MAKALAH
Disusun Oleh :
KELOMPOK 11
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Manajemen
Keperawatan dengan judul “KEPUASAN PELANGGAN” dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam menuntut ilmu. Kami mengucapkan terima kasih kepada
:
1. Ibu Dra. Erna Mesra, M.Kes., selaku Dosen Mata Kuliah Manajemen Keperawatan.
2. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga ke
depannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang kami miliki sangat kurang.Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 11
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
LANDASAN TEORI
4
Ada 3 penyebab dari kegagalan atau keberhasilan dari suatu hasil sehingga
diketahui produk itu memang memuaskan atau tidak bagi pelanggan, yaitu
stabilitas, locus of casuality dan controllability.
b. Model afektif
Dari model ini diketahui bahwa penilaian pelanggan atau konsumen terhadp barang
atau jasa tidak semata-mata didasarkan perhitungan rasional, namun juga berdasarkan
kebutuhan subjektif, aspirasi dan pengalaman. Model afektif ini di titik beratkan pada
tingkat aspirasi, perilaku belajar, emosi, perasaan spesifik. Terdapatnya fojus ini
bertujuan untuk dapat menjelaskan dan mengukur tingkat kepuasan dalam suatu
kurun waktu.
5
j. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya
biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
k. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan
biaya yang telah ditetapkan.
l. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
m. Kemyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih,
rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima
pelayanan.
n. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat
merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhdap resiko-resiko yang diakibatkan
dari pelaksana pelayanan.
8
2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan
Menurut pendapat Budiastuti (2002) mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi
kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, antara
lain :
1. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau
jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas poduk atau
jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas poduk atau jasa yang
sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan dalam mempromosikan
rumah sakitnya.
2. Kualitas Pelayanan
Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan
merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang
diharapkan.
3. Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen
bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan
“rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
4. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas
guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi
pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan
maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang
berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
5. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya
tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan,
cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.
Tjiptono (1997) kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, yaitu :
a. Kinerja (performance),
Berpendapat pasien terhadap karakteristik operasi dari pelayanan inti yang telah
diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan. Wujud dari kinerja ini
misalnya : kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam
memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang
relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang
9
diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan
peralatan rumah sakit.
a. Keandalan (reliability)
Sejauh mana kemungkinan kecil akan mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian
dengan harapan atas pelayanan yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan
yang dimiliki oleh perawat didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan
kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan pelayanan keperawatan
dirumah sakit.
c. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification)
Sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang telah
ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti
peralatan pengobatan.
d. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut digunakan.
Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam penggunaan
peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya.
e. Service ability
Meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan.
Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan yang cepat
dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu.
f. Estetika
Merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca indera.
Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang lengkap dan modern,
desain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang
indah dan sejuk, dan sebagainya.
g. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)
Citra dan reputasi rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana
kesan yang diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan
keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah
sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah
sakit dalam keadaan sehat.
Menurut Rangkuti (2006) faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan berhubungan dengan
tingkah laku konsumen yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan psikologi.
a. Faktor budaya
Faktor budaya memberi pengaruh yang paling luas dan mendalam terhadap perilaku
pelanggan / klien. Faktor budaya terdiri dari beberapa komponen yaitu budaya, sub-
budaya, dan kelas sosial. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang
10
mendasar dalam mempengaruhi keinginan atau kepuasan orang. Sub-budaya terdiri
atas nasionalitas, agama, kelompok, ras, dan daerah geografi. Sedangkan kelas sosial
adalah sebuah kelompok relative homogen. Mempunyai susunan hirarki dan
anggotanya memiliki nilai,minat dan tingkah laku.kelas sosial tidak hanya ditentukan
oleh satu faktor melainkan diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan dan
variabel lainnya.
b. Faktor sosial
Faktor sosial terbagi atas sekelompok kecil, keluarga, peran dan status. Orang yang
berpengaruh kelompok/lingkunganya biasanya orang yang mempunyai karakteristik,
ketrampilan, pengetahuan, kepribadian. Orang ini biasanya menjadi panutan karena
pengaruhnya amat kuat.
c. Faktor pribadi
Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima pelayanan dan
menaggapi pengalaman sesuai dengan tahap- tahap kedewasaanya. Faktor pribadi
klien dipengaruhi oleh usia dan tahap siklus hidup. Jenis kelamin, pendididkan,
pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian/ konsep diri.
Usia mempunyai dimensi kronologis dan intelektual. Dikatakan berdimensi
kronologis karena bersifat progres dan berjalan terus dan tidak akan kembali
sedangkan untuk berdimensi intelektual berkembang melalui pendidikan dan
pelatihan.Usia merupakan tanda perkembangan kematangan/kedewasaan seseorang
untuk memutuskan sendiri atas suatu tindakan yang diambilnya.Usia juga dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit missal penyakit kardiovaskuler
dengan peningkatan usia.
Jenis kelamin merupakan sifat jasmani, fisik seseorang dan berkaitan dengan
system reproduksi yaitu: laki- laki dan perempuan. Jenis kelamin juga berhubungan
dengan emosi. Pendidikan merupakan proses pengajaran baik formal maupun
informal yang dialami seseorang. Hasilnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku
seseorang dalam mendewasakan diri.
Pendidikan berkaitan dengan harapan. Seseorang yang tingkat pendidikannya
tinggi akan mengharapkan pelayanan yang lebih baik dan lebih tinggi. Pekerjaan
merupakan aktifitas jasa seseorang untuk mendapat imbalan berupa materi dan non
materi. Pekerjaan dapat menjadi faktor resiko kesehatan seseorang dan berdampak
pada system imunitas tubuh.
Pekerjaan ada hubungannya dengan penghasilan seseorang untuk berperilaku
dalam menentukan pelayanan yang diinginkan. Status perkawinan sementara diduga
ada kaitannya dengan gaya hidup dan kepribadian.
11
d. Faktor psikologi
Faktor psikologi yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi, persepsi,
pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Motivasi mempunyai hubungan erat dengan
kebutuhan. Ada kebutuhan biologis seperti lapar dan haus. Ada kebutuhan psikologis
yaitu adanya pengakuan, dan penghargaan. Kebutuhan akan menjadi motif untuk
mengarahkan seseorang mencari kepuasan. Persepsi klien terhadap kualitas sebelum
membeli produk dipengaruhi oleh citra merek dan pengalaman masa lalu
(Sutojo,2003).
13
upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara
berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali, diharapkan dengan dilakukan akreditasi
pelayanan kepada masyarakat dapat diberikan dengan standar mutu dan keselamatan
pasien yang terjamin.
15
dokter terhadap pasiennya tidak menunjukkan hasil memuaskan, maka pasien –
dalam keawamannya – sering berpikir bahwa pelayanan RS tersebut tidak bagus.
Kondisi negatif seperti ini semakin mudah tersulut jika “kesan pertama” yang
ditunjukkan oleh pihak manajemen RS tidak berkenan di hati pasien yang baru
masuk. Padahal, yang diharapkan selain kesembuhan pasien pada aktivitas di RS
adalah kepuasan (satisfaction) yang dirasakan oleh semua pihak selama proses
pengobatan dan perawatan berlangsung. Dalam tradisi pengobatan, relasi dokter-
pasien mesti memungkinkan terjadinya komunikasi manusiawi yang memberikan
kesempatan kepada pasien agar lebih merdeka dan leluasa mengungkapkan
perjalanan penyakitnya. Hal ini sangat dibutuhkan oleh seorang dokter agar dapat
mendiagnosa penyakit yang diderita pasiennya. Komunikasi pasiendokter hanya
dapat berlangsung positif jika kondisi psiologis pasien benar-benar merasa “nyaman”.
Nah, kenyamanan ketika masuk RS inilah yang menjadi permasalahan saat ini. Pada
sisi lain, bagi sebagian orang, masuk RS itu menjadi pilihan terakhir jika penyakit
yang diderita sudah tidak bisa ditahan lagi. Mereka beranggapan akan sangat beresiko
cepatcepat masuk RS. Selain karena biaya yang cukup mahal, juga rentan dengan
resiko terjadinya infeksi nosokomial (penularan penyakit dari RS terhadap orang-
orang yang beraktivitas di dalamnya).
Asumsi ini semakin diperparah jika masyarakat pernah trauma atau
mengalami pengalaman “tidak mengenakkan” atas pelayanan dokter atau paramedik
yang bertugas di RS tersebut. Banyak orang masuk RS ketika penyakitnya sudah
sangat parah. Akibatnya penyakit pasien sulit disembuhkan dan tentunya biaya
pengobatan/perawatan juga ikut membengkak. Berbagai peraturan yang menjelaskan
hubungan pengobatan, hak-hak pasien dan hak-hak dokter/paramedik relatif cukup
jelas dan mudah dimengerti. Hanya saja, pasien atau keluarga pasien yang masuk di
RS cenderung tidak memperhatikan hal ini atau memang tidak tahu sama sekali.
Untuk menyikapi hal ini, maka pihak RS melalui dokter/paramedik yang merawat
pasien mestinya memberikan penjelasan dan penyadaran kepada pasien-pasiennya,
terutama menyangkut hak mereka atas informasi pra pengobatan dari dokter
(informed concent) dan kerahasiaan penyakit yang mereka derita. Kenyataannya,
meskipun UU Praktik Kedokteran telah diterapkan, berbagai indikasi pelanggaran
atas hak pasien masih juga mencuat ke permukaan. Artinya, pihak RS, termasuk
dokter dan paramedik yang bekerja di dalamnya, harus menyadari bahwa saat ini
masyarakat kita perlahan semakin sadar atas hak mereka mendapatkan “pengobatan
yang benar”. Karenanya, otoritas RS mesti giat memperbaiki pelayanan dan
“keramahan”-nya terhadap pasien-pasien mereka.
16
2.14 Penyebab Ketidakpuasan Pasien
Tenaga kesehatan, sebuah profesi yang masih mendapat tempat yang istimewa
di mata masyarakat. Bukan hanya karena kedalaman ilmunya, tetapi karena jiwa
kemanusiaannya yang akrab dengan tugasnya yang amat mulia, yakni
menyelamatkan nyawa orang. Tetapi, sepertinya kesan baik itu sudah mulai luntur
dengan banyaknya tingkah laku tenaga kesehatan yang mulai menimbulkan rasa was-
was kepada pasien. Faktanya, tidak jarang, tenaga kesehatan melakukan
kesalahankesalahan yang tidak lazim dalam menjalankan tugasnya yang ironisnya tak
jarang menyebabkan kerugian yang amat besar kepada pasien. Kesalahan-kesalahan
yang terjadi saat proses pelayanan seorang tenaga kesehatan tak jarang karena
disebabkan oleh kelailaian si tenaga kesehatannya sendiri, padahal bisa jadi, kekurang
telitian tersebut sebenarnya bisa dihindari. Ketidakpuasan pasien dapat disebabkan
oleh hal-hal berikut :
1. Gagal Berkomunikasi
Salah satu penyumbang faktor yang terbesar terjadinya ketidakpuasan pasien
adalah masalah komunikasi yang dibangun sewaktu tenaga kesehatan menggali
informasi dari pasien. Dalam praktik medis disebut dengan anamnesis. Beberapa
fakta empiric yang sering diresahkan masyarakat adalah sikap tenaga kesehatan
yang kurang ramah, kurang empati dan kurang mengayomi pasienpasiennya.
Pasien hanya didibaratkan sebagai sebuah mesin yang tunduk pada perintah
tenaga kesehatan tanpa memperhatikan feedback langsung dari lawan bicaranya.
Ketidaksempurnaan tenaga kesehatan dalam membangun komunikasi terhadap
pasien akan berakibat buruk terhadap proses terapeutik yang dikelolanya nanti.
Karena tak jarang, tenaga kesehatan terlalu intervensif dalam melakukan
anamnesis. Seorang tenaga kesehatan menurut sebuah penelitian di Amerika,
umumnya menyela keluhan yang disampaikan pasiennya setelah 22 detik.
Artinya, tenaga kesehatan sering tidak sabar menunggu Anda menyelesaikan
semua keluhan, dan lebih suka menghentikannya di tengah-tengah pembicaraan.
Padahal, jika tenaga kesehatan mau bersikap lebih sabar sedikit saja terhadap
pasiennya, dan mendengarkan semua penjelasan yang disampaikan, hal itu tidak
memakan waktu lama. Penelitian yang dilakukan di Swiss, menyimpulkan :
Pasien rata-rata hanya butuh waktu dua menit untuk menyelesaikan semua
keluhan yang dirasakan. Menurut Dr. Wolf Langewitz dari University Hospital di
Basle, gejala serupa hampir terjadi di semua negara. “Diperkirakan tenaga
kesehatan mengambil alih pembicaraan setelah 30 detik. Begitulah tenaga
kesehatan akan memulai dengan serangkaian pertanyaan dan jarang memberi
17
kesempatan kepada pasien untuk bicara”. Seringnya kebiasaan menyela
pembicaraan yang dilakukan para tenaga kesehatan dapat mempengaruhi kualitas
informasi yang diperolehnya nanti. Pasien mungkin ingat ketika tenaga kesehatan
menyela pembicaraan mereka. Bisa jadi pasien beranggapan bahwa ada yang
salah dari apa-apa yang mereka sampaikan, sementara tenaga kesehatan
menghujani pertanyaan-pertanyaan tertutup di saat yang kurang tepat. Akibatnya,
psikologis pasien bisa terganggu karena hal-hal yang kurang bijak ini.
2. Krisis waktu
Kurangnya perhatian dalam hal komunikasi ini sedikit banyak dipengaruhi
oleh alokasi waktu yang diberikan tenaga kesehatan kepada pasiennya. Tenaga
kesehatan, terutama di negeri ini, cenderung bersikap kurang bijak antara
kemampuan dan output pemeriksaan yang mereka lakukan. Para tenaga kesehatan
lebih mengutamakan kuantitas pasien yang mereka periksa daripada kualitas hasil
pemeriksaannya. Tak jarang, mereka memaksakan jam periksanya di luar batas
endurance fisiknya. Tuntutan kejar tayang menyebabkan kurangnya fokus tenaga
kesehatan sewaktu memeriksa pasien. Otomatis, alokasi waktu anamnesis pasien
sangat sedikit. Padahal, kunci keberhasilan pasien adalah pada anamnesis. Tanpa
anamnesis yang baik, diagnosis pasien bisa meleset dan berakibat terjadinya
ketidakpuasan pasien. Memang tidak semua kasus ketidakpuasan pasien akibat
ulah tenaga kesehatan. Cara kerja minimalis, rendahnya penghargaan terhadap
profesi, alitnya honorarium, adalah faktor-faktor yang menjadikan tenaga
kesehatan kita seolah tidak profesional. Bahkan seorang profesor kita pun, pernah
dibicarakan akibat bobot kerjanya melebihi kemampuan profesionalnya, sehingga
bisa sampai kecolongan luput mendiagnosis yang selayaknya bila dalam kerja
profesi normal bisa dilakukannya. Sekali lagi, penyebab tidak profesionalnya rata-
rata tenaga kesehatan kita, sebagian besar karena waktu yang sempit untuk
mendiagnosis pasien. Anamnesis (wawancara) yang seharusnya khusuk, sabar,
dan cermat diamati, baru beberapa detik saja pasien bicara, ada tenaga kesehatan
yang sudah selesal menulis resepnya. Penyebab lain dari ketidakpuasan pasien
antara lain:
3. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa tidak puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa
produk atau jasa yang digunakan tidak berkualitas. Persepsi konsumen terhadap
kualitas poduk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas poduk
atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan dalam
mempromosikan rumah sakitnya.
18
4. Kualitas pelayanan
Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini
pasien akan merasa tidak puas jika mereka memperoleh pelayanan yang tidak
baik atau tidak sesuai dengan yang diharapkan.
5. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan
kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini
mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal
harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan
rumah sakit yang tidak berkualitas tetapi berharga mahal, memberi nilai yang
lebih rendah pada pasien.
6. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang perlu mengeluarkan biaya
tambahan atau perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan,
cenderung tidak puas terhadap jasa pelayanan yang tidak berkualitas.
19
terbaik dari barang ataupun jasa yang kita jual, kita akan mendapatkan komitmen
yang besar dari pelanggan eksternal ini.
Dari kedua jenis pelanggan tersebut, pada dasarnya pelanggan yang
memberikan keuntungan lebih besar adalah pelanggan internal. Pelanggan internal
lebih memiliki andil yang besar dalam proses penemuan pelanggan-pelanggan baru
untuk perusahaan, sedangkan pelanggan eksternal cenderung tidak memberikan
kontribusi yang besar terhadap pertambahan pelanggan sebuah perusahaan.
3. Pelanggan Antara
Pelanggan Antara adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai
perantara, bukan sebagai pemakai akhir produk.
Petunjuk pengisian!
Berikan tanda centang () pada kotak jawaban yang telah tersedia sebagai penilaian
bapak/ibu, dengan score sebagai berikut :
Score 1 : Tidak Memuaskan
20
Score 2 : Kurang Memuaskan
Score 3 : Memuaskan
Score 4 : Sangat Memuaskan
No. URAIAN PERNYATAAN TINGKAT KEPUASAN
1. Waktu pelayanan dan 1 2 3 4
kenyamanan ruang tunggu
2. Kedisiplinan Petugas dalam
memberikan pelayanan
3. Penampilan Petugas dalam
bertugas menggunakan
seragam yang selalu tampil
dalam keadaan rapi bersih
dan sopan
4. Petugas bersedia menolong
ketika mengalami kesulitan
5. Kejelasan Petugas dalam
memberikan informasi
kesehatan
6. Ketelitian petugas dalam
memberikan pelayanan
7. Kemudahan prosedur
pelayanan
8. Kebersihan, kenyamanan,
dan keamanan Rumah Sakit
9. Kemudahan dalam
menyampaikan keluhan
pelanggan
10. Petugas tidak memandang
status sosial dan
memperlakukan peserta
dengan hormat dan sopan
SCORE :
21
Ide, Saran dan Keluhan yang ingin bapak/ibu sampaikan :
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan
pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat
memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan
merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien
dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang
disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal
ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik.
Rumah sakit didirikan sebagai sentral pelayanan kesehatan-terutama kuratif dan
rehabilitatif bagi masyarakat disekitarnya. Paradigma yang dikembangkan dalam tradisi
seni pengobatan menjadi karakteristik khas yang seharusnya ada pada setiap aktivitas RS.
Pasien adalah manusia yang setara kedudukannya secara fitrawi dengan dokter dan
paramedik lain, sehingga relasi yang terbangun antar mereka mestinya bersifat humanis,
bukan eksploitatif. Dalam konteks relasi dokter-pasien ini, berbagai ketimpangan dan
ketidakpuasan selalu muncul dan dirasakan oleh kedua belah pihak.
Indikator berupa dimensi mutu pelayanan kesehatan dapat membantu pola pikir
dalam menetapkan masalah yang ada untuk mengukur sampai sejauh mana telah dicapai
standar dan efektivitas pelayanan kesehatan yang ada. Terdapat lima dimensi silang yang
berhubungan dengan efektivitas pelayanan kesehatan yaitu:
1. Kompetensi dari petugas
2. Kontinuitas dari pelayanan
3. Manajemen informasi yang mendukung kearah pengambilan keputusan.
4. Pendidikan dan pelatihan untuk mutu
5. Akreditasi dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai hasil yang optimal, faktor petugas kesehatan tidak luput dari hal ini.
Seorang petugas kesehatan yang ideal adalah mereka yang memiliki ability
(kemampuan), performance (kinerja), personality (kepribadian), credibility
(kepercayaan) dan maturity (kematangan).
3.2 Saran
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukkan bagi mahasiswa
tentang upaya meningkatkan mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan di Rumah Sakit dan
pelayanan kesehatan lainnya.
23
Daftar Pustaka
Kotler, Philip Dan Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran. Edisi Kedua Belas.
Indeks : Jakarta
Umar, Husein. 1997. Study Kelayakan Bisnis. Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta
iii