Anda di halaman 1dari 2

Faktor Kesalahan Setiap Uji

1. Pengaruh suhu terhadap kinerja enzim


Enzim jika dipanaskan ± diatas suhu 400C akan mengalami denaturasi (kerusakan)
karena gaya-gaya ikatan lemah penting yang terdapat didalam enzim akan rusak
akibat meningkatnya getaran termal pada suhu yang tinggi. Enzim juga sangat sensitif
terhadap suhu yang rendah. Enzim tidak akan bekerja pada suhu yang rendah karena
gaya-gaya lemah pada sub unit tunggal enzim terganggu pada bentuk polimeriknya.
(Biokimia ; Rex Montgomery). Suhu optimum enzim untuk bekerja secara optimal
adalah berbeda-beda sesuai dengan jaringan penghasilnya. Namun kebanyakan enzim
akan bekerja optimal pada suhu 370C-400C. pada suhu 400C seharusnya suhu yang
paling optimal bagi enzim amilase untuk bekeja. Kesalahan percobaan yang terjadi
dikrenakan kurang lamanya proses pendinginan maupun proses pemanasan sehingga
hasil uji tidak menunjukkan data yang akurat. Atau mungkin juga dikerenakan
kurangnya ketelitian dari praktikan ketika mengamati perubahan warna yang terjadi
pada larutan uji.

2. Pengaruh pH
Pengujian dengan benedict namun tidak dihasilkan perubahan warna yakni biru tua
tetap menjadi biru tua, hal ini berarti larutan tersebut negatif terhadap uji benedict.
Hal tersebut juga dikarenakan pada kondisi yang sangat asam enzim tidak aktif
sehingga amilum tidak dapat dihirolisis menjadi glukosa (gula pereduksi) oleh enzim
amilase. Enzim amilase saliva memiliki pH optimal pada pH 7, karena pada pH ini
diperoleh aktivitas enzim yang tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi). Menurut
Amerongen (1991) amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang
mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan
oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α(1→ 4). Amilase liur akan
segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan
dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel
makanan. enzim bekerja pada pH netral yakni pH 7 tanpa pengaruh larutan asam
maupun basa, sehingga enzim dapat menghidrolisis amilum menjadi disakarida
(maltose) dan monosakarida (glukosa) dengan optimal. Kesalahan-kesalahan yang
terjadi ini dapat dikarenakan faktor human error, seperti kurang teliti dalam
mengamati perubahan warna dan kurang tepat dalam pemberian volum ekstrak
enzim yang diperlukan.

3. Pengaruh Konsentrasi Enzim


Enzim mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik. Pengaruh konsentrasi enzim ini
yaitu pembentukan produk, dimana makin besar konsentrasi enzim makin banyak
pula produk yang dihasilkan sehingga dapat dinyatakan bahwa laju reaksi berbanding
lurus dengan konsentrasi enzim. Dengan kata lain, semakin besar volume atau
konsentrasi enzim, semakin tinggi pula aktivitas enzim dalam memecah substrat yang
dikatalisis. Semakin sedikit enzim yang berperan memecah amilum maka akan
semakin banyak amilum yang tidak terhidrolisis. Kesalahan yang terjadi dalam
percobaan ini dikarenakan oleh dalam ketidaktelitian dalam mencampurkan saliva
dengan suspensi amilum dengan konsentrasi yang berbeda-beda dan kurangnya
ketelitian pada pengamatan perubahan warna yang terjadi.

4. Pengaruh Konsentrasi Substrat


Semakin tinggi konsentrasi substrat, kerja enzim juga semakin meningkat dan amilum
yang terhidrolisis juga semakin banyak. Hal tersebut membuat konsentrasi glukosa
menjadi lebih banyak, oleh karena itu warna hasil uji benedict akan semakin gelap
seiring bertambahnya konsentrasi substrat. Sehingga, disimpulkan bahwa semakin
rendah konsentrasi substrat enzim amilase maka waktu yang diperlukan untuk
menghidrolisis amilum semakin lama pula, sehingga pada saat diuji dengan reagen
IKI tetap menunjukkan reaksi positif. Seperti dijelaskan oleh Dahlia (2001) bahwa
kecepatan reaksi dipengaruhi konsentrasi substrat yang berperan sebagai katalisator
dalam reaksi tersebut. Banyaknya substrat ditransformasikan sesuai dengan tingginya
konsentrasi enzim yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai