Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH GANGGUAN ISTIRAHAT TIDUR

DOSEN:

Elfida,SKM.MPH

DISUSUN OLEH :

Emma Tia
(P00320222 051)

PROGRAM STUDI PRODI D-III KEPERAWATAN

KOTA LANGSA
POLTEKKES KEMENKES ACEH
TAHUN 2022-2023
INSOMNIA
A. Pengertian Insomnia
Insomnia adalah gangguan yang menyebabkan penderitanya sulit tidur
atau tidak cukup tidur meski terdapat cukup waktu untuk melakukannya.
Gangguan ini bisa berdampak pada aktivitas penderita keesokan harinya.

B. Penyebab Insomnia
Biasanya, jenis insomnia yang dialami seseorang banyak berkaitan dengan
penyebab insomnia yang mendasarinya. Ada dua jenis insomnia, yakni insomnia
akut dan kronis. Nah, beberapa kemungkinan penyebab insomnia akut, antara
lain:
 Mengalami stress.
 Mengingat peristiwa yang traumatis.
 Terjadinya perubahan kebiasaan tidur, seperti tinggal di rumah baru.
 Mengalami jet lag atau mabuk setelah naik pesawat.
 Mengonsumsi obat-obatan tertentu.
Di sisi lain, insomnia kronis dapat terjadi dengan sendirinya atau sebagai akibat
dari:
 Kondisi nyeri kronis, seperti radang sendi atau nyeri punggung.
 Masalah psikologis, seperti kecemasan, depresi, atau gangguan
penggunaan zat.
 Mengalami sleep apnea dan gangguan tidur lainnya.
 Mengidap kondisi kesehatan tertentu seperti diabetes, kanker, penyakit
refluks gastroesofagus (GERD), atau penyakit kardiovaskular.
Insomnia yang kronis dapat berlangsung paling tidak selama 3 bulan dan
dapat bersifat primer atau sekunder. Sejauh ini, gangguan tidur dengan jenis
primer tidak diketahui penyebabnya. Namun pada tipe sekunder, kondisi lain yang
dapat terjadi, seperti pengaruh kondisi medis, masalah psikologis, penggunaan zat
tertentu, serta mengidap diabetes.
C. Faktor Risiko Insomnia
Faktanya, insomnia dapat terjadi pada semua rentang usia dan lebih rentan
terjadi pada wanita dibandingkan pria, serta seseorang yang sudah lanjut usia.
Beberapa faktor lainnya yang bisa meningkatkan risiko seseorang untuk
mengalami masalah tidur ini, antara lain:
 Masalah mental, seperti depresi, gangguan kecemasan, hingga gangguan
stres pasca trauma (PTSD).
 Bekerja shift, pekerjaan seperti ini bisa mengubah jam biologis tubuh.
 Jenis kelamin,ketika menstruasi tubuh akan mengalami perubahan
hormon, kondisi ini menimbulkan gejala hot flashes atau keringat di
malam hari, sehingga menyebabkan gangguan tidur.
 Usia, insomnia meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
 Perjalanan jauh, melakukan perjalanan jauh atau jet lag karena melintasi
beberapa zona waktu juga bisa memicu insomnia.
Selain itu, mengidap kondisi medis tertentu, seperti obesitas dan penyakit
kardiovaskuler juga dapat menyebabkan seseorang mengalami insomnia. Masa
menopause disebut juga dapat mengakibatkan terjadinya gangguan yang membuat
sulit tidur ini.

D. Gejala Insomnia
Seseorang yang mengalami insomnia sangat sulit untuk merasakan
ngantuk, sehingga menentukan ukuran tidur normal karena kebutuhan tidur
berbeda-beda bagi setiap orang. Hal tersebut dipengaruhi oleh usia, gaya hidup,
lingkungan, dan pola makan. Gejala-gejala gangguan tidur tersebut yang paling
umum, di antaranya:
 Sulit untuk merasakan ngantuk dan tidak bisa tertidur.
 Terbangun pada malam hari atau dini hari dan tidak bisa tidur kembali.
 Merasa lelah, emosional, sulit berkonsentrasi, dan tidak bisa melakukan
aktivitas secara baik pada siang hari.
 Tidak bisa tidur siang, meskipun tubuh terasa lelah.
E. Diagnosis Insomnia
Untuk mendiagnosis insomnia, dokter akan mengawali dengan wawancara
medis seputar::
 Rutinitas tidur.
 Gaya hidup yang buruk, misalnya kebiasaan mengonsumsi kopi atau
minuman keras secara berlebihan.
 Porsi olahraga.
 Riwayat kesehatan (penyakit yang mungkin diidap).
 Obat-obatan yang mungkin dikonsumsi.

F. Pengobatan Insomnia
Dalam mengobati insomnia, hal pertama yang dilakukan oleh dokter
adalah mencari tahu apa yang menjadi penyebabnya. Jika gangguan tidur ini
didasari oleh kebiasaan atau pola hidup tertentu yang tidak sehat, maka dokter
akan menyarankan untuk memperbaikinya. Jika insomnia disebabkan oleh
gangguan kesehatan (misalnya, gangguan kecemasan), maka dokter akan terlebih
dahulu mengatasi kondisi yang mendasari rasa cemas tersebut.

G. Komplikasi Insomnia
Ketika seseorang tidak mendapatkan tidur yang dibutuhkan akibat
insomnia, maka fungsi otak akan mengalami hambatan. Itulah alasan mengapa
pengidap insomnia akan merasakan kesulitan fokus.
Kendati demikian, insomnia yang tidak tertangani dengan baik juga dapat
menimbulkan efek kesehatan yang lebih serius, seiring berjalannya waktu. Hanya
tidur beberapa jam setiap malam dapat meningkatkan peluang seseorang untuk
mengembangkan sejumlah kondisi, termasuk:
 Merasakan kecemasan.
 Mengalami depresi.
 Meningkatkan risiko terjadinya stroke.
 Memicu terjadinya serangan asma.
 Mengalami kejang.
 Fungsi sistem kekebalan yang melemah.
 Meningkatnya risiko obesitas.
 Tekanan darah tinggi.
 Memicu perkembangan penyakit jantung.
Tak hanya itu, insomnia juga dapat menimbulkan beberapa dampak negatif pada
rutinitas pengidapnya, yaitu:
 Meningkatkan risiko kesalahan pada pekerjaan atau kecelakaan saat
mengemudi dan mengoperasikan alat atau mesin.
 Memengaruhi kinerja dan prestasi di sekolah atau tempat kerja.
 Menurunkan gairah seks pengidapnya.
 Memengaruhi ingatan pengidap insomnia.
 Membuat lebih sulit untuk mengatur emosi.

H. Pencegahan Insomnia
Berikut adalah beberapa cara yang efektif untuk mencegah terjadinya
gangguan tidur:
 Cobalah untuk mempertahankan jadwal tidur dan bangun yang kira-kira
sama, bahkan di akhir pekan. Pastikan juga untuk menghindari tidur siang
karena dapat mengurangi rasa kantuk di malam hari.
 Buat rutinitas sebelum tidur yang membantu kamu rileks dan mendapatkan
suasana yang baik untuk tidur.
 Membatasi asupan kafein di sore hari.
 Redupkan lampu dan letakkan perangkat elektronik sekitar satu jam
sebelum waktu tidur.
 Dapatkan sinar matahari dan aktivitas fisik hampir setiap hari atau setiap
hari, jika memungkinkan.
 Hindari tidur siang, terutama jika kamu tahu tidur di siang hari membuat
kamu tetap terjaga di malam hari.
 Memeriksakan diri ke psikolog jika merasakan gejala gangguan kesehatan
mental seperti kecemasan dan depresi.

PARASOMNIA
A. Pengertian Parasomnia
Parasomnia dapat membahayakan diri sendiri karena Anda sedang dalam
keadaan tidak sadar dengan kondisi sekitar. Gangguan ini juga dapat mengurangi
kualitas tidur sehingga menimbulkan efek negatif pada kesehatan.

B. Penyebab Parasomnia
Siklus tidur yang normal terbagi menjadi fase terjaga (wakefulness), non-
rapid eye movement (NREM), dan rapid eye movement (REM). Fase NREM
selanjutnya dibagi menjadi 3 fase sebelum masuk ke fase REM. Siklus ini akan
berulang setiap 90 menit sepanjang malam.
Parasomnia diduga terjadi karena transisi yang tidak sempurna antara
NREM dan REM. Gangguan tidur ini juga diduga dipicu oleh beberapa kondisi
berikut:
 Kurang tidur
 Demam
 Stres, cemas, atau depresi
 PTSD (post-traumatic stress disorder)
 Konsumsi obat penenang
 Kondisi medis tertentu, seperti narkolepsi, multiple sclerosis, atau tumor
otak
 Penyalahgunaan alkohol
 Memiliki riwayat keluarga dengan parasomnia

C. Cara Mengatasi Parasomnia


Untuk menangani parasomnia, dokter akan melakukan pemerikaan fisik
serta mempelajari riwayat kesehatan Anda, seperti pola tidur, obat-obatan yang
dikonsumsi, gaya hidup, kondisi kejiwaan, serta riwayat parasomnia dalam
keluarga.
Keterangan dari orang yang tidur bersama Anda juga diperlukan karena
Anda mungkin tidak mengingat apa yang terjadi selama Anda tidur.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan lain, seperti sleep study atau
polisomnografi guna merekam aktivitas otak, pernapasan, serta detak jantung saat
Anda tidur.
Setelah hasil pemeriksaan keluar, dokter akan memberikan penanganan
yang disesuaikan dengan penyebab parasomnia, yaitu:
Pemberian obat
Dokter dapat meresepkan obat untuk mengatasi parasomnia. Jenis-jenis
obat yang mungkin diberikan oleh dokter adalah:
 Topiramate
 Antidepresan
 Aginis dopamin
 Melatonin
 Clonazepam

D. Terapi
Parasomnia sering dikaitkan dengan gangguan mental. Oleh karena itu,
dokter juga biasanya menyarankan untuk menjalani terapi perilaku kognitif
(CBT), seperti psikoterapi, terapi relaksasi, atau hipnosis.
Di samping menjalani pengobatan yang dianjurkan dokter, Anda juga
disarankan untuk menerapkan sleep hygiene, membiasakan tidur dan bangun di
waktu yang sama setiap harinya, serta memindahkan atau mengamankan benda-
benda yang sekiranya berbahaya dari kamar Anda.
Tidur yang berkualitas sangat penting unutk kesehatan fisik dan mental.
Apabila Anda merasa mengalami parasomnia, jangan ragu untuk pergi ke
dokter guna mendapatkan penanganan yang sesuai, terutama jika parasomnia
sampai membahayakan Anda dan orang di sekitar Anda.
HIPERSOMNIA
A. Pengertian Hipersomnia
Pada penderita hipersomnia atau excessive daytime sleepiness (EDS), rasa
kantuk yang berlebihan pada siang hari masih muncul meski sudah tidur cukup
pada malam harinya. Kantuk tersebut juga tidak membaik dengan tidur siang. Jika
tidak ditangani, gangguan tidur ini bisa mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti
berkendara.

B. Penyebab Hipersomnia
Berdasarkan penyebabnya, hipersomnia dapat dibagi menjadi dua jenis.
Berikut ini adalah jenis hipersomnia dan penyebabnya:
Hipersomnia primer
Penyebab hipersomnia primer belum diketahui secara pasti. Akan tetapi,
kondisi ini diduga terjadi akibat mutasi (perubahan) genetik yang membuat
produksi histamin di dalam otak berkurang.
Meski disebabkan oleh mutasi genetik, hipersomnia primer tidak menurun
dari orang tua ke anaknya.
Hipersomnia sekunder
Hipersomnia sekunder terjadi akibat penyakit atau kondisi tertentu yang
membuat seseorang kurang tidur atau kelelahan. Beberapa penyakit atau kondisi
tersebut adalah:
 Kondisi medis, seperti hipotiroidisme, asma, nyeri kronis, kanker, multiple
sclerosis, dan epilepsi
 Gangguan tidur, misalnya sleep apnea dan restless leg syndrome
 Kondisi psikis, antara lain depresi, gangguan cemas, dan gangguan bipolar
 Kecanduan alkohol atau penyalahgunaan NAPZA
 Efek samping obat sedatif, seperti antihistamin, antidepresan, diazepam,
dan obat jantung jenis penghambat beta
C. Gejala Hipersomnia
Gejala utama hipersomnia adalah rasa kantuk dan lelah sepanjang hari
meski telah tidur cukup pada malam hari sebelumnya. Keluhan lain yang dapat
muncul akibat hipersomnia adalah:
 Mudah marah, gelisah, dan tersinggung
 Tidak nafsu makan
 Sakit kepala
 Sulit berkonsentrasi dan mengingat
 Sulit berpikir dan berbicara cepat
 Lelah ekstrem yang berlangsung secara terus-menerus
 Kantuk yang tidak mereda walaupun telah tidur siang

D. Diagnosis Hipersomnia
Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat kesehatan, gejala yang
dialami, dan jenis obat-obatan yang sedang dikonsumsi. Pasien juga akan diminta
menulis buku harian tidur (sleep diary) selama beberapa minggu agar dokter dapat
mengetahui pola tidur pasien.
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan tes fisik dan
pemeriksaan lanjutan, meliputi:
 Epworth sleepiness scale, untuk mendiagnosis dan mengukur keparahan
kondisi pasien dengan menggunakan kuesioner
 Multiple sleep latency test, untuk mengukur lama waktu yang diperlukan
pasien untuk mulai tertidur dan menilai fase tidurnya
 Polisomnografi, untuk mendeteksi aktivitas listrik otak, gerakan mata,
denyut jantung, kadar oksigen, dan fungsi pernapasan saat pasien tidur
Bila diperlukan, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk
mengetahui kondisi lain yang menyebabkan hipersomnia. Jenis pemeriksaan
tersebut antara lain:
 Tes darah, untuk memeriksa kadar hormon tiroid
 Pemindaian dengan CT scan atau MRI, untuk memeriksa kelainan di otak
 Elektroensefalografi (EEG), untuk mendeteksi epilesi dengan
menempelkan elektroda di kulit kepala

E. Pengobatan Hipersomnia
Pengobatan hipersomnia tergantung pada penyebab yang mendasarinya.
Beberapa pilihan pengobatan yang dapat diberikan oleh dokter untuk mengatasi
hipersomnia adalah:
 Terapi perilaku kognitif, untuk mengurangi kecemasan karena tidak bisa
tidur dengan cara mengontrol napas
 Obat-obatan, seperti modafinil, armodafinil, flumazenil, atau sodium
oxybate

F. Komplikasi Hipersomnia
Hipersomnia yang tidak tertangani dapat mengganggu kehidupan sehari-
hari. Jika terjadi terus-menerus, kondisi ini dapat menyebabkan penurunan
kualitas hidup penderitanya.
Akibatnya, penderita bisa tertidur saat bersekolah, bekerja, atau bahkan
ketika berkendara. Jika hipersomnia sudah cukup parah, penderitanya dapat
berisiko mengalami kecelakaan lalu lintas.

G. Pencegahan Hipersomnia
Hipersomnia bisa dicegah dengan menjalani pola hidup sehat yang teratur
dan kebiasaan tidur yang baik (sleep hygiene). Beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam sleep hygiene adalah:
 Membuat jadwal tidur dan bangun tidur pada jam yang sama setiap
harinya agar tubuh terbiasa dengan waktu tidur yang dibutuhkan
 Tidak mengonsumsi minuman berkafein dan beralkohol pada sore dan
malam hari
 Membatasi waktu tidur siang
 Menciptakan suasana tidur yang nyaman, misalnya membuat kamar tidur
yang bersuhu sejuk, menggunakan aroma terapi, serta memilih bantal dan
selimut yang nyaman
 Mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan rutin berolahraga agar dapat
tidur lebih nyenyak
 Menjaga berat badan agar selalu ideal, karena obesitas dapat menyebabkan
sleep apnea sehingga mengganggu kualitas tidur
 Tidak minum obat-obatan yang dapat menyebabkan kantuk pada siang
hari
 Tidak bekerja atau belajar hingga larut malam
NARKOLEPSI
A. Pengertian Narkolepsi
Narkolepsi adalah gangguan sistem saraf yang menyebabkan rasa kantuk
berlebih di siang hari.Kondisi ini bisa membuat penderitanya tertidur secara tiba-
tiba tanpa mengenal waktu dan tempat. Akibatnya, penderitanarkolepsi bisa
terjatuh atau mengalami kecelakaan.

B. Penyebab Narkolepsi
Penyebab narkolepsi belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, sebagian
besar penderita narkolepsi umumnya memiliki kadar hipokretin rendah.
Hipokretin, atau dikenal juga dengan oreksin, adalah zat dalam otak yang
mengendalikan waktu tidur. Penyebab rendahnya hipokretin ini diduga terjadi
akibat penyakit autoimun.
Selain penyakit autoimun, narkolepsi juga diduga dapat disebabkan oleh
penyakit yang merusak bagian otak penghasil hipokretin, seperti:
 Tumor otak
 Cedera kepala
 Radang otak (ensefalitis)
 Multiple sclerosis
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
narkolepsi atau memicu timbulnya penyakit autoimun sehingga menyebabkan
narkolepsi, yaitu:
 Usia 10–30 tahun
 Kelainan genetik
 Perubahan pola tidur secara tiba-tiba
 Perubahan hormon, terutama pada masa pubertas atau menopause
 Infeksi, seperti infeksi bakteri streptokokus atau infeksi flu babi
 Stres
C. Gejala Narkolepsi
Gejala narkolepsi dapat muncul dalam beberapa minggu atau berkembang
secara perlahan selama bertahun-tahun. Berikut ini adalah gejala narkolepsi yang
umum terjadi:
1. Kantuk yang berlebihan pada siang hari
2. Serangan tidur
3. Katapleksi
4. Ketindihan (sleep paralysis)
5. Halusinasi

D. Diagnosis Narkolepsi
Sebagai langkah awal diagnosis, dokter akan memeriksa riwayat kesehatan
pasien dan keluarga pasien. Setelah itu, dokter akan bertanya tentang kebiasaan
tidur dan gejala yang dialami pasien.
Untuk memastikan diagnosis, dokter juga akan melakukan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan lain, seperti tes tekanan darah dan tes darah. Pemeriksaan
lanjutan dengan menggunakan beberapa metode di bawah ini juga akan dilakukan
untuk mendeteksi tingkat keparahan kondisi pasien:
1. Epworth Sleepiness Scale(ESS)
2. Polisomnografi
3. Multiple Sleep Latency Test(MSLT)
4. Pengukuran tingkat hipokretin

E. Pengobatan Narkolepsi
Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan narkolepsi sepenuhnya.
Namun, dokter dapat memberikan penanganan untuk menjaga agar pasien tetap
terjaga dan mengurangi kemunculan gejala sekaligus mengendalikannya. Dengan
begitu, aktivitas pasien tidak terganggu.
Jika gejala yang dialami pasien cukup parah, dokter akan memberikan
obat-obatan. Jenis obat yang diberikan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan
gejala, usia, riwayat penyakit, kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh, dan
efek samping yang mungkin ditimbulkan.
Beberapa jenis obat yang digunakan untuk meredakan gejala narkolepsi
meliputi:
 Stimulan, seperti methylphenidate, untuk merangsang sistem saraf pusat
sehingga membantu pasien tetap terjaga pada siang hari
 Antidepresan trisiklik, seperti protriptyline, untuk membantu meredakan
gejala katapleksi
 Antidepresan jenis SSRI atau SNRI, untuk menekan fase REM dalam
tidur, meringankan gejala katapleksi, halusinasi, dan sleep paralysis
 Natrium oksibat, untuk mencegah katapleksi dan meredakan rasa kantuk
berlebih pada siang hari
 Pitolisant, untuk membantu melepaskan zat histamin di otak guna
meredakan rasa kantuk pada siang hari

F. Komplikasi Narkolepsi
Narkolepsi dapat menimbulkan komplikasi yang berdampak pada fisik dan
mental penderitanya. Komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
 Obesitas
Obesitas dapat disebabkan oleh pola makan yang berlebih dan kurang
gerak akibat sering tertidur.
 Penilaian negatif dari lingkungan sosial
Narkolepsi dapat membuat penderitanya mendapat penilaian negatif dari
lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, penderita mungkin akan dianggap
pemalas karena sering tertidur.
 Cedera
Risiko cedera dapat terjadi jika serangan tidur muncul di saat yang tidak
tepat, misalnya ketika mengemudi atau memasak.
 Gangguan konsentrasi dan daya ingat
Narkolepsi yang tidak ditangani dengan baik dapat menurunkan
konsentrasi dan daya ingat. Kondisi ini bisa membuat penderita sulit
mengerjakan tugas atau pekerjaan di sekolah atau kantor.
G. Pencegahan Narkolepsi
Narkolepsi tidak dapat dicegah. Namun, pengobatan secara rutin dapat
membantu mengurangi jumlah serangan tidur yang mungkin terjadi. Selain itu,
timbulnya gejala narkolepsi ringan juga dapat dicegah dengan mengubah pola
tidur.
Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi
rasa kantuk pada siang hari, sekaligus meningkatkan kualitas tidur pada malam
hari:
 Lakukan olahraga secara rutin minimal 30 menit setiap hari, tetapi jangan
terlalu dekat dengan waktu tidur.
 Biasakan tidur siang selama 20–30 menit saat merasa sangat mengantuk.
 Usahakan bangun pagi dan tidur malam pada jam yang sama setiap hari.
 Hindari makan dengan porsi banyak dan mengandung tinggi lemak
sebelum tidur.
 Jangan mengonsumsi minuman berkafein atau beralkohol, dan hindari
merokok sebelum tidur.
 Lakukan hal-hal yang dapat membuat pikiran rileks sebelum tidur, seperti
membaca atau mandi air hangat.
 Buat suasana dan suhu kamar senyaman mungkin.

APNEA TIDUR
A. Pengertian Apnea tidur
Apnea tidur atau sleep apnea adalah gangguan tidur yang menyebabkan
pernapasan seseorang terhenti sementara selama beberapa kali saat sedang tidur.
Kondisi ini dapat ditandai dengan mengorok saat tidur dan tetap merasa
mengantuk setelah tidur lama.

B. Penyebab Sleep Apnea


Sleep apnea disebabkan oleh berbagai faktor. Berikut adalah beberapa
jenis sleep apnea menurut penyebabnya:
 Obstructive sleep apnea
Obstructive sleep apnea terjadi ketika otot di belakang tenggorokan terlalu
rileks. Kondisi ini membuat saluran pernapasan menyempit atau menutup
saat menarik napas, misalnya karena lidah tertelan.
 Central sleep apnea
Central sleep apnea terjadi ketika otak tidak dapat mengirimkan sinyal
dengan baik ke otot yang mengontrol pernapasan. Hal ini menyebabkan
penderita tidak bisa bernapas selama beberapa waktu.
 Complex sleep apnea
Sleep apnea jenis ini merupakan gabungan dari obstructive sleep apnea
dan central sleep apnea.

C. Faktor Risiko Sleep Apnea


Apnea tidur dapat terjadi pada siapa saja, bahkan pada anak-anak. Namun,
seseorang akan lebih berisiko terserang sleep apnea jika memiliki beberapa faktor
risiko di bawah ini:
 Berjenis kelamin laki-laki
 Berusia 40 tahun ke atas
 Memiliki amandel dan lidah yang besar atau rahang yang kecil
 Terdapat hambatan di hidung akibat tulang hidung yang bengkok
 Memiliki penyakit alergi atau gangguan sinus
 Mengonsumsi minuman beralkohol atau kecanduan alkohol
 Mengonsumsi obat tidur
 Merokok

D. Gejala Sleep Apnea


Pada banyak kasus, penderita tidak menyadari dirinya mengalami gejala
sleep apnea. Gejala tersebut justru disadari oleh orang yang tidur sekamar dengan
penderita.
Beberapa gejala umum yang muncul saat penderita sleep apnea sedang
tidur adalah:
 Mengorok dengan keras
 Berhenti bernapas selama beberapa kali ketika sedang tidur
 Tersengal-sengal berusaha mengambil napas atau sesak napas saat sedang
tidur
 Terbangun dari tidur akibat merasa tercekik atau batuk-batuk di malam
hari
 Sulit tidur (insomnia)
Selain gejala yang muncul saat tidur, penderita sleep apnea juga bisa
merasakan keluhan setelah bangun dari tidur, antara lain:
 Terbangun dengan mulut yang terasa kering
 Sakit kepala ketika baru bangun tidur
 Merasa sangat mengantuk di siang hari
 Sulit berkonsentrasi, belajar, atau mengingat sesuatu
 Mengalami perubahan mood dan mudah marah
 Mengalami penurunan libido
E. Diagnosis Sleep Apnea
Pada tahap awal pemeriksaan, dokter akan menanyakan gejala yang
dialami oleh pasien, baik pada pasien sendiri maupun kepada keluarganya,
terutama yang tidur bersama pasien. Selanjutnya, dokter akan melakukan
pemeriksaan fisik, seperti menimbang berat badan, serta memeriksa kondisi
hidung dan tenggorokan.
Tes-tes yang dilakukan untuk mendeteksi sleep apnea adalah:
 Tes tidur di rumah
 Polisomnografi (nocturnal polysomnography)

F. Pengobatan Sleep Apnea


Pengobatan apnea tidur tergantung pada kondisi pasien dan tingkat
keparahan sleep apnea yang dialaminya. Sleep apnea ringan dapat ditangani
secara mandiri, misalnya dengan menurunkan berat badan, berhenti merokok,
berhenti mengonsumsi minuman beralkohol, dan mengubah posisi tidur menjadi
menyamping atau tengkurap.
G. Komplikasi Sleep Apnea
Jika tidak segera ditangani, sleep apnea dapat meningkatkan risiko
penderitanya mengalami komplikasi, berupa:
 Sakit kepala berkepanjangan
 Tekanan darah tinggi (hipertensi)
 Diabetes tipe 2
 Penyakit jantung
 Sindrom metabolik
 Gangguan fungsi organ hati
 Depresi

H. Pencegahan Sleep Apnea


Cara untuk mencegah sleep apnea adalah dengan mengontrol faktor
risikonya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan berhenti merokok
dan mengonsumsi minuman beralkohol. Apabila Anda sulit berhenti merokok
atau menderita kecanduan alkohol, konsultasikan dengan dokter agar
mendapatkan terapi.

MENGIGAU
A. Pengertian Mengigau
Mengigau merupakan kondisi yang umum terjadi. Sekitar 66% orang
pernah mengalaminya. Meski lebih sering terjadi pada anak-anak usia 3–10 tahun,
kondisi ini bisa dialami siapa saja. Ketika mengigau, kamu tidak sadar dengan apa
yang kamu ucapkan, sehingga kondisi ini biasanya diketahui dari pasangan atau
teman sekamar.

C. Apa Penyebab Sering Mengigau Saat Tidur?


Walaupun penyebab dari mengigau belum diketahui secara pasti, beberapa
kondisi berikut ini dapat memperbesar kemungkinan untuk mengigau:
1. Stres secara emosional
2. Kurang tidur
3. Sedang sakit atau demam
4. Konsumsi obat-obatan tertentu
Jika kamu sangat sering mengigau, teman tidurmu atau pasanganmu
mungkin akan menjadi kurang nyaman. Tak hanya itu saja, kamu juga bisa malu
karena ucapan saat mengigau yang tidak kamu sadari. Oleh karena itu, untuk
membantu mengatasinya, kamu bisa mencoba beberapa cara berikut:
 Kelola stres dengan cara baik.
 Cukupi kebutuhan tidur.
 Konsumsi makanan bergizi seimbang.
 Batasi konsumsi alkohol.
 Lakukan meditasi atau yoga.
Jika setelah melakukan beberapa cara di atas tapi mengigau yang dialami
tak kunjung mereda atau malah semakin sering, sebaiknya berkonsultasilah
dengan dokter agar bisa diberikan penanangan yang sesuai dengan kondisimu.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.halodoc.com/kesehatan/insomnia
https://www.klikdokter.com/penyakit/masalah-tidur/parasomnia
https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/parasomnia/patofisiologi
https://www.halodoc.com/kesehatan/hipersomnia
https://www.halodoc.com/kesehatan/narkolepsi
https://www.alodokter.com/narkolepsi
https://www.halodoc.com/kesehatan/sleep-apnea
https://www.klikdokter.com/penyakit/masalah-tidur/sleep-apnea
https://www.alodokter.com/sering-mengigau-saat-tidur-ini-kemungkinan-
penyebabnya

Anda mungkin juga menyukai