Anda di halaman 1dari 12

PERKEMBANGAN TEORI HUBUNGAN INTERPERSONAL

DARI SULLIVAN HINGGA GOLLEMAN

Drs. Kris Bawa Riyanta, M.Pd.


Dosen Program Studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan IKIP PGRI Wates

ABSTRAK
Teori hubungan interpersonal awalnya dilontarkan oleh psikiatris Amerika bernama Harry Stack
Sullivan (1892-1949). Pada jamannya, dia satu-satunya psikiatris yang menekankan peran sosial
dan kekuatan interpersonal, dengan teorinya Interpersonal Theory of Psychiatry (Pervin, Cervone,
dan John, 2010: 149). Dia membangun teori kepribadian yang komprehensif (Feist dan Feist, 2011:
254). Teori-teori Sullivan masih sangat relevan dengan teori-teori kepribadian sekarang ini
(Friedman dan Schustack, 2008: 371). Menurut Pincus dan Ansell, dalam Millon, Lerner, Weiner
(Ed.) (2003: 209), teori hubungan interpersonal mengalami perluasan dan perubahan selama lima
puluh tahun terakhir. Teori hubungan interpersonal juga mengalami variasi nama dan pokok
bahasan, sehingga ada penilaian bahwa teori hubungan interpersonal mengalami krisis identitas.
Krisis idenditas tersebut berakhir setelah ada usaha integrasi teori hubungan interpersonal dengan
teori kognitif. Pokok-pokok teori hubungan interpersonal Sullivan penulis sajikan berikut ini.
Kata Kunci: Hubungan Interpersonal – Kepribadian – Teori Kognisi

Pendahuluan

Empat pilar pendidikan (The Four Pillars of Education) yang dicanangkan tahun 1996
oleh UNESCO (http://www. unesco. org/delors/fourpil. htm, diunduh 6 Januari 2013)
meliputi: learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning be. Terkait
dengan learning to live together, salah satu tugas pendidikan menurut UNESCO
(http://www. unesco. org/delors/ltolive. htm) adalah “. . . to teach pupils and students
about human diversity and to instil in them an awareness of the similarities and
interdependence of all people” (untuk mengajar siswa tentang keragaman manusia dan
untuk menanamkan kesadaran akan persamaan dan saling ketergantungan dari
semua orang. Dengan kata lain, kesadaran akan (1) keragaman dan persamaan manusia
dan (2) saling ketergantungan dari semua orang merupakan syarat hubungan interpersonal
dalam konteks ‘to live together’.

Sehat-tidaknya hubungan interpersonal berpengaruh terhadap anggota yang berada


di dalamnya. Tonnies, sebagaimana dikutip oleh Gerungan (2010: 93), menyatakan bahwa
ada kelompok yang tergolong gemeinschaft dan gesselschaft. Kelompok gemeinschaft
menunjukkan suasana kekeluargaan, bantu-membantu, dan berdasarkan simpati. Sebaliknya
kelompok gesselschaft menunjukkan suasana yang berdasarkan perhitungan rasional,
objektif, zakelijkheid, dan sejenisnya.

Myrick (2011: 146) mengelompokkan suasana hubungan interpersonal ini dalam 3


(tiga) variasi. Pertama adalah hubungan istimewa, di mana setiap anggotanya merasa
nyaman, akrab, kompak begitu saja tanpa alasan yang jelas (seem to happen without any
apparent reason). Kedua adalah suasana hubungan interpersonal yang awalnya tidak
nyaman, tetapi kemudian hubungan itu menjadi akrab. Ketiga adalah suasana hubungan
interpersonal yang sejak awal diwarnai pertentangan. Suasana hubungan interpersonal tidak
43
Perkembangan Teori Hubungan Interpersonal Dari Sullivan Hingga Golleman
(Kris Bawa Riyanta)

sehat sering menyebabkan terbentuknya kelompok-kelompok. Jika meminjam istilah Glezer


(dalam Corey, 2012), ada kelompok top dog atau big boss, dan sebaliknya ada kelompok
underdog.
Teori hubungan interpersonal mengalami perkembangan, dari konsep teoritik yang
kaku (sulit dipahami) hingga menjadi teori yang lebih praktis. Pada awalnya, teori hubungan
interpersonal dibangun dengan diksi-diksi asing dari tuturan harian, sehingga pembaca
mengalami kesulitan memahami makna dari teori tersebut. Selanjutnya, pada
perkembangan terakhir, teori hubungan interpersonal dibangun dengan diksi-diksi yang lebih
mudah diterima oleh masyarakat pada umumnya.

Tulisan ini secara berturutan akan menjawab 2 (dua) pertanyaan besar. Pertama,
apakah batasan dari hubungan interpersonal? Kedua, bagaimanakah perkembangan teori
hubungan interpersonal dari Sullivan hingga Daniel Goleman?

Batasan Hubungan Interpersonal

Dalam bahasa Inggris, ‘hubungan interpersonal’ disebut interpersonal relationship,


interpersonal relation, personal relationship, personal relation, relationship, atau
interpsersonal. Frase ‘hubungan interpersonal’ terdiri dari kata ‘hubungan’ dan
‘interpersonal’. Menurut Cambridge Advanced Learner’s Dictionary third edition (2008),
relationship memiliki makna “the way in which two or more people feel and behave towards
each other”, cara di mana dua orang atau lebih saling berasa dan berperilaku. Batasan
relationship tersebut secara implisit sudah mengandung makna interpersonal, yaitu pada
frase ‘dua orang atau lebih’ (two or more people). Batasan relationship tersebut bersifat
netral, tidak menyatakan positif (menerima) atau negatif (menolak) hingga relationship dari
dua orang atau lebih itu diukur taraf ‘to feel’ dan ‘to behave’-nya. Dengan kata lain, ‘to feel’
dan ‘to behave’ adalah konasi (bermakna konatif) dari relationship.

Kata ‘interpersonal’ berasal dari bahasa Inggris, dibangun dari morfem terikat ‘inter’
dan morfem bebas ‘personal’. Menurut Reber dan Reber (210: 485), interpersonal
dipadankan dengan “antar-pribadi”, yang artinya “. . . relasi-relasi di antara dua atau lebih
individu, dengan konotasi kalau interaksi bersifat timbal-balik dan saling menguntungkan.
. . ”. Batasan dari Reber dan Reber tersebut mengandung makna konotatif dan denotatif.
Secara konotatif interpersonal dimaknai sebagai “interaksi bersifat timbal-balik dan saling
menguntungkan”. Secara denotatif, interpersonal dimaknai sebagai “relasi-relasi di antara
dua atau lebih individu”; mencakup (1) timbal-balik dan saling menguntungkan, (2) tidak
timbal-balik dan tidak saling menguntungkan, atau (3) netral.

Ikatan atau relasi ‘saling’ atau ‘timbal-balik’ antara dua orang atau lebih itu sering
dinyatakan dengan kata, frase, atau kalimat yang lain, yang memiliki makna kototatif yang
sama. Menurut MSD (Management Study Guide), dalam http://www.
managementstudyguide. com dinyatakan bahwa “A strong bond between two or more
people refers to interpersonal relationship” (ikatan yang kuat antara dua orang atau lebih
bermakna hubungan interpersonal). Frase ‘a strong bond’ memiliki kesamaan makna
konotatif dengan ‘saling’ dan ‘timbal-balik’. Ditambahkan bahwa “Attraction between
individuals brings them close to each other and eventually results in a strong interpersonal
relationship” (ketertarikan antar individu mendekatkan satu sama lain dan akhirnya
menyebabkan hubungan interpersonal yang kuat). Ketertarikan (attraction) di sini
merupakan ‘sebab’ terjadinya hubungan interpersonal.
44
AKADEMIKA: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Volume. 19, No. 2, Oktober 2020

Sullivan (dalam Millon, Lerner, Weiner (Ed.), 2003: 210) menyatakan bahwa di
dalam situasi hubungan interpersonal, para individu mengekspresikan kecenderungan
bersama yang membuat mereka saling mengejar kepuasan (sebagian besar tentang
kebutuhan-kebutuhan biologis) maupun rasa-aman (misalnya harga-diri dan
ketidakcemasan). Pernyataan Sullivan tersebut menggambarkan ‘seperti apa’ situasi
hubungan interpersonal yang sehat (HIS), yaitu ditandai adanya (1) kebebasan
mengekspresikan (2) kecenderungan bersama, (3) terpuaskannya kebutuhan, dan (4) rasa
aman.

Dari beberapa pendapat di atas, terdapat kata atau frase sebagai berikut: (1) relasi-
relasi antara dua orang atau lebih, (2) kesadaran akan kesamaan, (3) saling tergantung dan
menguntungkan. Dengan demikian, hubungan interpersonal didefinisikan sebagai “ taraf
relasi timbal-balik antara dua orang atau lebih yang dilandasi kesadaran akan persamaan
sebagai manusia, ditandai perasaan dan tindakan saling tergantung dan saling
menguntungkan”.
Teori Harry Stack Sullivan

Hubungan Interpersonal dan Kepribadian. Menurut Sullivan, kepribadian


manusia berkembang dalam konteks sosial. Tanpa orang lain, manusia tidak akan memiliki
kepribadian. Sebuah kepribadian tidak akan dapat terpisahkan dari hubungan interpersonal
kompleks di mana seseorang hidup dan memiliki keberadaannya. Diri (the self) berkembang
dari perasaan saat berhubungan dengan orang lain, dan persepsinya tentang bagaimana
dirinya dinilai oleh orang lain.

Menurut Sullivan (dalam Feist dan Feist, 2011: 259), kepribadian merupakan sistem
energi. Energi dapat berupa ketegangan (potensi tindakan) dan tindakan itu sendiri (energi
transformasi). Transformasi energi mengubah ketegangan menjadi tingkahlaku tersembunyi
atau terbuka dan bertujuan memuaskan kebutuhan serta mengurangi ketegangan.

Ketegangan adalah potensi tindakan yang mungkin atau tidak mungkin dialami
dalam kesadaran, sehingga tidak semua ketegangan dirasakan secara sadar. Kecemasan,
firasat, kebosanan, rasa lapar, dan hasrat seksual dirasakan, namun tidak pada tingkat
kesadaran. Dua jenis ketegangan yaitu kebutuhan dan kecemasan. Kebutuhan menghasilkan
tindakan produktif, sedangkan kecemasan menghasilkan tingkahlaku nonproduktif, bersifat
disintegrasi.

Beberapa Terminologi dalam Teori Sullivan.

Kebutuhan. Kebutuhan adalah ketegangan yang dibawa oleh ketidakseimbangan


biologis antara seseorang dengan lingkungan fisiokimiawi, baik di dalam maupun di luar
organisme. Kebutuhan bersifat sementara, ketika terpuaskan mereka kehilangan kekuatan
untuk sementara, namun seiring waktu, mereka cenderung muncul kembali. Walaupun
memiliki komponen biologis, banyak kebutuhan yang berakar dari situasi interpersonal.
Kebutuhan interpersonal paling mendasar adalah kelembutan (tenderness). Seorang bayi
membutuhkan kelembutan melalui tangis, senyum, dengkuran menggunakan mulutnya.
Seorang ibu memberikan kebutuhan kelembutan dengan membelai, menyentuh, menimang
menggunakan tangan ibu. Kebutuhan umum berkaitan dengan kesejahteraan seseorang
secara menyeluruh. Kebutuhan zona khusus timbul dari area tertentu pada tubuh. Contoh
kebutuhan umum: makan, minum, oksigen. Contoh kebutuhan zona khusus: berbicara, oral,

45
Perkembangan Teori Hubungan Interpersonal Dari Sullivan Hingga Golleman
(Kris Bawa Riyanta)

seksual.

Transformasi Energi. Ketegangan yang diubah bentuk menjadi tindakan, baik


tersembunyi maupun terbuka, disebut transformasi energi. Transformasi energi ini bertujuan
memuaskan kebutuhan dan mengurangi kecemasan (dua ketegangan utama). Transformasi
energi yang tersebunyi misalnya: emosi, pikiran, atau tingkahlaku tersembunyi.

Dinamisme. Dinamisme adalah karakteristik konsisten, pola tingkah laku umum,


sifat, pola kebiasaan, sebagai hasil dari transformasi energi. Ada dua dinamisme, yaitu (1)
yang berkaitan dengan zona khusus seperti mulut, anus, dan alat genital, dan (2) yang
berkaitan dengan ketegangan. Dinamisme yang berhubungan dengan ketegangan memiliki
tiga kategori yaitu: disjungtif (berlawanan), konjungtif (menghubungkan), dan
mengasingkan. Disjungtif mencakup pola tingkahlaku destruktif yang berhubungan
dengan konsep kedengkian; konjungtif mencakup pola tingkah laku bermanfaat seperti
keintiman dan konsep diri; mengasingkan mencakup pola tingkah laku yang tidak
berhubungan dengan hubungan interpersonal, seperti berahi.

Berahi. Berahi adalah kecenderungan mengasingkan, tidak membutuhkan siapapun


untuk memenuhinya. Berahi menampilkan dirinya sebagai tingkahlaku otoerotis ( autoerotic),
bahkan ketika seseorang menjadi objek berahi orang lain. Berahi merupakan dinamisme
yang sangat kuat selama masa remaja, biasanya menyebabkan rasa percaya diri berkurang,
karena aktifitasnya ditolak oleh orang lain sehingga meningkatkan kecemasan, dan
mengurangi rasa percaya diri. Berahi sering mengganggu hubungan intim, karena mudah
sekali disalahartikan sebagai ketertarikan seksual.

Sistem Diri. Sistem diri adalah dinamisme yang paling kompleks, termasuk
dinamisme disjungtif, pola tingkah laku yang konsisten yang mempertahankan rasa aman
interpersonal manusia dengan melindunginya dari kecemasan. Sistem diri adalah dinamisme
disjungtif yang timbul dari situasi interpersonal. Tugas utama sistem diri adalah melindungi
dari kecemasan.

Keintiman. Hubungan interpersonal dipupuk melalui keintiman, tetapi diganggu


oleh kecemasan dan kedengkian. Sullivan (dalam Feist dan Feist, 2011) menyatakan bahwa
perkembangan manusia yang sehat tergantung pada kemampuan untuk mencapai keintiman
dengan orang lain. Keintiman berbeda dengan minat seksual. Keintiman membantu
mengurangi kecemasan, dan merupakan pengalaman berharga yang diinginkan oleh orang
sehat.

Kecemasan. Menurut Sullivan (dalam Feist dan Feist, 2011: 260), kecemasan
adalah pengganggu utama yang menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang
sehat. Kecemasan menggagalkan hubungan interpersonal (keintiman) yang memuaskan.
Kecemasan merupakan kekuatan pengganggu utama yang menghambat perkembangan
hubungan interpersonal yang sehat. Menurut Sullivan (dalam Millon, Lerner, Weiner (Ed.),
2003: 210), pembelajaran interpersonal perilaku sosial dan konsep diri didasarkan pada
gradasi kecemasan terkait dengan situasi interpersonal. Semua situasi antarpribadi berkisar
dari memuaskan (sangat aman) melalui berbagai tingkat kecemasan dan berakhir dalam
suatu kelas situasi yang berhubungan dengan kecemasan yang parah sehingga dipisahkan
dari pengalaman.

Kedengkian. Sullivan (dalam Feist dan Feist, 2011: 262) memandang kedengkian

46
AKADEMIKA: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Volume. 19, No. 2, Oktober 2020

sebagai dinamisme disjungtif (perlawanan) terhadap kejahatan dan kebencian yang ditandai
oleh perasaan hidup di antara musuh-musuh. Kedengkian timbul sekitar usia dua atau tiga
tahun, saat tindakan anak tidak mendapat kelembutan maternal, disangkal, tidak diacuhkan,
disambut dengan kecemasan dan rasa sakit. Ketika orangtua berusaha mengendalikan
tingkahlaku anak dengan rasa sakit fisik dan teguran, anak belajar menahan ungkapan
kebutuhan akan kelembutan, dan dia melindungi diri dengan mengadopsi sikap dengki.
Orangtua dan kelompok temannya semakin suit untuk memberikan reaksi dengan
kelembutan, yang akhirnya menguatkan sikap negatif anak terhadap dunia. Tindakan dengki
dapat berupa sifat penakut, kenakalan, kekejaman, tingkahlaku asosial atau antisosial
lainnya.

Perkembangan Kognisi: Prototaksis, Parataksis, dan Sintaksis. Sullivan


membagi kognisi menjadi tiga tingkatan, atau tiga gaya pengalaman, yaitu prototaksis
(prototaxic), parataksis (parataxic), dan sintaksis (syntaxic). Tingkat prototaksis
merupakan pengalaman awal dan primitif. Pengalaman-pengalaman pada tingkat ini sulit
dikomunikasikan dengan orang lain, sulit digambarkan, atau dijabarkan. Satu cara untuk
memahaminya adalah dengan membayangkan pengalaman subjektif paling awal bayi yang
baru lahir. Pengalaman-pengalaman itu berkaitan dengan zona yang berbeda-beda pada
tubuh, dan dapat diamati. Misalnya lapar, sakit, mengisap, menangis. Bayi tidak tahu alasan
dari tindakannya, tidak tahu hubungan tindakan dan pemuasannya. Pengalaman-
pengalaman tersebut tidak dikenali, dan di luar ingatan sadar.

Pada orang dewasa, pengalaman prototaksis berbentuk sensasi-sensasi sementara,


bayangan, perasaan, suasana hati, dan kesan. Pengalaman-pengalaman tersebut
sepenuhnya tidak sadar, dirasakan dengan lemah, seperti gambaran-gambaran mimpi
primitif, dan kehidupan dalam keadaan bangun. Pengalaman-pengalaman seperti itu tidak
bisa dijelaskan dengan kata-kata, hanya bisa diberitahukan bahwa yang bersangkutan baru
saja mendapatkan sensasi aneh.

Pada tingkat parataksis, pengalaman-pengalaman bersifat pralogis. Pengalaman-


pengalaman parataksis timbul ketika seseorang berasumsi bahwa dirinya mengalami dua
kejadiaan bersamaan yang memiliki hubungan sebab-akibat. Pengalaman-pengalaman itu
bisa dikomunikasikan, dalam bentuk yang sudah diubah, tetapi maknanya tetap pribadi.
Misalnya anak mengucapkan ‘tolong’ dan permen pun datang, kemudian dia menyimpulkan
tolong sebagai sebab dan datangnya permen sebagai akibat. Hubungan sebab-akibat
semacam itu pralogis, ada distrosi parataksis, datangnya permen tidak semata-mata
karena ucapan ‘tolong’; tetapi karena ada orang lain yang menyerahkannya. Sebagian
tingkahlaku orang dewasa datang dari pemikiran parataksis yang sama.

Menurut Sullivan (dalam Millon, Lerner, Weiner (Ed.), 2003: 211), integrasi
parataksis melibatkan pengalaman subjektif dari situasi interpersonal yang dipengaruhi oleh
struktur dan proses intrapsikis. Sullivan menjelaskan, integrasi parataksis terjadi ketika suatu
situasi interpersonal disadari oleh seseorang, secara bersamaan ada situasi interpersonal
yang berbeda dengan kecenderungan integrasi utama, dan orang tersebut tidak
menyadarinya.

Pada tingkat sintaksis, pengalaman-pengalaman dapat dikomunikasikan secara


simbolis karena sudah ‘tervalidasi dalam mufakat’ (pengalaman yang maknanya disetujui
dua orang atau lebih). Simbol yang paling sering digunakan untuk komunikasi adalah

47
Perkembangan Teori Hubungan Interpersonal Dari Sullivan Hingga Golleman
(Kris Bawa Riyanta)

bahasa, kata-kata, dan gerakan isyarat. Menurut Sullivan, kognisi sintaksis kali pertama
muncul ketika suara atau gerakan isyarat dimaknai sama oleh orangtua dan anak.

Situasi Interpersonal. Hubungan interpersonal terjadi dalam situasi interpersonal,


dan setiap orang yang terlibat di dalamnya berkesempatan untuk mengutarakan
perasaannya atau hal-hal lain yang memberikannya kepuasan. Sullivan (dalam Millon,
Lerner, Weiner (Ed.) (2003: 210) mengatakan, “. . . that individuals express “integrating
tendencies” that bring them together in the mutual pursuit of both satisfactions (generally a
large class of biologically grounded needs) and security (i. e., self-esteem and anxiety-free
functioning)”. Artinya, bahwa para individu mengekspresikan kecenderungan bersama yang
membuat mereka saling mengejar kepuasan (sebagian besar tentang kebutuhan-kebutuhan
biologis) maupun rasa-aman (misalnya harga-diri dan ketidakcemasan).

Kecenderungan bersama berkembang sejak masih bayi hingga dewasa, dari yang
paling sederhana hingga membentuk pola-pola yang kompleks (increasingly complex
patterns). Pola-pola yang kompleks itu disebut juga dinamisme pengalaman interpersonal
(dynamism of interpersonal experience). Perkembangan hubungan interpersonal sejak bayi
itu terekam dalam memori melalui pembelajaran sesuai dengan usianya (age-appropriate
learning).
Menurut Sullivan, pembelajaran interpersonal tentang perilaku sosial dan konsep-diri
berdasarkan pada gradien kecemasan, yang berhubungan dengan situasi-situasi
interpersonal. Semua situasi interpersonal terentang dari puas, menuju cemas, dan berakhir
sangat cemas. Disebut puas karena tingkat keamanannya tinggi, cemas karena
keamanannya menurun, dan sangat cemas karena keamanannya sangat rendah dan tidak
terbayangkan sebelumnya.

Perbedaan individu dalam belajar terjadi ketika ‘batas pematangan’ (maturational


limits) mempengaruhi 3 hal. Pertama, perkembangan pemahaman tentang logika sebab-
akibat dan simbol-simbol yang disepakati (misalnya bahasa pada tingkat prototaxic,
parataxic, dan syntaxic). Kedua, pemahaman kualitas orang lain yang signifikan (termasuk
"penilaian refleksi" mereka tentang orang yang berkembang). Ketiga, pemahaman mereka
tentang hasil akhir dari situasi interpersonal yang mencirikan kehidupan manusia.

Dengan demikian, konsep Sullivan tentang situasi interpersonal dapat diringkas


sebagai pengalaman tentang pola mengaitkan diri dengan orang lain, yang dikaitkan dengan
perbedaan tingkat kecemasan (atau keamanan) di mana pembelajaran berlangsung, yang
mempengaruhi perkembangan konsep diri dan perilaku sosial. Ini adalah pengalaman
manusia yang sangat mendasar untuk diteliti oleh psikologi, dan merupakan aspek yang
signifikan dari upaya untuk mengintegrasikan teori interpersonal dengan teori kognitif,
keterikatan, psikodinamik, dan evolusi yang disebutkan sebelumnya.

Sullivan menggambarkan tiga hasil potensial dari situasi interpersonal. Pertama,


situasi interpersonal terselesaikan ketika diintegrasikan dengan kebutuhan pelengkap
bersama dan 'pola timbal balik dari kegiatan', yang mengarah ke "perasaan aman" dan
kemungkinan terulang. Sebuah contoh yang terkenal adalah resolusi penderitaan seorang
bayi oleh ketentuan perawatan lembut dari orang tuanya. ‘Ketegangan bayi tentang
kebutuhan’ membangkitkan kebutuhan pelengkap orangtua untuk memberikan perawatan.
Kedua, situasi interpersonal berlanjut ketika kebutuhan dan pola aktivitas tidak saling
melengkapi, ketegangan tersebut timbul, dan muncullah pemrosesan tersembunyi terhadap
48
AKADEMIKA: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Volume. 19, No. 2, Oktober 2020

langkah-langkah alternatif yang mungkin terhadap resolusi, mengarah pada kemungkinan


negosiasi dari hubungan interpersonal. Ketiga, situasi interpersonal menyebalkan ketika
kebutuhan dan tindakan tidak saling melengkapi dan resolusi tidak dapat ditemukan, yang
menyebabkan peningkatan kecemasan dan disintegrasi situasi.

Situasi interpersonal mendasari asal-usul, pengembangan, mutabilitas


(ketidaktetapan), dan pemeliharaan kepribadian. Pola dan pemolaan-ulang yang
berkelanjutan tentang pengalaman interpersonal dalam kaitannya dengan perubahan-
perubahan kepuasan dan keamanan dalam situasi interpersonal memunculkan konsep abadi
dari diri dan orang lain (personifikasi) serta pola abadi interpersonal yang berkaitan. Sebuah
teori kepribadian komprehensif meliputi analisis kontemporer yang menekankan deskripsi
dan analisis perkembangan saat ini, yang menekankan asal-usul historis serta makna
berkelanjutan pengalaman masa lalu pada fungsi saat ini. Konsisten dengan pendekatan ini,
aspek-aspek fundamental dari teori kepribadian interpersonal harus mencakup (a)
penggambaran dari apa yang dimaksud dengan interpersonal, (b) deskripsi sistematis
perilaku interpersonal, (c) deskripsi sistematis pola interpersonal timbal balik, (d) artikulasi
proses dan struktur yang menjelaskan pola abadi yang terkait, dan (e) prinsip-prinsip
motivasi dan perkembangan. Teoretikus interpersonal telah mencapai kesepakatan yang
lebih besar tentang deskripsi kontemporer daripada konsep perkembangan. Konsensus ini
disebabkan oleh ambiguitas tentang makna interpersonal.

Personifikasi. Personifikasi adalah gambaran-gambaran diri dan orang lain yang


diperoleh selama tahapan perkembangan. Gambaran diri itu cukup akurat, dan diwarnai oleh
kebutuhan dan kecemasan. Sullivan (lihat Feist dan Feist, 2011: 263 dan 264)
menggolongkan personifikasi dasar menjadi 4 (empat) gambaran diri, yaitu: ibu yang buruk,
ibu yang baik, saya, dan eidetik.

Ibu buruk dan Ibu Baik. Personifikasi ibu buruk tumbuh dari pengalaman bayi
terhadap puting buruk, puting yang tidak bisa memuaskan kebutuhan rasa lapar. Ibu buruk
ini tidak harus ibu yang sebenarnya, tetapi bisa berupa botol susu yang dipegang ayah,
kakak, atau siapapun yang sedang merawatnya. Setelah personifikasi ibu buruk terbentuk,
seorang bayi memperoleh dan membentuk personifikasi ibu yang baik. Hal ini berdasarkan
kelembutan dan tingkahlaku kooperatif dari seseorang yang keibuan.

Personifikasi Saya. Personifikasi saya yang buruk terjadi ketika ia mengalami


hukuman dan ketidaksetujuan dari mereka yang keibuan. Personifikasi saya yang baik
terjadi ketika ia mendapatkan penghargaan, persetujuan, dan kelembutan ibu. Personifikasi
bukan saya terjadi ketika seseorang mengalami kecemasan berat, tidak diacuhkan.

Personifikasi Eidetik. Personifikasi eidetik ini merupakan gambaran tentang


sesuatu yang tidak nyata, atau teman khayalan, yang diciptakan bayi untuk melindungi rasa
percaya diri. Personifikasi eidetik ini juga bisa dialami orang dewasa, yaitu dengan
memproyeksikan sifat khayalan yang merupakan sisa dari hubungan terdahulu. Personifikasi
eidetik pada orang dewasa ini bisa mengganggu komunikasi, mengganggu hubungan
interpersonal, karena mencegah untuk berfungsi pada tingkat kognisi yang sama.

Interpersonal dan Intrapsikis. Interpersonal dan intrapsikis memiliki makna


yang berbeda. Perbedaan ini menjawab pertanyaan di mana situasi interpersonal dapat
ditemukan. Sebelumnya perlu dikemukakan bahwa fenomena interpersonal berada di dua
tempat, satu berada di antara orang-orang, dan satunya lagi berada dalam diri seseorang.
49
Perkembangan Teori Hubungan Interpersonal Dari Sullivan Hingga Golleman
(Kris Bawa Riyanta)

Yang berada di antara orang-orang itu adalah interpersonal, sedangkan yang berada dalam
diri seseorang adalah intrapsikis.

Dikotomis pada kedua istilah itulah yang membedakan antara analisis kontemporer
dan analisis perkembangan. Analisis kontemporer membahas pandangan tentang pola-pola
perilaku timbal-balik orang-orang yang terlibat pemecahan-masalah, negosiasi, atau
menghancurkan situasi interpersonal; itulah interpersonal. Sebaliknya, analisis
perkembangan membahas sesuatu yang relatif stabil yang dibawa orang ke dalam setiap
situasi interpersonal baru, yang bertahan lama berada dalam orang itu, itulah intrapsikis.
Konsep dikotomi interpersonal dan intrapsikis sebagai dua rangkaian fenomena tersebut,
menyebabkan para teoretikus interpersonal lebih berfokus pada analisis kontemporer, dan
enggan berfokus pada pengaruh perkembangan.

Teori Perilaku Interpersonal

Teori tentang perilaku interpersonal ini sebenarnya tidak bisa digolongkan sebagai
teori yang baru, sebab konsep-konsepnya dikembangkan dari konsep fungsi interpersonal
(interpersonal functioning) dari Sullivan. Para teoretikus perilaku interpersonal ini berusaha
mengembangkan model-model konseptual dan empiris yang teratur dan taat-asas, guna
menggambarkan perilaku interpersonal. Tujuannya adalah untuk memperoleh kategori-
kategori generalisasi yang meningkat (increasing generality) yang memberikan gambaran
perilaku menurut hubungan interpersonal yang natural. Dalam istilah kontemporer, sistem
tersebut disebut sebagai model struktural, yang dapat digunakan untuk secara konseptual
mensistematisasikan observasi dan kovariasi dari variabel minat.

Ada dua pendekatan empiris yang berkaitan dengan pengembangan model


struktural yang menggambarkan fungsi interpersonal. Pincus, Gurtman, & Ruiz (dalam
Millon, Lerner, Weiner (Ed.), 2003: 212) menyebutnya sebagai pendekatan perbedaan
individual dan pendekatan diadik. Meskipun masing-masing pendekatan memiliki aspek yang
unik, keduanya merupakan model struktural terbaik dari perilaku interpersonal berbentuk
lingkaran atau circumplex. Sifat geometrik model circumplex menimbulkan metode
komputasi yang unik untuk penilaian dan penelitian. Model circumplex dari perilaku
interpersonal ini digunakan untuk mengaitkan deskripsi konsep teoritis. Pengembangan
model circumplex perilaku interpersonal secara signifikan telah mempengaruhi
perkembangan kontemporer dalam teori interpersonal, dan sebaliknya.

Teori Kecerdasan Interpersonal Daniel Goleman

Teori kecerdasan interpersonal ini sebagai subsistem dari teori kecerdasan


emosional (emotional intelligence) cetusan Goleman. Teori ini tidak mutlak sebagai hasil
pemikiran Goleman, tetapi kompilasi dari berbagai konsep para ahli yang dirangkum oleh
Goleman, yang kelak mendasari teori-teorinya. Oleh karena itu, untuk memaparkan teori
kecerdasan interpersonal Goleman ini, penulis menampilkan pula pendapat ahli lain yang
dikutip Goleman.

Ada 4 (empat) frase yang menunjuk pada kecerdasan interpersonal yang dibahas
oleh Goleman, yaitu: (1) batasan kecerdasan interpersonal, (2) komponen kecerdasan
interpersonal, (3) peranan perasaan dalam pemikiran atau kehidupan batin emosional, dan
(4) penguasaan diri. Keempat komponen tersebut penulis paparkan pada bahasan berikut
ini.

50
AKADEMIKA: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Volume. 19, No. 2, Oktober 2020

Batasan Kecerdasan Interpersonal. Gardner, sebagaimana dikutip oleh


Goleman (2002: 52), menyatakan bahwa kecerdasan interpersonal adalah “kemampuan
untuk memahami orang lain: apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja,
bagaimana bekerja bahu-membahu dengan mereka”. Gardner mencontohkan tentang
orang-orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi antara lain: tenaga-tenaga
penjualan yang sukses, politisi, guru, dokter, dan pemimpin keagamaan.

Komponen Kecerdasan Interpersonal. Gardner (dalam Goleman, 2002: 51)


memecah komponen kecerdasan interpersonal menjadi 4 (empat) buah kemampuan, yaitu:
(1) kepemimpinan, (2) kemampuan membina hubungan dan mempertahankan
persahabatan, (3) kemampuan menyelesaikan konflik, dan (4) keterampilan analisis sosial.
Jika kita cermati, keempat komponen tersebut menunjukkan bahwa mereka yang sukses
dalam hubungan interpersonal bersifat aktif (bukan pasif) dalam hubungan interpersonal.
Mereka lebih banyak to give (memberi), bukan hanya to take (menerima).

Peranan Perasaan dalam Pemikiran. Goleman (2002: 55 dan 69)


mengisyaratkan pentingnya perasaan dalam hubungan interpersonal. Hubungan antarpribadi
tidak hanya jasa pemikiran (thought), tetapi lebih dari itu jasa perasaan. Pada bagian lain,
Goleman menyebutnya dengan frase ‘kehidupan batin emosional’. Goleman mencontohkan,
begitu banyak orang yang cerdas tetapi lawan bicara menilainya sebagai orang yang dingin.
Orang-orang semacam ini mengalami ketidakmampuan mengungkapkan emosinya (seperti
menyayang atau memperhatikan), keterbatasan perbendaharaan kata emosional. Pada
pembahasan kelak, orang-orang yang dicontohkan Goleman tersebut oleh Kowalski (2010)
dipandang memiliki AIB (Aversive Interpersonal Behaviors).

Penguasaan Diri. Menurut Goleman (2002: 77), penguasaan diri merupakan


kemampuan untuk menghadapi badai emosional yang dibawa oleh Sang Nasib. Untuk
menjaga hubungan interpersonal yang sehat, emosi perlu dijaga agar tetap dalam kondisi
wajar; tidak ditekan atau tidak dibiarkan meningkat dengan intensitas terlampau tinggi.
Salah satu upaya menjaga emosi tersebut misalnya menjaga amarah.

Ahli lain menambahkan pentingnya dua hal berikut ini dalam hubungan
interpersonal. Pertama adalah SOS (Self, Other, dan Strategies). Kedua adalah trust. Salmon
dan Freedman (2002: 14) mengatakan bahwa pemahaman tentang SOS (Self, Other, dan
Strategies) guna menghadapi situasi-sosial tertentu memegang peranan penting dalam
hubungan interpersonal. Ini berarti bahwa pemahaman yang baik tentang SOS berpengaruh
terhadap keberhasilan hubungan interpersonal. Sebaliknya rendahnya pemahaman tentang
SOS berpengaruh terhadap kegagalan hubungan interpersonal.

Selanjutnya, kepercayaan (trust) penting dalam hubungan interpersonal. Simpson,


dalam Kruglanski. dan Higgins (Ed.) (2007: 587), mengatakan “Trust is one of the most
important components—and perhaps the most essential ingredient—for the development
and maintenance of happy, well-functioning relationships” (kepercayaan adalah salah satu
dari komponen-komponen paling penting –dan mungkin ramuan terpenting- dalam
pengembangan dan pemeliharaan hubungan yang bahagia dan berfungsi penuh).

Untuk merawat hubungan interpersonal, berikut ini ada pendapat yang sangat baik.
Dari penelitian Downie, Mageau & Koestner (2008: 523) disimpulkan bahwa hubungan
interpersonal lebih memuaskan jika individu secara konsisten merasa bebas ( autonomous),
kompeten (competent), dan tersambung (related). Kebebasan, konsistensi, dan
51
Perkembangan Teori Hubungan Interpersonal Dari Sullivan Hingga Golleman
(Kris Bawa Riyanta)

ketersambungan itu menjadi prediktor bagi kualitas hubungan, tidak peduli: (1) lamanya
hubungan, (2) diadik atau dalam kelompok, (3) berinteraksi dengan keluarga, teman, atau
kenalan baru. Partisipan lebih merasa bebas dan tersambung ketika berinteraksi dengan
anggota keluarga dan teman atau di dalam situasi berduaan.

Knapp’s Relationship Escalation Model (KREM). Menurut KREM (http://www.


managementstudyguide. com), hubungan interpersonal berkembang melalui beberapa
tahap. Indikator yang perlu diperhatikan adalah: (1) komunikasi yang efektif secara teratur,
(2) kepercayaan (trust), (3) perhatian (care), (4) kesetiaan (loyalty), (5) pemahaman
(understanding), dan (5) saling menghormati (respect for each other). Hubungan tidak
bertahan lama jika salah satu atau beberapa dari kelima persyaratan itu tidak terpenuhi.

Simpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, batasan


hubungan interpersonal adalah taraf relasi timbal-balik antara dua orang atau lebih yang
dilandasi kesadaran akan persamaan sebagai manusia, ditandai perasaan dan tindakan
saling tergantung dan saling menguntungkan. Kedua, teori hubungan interpersonal secara
umum mengalami perkembangan, dan ditandai dengan lahirnya tiga teori yaitu: (1) Teori
Harry Stack Sullivan, yang mengaitkan kepribadian manusia berkembang dalam konteks
sosial, (2) Teori Perilaku Interpersonal, yang berusaha mengembangkan model-model
konseptual dan empiris yang teratur dan taat-asas, guna menggambarkan perilaku
interpersonal, dan (3) Teori Kecerdasan Interpersonal Daniel Goleman, yang
merupakan subsistem dari teori kecerdasan emosional (emotional intelligence) cetusan
Goleman. Ada 4 (empat) frase yang menunjuk pada kecerdasan interpersonal yang dibahas
oleh Goleman, yaitu: (1) batasan kecerdasan interpersonal, (2) komponen kecerdasan
interpersonal, (3) peranan perasaan dalam pemikiran atau kehidupan batin emosional, dan
(4) penguasaan diri.

DAFTAR PUSTAKA

Cambridge Advanced Learner’s Dictionary Third Edition. (2008). Cambridge: Cambridge


University Press. Software.

Corey, Gerald. 2012. Theory and Practice of Group Counseling. United States, et. al. :
Brook/Cole, Cengage Learning.

Downie, Michelle, Genevieve A. Mageau, dan Richard Koestner. 2008. “What Makes for a
Pleasant Social Interaction? Motivational Dynamics of Interpersonal Relations”.
http://search. proquest. com/index. The Journal of Social Psychology, 2008, 148(2),
xxx–xxx. pdf. (Diunduh 30 Desember 2012).

Feist, Jess dan Gregory J. Feist. 2011. Teori Kepribadian (Theories of Personality).
Penerjemah: Handriatno. Jakarta: Salemba Humanika.

Gerungan, W. A. 2010. Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.

Goleman, Daniel. 2002. Emotional Intelligence. Penerjemah: Hermaya. Jakarta: Gramedia.

Kowalski, Robin M. 2010. Behaving Badly, Aversive Behaviors In Interpersonal Relationship.


Washington D. C. : American Psychological Association.

Kruglanski, Arie W. dan E. Tory Higgins (Ed.). 2007. Social Psychology, Handbook of Basic

52
AKADEMIKA: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Volume. 19, No. 2, Oktober 2020

Principles. New York London: The Guilford Press.


Management Study Guide. 2012. Interpersonal Relationship. Dalam http://www.
managementstudyguide. com/interper-sonal-relationship. htm. (diunduh 24
Desember 2012).

Myrick, Robert D. 2011. Developmental Guidance and Counseling: A Practical Approach.


Minneapolis: Educational Media Corporation.

Pervin, Lawrence A., Daniel Cervone, dan Oliver P. John. 2010. Psikologi Kepribadian, Teori
& Penelitian. Penerjemah: A. K. Anwar. Jakarta: Kencana Predana Media Group.
Pincus, Aaron L. and Emily B. Ansell. 2003. “Interpersonal Theory of Personality”. Dalam
Theodore Millon, Melvin J. Lerner, Irving B. Weiner (Ed.). Handbook of Psychology,
Volume 5, Personality And Social Psychology. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Reber, Arthur S. dan Emily S. Reber. 2010. Kamus Psikologi. Terjemahan Yudi Santoso.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Salmon, Diane, & Ruth Ann Freedman. 2002. Facilitating Interpersonal Relationships in the
Classroom, The Relational Literacy Curriculum. Mahwah, New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates, Inc.

UNESCO. 2013. UNESCO Task Force on Education for the Twenty-first Century. http://www.
unesco. org/delors/fourpil. htm. (Diunduh 6 Januari 2013.

53
Perkembangan Teori Hubungan Interpersonal Dari Sullivan Hingga Golleman
(Kris Bawa Riyanta)

54

Anda mungkin juga menyukai