurunkan kadar gula darah pada
pasien dengan diabetes tipe 2. Namun, pada beberapa pasien,
penggunaan metformin dapat menyebabkan penurunan kadar
glukosa darah yang terlalu rendah (hipoglikemia), yang dapat
menyebabkan gejala lemas, kebingungan, berkeringat, dan
gemetar. Hal ini dapat terjadi terutama jika pasien
mengonsumsi metformin bersamaan dengan obat lain yang
juga dapat menurunkan kadar gula darah, atau jika pasien tidak
mengikuti jadwal konsumsi obat dengan tepat. Selain itu,
beberapa pasien mungkin mengalami efek samping
gastrointestinal seperti diare atau mual yang dapat
menyebabkan kelelahan atau lemas. Namun, efek samping ini
biasanya bersifat ringan dan dapat berkurang seiring waktu
( Billiy, 2017).
7) Reaksi Kram Otot dan Nyeri Sendi
Kram otot dan nyeri sendi bukanlah efek samping umum dari
penggunaan metformin. Namun, dalam beberapa kasus, pasien
dapat mengalami efek samping ini selama pengobatan dengan
metformin. Meskipun tidak sepenuhnya dipahami, beberapa
studi menunjukkan bahwa metformin dapat memengaruhi
penyerapan vitamin B12 dan asam folat, yang dapat
mempengaruhi kesehatan otot dan sendi. Defisiensi vitamin
B12 dan asam folat dapat menyebabkan neuropati perifer dan
masalah otot lainnya seperti kram dan kelemahan. Selain itu,
beberapa pasien mungkin mengalami efek samping
gastrointestinal seperti diare atau mual yang dapat
menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit yang dapat
mempengaruhi kesehatan otot dan sendi ( Billiy, 2017).
E. Interaksi Obat dan Pengatasannya
Interaksi obat dapat terjadi ketika dua atau lebih obat digunakan
bersamaan dan dapat mempengaruhi efektivitas dan keamanan
pengobatan. Beberapa interaksi obat yang dapat terjadi dengan
metformin antara lain:
1. Penggunaan bersamaan demgan obat-obat yang mempengaruhi
fungsi ginjal, seperti NSAID (ibuprofen,dan aspirin), dapat
meningkatkan risiko asidosis laktat.
2. Obat-obat yang meningkatkan kerentanan terhadap
hipoglikemia, seperti insulin dan sulfonylurea, dapat
meningkatkan risiko hipoglikemia saat digunakan bersamaan
dengan metformin.
3. Penggunaan bersamaan dengan obat-obat yang mempengaruhi
penyerapan glukosa dari saluran pencernaan, seperti obat anti-
kolesterol (colesevelam), dapat menurunkan efektivitas
metformin. Sebaiknya metformin dikonsumsi setidaknya satu
jam sebelum atau dua jam setelah obat ini.
4. Penggunaan bersamaan dengan alcohol yang dapat
meningkatkan risiko asidos laktat. Sebaiknya hindari konsumsi
alcohol secara berlebihan.
5. Penggunaan bersamaan dengan obat yang dapat menyebabkan
gangguan pencernaan, seperti antibiotik yang dapat
meningkatkan risiko efek samping gastrolntestinal seperti diare .
( Nurul Asia, 2011)

Jika terjadi interaksi obat atau efek samping yang tidak diinginkan saat
menggunakan metformin, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter.
Beberapa cara untuk mengatasi interaksi obat dengan metformin antara
lain:
1. Menghindari penggunaan bersamaan dengan obat-obat yang
mempengaruhi fungsi ginjal dan alcohol
2. Mengawasi kadar gula darah dan mengurangi dosis metformin
atau obat-obatan lain jika diperlukan
3. Menjaga pola makan dan aktivitas fisik yang sehat untuk
membantu mengendalikan kadar gula darah ( Nurul Asia, 2011)
F. Monitoring Efek Samping Obat
Monitoring efek samping obat metformin sangat penting untuk
memastikan bahwa pengobatan berjalan dengan aman dan efektif.
Beberapa cara untuk melakukan monitoring efek samping obat
metformin antara lain:
1. Memantau kadar gula darah
Pemeriksaan rutin kadar gula darah dapat membantu
mengidentifikasi apakah dosis metformin yang digunakan telah
sesuai atau perlu disesuaikan. Jika kadar gula darah terlalu
rendah, maka dosis metformin mungkin perlu dikurangi atau
kombinasi dengan obat lain ( Andini, 2009).
2. Menjaga fungsi ginjal
Obat metformin harus di hindari atau digunakan dengan hati-
hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Oleh karena itu,
monitoring fungsi ginjaln secara ruitn sangat penting untuk
memastikan bahwa obat tidak menyebabkan kerusakan pada
ginjal ( Andini, 2009).
3. Melakukan test fungsi hati
Metformin dapat mempengaruhi fungsi hati pada beberapa
pasien. Oleh karena itu, test fungsi hati secara rutin dapat
membantu memantau efek samping obat metformin terhadap
fungsi hati ( Andini, 2009).
4. Menjaga berat badan dan memantau gejala gastrointestinal
Beberapa efek samping obat metformin yang umum adalah
penurunan berat badan, diare, dan mual. Monitoring berat badan
dan gejala gastrontetinal dapat membantu mengidentifikasi
apakah dosis metformin yang digunakan telah sesuai atau perlu
disesuaikan ( Andini, 2009).
5. Mengidentifikasi tanda-tanda asidosis laktat
Asidosis laktat merupakan efek samping yang jarang namun
serius dari penggunaan metformin. Beberapa tanda dan gejala
asidosis laktat antara lain mual,muntah, sakit perut, kelelahan,
dan sesak nafas ( Andini, 2009).
BAB 3
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Obat metformin merupakan obat yang efektif dalam mengatasi diabetes
tipe 2. Obat metformin bekerja dengan mengurangi produksi glukosa di hati,
meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan tubuh, dan memperlambat
penyerapan glukosa di saluran pencernaan. Selain itu, obat metformin
memiliki efek samping yang dapat muncul seperti gangguan pencernaan,
penurunan berat badan, serta reaksi alergi dan hipoglikemia pada beberapa
pasien.
Pada pasien dengan kondisi khusus seperti gangguan fungsi ginjal atau
hati, perlu dilakukan pengawasan dan penyesuaian dosis obat metformin.
Penggunaan obat metformin juga perlu dihindari pada pasien dengan risiko
tinggi terkena asidosis laktat. Oleh karena itu, penting untuk memahami
mekanisme kerja obat metformin serta mengikuti aturan penggunaan dan
monitoring yang disarankan oleh dokter.
DAFTAR PUSRAKA

Dodik Briawan, 2015. Terapi Gizi Untuk Diabetes Mellitus . Gramedia


Pustaka. Bandung

Yustinus Prasetyo, 2017. Pengendalian Diabetes Mellituss . Salemba


Medika. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI, 2020. Pedoman Pencegahan Dan


Pengendalian Diabetes Mellitus Tipe 2 . Kemenkes RI . Jakarta

Bambang Setiawan ,2019. Panduan Penggunaan Obat . Erlangga . Jakarta

Sweetman, 2009. Obat-Obat Diabetes Tipe II . Universitas Padjajaran . Bandung

Patil, 2010. Penggunaan Obat Tablet Diabetes . Erlangga . Jakarta

Sjamsul Arief, dkk , 2018 . Farmakologi Dan Terapi . Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia

Abdul Munir , 2018 . Terapi Obat Pada Penyakit Metabolik Dan Endrokrin .
Sagung Seto . Malang

Setiawati, 2012 . Pendahuluan Farmakodinamik . Erlangga . Jakarta

Billiy , 2017 . Mengenal Efek Samping Diabetes Millitus . Fakultas Kesehatan


Akademi Keperawatan Malahayati . Medan

Andini , 2009. Mencegah dan Mengatasi Diabetes . Gramedia Pustaka Utama .


Jakarta

Anda mungkin juga menyukai