Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ROBI SOBARA

NIM : 381741004
MATAKULIAH : BUDAYA ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN

RESUME

Konsep Budaya Organisasi

Menurut Robbin (1991:572), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh
anggota-anggota organisasi itu; suatu sistem dari makna bersama. Budaya organisasi memiliki
kepribadian yang menunjukkan ciri suasana psikologis organisasi, yang memiliki arti penting
bagi kehidupan organisasi, kenyamanan, kelancaran, dan keefektifan organisasi. Suasana
psikologis terbangun pola-pola kepercayaan, ritual, mitos, serta praktek-praktek yang telah
berkembang sejak lama, yang pada gilirannya menciptakan pemahaman yang sama diantara para
anggota organisasi mengenai bagaimana sebenarnya organisasi itu dan bagaimana para anggota
harus berperilaku. Dalam hal ini sebagaimana yang dinyatakan Peterson (1994), bahwa budaya
organisasi itu mencakup keyakinan, ideologi, bahasa, ritual, dan mitos dan pada akhirnya
Creemers dan Reynold (1993) menyimpulkan bahwa budaya organisasi adalah keseluruhan
norma, nilai, keyakinan, dan asumsi yang dimiliki oleh anggota di dalam organisasi.
Oleh karena itu, budaya organisasi itu berwujud dalam filosofi, ideologi, nilai-nilai, asumsi-
asumsi, keyakinan, serta sikap dan norma bersama anggota organisasi tersebut dalam
memandang berbagai realitas, terutama berkaitan dengan permasalahan internal maupun
eksternal organisasi.
Senada dengan itu, Owens (1995) mendefinisikan budaya organisasi sebagai
“… the body of solution to external and internal problems that has worked consistenly for a
group and that is therefore taught to new members as the correct way to perceive, think about
and feel in relation to those problem …”.

Budaya organisasi didefinisikan sebagai pola pemecahan masalah eksternal dan internal yang
diterapkan secara konsisten bagi suatu kelompok, dan oleh karenanya diajarkan kepada anggota-
anggota baru sebagai cara yang benar dalam memandang, memikirkan, dan memecahkan
masalah yang dihadapi tersebut.
Dengan demikian budaya atau kultur organisasi dapat didefinisikan sebagai kualitas kehidupan
(the quality of life) dalam sebuah organisasi, termanifestasikan dalam aturan-aturan atau norma,
tatakerja, kebiasaan kerja (work habits), gaya kepemimpinan (operating styles of principals)
seorang atasan maupun bawahan (Hodge & Anthony, 1988). Kualitas kehidupan organisasi, baik
yang terwujud dalam kebiasaan kerja maupun kepemimpinan dan hubungan tersebut tumbuh dan
berkembang berdasarkan spirit dan keyakinan tertentu yang dianut organisasi. Karena itu,
budaya organisasi banyak didefinisikan juga sebagai spirit dan keyakinan sebuah organisasi
yang mendasari lahirnya aturan-aturan, norma-narma dan nilai-nilai yang mengatur bagaimana
seseorang harus bekerja, struktur yang mengatur bagaimana seorang anggota organisasi
berhubungan secara formal maupun informal dengan orang lain, sistem dan prosedur kerja yang
mengatur bagaimana kebiasaan kerja seharusnya dimiliki seorang pemimpin maupun anggota
organisasi (Torrington & Weightman, dalam Preedy, 1993).
Berdasarkan pengertian budaya atau kultur organisasi di atas, sebenarnya konsep budaya
atau kultur dapat dipahami dari dua sisi, yaitu (1) memahami ditinjau dari sudut sumbernya, (2)
dan memahami dari sisi manifestasi atau tampilannya. Budaya atau kultur bersumber dari spirit
dan nilai-nilai kualitas kehidupan. Beberapa spirit dan nilai-nilai yang patut dianut sebuah
organisasi, sebagaimana disarankan oleh Torrington & Weightman, dalam Preedy (1993)
diantaranya adalah spirit dan nilai-nilai disiplin, spirit dan nilai-nilai tanggung jawab, spirit dan
nilai-nilai kebersamaan, spirit dan nilai-nilai keterbukaan, spirit dan nilai-nilai kejujuran, spirit
dan nilai-nilai semangat hidup, spirit dan nilai-nilai sosial dan menghargai orang lain, serta
persatuan dan kesatuan. Sedangkan budaya atau kultur dipahami dari sisi manifestasi atau
tampilannya yaitu dengan cara merasakan atau mengamati manifestasi atau tampilan yang
tercermin dalam aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang mengatur bagaimana pemimpin dan
anggota organisasi seharusnya bekerja, struktur organisasi yang mengatur bagaimana seorang
anggota organisasi seharusnya berhubungan secara formal maupun informal dengan orang lain,
sistem dan prosedur kerja seharusnya diikuti, dan kebiasaan kerja dimiliki seorang pemimpin
maupun anggota organisasi.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, budaya atau kultur organisasi mengikat anggota menjadi
suatu kesatuan yang utuh dan senantiasa diajarkan/disampaikan kepada setiap anggota baru
organisasi atau dengan kata lain bahwa budaya organisasi merupakan perpaduan nilai-nilai,
keyakinan, asumsi, pemahaman, dan harapan-harapan yang diyakini oleh anggota organisasi atau
kelompok serta dijadikan sebagai pedoman bagi perilaku dan pemecahan masalah yang dihadapi
(Hodge & Anthony, 1988) dan merupakan proses sosialisasi anggota organisasi untuk
mengembangkan persepsi, nilai, dan keyakinan terhadap organisasi (Sonhadji, 1991) berdasarkan
spirit dan keyakinan tertentu yang dianut organisasi.
Ada seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi. Riset yang paling baru
mengemukakan tujuh karakteristik primer berikut yang menangkap hakikat dari budaya suatu
organisasi. Tujuh karakteristik budaya organisasi tersebut, yaitu: (1) inovasi dan pengambilan
risiko, sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil risiko, (2) perhatian
ke rincian, sejauh mana para karyawan diharapkan mem-perlihatkan presisi (kecermatan),
analisis, dan perhatian kepada rincian, (3) orientasi hasil, sejauh mana manajemen memusatkan
perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu,
(4) orientasi orang, sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada
orang-orang di dalam organisasi itu, (5) orientasi tim, sejauh mana kegiatan kerja
diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-individu, (6) keagresifan, sejauh mana orang-
orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai, dan (7) kemantapan, sejauh mana
kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo daripada pertumbuhan (Robbin,
2003).
Sehubungan dengan itu, Harris (1998) mengemukakan ciri-ciri budaya dalam organisasi yang
disebut sebagai dimensi dari organisasi. Ciri-ciri tersebut, yaitu:
“…..(1) tujuan dan misi, (2) sikap, keyakinan, prinsip-prinsip, dan philosophi, (3) perioritas,
nilai, etika, status, dan system hadiah, (4) norma dan peraturan, (5) desain struktur organisasi,
dan teknologi, (6) kebijakan, prosedur, dan proses-proses, (7) system komunikasi, bahasa, dan
terminologi, (8) pengawasan, pelaporan, dan praktik personal, (9) membuat keputusan,
memecahkan masalah, dan resolusi konflik, (10) kompensasi, pengakuan, dan promosi, (11)
ruang dan lingkungan kerja, dan (12) kepemimpinan”.

DeRoche (1987) mengemukakan empat ciri budaya organisasi yang efektif sebagai berikut: (1)
struktur dan perintah, (2) dukungan bagi interaksi social, (3) dukungan bagi kegiatan-kegiatan
intelektual atau belajar, dan (4) komitmen yang kuat terhadap visi dan misi organisasi.
Sedangkan hasil penelitian Soetopo (2001) ada dua belas karakteristik budaya organisasi, yaitu:
nilai-nilai keteladanan, tanggung jawab, kebersamaan, otonomi individu, tata aturan/norma,
dukungan, identitas, hadiah, performansi, toleransi konflik, toleransi resiko, dan upacara
simbolik.
Budaya organisasi muncul dalam dua dimensi, yaitu dimensi yang tidak tampak (intangiable)
dan dimensi yang tampak (tangiable). Dimensi yang tidak tampak yaitu meliputi: spirit/nilai-
nilai, keyakinan, dan idiologi yang dimanifestasikan dalam dimensi yang tampak, meliputi:
kalimat, baik tertulis maupun lisan yang digunakan, perilaku yang ditampilkan, bangunan,
fasilitas, serta benda yang digunakan di sekolah (Calldwell dan Spinks, 1993).
Sedangkan Sergiovanni (1987:128) mengutip pendapat Lundberg menyebutkan bahwa budaya
organisasi muncul dalam empat tingkatan, yaitu (1) artifacts, (2) perspectives, (3) values, dan
(4) assumption. Pada tingkatan artifacts, budaya organisasi terwujud dalam cerita/kisah, mitos,
ritual, seremoni, serta produk-produk yang merupakan yang merupakan simbolisasi nilai-nilai.
Wujud budaya organisasi pada tingkatan perspectives adalah peraturan-peraturan dan norma
yang dijadikan acuan dalam menyelesaikan problema yang dihadapi oleh organisasi dan menjadi
pedoman bersikap dan berperilaku anggota.
Wujud budaya organisasi pada tingkatan values adalah nilai yang dijadikan acuan dalam segala
keputusan dan tindakan anggota organisasi serta yang mencerminkan tujuan, identitas, dan
standar penilaian terhadap segala sesuatu. Sedang wujud budaya organisasi pada
tingkatan assumption merupakan pandangan anggota organisasi mengenai dirinya dan orang lain
yang mengarahkan pada hubungan antara dirinya dengan orang lain tempat ia berada.
Budaya organisasi menjalankan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi. Fungsi-fungsi
budaya organisasi, yaitu: (1) berperan menetapkan tapal batas; artinya budaya menciptakan
perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain, (2) membawa suatu rasa identitas bagi
anggota-anggota organisasi, (3) mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang, dan (4) meningkatkan kemantapan sistem
sosial organisasi (Robbin, 2003). Senada pendapat tersebut di atas, Greemers & Reynold (1993)
mengemukakan bahwa fungsi budaya organisasi adalah (1) memberikan rasa identitas kepada
anggota organisasi, (2) memunculkan komitmen terhadap visi dan misi organisasi, (3)
membimbing dan membentuk standart perilaku anggota organisasi, dan (4) meningkatkan
stabilitas sistem sosial.
Khususnya fungsi keempat, baik yang dikemukakan oleh Robbin maupun Greemers & Reynold
tersebut di atas, budaya organisasi merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan
dan dilakukan oleh anggota-anggota organisasi. Budaya organisasi berfungsi sebagai mekanisme
pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku anggota-
anggota organisasi.
Berdasarkan paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap anggota organisasi
merupakan bagian dari organisasi, yang secara psikologis dan emosional terhadap organisasinya
akan menyatu dan melebur dengan komponen lainnya. Semakin kuat ikatan psikologis dan
emosional antara anggota organisasi, maka semakin kuat komitmen, rasa identitas, memegang
standar perilaku dan mantapnya stabilitas sistem sosial organisasi

Anda mungkin juga menyukai