Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH Filsafat Ilmu 1a

KONSEP PENGHASILAN:
TELAAH IBNU KHALDUN

ALVIAN CHASANAL MUBARROQ

SENTOT IMAM WAHJONO

ANNA MARINA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURABAYA NOVEMBER 2022
A. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah melihat dan memahami Konsep Penghasilan menurut Ibnu
Khladun . Makalah ini didasarkan atas studi pustaka dari sumber-sumber yang tersedia termasuk
di dalamnya dari search engine seperti google, dan juga berasal dari akun-akun google scholar
para dosen.

B. Konsep Penghasilan Menurut Ibnu Khaldun

1. Rezeki
Dalam menjalankan kehidupan dan dalam rangka mememenuhi kebutuhan hidupnya sejak
lahir dan sampai tua, manusia memerlukan penghasilan yang digunakan sebagai ongkos untuk
membeli makanan pokok, kebutuhan pakaian serta tempat tinggal, dimana untuk memenuhi
kebutuhan tersebut manusia harus bekerja. Menurut Ibnu Khaldun, penghasilan yang didapat oleh
manusia itu adalah rezeki dari Allah SWT.
Tangan manusia terbuka di alam ini dan apa yang ada di dalamnya karena oleh Allah
mereka dijadikan sebagai khalifah. Dan tangan-tangan manusia itu tersebar. Mereka bersekutu
dalam hal itu. Apa yang telah dihasilkan oleh tangan seseorang, maka terlarang bagi yang lain
untuk mendapatkannya kecuali dengan menggunakan alat tukar. Maka apabila manusia telah
mampu atas dirinya sendiri dan telah melewati masa belum berdaya maka dia akan bertindak
mencari usaha, lalu membelanjakan hasil usaha yang telah diberikan oleh Allah untuk mencukupi
kebutuhan-kebutuhan dan kebutuhan-kebutuhan pokoknya dengan menyerahkan gantinya. Allah
berfirman, "Maka carilah di sisi Allah rezeki itu!” .
Ibnu Khaldun menyatakan dapat dikatakan rezeki yang datangnya dari Allah SWT bagi
manusia apabila memenuhi kriteria harta yang didapatkan dari hasil usaha, bermanfaat untuk
kemaslahatan, dimiliki dengan maka hasil usaha tersebut adalah nilai dari pekerjaan manusia.
Kadangkala rezeki diperoleh manusia dengan tanpa tindakan, seperti hujan yang
membuat baik tanaman dan lain sebagainya. Hanya saja hal itu hanya menjadi pendukung dan
manusia harus tetap melakukan tindakan, sebagaimana akan diterangkan nanti. Selanjutnya
tindakan-tindakan itu akan menjadi mata pencaharian jika hanya sekadar memenuhi kebutuhan
dharuri (pokok) atau kebutuhan lainnya dan menjadi kemewahan dan kekayaan jika lebih dari itu.
Kemudian hasil atau simpanan itu jika manfaatnya kembali kepada seseorang dan dia dapat
menikmati hasilnya yaitu membelanjakannya untuk kemaslahatan-kemaslahatan dan kebutuhan-
kebutuhannya maka hal itu disebut dengan Rezeki. Sedangkan menurut Muktazilah untuk dapat
disebut rezeki disyaratkan cara memilikinya adalah haruslah dengan sah. Apa yang tidak boleh
dimiliki menurut mereka tidak disebut dengan rezeki. Dengan demikian mereka memandang
barang-barang ghashaban dan semua yang haram tidak disebut sebagai rezeki.

2. Pembagian Kerja
Dalam kedudukannya sebagai individu, manusia diciptakan dalam keadaan lemah dan
membutuhkan bantuan orang lain. Manusia bisa menjadi kuat apabila melebur diri dalam
masyarakat. Kesadaran tentang kelemahan tersebut mendorong manusia untuk bekerjasama
dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kesanggupan seseorang untuk
mendapatkan makanannya sendiri, tidak cukup baginya untuk mempertahankan hidupnya, karena
kebutuhannya bukan sekedar makanan. Bahkan untuk mendapatkan sedikit makanan pun,
misalnya kebutuhan gandum untuk makan satu hari saja, manusia membutuhkan orang lain.
Pembuatan gandum, jelas membutuhkan berbagai pekerjaan (menggiling, mengaduk dan
memasak). Tiap-tiap pekerjaan tersebut membutuhkan alat-alat yang mengharuskan adanya
tukang kayu, tukang besi, tukang membuat periuk dan tukang-tukang lainnya. Andaikan pun
misalnya, ia bisa makan gandum dengan tidak usah digiling lebih dahulu, ia tetap membutuhkan
pekerjaan orang lain, sebab ia baru bisa mendapatkan gandum yang belum digiling itu setelah
dilakukan berbagai pekerjaan, seperti menanam, menuai dan memisahkan gandum itu dari
tangkainya. Bukankah semua proses ini membutuhkan banyak alat dan pekerjaan.
Jadi, mustahil bagi seseorang untuk melakukan semua atau sebagian pekerjaan-
pekerjaan tersebut. Karena itu merupakan keharusan baginya untuk mensinergikan pekerjaannya
dengan pekerjaan orang lain. Manusia membutuhkan kerjasama ekonomi. Dengan kerja sama
dan tolong-menolong dapat dihasilkan bahan makanan yang cukup untuk waktu yang lebih
panjang dan jumlah yang lebih banyak. Untuk itu diperlukan adanya pembagaian kerja antara
individu dalam masyarakat, karena manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, pasti
tergantung pada orang lain.
Menurut Ibnu Khaldun, sebagaimana yang ia kemukakan pada bab kelima Mukaddimah,
ada tiga kategori utama dalam kerja: pertanian, kerajinan-keterampilan dan perdagangan.
Pertanian dengan sendirinya adalah yang paling dahulu dibanding lainnya, karena bersifat
sederhana, naluriah dan tidak membutuhkan pemikiran dan ilmu. Karena itu dalam kehidupan
manusia dia dinisbatkan kepada Adam AS Bapak Manusia. Dialah yang mengajarkan dan yang
melakukannya pertama kall sebagai isyarat bahwa pertanian adalah bidang mata pencaharian
yang paling dahulu dan paling sesuai dengan tabiat alam. Sedangkan kerajinan-ketrampilan
adalah merupakan yang kedua setelah pertanian karena bersifat tersusun dan bersifat ilmu yang
membutuhkan pemikiran dan pandangan-pandangan. Karena itu secara umum kerajinan-
ketrampilan tidak ditemukan kecuali dalam warga Hadharl peradaban yang kedua dan lebih akhir
daripada badui. Dari sisi inilah kerajinan dinisbatkan kepada Idris AS, Bapak Kedua Manusia,
karena dia adalah orang yang merintisnya bagi orang-orang setelahnya dengan bimbingan wahyu
dari Allah. Sedangkan perdagangan, meskipun usaha ini bersifat alami, namun cara-cara dan
pilihan-pilihannya kebanyakan adalah berupa strategi-strategi untuk mendapatkan apa yang ada
antara dua nilai harga, yaitu antara pembelian dan penjualan, agar terwujud dari hasil usaha itu
suatu keuntungan. Karena itu syariat memperbolehkan mukasabah meskipun sebetulnya dia
termasuk dari muqamarah (berjudi) hanya saja dia tidak mengambil harta orang lain secara cuma-
cuma. Karena itu hanya dikhususkan untuk yang diperbolehkan secara syariat.
Secara detail konsep pembagian kategori kerja menurut Ibnu Khaldun dijelaskan sebagai
berikut:
Pertanian
Sarana produksi yang paling sederhana adalah pertanian. Pekerjaan ini, menurut Ibnu
Khaldun, tidak memerlukan ilmu dan ia merupakan “penghidupan orang-orang yang tidak punya
dan orang-oarng desa”. Oleh karena itu pekerjaan ini jarang dilakukan oleh orang-orang kota dan
orang-orang kaya. Di sini kelihatan Ibnu Khaldun meletakkan pertanian pada peringkat pekerjaan
yang sedikit lebih rendah daripada pekerjaan profesi orang-orang kota. Penilaian Ibnu Khaldun ini
setidaknya disebabkan tiga alasan. Pertama, tidak memerlukan ilmu yang luas dan dalam, sebab
siapa saja bisa menjadi petani tanpa harus sekolah pertanian. Analisa ini dikemukakan nya
karena pada saat itu kondisi masyarakat masih sederhana dan belum ada fakultas pertanian
seperti sekarang. Kedua, bila ditinjau dari segi besarnya penghasilan, para petani umumnya
berpenghasilan rendah dibanding orang-orang kota. Ketiga, para petani diwajibkan membayar
pajak. Menurut Ibnu Khaldun orang-orang yang membayar pajak adalah orang-orang yang lemah,
sebab orang-orang yang kuat tidak mau membayar pajak. Alasan ketiga ini juga sifatnya
kondisional yang berbeda dengan kondisi modern sekarang ini.
Pertanian Merupakan Mata Pencaharian Kaum yang Lemah dan Masyarakat Badui yang
Hidup Berpindah Tempat Hal ini disebabkan karena pertanian merupakan sesuatu yang natural
dan mudah dalam pengerjaannya. Karena itu, biasanya Anda tidak mendapatinya pada orang
yang hidupnya menetap atau berperadaban dan tidak pula pada orang yang berlimpah harta.
Orang yang menekuni profesi ini hanya orang-orang bercirikan kerendahan saja.
Hal ini disebabkan karena -dan Allah lebih mengetahui- pekerjaan pertanian selalu diikuti
dengan pungutan paksa yang mengharuskan terjadinya pengawasan dan kekuasaan. Sehingga
orang yang berkewajiban membayar pungutan tersebut menjadi hina dan menderita. Karena ia
dikuasai oleh tangan-tangan kekuasaan yang tidak berbelas kasihan.

Keterampilan
Sedangkan kerajinan-ketrampilan adalah merupakan yang kedua setelah pertanian
karena bersifat tersusun dan bersifat ilmu yang membutuhkan pemikiran dan pandangan-
pandangan. Karena itu secara umum kerajinan-ketrampilan tidak ditemukan kecuali dalam warga
Hadharl peradaban yang kedua dan lebih akhir daripada badui. Dari sisi inilah kerajinan
dinisbatkan kepada Idris AS, Bapak Kedua Manusia, karena dia adalah orang yang merintisnya
bagi orang-orang setelahnya dengan bimbingan wahyu dari Allah.
Jenis-jenis pekerjaan yang membutuhkan keterampilan adalah menulis, membuat kertas,
menyalin, menyanyi, arsitektur atau konstruksi bangunan, pertukangan, menjahit dan memingtal
benang.

Perdagangan
Selanjutnya Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa para petani menghasilkan hasil pertanian
lebih banyak dari yang mereka butuhkan. Karena itu mereka menukarkan kelebihan produksi
mereka dengan produk-produk lain yang mereka perlukan. Dari sinilah timbul perdagangan
(tijarah). Jadi, pekerjaan perdagangan ini secara kronologis timbul setelah adanya produksi
pertanian Seperti telah dikemukan, perdagangan adalah upaya memproduktifkan modal yaitu
dengan membeli barang-barang dan berusaha menjualnya dengan harga yang lebih tinggi. Ini
dijalankan, baik dengan menunggu meningkatnya harga pasar atau dengan membawa (menjual)
barang-barang itu ke tempat yang lebih membutuhkan, sehingga akan didapat harga yang lebih
tinggi, atau kemungkinan lain dengan menjual barang-barang itu atas dasar kredit jangka panjang.
Selanjutnya Ibnu Khaldun, mengatakan bahwa laba perdangangan yang diperoleh
pedagang akan kecil bila modalnya kecil. Tetapi bilamana kapital besar maka laba tipis pun akan
merupakan keuntungan yang besar”. Perdagangan menurutnya adalah “pembelian dengan harga
murah dan penjualan dengan harga mahal”. Pekerjaan pedagang ini, menurut Ibnu Khaldun,
memerlukan prilaku tertentu bagi pelakunya, seperti keramahan dan pembujukan. Namun para
pedagang sering kali melakukan kebiasaan mengelak dari jawaban yang sebenarnya (dusta), dan
pertengkaran”, karena itu para pedagang selalu mengadukan persoalan sengketa perdagangan
kepada hakim.
Ibnu Khaldun juga mengkritik para pejabat dan penguasa yang melakukan perdagangan.
Hal ini agaknya dimaksudkan Ibnu Khaldun agar para penguasa bisa berlaku fair terhadap para
pedagang. Point ini menjadi penting diterapkan pada masa kini, agar tidak terjadi monopoli proyek
oleh penguasa yang pengusaha.
Ketahuilah bahwa berdagang adalah usaha manusia untuk memperoleh dan
meningkatkan pendapatannya dengan mengembangkan properti yang dimilikinya dengan cara
membeli komoditi dengan harga murah dan menjualnya dengan harga mahal baik barang tersebut
berupa tepung atau hasil-hasil pertanian, binatang ternak, maupun kain. Jumlah nilai yang tumbuh
dan berkembang itulah yang dinamakan laba.
Orang yang berusaha mendapatkan keuntungan tersebut, mungkin dengan menimbun
komoditi tersebut ketika nilainya di pasar murah dan mengeluarkannya di kemudian hari ketika
pasar membutuhkannya sehingga diperoleh keuntungan yang melimpatu dan mungkin juga
dengan mengekspornya ke daerah atau kerajaan lain dimana komoditi tersebut dihargai lebih
tinggi dibandingkan dalam negeri dimana komoditi tersebut berasal sehingga akan diperoleh
keuntungan yang melimpah.
Karena itulah salah seorang pedagang kawakan melontarkan pernyataan yang populer di
kalangan mereka untuk mengungkapkan pengertian perniagaan yang sebenarnya. Ia
mengatakan, “Aku ajarkan kepadamu tentang perniagaan tersebut dalam dua kalimat yang
singkat: Membeli dengan harga murah dan menjual dengan harga mahal." Dengan dua kalimat
ini, maka terjadilah perniagaan dengan pengertian sebagaimana yang telah kami kemukakan.
Pedagang yang profesional dalam berniaga tidak akan memindahkan komoditi perniagaan
kecuali komoditi tersebut sangat dibutuhkan banyak orang dari berbagai kalangan, baik dari
kalangan berduit, fakir, penguasa, maupun yang dibutuhkan pasar. Sebab dengan kondisi seperti
inilah maka terjadi permintaan yang besar atas suatu komoditi.
Adapun jika komoditi yang ditransformasikan tersebut hanya dibutuhkan golongan tertentu
saja, maka kenaikan nilai dan harganya sulit diperoleh karena mengalami kesulitan dalam
penjualannya. Hal ini disebabkan daya beli hanya diperoleh dari sebagian orang saja sehingga
menyebabkan terjadinya kelesuan pasar dan merusak keuntungan.
Begitu juga apabila pedagang tersebut mengekspor barang yang dibutuhkan berkualitas
menengah saja, maka kualitas terbaik dari setiap komoditi hanya diperuntukkan bagi para
hartawan dan pejabat kerajaan. Dan jumlah mereka ini sangatlah sedikit. Seoerti yang telah kita
ketahui bersama bahwa komoditi yang berkualitas menengah memiliki kecocokan bagi
kebanyakan orang.
Karena itu, hendaknya pedagang berupaya mengerahkan segenap daya kemampuannya
dalam hal itu. Karena kemampuan pedagang untuk memilih kualitas barang menjadi pertaruhan
nilai dan harga jual barang; Akan membaik atau akan terjadi kelesuan.
Begitu juga dengan pengiriman komoditi dari kerajaan yang jaraknya jauh atau harus
melewati segenap bahaya yang mengancam di sepanjang perjalanan, akan menyebabkan
komoditi tersebut lebih bernilai dan memiliki harga jual yang lebih tinggi sehingga akan
memberikan keuntungan lebih banyak kepada pedagang dan dapat menjamin stabilitas pasar.
Sebab komoditi yang diekspor dari kerajaan-kerajaan tersebut jumlahnya tentu sedikit dan sangat
dibutuhkan karena jauhnya tempat dan banyaknya ancaman bahaya di sepanjang perjalanannya.
Sehingga orang yang membawanya pun hanya sedikit dan jarang keberadaannya.
Jika jumlah suatu komoditi hanya sedikit dan langka di pasaran, maka harganya akan
menjadi mahal. Sedangkan apabila komoditi tersebut berasal dari tempat atau kerajaan yang
jaraknya dekat dan jalan untuk mencapainya mudah dan amary maka orang yang mengirimnya
pun akan banyak, sehingga jumlah komoditi tersebut akan menumpuk di pasar dan harga jualnya
menjadi rendah.
Karena itulah, Anda dapat melihat pedagang yang berani memasuki kerajaan Sudan
menjadi orang yang lebih makmur dan memiliki kekayaan yang melimpah karena jaraknya yang
jauh dan adanya perjuangan berat dan bahaya yang mengancam di sepanjang perjalanannya.
Para pedagang harus melewati rintangan yang tidak mudah dan dipenuhi dengan bahaya yang
mengancam, seperti rasa takut yang menghinggapi dan kehausan karena di sana tidak ada air
kecuali di tempat-tempat tertentu yang dapat dicapai melalui petunjuk para pemandu kafilah.
Sehingga tidak ada yang berani mengarungi perjalanan yang penuh bahaya dan jauh ini kecuali
hanya sedikit saja.
C. Kesimpulan dan Saran
Dari pembahasan diatas, tidaklah berlabihan kita mengelari Ibnu Khaldun dengan sebutan
“Bapak Ekonomi”. Mengingat begitu mendalam pemikirannya dalam membahas ekonomi.
Walaupun ia tidak membahasnya di dalam satu kitab tertentu. Namun, penjelasannya tentang
konsep penghasilan sudah detail terkait dengan pembagian kerja yang ada di dalam masyarakat
dimana pembagian kerja tersebut didasari oleh keterampilan yang dimiliki oleh manusia.
Sangat penting dan mendesak untuk kita pelajari dan kembangkan pemikiran-
pemikirannya yang brilian dalam rangka mensejahterakan masyarakat Islam khususnya dan
seluruh dunia pada umumnya. Untuk menegaskan bahwa kitalah satu-satunya, sebagai umat
Islam yang sanggup memikul amanah sebagai khalifah di muka bumi demi mencapai Ridha Allah
swt., memakmurkan seluruh dunia dan isinya.
DAFTAR PUSTAKA
Fam, Soo-Fen. Soo, Jia Hui. Wahjono, Sentot Imam. 2017. Online Job Search Among Millennial
Student in Malaysia. Jurnal Dinamika Manajemen (JDM). 8(1). 1-10. DOI: 10.15294/jdm.
Marina, Anna. Wahjono, Sentot Imam. Fen, Soo Fam. 2018. Islamic Accounting Information
System Development: An Evidence from Indonesian Hospital. International Journal of
Management and Applied Science (IJMAS). Vol 4 Issue 11 pp. 47-50.
Rayyani, Wa Ode. Abbas, Ahmad. Ayaz, Mohammad. Idrawahyuni. Wahjono, Sentot Imam.
2022. The Magnitude of Market Power between SCBs and SBUs: the Root Cause of
Stagnancy of the Growth in Islamic Banking Industry and Spin-off Policy as its Solution.
IKONOMIKA: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Volume 7, No 1. pp: 97-120.
Wahjono, Sentot Imam. Marian, Anna. 2022. Bisnis Kontemporer. Penerbit: Researchgate.
https://www.researchgate.net/publication/362519614_BISNIS_KONTEMPORER
Wahjono, Sentot Imam. Soo-Fen Fam. Mukhaer Pakkanna. Ismail Rasulong. Anna Marina.
2021. Promoting Creators Intentions: Measuring of Crowdfunding Performance.
International Journal of Business and Society. Vol. 22 No. 3. Pp. 1084-1101.
https://doi.org/10.33736/ijbs.4285.2021
Wahjono, Sentot Imam. Marina, Anna. Wardhana, Andi. Darmawan, Akhmad. 2019. Pengantar
Manajemen. Penerbit RajaGrafindo, Jakarta, Indonesia.
Wahjono, Sentot Imam. Marina, Anna. Maroah, Siti. Widayat. 2018. Pengantar Bisnis. Penerbit
Prenada Media, Jakarta, Indonesia. ISBN No. 9-786024-223298.
Wahjono, Sentot Imam. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit
Salemba Empat, Jakarta, ISBN No. 978-979-061-575-5.
Wahjono, Sentot Imam. Harnida Hanim binti Abdul Hamid, Adillah Mohd. Din, Hasan Saleh,
2014. Management Practices is Not Important for Women Entrepreneurs in Family
Business while Enhance Their Business Performance: Evidence from Melaka, Malaysia.
Paper presented at International Conference on Business and Economics 2014
(ICBE2014), Universitas Andalas, Padang, Indonesia, 22-23 October 2014.
Wahjono, Sentot Imam. Milal, Dzo’ul. Marina, Anna. Harryono, Sumadji. 2013. Transformational
Leadership at Muhammadiyah Primary Schools on Emotional Intelligence: Forward Bass
& Avolio Theory. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM. Volume 12,
Issue 2 (Jul.-Aug. 2013) pp 33-41. DOI: 10.9790/487X-1223341.
Wahjono, Sentot Imam. 2011. Kepemimpinan Transformational di Sekolah sekolah
Muhammadiyah. Jurnal Manajemen Bisnis, Departemen Management, Faculty of
Economics and Business University of Muhammadiyah Malang, ISSN no: 2089-0176,
Volume 1 No. 1 April 2011, pp: 75-87.
Wahjono, Sentot Imam. 2011. Bisnis Modern. Graha Ilmu Publisher, Yogyakarta, ISBN No. 978-
979-756-666-1. pp: 273 + xvi. DOI: 10.13140/RG.2.1.3085.5204

Anda mungkin juga menyukai