Anda di halaman 1dari 3

12 Karakteristik Atasan

yang Menyebalkan
Posted on 3 Januari 2015 by AKHMAD SUDRAJAT — 7 Komentar

Jeff Fermin (2014) dalam sebuah tulisannya yang dipublikasikan


di Huffington Post mengemukakan tentang 12 Karakteristik Atasan yang Menyebalkan, yang
disebutnya juga sebagai karakteristik yang mengerikan. Berikut ini penjelasan singkat dari
keduabelas karakteristik tersebut:

1. Mengontrol

Atasan yang menyebalkan adalah dia yang tidak faham bagaimana memotivasi orang dan
membuat orang-orang di sekitarnya menjadi lebih baik. Dia lebih banyak mengontrol
karyawannya untuk selalu sibuk bekerja dan terus bekerja, tanpa dibarengi dengan penjelasan
mengapa mereka harus bekerja.

2. Tidak Tegas

Atasan yang menyebalkan adalah dia yang memiliki karakteristik plintat-plintut, tidak tegas
dengan keinginannya dalam menuntaskan suatu pekerjaan tertentu karena dia tidak mampu
menganalisis situasi dan mengambil keputusan secara cermat, serta tidak dapat membaca
kemungkinan-kemungkinan hasil akhirnya.

3. Keras Kepala

Atasan yang menyebalkan adalah dia yang selalu menganggap dirinya paling benar, tidak mau
mendengar pendapat orang lain. Dia tidak menyadari bahwa setiap orang di kantor pada
dasarnya memiliki potensi untuk turut serta memajukan perusahaan atau organisasi .

4. Menolak Perubahan

Atasan yang menyebalkan adalah dia yang memilih untuk stagnan, tidak memiliki keberanian
untuk melakukan perubahan proses tertentu di tempat kerjanya. Dia tidak mampu menawarkan
konsep-konsep baru yang memungkinkan karyawannya untuk bekerja lebih baik dan dapat
meningkatkan kepuasan para pelanggannya.
5. “Manajemen Mikro”

Atasan yang menyebalkan adalah dia yang terus-menerus memperhatikan pada hal-hal sepele,
yang dapat merusak motivasi dan kualitas pekerjaan karyawannya. Dia kurang memberikan
otonomi dan kebebasan kepada karyawannya untuk menyelesaikan tugasnya secara lebih baik.

6. Memimpin dengan Menebarkan Ketakutan

Atasan yang menyebalkan adalah dia yang menggunakan taktik manajemen kuno yaitu dengan
menebarkan ancaman dan ketakutan terhadap karyawannya manakala tidak sanggup
menyelesaikan tugas-tugas besar, misalnya pemecatan. Kita sering menyaksikan film-film
tentang seorang atasan memberikan ancaman terhadap anak buahnya dan hal itu biasanya
terjadi pada organisasi penjahat atau mafia. Prototipe kerja modern jauh lebih liberal dan
manusiawi, tidak menggunakan rasa takut sebagai bentuk manajemen serta dapat
menempatkan dan menghargai karyawan sebagai manusia utuh.

Baca: Sebaiknya Hindari Motivasi dengan Ancaman!


7. Tidak Memiliki Visi

Atasan yang menyebalkan adalah dia yang tidak mampu melihat perjalanan organisasi
untuk jangka panjang dan hanya fokus pada perbaikan jangka pendek, baik yang berkaitan
dengan produk /jasa, lingkungan kerja, atau bahkan konflik.

8. Favoritisme

Atasan yang menyebalkan adalah dia yang menunjukkan sikap nepotisme di tempat kerja,
terutama ketika menempatkan seseorang dalam posisi besar. Dia tidak mampu memisahkan
antara persaudaraan/persahabatan pribadi dengan bisnis.

9. Arogan

Mirip dengan keras kepala, atasan yang menyebalkan adalah dia seorang yang sombong,
seolah-olah menjadi orang yang paling hebat di dunia. Dia tidak menyadari bahwa dalam
organisasi, setiap orang harus bekerja sama sebagai sebuah tim.

10. Marah

Karakteristik atasan yang menyebalkan berikutnya adalah dia yang berfikir bahwa karena dia
telah memperoleh posisi kekuasaan, lantas dia bisa mencaci-maki, meremehkan, dan
memperlakukan orang lain secara semena-mena ketika dia melakukan suatu kesalahan.
11. Melemparkan Kesalahan

Atasan yang menyebalkan adalah dia yang selalu menyalahkan dan meletakkan kesalahan
pada karyawan apabila terjadi kesalahan dalam organisasi. Seorang pemimpin sejati
mampu mengoreksi setiap kesalahannya sendiri, dan bahkan lebih mengesankan, dia seringkali
berusaha mengambil alih tanggung jawab atas kesalahan yang telah dilakukan karyawannya,
karena dia sadar bahwa dia belum mampu memperbaikinya.

12. Didorong oleh Emosi

Terakhir, karakteristik atasan yang menyebalkan adalah dia yang setiap tindakannya didorong
oleh emosi, sering membuat keputusan hanya berdasarkan pada keyakinan atau firasat, dengan
tanpa argumentasi yang jelas. Pemimpin besar biasanya dapat membuat keputusan dengan
menggunakan data untuk mendukung penalarannya.

Anda mungkin juga menyukai