Anda di halaman 1dari 33

PENERAPAN SIKAP SEBAGAI TEKNISI BANK DARAH KEPADA

KLIEN LANSIA DENGAN KASUS HIPERTENSI

Dosen Pengampu:

Farida Halis DK, S.Kp, M.Pd

Disusun Oleh:

1. Nabila Al Khansa (P17440211010)

2. Zahrah Rusyda Fasya (P17440211020)

3. Alhalim Kristan Nashr (P17440213023)

4. Anggraheni Tijang Asmoro (P17440213026)

5. Ayu Fitri Maharani (P17440213028)

6. Belva Chandra Gantari (P17440213031)

7. Kadek Dian Prapti Andani (P17440213037)

PROGRAM STUDI D-3 TEKNOLOGI BANK DARAH

JURUSAN KESEHATAN TERAPAN

POLTEKKES KEMENKES MALANG

2022/2023

I
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahNya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan laporan pendahuluan praktik kerja lapangan.

Dalam rangka memenuhi tugas Pendidikan Karakter, maka karya tulis


ini dibuat dengan judul “PENERAPAN SIKAP SEBAGAI TEKNISI BANK
DARAH KEPADA KLIEN LANSIA DENGAN KASUS HIPERTENSI”.
Harapan kami adalah semoga makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini agar kedepannya dapat
menciptakan makalah yang lebih baik.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kekurangan dalam


penyusunan laporan pendahuluan ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan
pembaca dapat memaklumi kesalahan dalam penyusunan dan keterbatasan
dalam laporan ini.

Akhir kata, penyusun berharap agar laporan ini dapat memberikan


manfaat dan menginspirasi pembaca, serta dapat dijadikan acuan.

07 September 2022

Penyusun

II
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................... III


BAB IPENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................2
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................4
BAB IIIPEMBAHASAN .............................................................................................. 7
3.1 Hipertensi .........................................................................................................7
3.1.1 Pengertian hipertensi ............................................................................. 7
3.1.2 Jenis Hipertensi ......................................................................................7
3.2 Psikologi Lansia .............................................................................................15
3.2.1 Pengertian Psikologi ............................................................................ 15
3.2.2 Pengertian Lansia ................................................................................ 16
3.2.3 Perubahan Psikologi Lansia .................................................................17
3.3 Pengetahuan Lansia ....................................................................................... 19
3.3.1 Pengertian Pengetahuan .......................................................................19
3.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan .......................................... 21
3.3.3 Pengetahuan Lansia Terhadap Kesehatan ........................................... 22
3.3.4 Sikap Sebagai Tenaga Kesehatan ........................................................ 22
3.4 Fisik Lansia ....................................................................................................23
3.5 Sifat Lansia .................................................................................................... 26
3.5.1 Sikap Sebagai Tenaga Kesehatan ........................................................ 27
BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 29
4.1 Kesimpulan .................................................................................................... 29
4.2 Saran .............................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 30

III
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan adalah kunci keberhasilan dari suatu usaha atau menjual jasa.
Dalam hal ini, pelayanan harus dilakukan dengan baik, nyaman, dan bersifat
sangat membantu bagi konsumen. Pelayanan yang baik, akan membawa respon
yang baik pula dari konsumen. Begitu pula sama dengan pelayanan darah, jika
teknisi pelayanan darah dapat memberikan pelayanan yang baik, maka para calon
pendonor pun senantiasa rutin mendonorkan darahnya.

Kualitas pelayanan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam


memenuhi kebutuhan dan tuntutan setiap konsumen. Dengan demikian, yang
dimaksud dengan kualitas pelayanan adalah yang menunjukkan pada tingkat
kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap
konsumen.

Pelayanan darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah


manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan
komersial. Pelayanan transfusi darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang
meliputi perencanaan, pengerahan dan pelestarian pendonor darah, penyedia
darah, pendistribusian darah dan tindakan medis pemberian darah kepada pasien
untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, sedangkan unit
transfusi darah menurut Permenkes No 83 Tahun 2014 adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pendonor darah, penyediaan darah dan
pendistribusian darah. Berdasarkan tingkatannya UTD terdiri dari tingkat nasional,
tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.

Peran pelayanan darah guna membantu seseorang menyumbangkan darahnya


dan juga membantu orang-orang yang membutuhkan darah tersebut. Pelayanan
darah dilakukan oleh semua pegawai pelayanan darah mulai dari pegawai

1
registrasi, seleksi donor, pengambilan darah, hingga pegawai yang bertugas
menerima permintaan darah. Pelayanan darah termasuk ke dalam pelayanan
umum yang menyangkut banyak pihak dari berbagai usia, suku, dan gender. Oleh
karena itu, di bidang pelayanan umum atau bidang pelayanan darah harus terus-
menerus membenahi sistem dengan sungguh-sungguh agar tetap memberikan
pelayanan yang prima dan terjamin.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh pelayanan darah bertujuan untuk


memberikan kepuasan pada pelanggan atau calon pendonor dengan berbagai
strategi dan berbagai cara agar pelanggan atau calon pendonor tersebut merasa
puas dan selanjutnya mau datang untuk kembali. Apabila pelanggan atau calon
pendonor tersebut merasa puas dan akan beralih menjadi pendonor tetap, maka
pendonor tersebut tidak akan pindah tempat untuk mendapatkan pelayanan yang
sama seperti yang kita berikan.

Dalam pelayanan darah. tak lupa pula akan terjadi interaksi antara teknisi
pelayanan darah dengan calon pendonor. Banyaknya jenis manusia, oleh karena
itu sebagai teknisi pelayanan darah harus tahu akan beberapa kriteria dari
banyaknya calon pendonor tersebut. Teknisi pelayanan darah juga harus tau
bagaimana cara untuk menyikapi setiap karakter calon pendonor yang berbeda-
beda. Dalam pelayanan darah, teknisi menemui umur dari semua kalangan, salah
satunya lansia yang membutuhkan perhatian khusus.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, didapati beberapa poin permasalahan dari calon


pendonor yakni:

1. Apa itu hipertensi?


2. Bagaimana cara menghadapi lansia berdasarkan psikologinya?
3. Bagaimana cara menghadapi lansia berdasarkan pengetahuannya?
4. Bagaimana cara menghadapi lansia berdasarkan fisiknya?
5. Bagaimana cara menghadapi lansia berdasarkan sifatnya?

2
1.3 Tujuan

1. Mahasiswa mampu menelaah aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku calon


pendonor.
2. Mahasiswa mampu menghadapi bermacam-macam karakter dari calon
pendonor.
3. Mahasiswa mampu mengembangkan bagaimana caranya agar dapat
memberikan pelayanan yang baik dan optimal.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sikap adalah posisi mental yang berkaitan dengan fakta, keadaan, perasaan
atau emosi terhadap fakta atau keadaan tertentu. Sarwono (2012) menambahkan,
sikap dapat juga diartikan sebagai kecenderungan untuk berespons (secara positif
dan negatif) terhadap orang, objek, atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu
penilaian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya) disamping
komponen kognitif (pengetahuan tentang objek itu) serta aspek konatif
(kecenderungan bertindak). Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya
tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari
kelompok sosialnya (Chaiklin (2011)).

Berikut adalah beberapa sikap yang harus dimiliki oleh seorang tenaga
kesehatan:

1. Ramah

Pelayanan kesehatan dengan menerapkan sikap ramah menjadikan


pelayanan tersebut menjadi bermutu. Dengan menerapkan sikap ramah ini,
para pengguna layanan merasa tidak adanya intimidasi atau menerima sikap
yang tidak mengenakan sehingga mereka merasa nyaman dan terbantu.
Dengan sikap ramah pula, sebagai pengguna layanan kesehatan akan merasa
puas dan terbantu dengan adanya sikap ini.

2. Sopan

Sebagai tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan harus


memiliki sikap sopan. Pelanggan yang diterima terdapat dari semua kalangan
mulai dari bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa, orang tua, bahkan lansia.
Oleh karena itu, sikap sopan wajib dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan
terlebih jika pengguna layanan tersebut adalah orang tua atau lansia. Dengan
menerapkan sikap ini, maka para pelanggan akan merasa dihargai dan merasa
nyaman saat menggunakan layanan kesehatan.

4
3. Sabar

Sabar merupakan hal dasar yang harus dimiliki oleh semua orang. Tak
luput pula, sabar harus menjadi sikap wajib yang dimiliki oleh tenaga
kesehatan. Saat memberikan layanan, banyak pengguna layanan yang
meminta banyak hal, entah hal tersebut dibutuhkan atau tidak. Sebagai tenaga
kesehatan, kita harus menerima permintaan-permintaan tersebut selagi masih
bisa dilakukan. Dengan banyaknya permintaan ini, sikap sabar memang wajib
dimiliki, kontrol emosi menjadikan tenaga kesehatan dapat menahan diri
sehingga tidak terpancing dengan adanya banyak permintaan tersebut. Dengan
sabar pula, pengguna layanan akan merasa nyaman dan dilayani dengan baik
sehingga akan kembali untuk menggunakan layanan yang tersedia.

4. Empati dan Simpati

Empati merupakan keadaan dimana seseorang ikut merasakan apa


yang dirasakan oleh lawan bicara, sedangkan simpati adalah keadaan dimana
seseorang tertarik kepada seorang atau kelompok karena sikap, penampilan,
atau lainnya. Sederhananya, empati adalah seseorang yang belum pernah
mengalami kejadian tersebut namun dapat merasakan perasaannya, namun
simpati adalah seseorang tersebut sudah merasakan kejadian tersebut.

Sebagai tenaga kesehatan, sudah dipastikan memiliki empati dan


simpati yang besar. Selalu mendengarkan dan merasakan apa yang dirasakan
oleh pengguna layanan kesehatan tersebut. Dengan begitu, kita dapat
memberikan tindakan apa yang harus dilakukan dengan kondisi yang dialami
pengguna layanan tersebut.

5. Menjadi Pendengar

5
Menjadi pendengar sama halnya seperti empati dan simpati. Tenaga
kesehatan mendengarkan apa yang diceritakan oleh pengguna layanan dan
tidak menyangkal cerita tersebut. Bercerita dapat menjadi salah satu media
untuk meluapkan perasaan yang disimpan. Setelah bercerita, tenaga kesehatan
diminta untuk memberi tanggapan atau saran. Dengan begini diharapkan
pengguna layanan kesehatan puas dan akan kembali menggunakan layanan
tersebut karena merasa dihargai dan dibantu.

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Hipertensi

3.1.1 Pengertian hipertensi


Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
menjadi masalah besar di seluruh dunia karena prevalensinya yang masih
tinggi dan terus meningkat (Wahdah, 2011). Hipertensi atau disebut juga
dengan silent killer merupakan penyakit yang tidak menular dan sampai
saat ini masih menjadi masalah kesehatan secara global. Hipertensi adalah
suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan
diastolik ≥ 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan istirahat.

Definisi lain menyebutkan hipertensi adalah suatu gangguan pada


pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang
dibawa darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya
(Ratna, 2009 dalam Dalyoko, 2010). Hipertensi atau penyakit tekanan
darah tinggi merupakan suatu keadaan kronis ditandai dengan
meningkatnya tekanan darah pada pembuluh darah arteri sehingga
mengakibatkan jantung memompa dan bekerja lebih keras untuk
mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Hal ini dapat mengganggu, merusak
pembuluh darah bahkan dapat menyebabkan kematian (Sari, 2017).

3.1.2 Jenis Hipertensi


1. Berdasarkan Penyebabnya

Pada umumnya hipertensi tidak memberikan keluhan dan gejala


yang khas sehingga banyak penderita yang tidak menyadarinya.
Hipertensi dikatakan sebagai the silent killer (Karo, 2012). Secara
umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

7
tekanan darah yang tinggi didalam arteri menyebabkan meningkatnya
risiko terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
kardiovaskuler seperti stroke, gagal ginjal, serangan jantung, dan
kerusakan ginjal (Sutanto,2010). Hipertensi termasuk penyakit yang
berbahaya karena akan membebani kerja jantung sehingga
menyebabkan arteriosklerosis (pengerasan pada dinding arteri).

Peningkatan tekanan darah dalam waktu lama dan tidak di deteksi


sejak dini dapat menyebabkan penyakit kronik degeneratif seperti
retinopati, kerusakan pada ginjal, penebalan dinding jantung dan
penyakit yang berkaitan dengan jantung, stroke, serta kematian
(Sutanto, 2010). Hipertensi ini dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya dijumpai lebih kurang 90% dan hipertensi sekunder yang
penyebabnya diketahui yaitu 10% dari seluruh hipertensi. Menurut
Sunarta peneliti lain, berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat
dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu:

a. Hipertensi Primer
Artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan
jelas. Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab
hipertensi primer seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan
hereditas (keturunan). Sekitar 90% pasien 28 hipertensi diperkirakan
termasuk dalam kategori ini. Pengobatan hipertensi primer yang sering
dilakukan adalah membatasi konsumsi kalori bagi mereka yang
kegemukan (obes), membatasi konsumsi garam, dan olahraga. Obat
anti hipertensi mungkin pula digunakan tetapi kadang-kadang
menimbulkan efek samping seperti meningkatnya kadar kolesterol,
menurunnya kadar natrium (Na) dan kaliun (K) didalam tubuh dan
dehidrasi (Panjaitan, 2015).

8
b. Hipertensi Sekunder
Artinya penyebabnya boleh dikatakan sudah pasti yaitu
hipertensi yang diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Yang
termasuk hipertensi sekunder seperti : hipertensi jantung, hipertensi
penyakit ginjal, hipertensi penyakit jantung dan ginjal, hipertensi
diabetes mellitus, dan hipertensi sekunder lain yang tidak spesifik
(Panjaitan, 2015).

2. Faktor Resiko Terjadinya Hipertensi

Menurut Sari (2017) faktor risiko terjadinya hipertensi sebagai berikut:


a. Usia

Usia merupakan salah satu faktor terjadinya hipertensi.


Pada umumnya, semakin bertambahnya usia seseorang maka
semakin besar pula resiko terjadinya hipertensi. Hal ini
disebabkan oleh perubahan struktur pembuluh darah seperti
penyempitan lumen dan dinding pembuluh darah menjadi kaku
serta keelastisannya berkurang sehingga dapat meningkatkan
tekanan darah.

b. Jenis Kelamin

Pria cenderung banyak terkena hipertensi dibandingkan


dengan wanita, karena adanya dugaan bahwa pria memiliki
gaya hidup yang kurang sehat. Akan tetapi wanita mengalami
peningkatan terkena hipertensi setelah masuk usia menopause
disebabkan oleh adanya perubahan hormonal yang dialami
wanita setelah menopause.

c. Keturunan

9
Orang terdekat atau keluarga dekat yang memiliki riwayat
hipertensi memiliki resiko terkena hipertensi lebih tinggi.
Selain dari faktor keturunan dapat berkaitan dengan
metabolisme pengaturan garam (NaC1) dan renin membrane
sel.

d. Obesitas

Obesitas adalah suatu keadaan penumpukan lemak yang


berlebihan di dalam tubuh. Obesitas dapat memicu hipertensi
akibat terganggunya aliran darah. Seseorang dengan obesitas
akan mengalami peningkatan kadar lemak dalam darah
(hyperlipidemia) sehingga berpotensi menimbulkan
penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis). Penyempitan
tersebut memacu jantung untuk bekerja lebih keras agar
kebutuhan oksigen dan zat lain yang dibutuhkan dapat
memenuhi seluruh tubuh.

e. Merokok

Merokok dapat menyebabkan denyut jantung dan


kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot jantung mengalami
peningkatan. Apabila seseorang menderita aterosklerosis atau
penumpukan lemak dalam pembuluh darah, merokok dapat
memperparah hipertensi dan dapat menyebabkan penyakit
generative lain seperti stroke dan penyakit jantung.

f. Mengonsumsi Alkohol

Alkohol merupakan salah satu faktor resiko terjadinya


hipertensi. Diduga akibat adanya peningkatan kadar kortisol,
peningkatan volume sel darah merah dan kekentalan darah
yang mengakibatkan tekanan darah meningkat. Sedangkan

10
kafein diketahui dapat membuat jantung bekerja lebih cepat
sehingga mengalirkan darah lebih banyak setiap detiknya.
Akan tetapi dalam hal ini, kafein memiliki reaksi yang berbeda
pada setiap orang.

g. stress

Individu yang memiliki kecenderungan stress emosional


resiko terjadinya hipertensi lebih besar. Keadaan seperti
tertekan, murung, dendam, takut dan rasa bersalah dapat
merangsang hormon adrenalin dan memacu jantung berdetak
lebih cepat sehingga memicu peningkatan tekanan darah.

h. Keseimbangan Hormonal

Keseimbangan estrogen dan progesterone dapat


mempengaruhi tekanan darah. Wanita memiliki hormon
estrogen yang berfungsi mencegah terjadinya pengentalan
darah dan menjaga dinding pembuluh darah. Apabila terjadi
ketidakseimbangan maka dapat menyebabkan gangguan pada
pembuluh darah. Gangguan tersebut berdampak pada
peningkatan tekanan darah. Gangguan keseimbangan hormonal
dapat terjadi pada penggunaan alat kontrasepsi hormonal
seperti pil KB.

3. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi apabila tidak diatasi dan ditanggulangi, maka dapat


terjadi komplikasi dan menimbulkan kerusakan serius pada organ-
organ sebagai berikut, yaitu:

a. Jantung

11
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal
jantung dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban
kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan menyesuaikan
sehingga terjadi pembesaran jantung dan semakin lama otot jantung
akan mengendur dan berkurang elastisitasnya, yang disebut 35
dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa dan
menampung darah dari paru sehingga banyak cairan tertahan di paru
maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau
oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung (Panjaitan, 2015)

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak dapat menimbulkan risiko


stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke,
yaitu stroke iskemik dan stoke hemoragik. Jenis stroke yang paling
sering (sekitar 80% kasus) adalah stroke iskemik. Stroke ini terjadi
karena aliran darah di arteri otak terganggu. Otak menjadi kekurangan
oksigen dan nutrisi.

Stroke hemoragik (sekitar 20% kasus) timbul saat pembuluh


darah di otak atau di dekat otak pecah. Penyebab utamanya adalah
tekanan darah tinggi yang persisten. Hal ini menyebabkan darah
meresap ke ruang diantara sel-sel otak. Walaupun stroke hemoragik
tidak sesering stroke iskemik, namun komplikasinya dapat menjadi
lebih serius (Panjaitan, 2015).

c. Ginjal

Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan


sistem penyaringan di dalam ginjal, akibatnya ginjal tidak mampu
membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh yang masuk
melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh
(Panjaitan, 2015).

12
d. Mata

Hipertensi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata,


sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (area pada mata 36 yang
sensitif terhadap cahaya). Keadaan ini disebut penyakit vascular retina.
Penyakit ini dapat menyebabkan kebutaan dan merupakan indikator
awal penyakit jantung (Panjaitan, 2015)

e. Stroke

Hipertensi menyebabkan stroke, hipertensi yang tidak terkontrol


dapat menyebabkan stroke yang dapat menjurus pada kerusakan otak
dan saraf. Stroke umumnya disebabkan oleh kebocoran yang
mensuplai darah ke otak. Dan pencegahan yang paling baik untuk
komplikasi-komplikasi hipertensi adalah mengontrol tekanan darah
(Panjaitan, 2015).

4. Penatalaksanaan Hipertensi
a. Terapi non farmakologi

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat


menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan
dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien
yang menderita hipertensi derajat I, tanpa faktor risiko kardiovaskular
lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal,
yang harus dijalani setidaknya selama 4-6 bulan. Bila setelah jangka
waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang
diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain,
maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi (PERKI,
2015). Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak
guidelines adalah:

13
1) Penurunan berat badan

Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan


sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain
penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan
dislipidemia.

2) Mengurangi asupan garam

Makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan


tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak
menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan
kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah
garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi
pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam
tidak melebihi 2 gr/hari.

3) Olahraga

Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30-60


menit/hari, minimal 3 hari/minggu, dapat menolong penurunan
tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk
berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk
berjalan kaki, mengendarai sepeda atau memiliki tangga dalam
aktifitas rutin mereka di tempat kerja.

4) Mengurangi konsumsi alkohol

Walaupun konsumsi alkohol belum menjadi pola hidup yang


umum di Negara kita, namun konsumsi alkohol semakin hari semakin
meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup,
terutama di kota besar. Konsumsi alkohol lebih dari 2 38 gelas per hari
pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan

14
tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan
konsumsi alkohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.

5) Berhenti merokok

Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek


langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan
salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien
sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok. b. Terapi farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah
setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan
hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prisip dasar terapi farmakologi yang
perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek
samping, yaitu: (PERKI , 2015)

1. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal.


2. Berikan obat generik (non-paten) bila sesuai dan dapat
mengurangi biaya.
3. Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun)
seperti pada usia 55-80 tahun, dengan memperhatikan faktor
komorbid.
4. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme
inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers
(ARBs).
5. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai
terapi farmakologi.
6. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.

3.2 Psikologi Lansia

3.2.1 Pengertian Psikologi


Psikologi berasal dari bahasa Yunani yakni Psychology yang merupakan
gabungan dari kata Psyche berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Maka dari

15
itu Psikologi adalah ilmu jiwa. Berikut adalah beberapa pengertian psikologi
menurut para ahli :

1. Gardner Murphy. Menurut perspektif Gardner Murphy, psikologi


adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan oleh makhluk
hidup terhadap lingkunganya.
2. Clifford T. Morgan memperspektif bahwa psikologi adalah ilmu
yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan
3. Dakir (1993) mengembangkan pengertian tentang psikologi, yaitu
membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan
lingkungan
4. Muhibbin Syah (2001) memperspektifkan bahwa psikologi
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka
dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok,
dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah
tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan
berbicara, duduk, berjalan dan lain sebagainya, sedangkan tingkah
laku tertutup meliputi berpikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain
sebagainnya.

Dari beberapa definisi, disimpulkan pengertian psikologi adalah ilmu


pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu
maupun dalam hubungannya dengan lingkungan nya.

3.2.2 Pengertian Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun yang merupakan
proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan.

Masa lanjut usia (Lansia) adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup
manusia. Disebut sebagai perkembangan terakhir dalam tahap kehidupan,

16
perkembangan manusia berakhir setelah manusia beranjak menjadi dewasa.
Perkembangan fisik berhenti hingga masa remaja, tetapi berbeda dengan
perkembangan psikologis, sosial, dan spiritual tidak akan pernah berhenti.

Di Indonesia orang dengan kategori lanjut usia adalah mereka yang berusia
diatas 60 tahun. Hal ini tertulis dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998
tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab 1 Pasal 1 ayat 2, bahwa yang
disebut dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke
atas, baik pria maupun wanita.

Berikut beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia adalah sebagai
beriku :

a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)


1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun

b. Menurut Kementerian Kesehatan Ri (2015) lanjut usia dikelompokkan


menjadi usia lanjut (60-69 tahun) dan usia lanjut dengan resiko tinggi (lebih
dari 70 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan)

3.2.3 Perubahan Psikologi Lansia


Aspek perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan
proses transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia seseorang,
maka akan semakin banyak pula transisi dan kehilangan yang harus dihadapi.
Transisi hidup, yang mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan, meliputi
masa pensiun dan perubahan keadaan finansial, perubahan peran dan
hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan fungsional dan perubahan
jaringan sosial.

17
Perubahan psikososial berkaitan dengan keterbatasan produktivitas
kerjanya. Oleh karena itu, lansia yang memasuki masa-masa pensiun akan
mengalami kehilangan-kehilangan sebagai berikut :

a) Kehilangan finansial (pendapatan berkurang)


b) Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas)
c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya dengan
beberapa hal berikut :
(1) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan
cara hidup (memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih
sempit)
(2) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.
Biaya hidup meningkat padahal penghasilan yang sulit, biaya
pengobatan bertambah
(3) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik
(4) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial
(5) Adanya gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan
kesulitan
(6) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan
(7) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga
(8) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri)

Permasalahan umum yang dihadapi oleh lansia diantaranya masalah


ekonomi, masalah sosial, masalah kesehatan, dan masalah psikososial.

18
3.3 Pengetahuan Lansia

3.3.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah sesuatu yang melibatkan sensori seperti penglihatan,


pendengaran, serta objek yang berada di depannya, pengetahuan ini
menimbulkan rasa ingin tahu. Pengetahuan merupakan domain yang penting
dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open behavior (Donsu,
2017).Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia atau
hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui pancaindra yang
dimilikinya.

6 tingkat pengetahuan :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya tahu bahwa buat tomat
banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air
besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes
Aegypti, dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
Misalnya orang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah,
bukan hanya sekedar menyebutkan 3M (mengubur, menutup,dan
menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup,
menguras, dan sebagainya, tempat-tempat penampungan air tersebut

3. Aplikasi (application)

19
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya seseorang yang telah
paham tentang proses perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja
atau dimana saja.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau


memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Misalnya
dapat membedakan anatar nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk biasa.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau


meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Misalnya dapat membuat atau meringkas
dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca
atau didengar dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah
dibaca.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan


justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri
atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya seorang ibu dapat
menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak.

20
3.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Wawan & Dewi (2010) ada beberapa faktor yang


mempengaruhi pengetahuan dalam diri seseorang antara lain:

1. Faktor Internal

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang


terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita
tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

b. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama


untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

c. Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan


sampai berulang tahun. Usia mempengaruhi terhadap daya
tangkap dan pola pikir seseorang.

2. Faktor Eksternal

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar


manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

b. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat


mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

21
3.3.3 Pengetahuan Lansia Terhadap Kesehatan

Hipertensi merupakan faktor risiko penting untuk penyakit neurologis.


Hipertensi kronis merupakan faktor risiko utama untuk semua subtipe stroke,
termasuk stroke iskemik, pelayanan kesehatan primer dalam memerangi
hipertensi dan tenaga kesehatan, terutama perawat, harus berperan dalam
menciptakan kesadaran di antara anggota masyarakat dan mereka harus
berperan aktif dalam menyelenggarakan pendidikan Kesehatan tentang faktor
risiko (Kilic et al., 2016).

Pengetahuan kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh seseorang


lansia terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti halnya dalam
pengetahuan lansia tentang manfaat latihan fisik, pola tidur, kunjungan
medical check up, perilaku beresiko tinggi lansia terhadap kesehatan, dan
psikososial lansia. Banyak lansia yang tidak mengetahui bahaya dari
hipertensi, banyak pula lansia yang tidak mau meminum obat penurun tekanan
darah. Hanya karena tidak merasa pusing atau merasakan badan menjadi berat,
sehingga lansia tersebut merasa baik-baik saja dan tidak menghiraukan akan
bahayanya hipertensi.

3.3.4 Sikap Sebagai Tenaga Kesehatan

Sebagai tenaga kesehatan yang harus memberikan edukasi terhadap


masyarakat, berikut cara menyikapi guna memberikan edukasi terhadap
pengetahuan lansia:

1. Mendengarkan keluhan atau pengetahuan yang dimiliki oleh lansia


tersebut.
2. Memberikan edukasi sederhana kepada lansia, seperti pola hidup apa
yang harus dilakukan, makanan dan minuman apa yang harus dikonsumsi, dan
edukasi sederhana lainnya.
3. Menjawab segala pertanyaan yang dilontarkan oleh lansia tersebut.

22
4. Jika lansia datang bersama keluarga, berikan juga edukasi kepada
anggota keluarga tersebut agar dapat memperhatikan keadaan lansia.
5. Berbicara dengan intonasi dan nada yang lembut serta ceria, agar
lansia merasa nyaman dan tidak tegang, sehingga segala informasi dapat
tersampaikan dengan baik.

3.4 Fisik Lansia

A. Proses Penuaan

Proses menjadi tua adalah sebuah peristiwa yang terjadi di dalam


kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,
tidak hanya mulai dari suatu waktu tertentu tetapi dimulai sejak awal
kehidupan, menjadi tua adalah proses alamiah yang berarti seseorang
telah memulai tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga
tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki
usia tua berarti mengalami kemunduran seperti kemunduran fisik yang
ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai
ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk,
gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional.
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus atau
berkelanjutan secara alamiah yang umumnya dialami oleh semua
makhluk hidup. Misalnya dengan hilangnya jaringan pada otot
susunan saraf dan jaringan lain, sehingga tubuh “mati” sedikit demi
sedikit. Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tubuh
tidak akan sama. Adakalanya seseorang belum tergolong lanjut usia
atau masih muda tetapi, telah menunjukkan kekurangan yang
mencolok (diskriminasi). Ada pula orang yang tergolong lanjut usia,
penampilannya masih sehat, segar bugar, dan badan tegap. Walaupun
demikian, harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering
dialami oleh orang lanjut usia. Manusia secara lambat dan progresif

23
akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menempuh
banyak distorsi meteoritik dan struktural yang disebut sebagai
penyakit degeneratif (misalnya hipertensi, aterosklerosis, diabetes
melitus dan kanker) yang akan menyebabkan berakhirnya hidup
dengan episode terminal yang dramatis (misalnya stroke, infark
miokard, koma asidotik, kanker metastasis dan sebagainya).
B. Perubahan Fisik Lansia
- Perubahan sel dan ekstrasel mengakibatkan penurunan
tampilan dan fungsi fisik. Lansia menjadi lebih pendek akibat
adanya pengurangan lebar bahu dan pelebaran lingkar dada,
perut, dan diameter pelvis. Kulit menjadi tipis dan keriput,
masa tubuh berkurang dan massa lemak bertambah.
- Perubahan kardiovaskular yaitu pada katup jantung terjadi
adanya penebalan dan kaku, terjadi penurunan kemampuan
memompa darah (kontraksi dan volume) elastisitas pembuluh
darah menurun serta meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer sehingga tekanan darah meningkat.
- perubahan sistem pernapasan yang berhubungan dengan usia
mempengaruhi kapasitas fungsi paru yaitu penurunan
elastisitas paru, otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan
kaku, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih
berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, rambut
memutih (uban), kelenjar menurun, kuku keras dan rapuh serta
kuku kaki tumbuh seperti tanduk.
- perubahan sistem persyarafan terjadi perubahan struktur dan
fungsi sistem saraf. sarah panca indra mengecil sehingga
fungsi menurun serta lambat dalam merespon dan waktu
bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stress,
berkurangnya atau hilangnya lapisan mielin akson sehingga
menyebabkan berkurangnya respon motorik dan refleks.

24
- perubahan muskuloskeletal sering terjadi pada wanita pasca
menopause yang dapat mengalami kehilangan densitas tulang
yang masih dapat mengakibatkan osteoporosis, terjadi bungkuk
(kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (Atrofi otot),
kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
- perubahan gastrointestinal terjadi pelebaran esofagus, terjadi
penurunan asam lambung, peristaltik menurun sehingga daya
absorpsi juga ikut menurun, ukuran lambung mengecil serta
fungsi organ aksesoris menurun sehingga menyebabkan
berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan.
- perubahan genitourinaria terjadi pengecilan ginjal, pada aliran
darah ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun
dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan
mengkonsentrasikan urine ikut menurun.
- perubahan pada vesika urinaria terjadi pada wanita yang dapat
menyebabkan otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan
terjadi retensi urine.
- Perubahan pada pendengaran yaitu terjadi membran timpani
atrofi yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan
tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
- Perubahan pada penglihatan terjadi pada respon mata yang
menurun terhadap sinar, adaptasi terhadap penglihatan
menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan
katarak.
C. Sikap Sebagai Tenaga Kesehatan

Perawatan yang memperhatikan kesehatan objektif, kebutuhan


kejadian-kejadian yang dialami pasien lanjut usia semasa hidupnya,
perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa

25
dicapai dan dikembangkan dan penyakit yang dapat dicegah atau
ditekan progresifitasnya.

Perawatan fisik secara umum bagi pasien lanjut usia dapat dibagi atas
dua bagian, yakni:

- Pasien lanjut usia yang masih aktif

Keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang


lain sehingga untuk kebutuhan sehari-hari masih mampu
melakukan sendiri.

- Pasien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun

Hal ini dimana keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau


sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan pasien lanjut
usia ini terutama tentang hak-hal yang berhubungan dengan
keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya.
Kebersihan perorangan (personal hygiene) sangat penting
dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang
diperhatikan.

3.5 Sifat Lansia

Sifat lansia sendiri semakin tua akan semakin memiliki sifat seperti anak
kecil karena dipengaruhi oleh faktor kognitifnya jika awalnya mereka dapat
melakukan hal - hal rumit dan akibat memasuki fase lansia hal yang sederhana
pun bisa terlupakan.

1. Aspek Emosional

26
Adanya perasaan tidak enak yang harus dihadapi oleh para lanjut usia

seperti merasa tersisih, merasa tak dibutuhkan lagi, penyakit yang tak kunjung

sembuh ataupun kematian pasangan akan menimbulkan rasa tidak percaya diri,

depresi, ketakutan sehingga lanjut usia sulit menyelesaikan suatu masalah dan

melakukan penyesuaian diri. Maksud dari penyesuaian diri pada usia lanjut

disini adalah kemampuan usia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat

perubahan fisik maupun sosial psikologis yang dialaminya dan kemampuan

untuk mencapai keselarasan antara tuntutan dari lingkungan, yang disertai

dengan kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat

sehingga memenuhi kebutuhannya tanpa menimbulkan masalah baru.

2. Aspek Kepribadian

Perkembangan kepribadian bersifat dinamis, yang artinya selama


individu tersebut masih mampu bertambah pengetahuannya dan mau belajar
serta menerima pengalaman baru atau hal-hal positif maka kepribadiannya
semakin matang dan mantap. Bagi lansia yang sehat, kepribadiannya tetap
berfungsi dengan baik tergantung dari tingkat depresi yang dialami pada fase
kehidupan sebelumnya.

Namun, tidak sedikit juga yang menyebutkan bahwa saat usia lanjut
seseorang biasanya akan kembali ke masa kanak-kanak. Artinya, tindakan
yang dilakukan harus diperlihatkan kepada orang lain jika tidak mereka tidak
akan memperoleh kepuasan. Masa muda seorang lansia sering diartikan
sebagai karikatur kepribadiannya di masa lansia.

3.5.1 Sikap Sebagai Tenaga Kesehatan


1. Melakukan sikap yang membuat lansia nyaman, lebih sabar dan tidak

27
emosional menghadapi lansia
2. Lebih memahami apa yang di inginkan oleh mereka.
3. Menggunakan tutur bahasa yang lebih sopan dan intonasi yang lebih rendah,
agar tidak menyinggung perasaan mereka, karena lansia sendiri memiliki
keadaan emosional yang tidak stabil
4. Bisa lebih memposisikan diri dalam melayani pasien lansia seperti selalu
tersenyum dan membagi kebahagiaan untuk bisa lebih dekat dengan mereka

28
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi


masalah besar di seluruh dunia karena prevalensinya yang masih tinggi dan terus
meningkat (Wahdah, 2011). Macam-macam hipertensi berdasarkan penyebabnya
yaitu terdapat hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Faktor terjadinya
hipertensi dapat disebabkan oleh usia, keturunan, berat badan, aktivitas fisik, jenis
kelamin, merokok, stress, dan minuman beralkohol.

Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun yang merupakan proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stress lingkungan. Dalam hal ini, psikologi, pendidikan, sifat, fisik, dan
pengetahuan lansia dapat menjadi faktor penghambat kegiatan medis. Oleh karena
itu, sebagai tenaga kesehatan harus memahami tindakan apa yang harus diberikan.

4.2 Saran

Sebagai tenaga medis yang menghadapi berbagai macam pasien, harus


memiliki pengetahuan akan respon apa dan tindakan apa yang harus dilakukan.
Dengan begitu, tenaga kesehatan harus belajar mengenai faktor-faktor apa saja
yang dapat menimbulkan kendala tersebut terutama kepada lansia.

29
DAFTAR PUSTAKA

(Dwi, 2017)Dwi, S. (2017). Merawat Manusia Lanjut Usia. Lansia, 67(6), 14–21.
Fakhrurrazi, Mulyadi, & Ismail, N. (2015). Pengetahuan Dan Sikap Tenaga
Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pidie Jaya Terhadap
Kesiapsiagaan Dalam Menghadapi Risiko Bencana Banjir. Jurnal Ilmu
Kebencanaan (JIKA) Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, 2(4), 1–12.
Hipertensi, P., Puskesmas, D. I., Taman, K., & Sidoarjo, K. (2018). No Title.
Nainggolan, S. S. (2013). Perilaku Penderita Hipertensi Primer Dalam Upaya
Pencegahan Komplikasi Hipertensi. 1 no. 2(2), 291.
http://bpm.binahusada.org/userfiles/JURNAL HIPERTENSI.pdf
(Fakhrurrazi et al., 2015)
(Hipertensi et al., 2018)Dwi, S. (2017). Merawat Manusia Lanjut Usia. Lansia, 67(6),
14–21.
Fakhrurrazi, Mulyadi, & Ismail, N. (2015). Pengetahuan Dan Sikap Tenaga
Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pidie Jaya Terhadap
Kesiapsiagaan Dalam Menghadapi Risiko Bencana Banjir. Jurnal Ilmu
Kebencanaan (JIKA) Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, 2(4), 1–12.
Hipertensi, P., Puskesmas, D. I., Taman, K., & Sidoarjo, K. (2018). No Title.
Nainggolan, S. S. (2013). Perilaku Penderita Hipertensi Primer Dalam Upaya
Pencegahan Komplikasi Hipertensi. 1 no. 2(2), 291.
http://bpm.binahusada.org/userfiles/JURNAL HIPERTENSI.pdf
(Nainggolan, 2013)

30

Anda mungkin juga menyukai