Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan bukan hanya merupakan pengalihan atau transfer pengetahuan saja,

melainkan membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensi-potensi yang

dimiliki. Pendidikan sebagai proses memerdekakan peserta didik dengan cara yang

manusiawi sesuai dengan potensi atau fitrah yang dimiliki. Pendidikan harus membebaskan

manusia dari rasa takut, tertekan, harus bersifat emansipatif dan liberatif, membebaskan

manusia dari kebodohan, ketertinggalan, penindasan, dan dari berbagai hal yang

membelenggu manusia dalam meraih pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Hal ini

selaras dengan kebijakan pemerintah berkenaan dengan standar Nasional Pendidikan yang

tertuang dalam peraturan pemerintah yakni PP NO 57 tahun 2021 dan dilakukan perubahan

dengan digulirkannya PP NO 4 tahun 2022. Diantara perubahan tersebut adalah perubahan

standart kompetensi lulusan pada pendidikan anak usia dini dan ketentuan penyusuan serta isi

kurikulum Pemahaman Pendidik Anak Usia Dini terhadap kurikulum merdeka belajar. Dalam

regulasi tersebut dikatakan bahwa pembelajaran merupakan usaha sadar dan terencana untuk

dapat mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.

Namun kenyataan yang terjadi dilapangan sebagian dari pendidik masih berorientasi

pada proses belajar yang teacher oriented dengan metode ceramah atau klasikal sebagai

metode pembelajarannya. Pendidik sebagai pusat orientasi dari proses belajar yang

berlangsung dan peserta didik sebagai “pendengar setia” atau pasif. Pola belajar seperti ini

akan mengakibatkan peserta didik sulit mengembangkan potensi yang dimilikinya. Peserta
didik yang hanya dijadikan objek tersebut tidak akan menjadikan peserta didik lebih aktif,

inofatif dan kreatif di dalam proses belajar. Kemampuan minat dan bakat yang seharusnya

diapresiasikan dengan sempurna menjadi terhambat karena otoritas pendidik yang tidak

menjadikan peserta didik mandiri.

Pendidikan pola lama yang selama ini digunakan telah terbukti gagal menghantarkan

terbentuknya manusia-manusia cerdas, kritis dan kreatif. Sehingga mau tidak mau pendidikan

harus menanggalkan paradigma lama menuju paradigma baru yang berorientasi pada masa

depan, berjiwa demokrtis, serta berorientasi pada peserta didik. Implikasi yang dihasilkan

oleh paradigma pendidikan pola lama tersebut adalah output pendidikan yang dihasilkan

tidak mampu membawa ke arah perubahan yang konstruktif bagi realitas kemanusiaan.

Semua kritik tajam ini dilakukan karena pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan

dari peradaban manusia, bahkan pendidikan merupakan subtansi dari peradaban manusia.

Proses penerapan pembelajaran yang tidak memerdekakan tersebut tidak mampu

mengembangkan potensi dan meningkatkan skill siswa dalam merespon berbagai persoalan -

persoalan yang sangat serius diantaranya adalah intoleransi, kekerasan seksual, dan

perundungan (bullying). Dikutip dari laman https://www.harakatuna.com menginformasikan

bahwa Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim,

Sudah membicarakan secara keras dan tegas tentang hal tersebut, bahkan beliau mengatakan

ketiga hal tersebut merupakan dosa besar dalam Pendidikan.

Pernyataan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Anwar

Makarim tersebut dibuktikan dengan realitas yang terjadi di masyarakat tentang persoalan

semakin mengutnya kasus intoleransi dan kekerassan terhadap perempuan yang meningkat

dan menjadi salah satu bentuk ketidakadilan gender. Dikutip dari KOMPAS.TV Direktur

Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ahmad Nurwakhid


menyebut terdapat 33 juta penduduk terpapar radikalisme di Indonesia. Hal itu disampaikan

pada Rabu (20/7/2022) dalam diskusi publik di Kedutaan Besar Prancis, Jakarta. Masih dari

sumber yang sama, pada Hari Selasa, 8 Maret 2022 menginformasikan berdasarkan data

Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) Kementerian

PPPA, Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2021 terdapat 10.247

kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan. Sementara Komnas Perempuan dalam

https://komnasperempuan.go.id/ melaporakan dalam catatan Tahunannya (CATAHU) 2022

mencatat dinamika pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, lembaga layanan dan

Badilag. Terkumpul sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap

perempuan.

Kedua persoalan di atas juga tercermin di lingkungan Pendidikan sebagai bukti untuk

kasus intoleransi di lingkungan Pendidikan khususnya di Pendidikan Anak Usia Dini dimana

proses pembelajaran yang mengarah pada gerakan radikalisme. Hal ini bisa dilihat dari

metode pembelajaran misalnya dalam nyanyian dan Tepukan terindikasi mengajarkan anak

untuk eksklusif, menganggap agamanya atau paham yang diyakininya paling benar dan

menyalahkan agama lain atau menyalahkan paham yang tidak sejalan dengan paham

kelompok mayoritas. Selain hal tersebut, sebagian Lembaga PAUD menerapkan pola-pola

penyeragaman yang menggiring anak tidak terbiasa dengan perbedaan. Tentunya persoalan

ini sangat bertentangan dengan penguatan profil pelajar Pancasila yang menjadi tema penting

dalam kurikulum merdeka.

Sementara untuk persoalan ketidak adilan gender di lingkungan Pendidikan

khususnya di Pendidikan Anak Usia Dini dapat dilihat dari beberapa hal Misalnya, materi

bahan ajar yang pada umumnya masih bias gender, proses pembelajaran di kelas yang belum

sepenuhnya mendorong partisipasi aktif secara seimbang antara siswa laki-laki dan

perempuan, serta lingkungan fisik sekolah yang belum menjawab kebutuhan spesifik anak
laki-laki dan perempuan. Disamping itu pengelolaan pendidikan juga pada tataran

pelaksanaannya belum berperspektif gender atau memberikan peluang yang seimbang bagi

laki-laki dan perempuan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Guru

sebagai pendidik juga masih belum mempunyai pemahaman terkait dengan kesetaraan gender

sehingga hal ini sangat berimplikasi pada proses pembelajaran yang bias gender.

Berdasarkan gambaran tersebut, maka peneliti berpendapat bahwa menanamkan nilai-

nilai kebinekaan dan nilai adil gender sangatlah penting dan harus menjadi bagian dari

pembelajaran yang di tuangkan dalam kurikulum disetiap Lembaga pendidikan khususnya di

Pendidikan Anak Usia Dini karena pada masa inilah penyiapan anak untuk memasuki jenjang

Pendidikan dasar, pembentukan karakter serta penguatan aspek attitude. Oleh karena itu,

peneliti memilih judul “Manajemen Pembelajaran PAUD Berbasis Ruang yang

Memerdekakan Untuk Meningkatkan Kemampuan Internalisasi Nilai Adil Gender dan

Kebinekaan”.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan, dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan yang muncul berkaitan dengan ruang yang memerdekakan peserta didik

dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan internalisasi nilai

adil gender dan kebinekaan :

a. Lembaga Pendidikan khususnya di PAUD masih banyak yang menggunakan

metode pembelajaran teacher oriented

b. Manajemen pembelajaran yang belum memerdekakan peserta didiknya dalam

proses belajar mengakibatkan peserta didik sulit mengembangkan potensi yang

dimilikinya.
c. Paradigma pendidikan pola lama menghasilkan output pendidikan yang tidak

mampu membawa ke arah perubahan yang konstruktif bagi realitas

kemanusiaan.

d. Adanya bahan ajar yang bias gender

e. Kurangnya pemahaman guru tentang kesetaraan gender

f. Proses pembelajaran di kelas yang belum sepenuhnya mendorong partisipasi

aktif secara seimbang antara siswa laki-laki dan perempuan

g. Proses pembelajaran di kelas menggunakan metode dan nyanyian yang

mengarah pada gerakan radikalisme.

2. Pembatasan Masalah

Banyaknya hal yang bisa diteliti terkait manajemen pembelajaran yang belum

memerdekakan peserta didiknya dalam proses belajar, maka peneliti akan membatasi

masalah penelitian tentang bagaimana konseptualisasi manajemen pembelajaran berbasis

ruang yang memerdekakan peserta didik dalam proses pembelajarannya sehingga

meningkatkan kemampuan internalisasi nilai adil gender dan kebinekaan serta

meningkatkan kapasitas guru terkait perspektif gender dan kebinekaan dalam perencanaan

pembelajaranya dan bagaimana implikasi dari manajemen pembelajaan yang memberikan

ruang dalam memerdekakan peserta didik dalam proses pembelajarannya.


3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana konseptualisasi manajemen pembelajaran berbasis ruang yang

memerdekakan peserta didik dalam proses pembelajaran

b. Bagaimana upaya meningkatkan kemampuan internalisasi nilai adil gender dan

kebinekaan dalam pembelajaran

c. Bagaimana meningkatkan kapasitas guru terkait perspektif gender dan kebinekaan

dalam perencanaan pembelajaranya.

d. Bagaimana implikasi dari manajemen pembelajaan yang memberikan ruang dalam

memerdekakan peserta didik dalam proses pembelajarannya.

C. Tujuan Penelitian

Sudah menjadi ketentuan bahwa setiap peneliti yang melakukan penelitian

selalu mempunyai tujuan. Tujuan riset dapat didefinisikan sebagai usaha menemukan,

mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, adapun dalam penelitian

ini bertujuan untuk:

1. Untuk menganalisis konseptualisasi manajemen pembelajaran berbasis ruang yang

memerdekakan peserta didik dalam proses pembelajaran.

2. Untuk menganalisis upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kemampuan

internalisasi nilai adil gender dan kebinekaan dalam pembelajaran.

3. Untuk menganalisis upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kapasitas guru

terkait perspektif gender dan kebinekaan dalam perencanaan pembelajaranya.

4. Untuk mengetahui implikasi dari manajemen pembelajaan yang memberikan ruang

dalam memerdekakan peserta didik dalam proses pembelajarannya.


D. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai suatu karya ilmiah maka hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi bagi pendidikan anak usia dini.

b. Menambah pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai manajemen

pembelajaran anak usia dini berbasis ruang yang memerdekakan peserta

didik dalam proses pembelajaran sehingga meningkatkan kemampuan

internalisasi nilai adil gender dan kebinekaan.

c. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang perencanaan pembelajaran

yang mempunyai nilai adil gender dan kebinekaan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Memberikan pengalaman dan informasi baru dalam mengetahui manajemen

pembelajaran anak usia dini berbasis ruang yang memerdekakan untuk

meningkatkan kemampuan internalisasi nilai adil gender dan kebinekaan.

b. Bagi Orang Tua

Bagi orang tua Menambah pengetahuan mengenai program pembelajaran anak

usia dini.

c. Bagi peserta didik

Bagi peserta didik mendapatkan stimulasi atau rangsangan serta metode dan

model pembelajaran yang tepat sesuai umur serta minat dan bakat anak dalam

mengembangkan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.


d. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

bahan referensi untuk penelitian yang selanjutnya yang sejenis atau sebagai

bahan pengembangan teori mengenai manajemen pembelajaran anak usia dini

berbasis ruang yang memerdekakan untuk meningkatkan kemampuan

internalisasi nilai adil gender dan kebinekaan.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Manajemen Pembelajaran


2.1.1. Pengertian Manajemen Pembelajaran
2.1.1.1. Definisi Manajemen
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
2.1.1.2. Definisi Pembelajaran
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
2.1.1.3. Definisi Manajemen Pembelajaran
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
2.1.1.4. Manajemen pembelajaran anak usia dini
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
2.1.2. Bagian-bagian Manajemen Pembelajaran
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
2.1.2.1. Perencanaan Pembelajaran
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
2.1.2.1.1. Tujuan perencanaan pembelajaran
…………………………………………………………………………………………………………………………….
2.1.2.1.2. Fungsi perencanaan pembelajaran
…………………………………………………………………………………………………………………………….
2.1.2.2. Pelaksanaan Pembelajaran
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
2.1.2.3. Pengawasan Pembelajaran
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
2.1.2.4. Evaluasi Pembelajaran
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
2.1.2.5. Pelaporan Hasil Pembelajaran
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
2.2. Anak Usia Dini
2.2.1. Pengertian anak usia dini
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
2.2.2. Perkembangan Anak Usia Dini
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
2.2.3. Metode Pembelajaran anak usia dini
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
2.3 Nilai Adil Gender
2.3.1 Feminisme
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
2.3.2 Pendekatan Feminisme dalam Pembelajaran
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
2.3.3 Kesetaraan Gender
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
2.3.4 Kesenjangan Gender Pada metode pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
2.3.5. Kesetaraan Gender Pada metode pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
2.4 Kebinekaan

Anda mungkin juga menyukai