Anda di halaman 1dari 57

Tugas Pengantar Manajemen

Budaya Organisasi
Menurut Robins (1999) pengertian Budaya Organisasi adalah sistem nilai bersama dalam
suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan ( anggota dalam
organisasi ) melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Piti Sithi-Amnuai bahwa : “being developed as they learn to cope with problems
ofexternal adaptation anda internal integration ( Pembentukan Budaya Organisasi terjadi
tatkala anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah-masalah yang
menyangkut perubahan eksternal maupun masalah internal yang menyangkut persatuan dan
keutuhan organisasi ).( Opcit Ndraha, P.76 ).
Untuk mewujudkan tertanamnya Budaya Organisasi harus didahului dengan adanya
Integrasiatau kesatuan pandangan barulah pendekatan manajerial (Bennet, loc.cit, p.43).
Dapatdilaksanakan antara lain berupa :
1) Menciptakan bahasa yang sama dan warna konsep yang muncul.
2) Menentukan batas-batas antar kelompok.
3) Distribusi wewenang dan status.
4) Mengembangkan syariat, tharekat dan ma’rifat yang mendukung norma kebersamaan.
5) Menentukan imbalan dan ganjaran.
6) Menjelaskan perbedaan agama dan ideologi.

Menurut Robbins (1993) ada sepuluh karakteristik kunci yang merupakan inti
BudayaOrganisasi, yakni :
1) Member Identity, yaitu identitas ahli dalam organisasi secara keseluruhan, dibandingkan
dengan identity dalam kumpulan kerja.
2) Group Emphasis, yaitu seberapa besar aktivitas kerja bersama lebih ditekankan
dibandingkan kerja individual.
3) People Focus, yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang diambil digunakan untuk
mempertimbangkan keputusan tersebut bagi ahli organisasi.
4) Unit Integration, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam organisasi dikondisikan untuk
beroperasi secara terkoordinasi.
5) Control, yaitu banyaknya / jumlah peraturan dan pengawasan langsung digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai.
6) Risk Tolerance, yaitu besarnya dorongan terhadap pegawai untuk menjadi lebih agresif,
inovatif, dan berani mengambil risiko.
7) Reward Criteria, yaitu berapa besar imbalan dialokasikan sesuai dengan kinerja karyawan
dibandingkan alokasi berdasarkan senioritas, favoritism, atau faktor-faktor nonkinerja
lainnya.
8) Conflict tolerance, yaitu besarnya dorongan yang diberikan kepada pegawai untuk
bersikap terbuka terhadap konflik dan kritik.
9) Means-ends orientation, yaitu intensitas manajemen dalam menekankan pada penyebab
atau hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mengembangkan
hasil.
10) Open-system focus, yaitu besarnya pengawasan organisasi dan respon yang diberikan
untuk mengubah lingkungan eksternal.
Tujuan Sosialisasi Budaya Organisasi :
1) Membentuk suatu sikap dasar, kebiasaan dan nilai-nilai yang dapat memupuk kerja sama,
integritas, dan komunikasi dalam organisasi.
2) Memperkenalkan Budaya Organisasi pada anggota.
3) Meningkatkan Komitmen dan Daya Inovasi Anggota.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas kehidupan organisasi pada
dasarnyamerupakan praktik manajemen yang bertujuan menciptakan budaya organisasi yang
mampumemotivasi setiap anggota dalam organisasi untuk dapat mengembangkan diri dan
memberikan kontribusi optimal bagi pencapaian sasaran organisasi.
Daftar Pustaka
Bennet, loc.cit, P.43.
Luthans, F., 1995, Organizational Behavior, 7th Ed., McGraw-Hill International Edition.
Opcit Ndraha, P.76
Robbins, S. P., 1993, Organizational Behavior Concepts Controversies, and Applications,
New
Jersy: Prentice Hall International, Inc.
Susanto, A. B., 1997, Budaya Perusahaan, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

2. LANDASAN TEORI
2.1. Budaya Organisasi
2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan.
Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi,
bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara
berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota
kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman
berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam
organisasi dan dapat pula disarakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas
organisasi secara keseluruhan.
Berikut dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli :
a. Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263),
budaya organisasi adalah cara-cara berpikir , berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola
tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
b. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah persepsi bersama yang dianut oleh
anggota-anggota organisasi itu.
c. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima organisasi
untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi
dengan lingkungan dan mempersatukan anggota- anggota organisasi. Untuk itu harus
diajarkan kepada anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir
dan merasakan masalah yang dihadapi.
d. Menurut Cushway dan Lodge (GE:2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai suatu
organisasi yang akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan
berperilaku.

Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini
adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian
mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.
2.1.2. Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbin (1996:294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan dari individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan
memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk
sikap serta perilaku karyawan.

2.1.3. Jenis – jenis Budaya Organisasi


The Clan Culture adalah organisasi yang terfokus pada pemeliharaan internal organisasi yang
fleksibel, memperhatikan karyawan, dan mempunyai kepekaan kepada pelanggan.
The Adhocracy Culture adalah organisasi yang terfokus pada posisi eksternal dengan tingkat
fleksibilitas dan individual yang sangat tinggi.
The Hierarchy Culture adalah organisasi yang terfokus pada pemeliharaan internal organisasi
terhadap kebutuhan untuk stabilitas dan pengendalian.
The Market Culture adalah organisasi yang terfokus pada posisi eksternal dengan kebutuhan
terhadap stabilitas dan pengendalian. ( Sumber : www.OCAI.com )

Tabel 2.1. Jenis-jenis Budaya Organisasi


Stabilitas / Pengendalian
Fleksibilitas / Keleluasaan
Intern
Hierarchy / Hirarki
Clan / Marga
Ekstern
Market / Pasar
Adhocracy
Sumber:www.OCAI.com
Tabel 2.2. Tipe Budaya, Tipe Pemimpin, Kriteria Efektivitas dan Teori
Manajemen
Tipe Budaya
CLAN
ADHOCRACY
HIERARCHY
MARKET
Tipe Pemimpin Pemberi Fasilitas,
Penasehat,
Seperti orang tua.
Pencetus inovasi,
Wiraswasta,
Visioner.
Koordinasi,
Pemantau,
Pengatur.
Orang
yang
memberikan
dorongan/
motivator,
Kompetitir,
Produser.
Kriteria
Efektivitas
Kohesi,
Semangat juang,
Pengembangan
sumber
daya
manusia.
Menekan/
meminimalisasi
output,
Kreativitas,
Pertumbuhan.
Efisien, Sesuai
dengan waktu
yang ditetapkan,
Fungsi
yang
lancar.
Pangsa pasar,
Pencapaian tujan
perusahaan,
Mengalahkan
kompetitor
Teori
Manajemen
Partisipasi
menumbuh
kembangkan
komitmen.
Inovasi
mennmbuh
kembangkan
sumber daya baru.
Pengendalian
menumbuh
kembangkan
efisiensi.
Kompetisi
menumbuh
kembangkan
produktivitas.
Sumber: Materi Seminar “ Performance Appraisal Trouble Shooting “ : Bambang. A. Mulyadi, 29 Oktober 2004
2.1.4. Dimensi Budaya Organisasi
Budaya Organisasi yang terdiri dari empat jenis yaitu Clan, Adhocracy,
Hierarchy, Market dapat dibedakan dengan menggunakan 6 dimensi Budaya
Organisasi yaitu:
1. Karakteristik Dominan
2. Kepemimpinan Organisasi
3. Manajemen Karyawan
4. Kerekatan / Hubungan didalam Organisasi
5. Penekanan-Penekanan Strategis
6. Kriteria Keberhasilan
Tabel 2.3. Dimensi Budaya Organisasi
Jenis Budaya
Karakteristik
Dominan
Kepemimpinan
Organisasi
Manajemen
Karyawan
Kerekatan/ Hubungan
didalam Organisasi
Penekanan-Penekanan
Strategis
Kriteria Keberhasilan
CLAN
Organisasi
merupakan tempat
yang menyenangkan
karena orang dapat
berbagi banyak hal
mengenai diri mereka
Kepemimpinan di dalam
organisasi pada umumnya
menunjukkan pengajaran
dan membimbing.
Gaya manajemen di
dalam
organisasi
dicirikan
dengan
kerjasama
tim,
kesepakatan bersama,
dan partisipasi anggota.
Kerekatan / hubungan
didalam
organisasi
didasarkan pada loyalitas
dan saling percaya sehingga
komitmen
terhadap
organisasi tinggi.
Organisasi
menekankan
terhadap
pengembangan
SDM dalam hal kepercayaan
tinggi, keterbukaan dan
partisipasi yang dilakukan.
Organisasi menentukan
keberhasilan berdasarkan
pada
pengembangan
sumber daya manusia,
kerja sama tim, komitmen
karyawan, dan perhatian
terhadap karyawan.
ADHOCRACY
Organisasi
merupakan tempat
yang sangat dinamis
dimana orang mau
melakukan sesuatu
yang menantang dan
mengambil resiko
Kepemimpinan di dalam
organisasi pada umumnya
menunjukkan jiwa yang
berani mengambil resiko
dan mampu mencari hal-
hal baru ( inovasi ).
Gaya manajemen di
dalam
organisasi
dicirikan
dengan
pengambilan
resiko
oleh individu, inovasi,
kebebasan,
dan
keunikan.
Kerekatan / hubungan
didalam
organisasi
didasarkan pada komitmen
terhadap
inovasi
dan
pengembangan.
Organisasi
menekankan
untuk mendapatkan sumber
daya-sumber daya yang baru,
menciptakan
tantangan-
tantangan yang baru dan
mencari peluang-peluang.
Organisasi menentukan
keberhasilan atas dasar
mempunyai
produk-
produk yang paling unik
atau paling baru dan
bertujuan untuk menjadi
pemimpin produk (
product leader ) dan
inovator.
MARKET
Organisasi
sangat
berorientasi
pada
penyelesaian
pekerjaan
Kepemimpinan di dalam
organisasi pada umumnya
menunjukkan fokus yang
bukan
mengada-ada,
agresif, berorientasi pada
hasil.
Gaya manajemen di
dalam
organisasi
dicirikan
dengan
kompetisi yang sangat
ketat, tuntutan yang
tinggi, dan pencapaian
hasil.
Kerekatan / hubungan
didalam
organisasi
didasarkan pada penekanan
terhadap pencapaian hasil.
Organisasi
menekankan
terhadap tindakan-tindakan
kompetitif berorientasi hasil.
Organisasi menentukan
keberhasilan atas dasar
kemenangan di pasar dan
melalui kompetisi.
HIERARCHY
Organisasi
adalah
tempat yang sangat
terkontrol
dan
terstruktur. Prosedur-
prosedur
formal
umumnya mengatur
apa yang dilakukan
oleh karyawan
Kepemimpinan di dalam
organisasi pada umumnya
menunjukkan koordinasi,
organisasi, atau efisiensi
yang berjalan dengan
bagus.
Gaya manajemen di
dalam
organisasi
dicirikan
dengan
kepatuhan
dan
kepercayaan.
Kerekatan / hubungan
didalam
organisasi
didasarkan pada aturan-
aturan
dan
kebijakan-
kebijakan formal. Menjaga
organisasi agar berjalan
dengan baik adalah penting.
Organisasi
menekankan
efisiensi, pengendalian dan
operasi yang lancar.
Organisasi menentukan
keberhasilan atas dasar
efisiensi
dalam
hal
pemberian pelayanan yang
ramah,
cepat
dan
memuaskan.s
Sumber : www.OCAI.com
Universitas Kristen Petra
9
2.1.5. Terbentuknya Budaya Organisasi.
Sumber : Robbins, 1996 : 302
Gambar 2.1 Terbentuknya Budaya Organisasi
Budaya asli diturunkan dari filsafat pendirinya, selanjutnya budaya ini
sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam memperkerjakan karyawan.
Tindakan dari manajemen puncak dewasa ini menentukan iklim umum dari
perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak. Bagaimana karyawan harus
disosialisasikan akan tergantung, baik pada tingkat sukses yang dicapai dalam
mencocokkan nilai-nilai karyawan baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses
seleksi maupun pada preferensi manajemen puncak akan metode-metode
sosialisasi (Robbins, 1996:301)

2.2 Iklim Organisasi


2.2.1. Pengertian Iklim Organisasi
Litwin dan Stringer dalam Toulson (1994:457) mendefinisikan iklim
organisasi sebagai suatu yang dapat diukur pada lingkungan kerja baik secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada karyawan dan pekerjaannya dimana
tempat mereka bekerja dengan asumsi akan berpengaruh pada motivasi dan perilaku
karyawan.
Davis dan Newstrom (1996:21) “Mengatakan bahwa iklim organisasi adalah lingkungan
manusia di mana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka”. Kita tidak dapat
melihat dan menyentuh iklim, tetapi dia ada. Pada gilirannya iklim dipengaruhi oleh hampir
semua hal yang terjadi dalam suatu organisasi. Sedangkan menurut Higgins (1994:477)
“Iklim organisasi akan selalu berhubungan dengan hasrat atau keinginan bekerja dan
lingkungan sosial organisasi itu sendiri”.
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan iklim organisasi dalam penelitian ini
adalah suasana yang dapat dirasakan karyawan pada lingkungan internal organisasi yang
mempengaruhi cara bekerja, perilaku dan motivasi karyawan.
2.2.2. Dimensi Iklim Organisasi
Zammuto dan Krackover ( Burton, Lauridsen, Obel, 1999 ) mengukur
iklim menggunakan dimensi-dimensi berikut :
1. Kepercayaan.
Sebuah organisasi memiliki sebuah tingkat kepercayaan tinggi ketika, individu-individu
terbuka, saling berbagi dan dipercaya, dimana individu- individu menempatkan kepercayaan
mereka. Sebuah organisasi memiliki sebuah tingkat kepercayaan rendah ketika, individu-
terlalu waspada, tidak saling berbagi, tidak percaya, dan menciptakan sebuah suasana
kecemasan dan ketidakamanan.
2. Konflik.
Sebuah organisasi memiliki sebuah tingkat konflik tinggi ketika, terdapat sebuah oposisi
tinggi kekuatan-kekuatan, tujuan-tujuan, dan kepercayaan- kepercayaan, serta yang dialami
dalam pergesekan dan ketidaksepakatan diantara individu-individu. Sebuah organisasi
memiliki sebuah tingkat konflik rendah ketika, terdapat keselarasan dalam tujuan-tujuan,
kepercayaan- kepercayaan, yang menghasilkan sebuah jiwa semangat kerjasama diantara
individu-individu.
3. Moral/semangat kerja.
Sebuah organisasi memiliki sebuah tingkat moral karyawan tinggi ketika,individu-individu
percaya dan antusias pada organisasi, sebuah jiwa semangat organisasi. Sebuah organisasi
memiliki sebuah tingkat moral karyawan rendah ketika, individu-individu kurang memiliki
kepercayaan dan antusiasme pada organisasi dan individu-individu kurang memiliki sebuah
kesadaran maksud tujuan dan kepercayaan pada masa datang.
4. Penghargaan/imbalan.
Sebuah organisasi adalah adil dalam imbalan-imbalannya ketika, individu- individu
menerima imbalan-imbalan sebagai hal yang wajar dan adil tanpa berat sebelah atau
pilihkasih. Sebuah organisasi tidak adil dalam imbalan- imbalannya ketika, individu-individu
melihat adanya pilihkasih, berat sebelah, dan kriteria-kriteria yang tidak terkait kerja sebagai
dasar untuk imbalan.
5. Perlawanan pada perubahan.
Sebuah organisasi memiliki sebuah tingkat perlawanan pada perubahan tinggi ketika,
individu-individu percaya kelambanan adalah tinggi dan mengasumsikan serta menginginkan
bahwa “kita akan melakukan apa saja besok sebagaimana kita melakukannya hari ini”.
Sebuah organisasi memiliki sebuah tingkat resistensi pada perubahan rendah ketika, individu-
individu menganut perubahan sebagai keadaan yang normal dan menikmati bahwa
“besok akan berbeda”.
6. Kredibilitas pemimpin
Kredibilitas pemimpin adalah tinggi ketika individu-individu memiliki kepercayaan pada
kepemimpinannya; dapat sebuah rasa hormat, inspirasi dan
7. Pencarian kambing hitam.
Sebuah organisasi memiliki sebuah tingkat pencarian kambing hitam tinggi
ketika, individu-individu percaya bahwa tanggungjawab untuk tindakan-
tindakan akan dialihkan ke orang-orang lain (manajemen puncak, staf,
karyawan, atau orang luar). Sebuah organisasi memiliki sebuah tingkat
pencarian kambing hitam rendah ketika individu-individu percaya bahwa
individu-individu itu sendiri yang bertanggungjawab mengemban
pertanggungjawaban untuk kegagalan tindakan-tindakannya.

Page 9
Universitas Kristen Petra
13
2.2.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
Menurut Higgins (1994:477-478) ada 4 prinsip faktor-faktor yang
mempengaruhi iklim, yaitu :
1. Manajer/pimpinan
Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau manajer
mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, seperti aturan-aturan, kebijakan-
kebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi terutama masalah-masalah yang
berhubungan dengan masalah personalia, distribusi imbalan, gaya komunikasi,
cara-cara yang digunakan untuk memotivasi, teknik-teknik dan tindakan
pendisiplinan, interaksi antara manajemen dan kelompok, interaksi antar
kelompok, perhatian pada permasalahan yang dimiliki karyawan dari waktu ke
waktu, serta kebutuhan akan kepuasan dan kesejahteraan karyawan.
2. Tingkah laku karyawan
Tingkah laku karyawan mempengaruhi iklim melalui kepribadian mereka,
terutama kebutuhan mereka dan tindakan-tindakan yang mereka lakukan
untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Komunikasi karyawan memainkan
bagian penting dalam membentuk iklim. Cara seseorang berkomunikasi
menentukan tingkat sukses atau gagalnya hubungan antar manusia.
Berdasarkan gaya normal seseorang dalam hidup atau mengatur sesuatu, dapat
menambahnya menjadi iklim yang positif atau dapat juga menguranginya
menjadi negatif.
3. Tingkah laku kelompok kerja
Terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal hubungan
persahabatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan oleh kelompok
dalam organisasi. Kelompok-kelompok berkembang dalam organisasi dengan
2 (dua) cara, yaitu secara formal, utamanya pada kelompok kerja; dan
informal, sebagai kelompok persahabatan atau kesamaan minat.
4. Faktor eksternal organisasi
Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada organisasi
tersebut. Keadaan ekonomi adalah faktor utama yang mempengaruhi iklim.
Contohnya, dalam perekonomian dengan inflasi yang tinggi, organisasi berada
dalam tekanan untuk memberikan peningkatan keuntungan sekurang-

Page 10
Universitas Kristen Petra
14
kurangnya sama dengan tingkat inflasi. Seandainya pemerintah telah
menetapkan aturan tentang pemberian upah dan harga yang dapat membatasi
peningkatan keuntungan, karyawan mungkin menjadi tidak senang dan bisa
keluar untuk mendapatkan pekerjaan pada perusahaan lain. Di lain pihak,
ledakan ekonomi dapat mendorong penjualan dan memungkinkan setiap orang
mendapatkan pekerjaan dan peningkatan keuntungan yang besar, sehingga
hasilnya iklim menjadi lebih positif.
2.3. Hubungan Antar Konsep
Hasil penelitian dari McMurray (2003:7) ini mengungkap cara-cara
bagaimana budaya organisasi berkembang dan berkaitan dengan iklim organisasi.
Data yang terkumpul mengungkapkan pandangan-pandangan baru mengenai
bagaimana budaya organisasi dengan iklim organisasi saling bersinggungan/
berhubungan. Pada suatu organisasi biasanya memiliki iklim organisasi yang
positif apabila nilai, sikap dan kepercayaan bersama sesuai dengan budaya “tuan
rumah” ( pimpinan ). Di sisi lain, suatu organisasi yang kurang sejajar dengan
budaya pimpinan cenderung menghasilkan persepsi iklim yang kurang baik.
Dari keempat jenis budaya organisasi yang diteliti yaitu Clan, Adhocracy,
Market, Hierarchy, masing-masing memiliki ciri-ciri dimensi iklim organisasi.
Salah satu contoh iklim organisasi pada jenis budaya organisasi Clan mempunyai
tingkat kepercayaan tinggi, konflik rendah, moral / semangat kerja tinggi,
penghargaan / imbalan tinggi, perlawanan terhadap perubahan rendah, kredibilitas
pemimpin tinggi, dan pencarian kambing hitam rendah, jika suatu organisasi
memiliki ciri-ciri iklim yang sesuai dengan budaya organisasi maka iklim yang
terbentuk akan kondusif. Hal ini menunjukkan bahwa budaya organisasi
berhubungan dengan iklim organisasi.
2.4.Kerangka Berpikir
Sumber: Olahan Penulis.
Gambar 2.2. Kerangka Berpikir
Rumusan Masalah
1. Termasuk jenis apakah budaya organisasi di Bank Buana Indonesia Surabaya?
2. Bagaimanakah iklim organisasi di Bank Buana Indonesia Surabaya?
3. Apakah ada hubungan antara budaya organisasi dengan iklim organisasi di Bank
Buana Indonesia Surabaya?
Budaya Organisasi
Jenis-jenis Budaya Organisasi:
1. Clan
2. Adhocrachy
3. Hierarchy
4. Market
Yang dapat dibedakan
melalui 6 dimensi Budaya
Organisasi :
1. Karakteristik Dominan
2. Kepemimpinan Organisasi
3. Manajemen Karyawan
4. Kerekatan / Hubungan didalam
Organisasi
Iklim organisasi
Dimensi Iklim Organisasi :
1. Kepercayaan
2. Konflik
3. Moral / Semangat Kerja
4. Penghargaan / Imbalan
5. Perlawanan
pada
Perubahan
6. Kredibilitas Pemimpin
7. Pencarian Kambing Hitam
Hipotesa:
1. Jenis Budaya Organisasi Clan dan Hierarchy.
2. Iklim Organisasi pada jenis budaya organisasi Clan mempunyai tingkat kepercayaan
tinggi, konflik rendah, moral / semangat kerja tinggi, penghargaan / imbalan tinggi,
perlawanan terhadap perubahan rendah, kredibilitas pemimpin tinggi, dan pencarian
kambing hitam rendah, sedangkan pada jenis budaya organisasi Hierarchy
kepercayaan tinggi, konflik rendah, moral / semangat kerja tinggi, penghargaan /
imbalan tinggi, perlawanan terhadap perubahan rendah, kredibilitas pemimpin tinggi,
dan pencarian kambing hitam rendah.
3. Adanya hubungan antara budaya organisasi dengan iklim organisasi di Bank Buana
Indonesia Surabaya.
Fenomena
1. Suasana kerja yang nyaman dan menyenangkan ( kekeluargaan ).
2. Loyalitas dan etos kerja karyawan yang tinggi.
2.5.Hipotesa
Hipotesa alternatif:
1. Jenis Budaya Organisasi Clan dan Hierarchy.
2. Iklim Organisasi pada jenis budaya organisasi Clan mempunyai tingkat
kepercayaan tinggi, konflik rendah, moral / semangat kerja tinggi,
penghargaan / imbalan tinggi, perlawanan terhadap perubahan rendah,
kredibilitas pemimpin tinggi, dan pencarian kambing hitam rendah, sedangkan
pada jenis budaya organisasi Hierarchy kepercayaan tinggi, konflik rendah,
moral / semangat kerja tinggi, penghargaan / imbalan tinggi, perlawanan
terhadap perubahan rendah, kredibilitas pemimpin tinggi, dan pencarian
kambing hitam rendah.
3. Adanya hubungan antara budaya organisasi dengan iklim organisasi di Bank
Buana Indonesia Surabaya.

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, BUDAYA ORGANISASI


DAN MOTIVASI TERHADAP PRESTASI KERJA
KARYAWAN DI GRAND ORCHID HOTEL
SURAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh :
NDARU CAHYO BAWONO
B 100 030 093
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Usaha perhotelan adalah usaha yang bergerak dibidang jasa dan sebagai
sarana penunjang keberhasilan di sektor pariwisata. Perhotelan adalah suatu usaha
untuk melayani konsumen yang dituntut harus mampu menyediakan produk dan
service serta keramahtamahan, kenyamanan, kebersihan, dan keamanan hotel
yang dapat mempengaruhi citra hotel di mata konsumennya.
Dalam suatu perusahaan, segala sesuatu yang dilakukan dituntut untuk
dapat berjalan cepat, lancar, dan terarah dalam rangka penyesuaian dengan
tindakan modernisasi yang terus berkembang serta mencapai tujuan secara efektif
dan efisien. Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, perusahaan perlu
ditopang dengan sumber daya manusia yang memenuhi kualitas serta lingkungan
kerja yang kondusif dan sesuai.
Suatu organisasi memiliki beberapa unsur penting salah satunya adalah
sumber daya manusia atau tenaga penggerak jalannya organisasi menuju tujuan
yang telah disepakati terlebih dahulu. Organisasi yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah organisasi perhoetaln yang merupakan wadah bagi para
sumber daya manusia atau tenaga kerja, baik sebagai pimpinan maupun bawahan.
Melihat keberadaan tenaga kerja/karyawan tersebut maka manajemen hotel perlu
memperhatikan kepentingan karyawan dan mampu menciptakan suasana kerja
yang mendorong peningkatan prestasi kerja.
Seorang pegawai/karyawan akan merasa punya kebanggaan dan kepuasan
tersendiri dengan prestasi kerja yang telah dicapai. Prestasi kerja yang baik
merupakan keadaan yang diinginkan oleh semua orang dalam kehidupan
kerjanya. Seorang karyawan akan memperoleh prestasi kerja yang baik bila hasil
kerjanya sesuai dengan standar baik kualitas maupun kuantitas. Menurut Georger
dalam Ranupandoyo dan Husnan (1997: 181) prestasi kerja merupakan suatu
penghargaan yang merupakan kebutuhan manusia.
Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang
telah ditetapkan sebelumnya, karena pada dasarnya organisasi merupakan bentuk
perserikatan dari manusia untuk mencapai tujuan bersama dimana di dalamnya
terdapat aktifitas, oleh karena itu organisasi perlu memiliki karyawan yang
berkualitas serta mempunyai semangat dan loyalitas yang tinggi. Semangat dan
loyalitas yang tinggi dipengaruhi oleh kemampuan pegawainya serta budaya
organisasi yang ada, untuk itu perlu adanya peningkatan kemampuan pegawai dan
pembentukan budaya organisasi yang baik sesuai dengan kebutuhan karyawan.
Prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh individu yang
disesuaikan dengan peran atau tugasnya yang dihubungkan dengan suatu ukuran
nilai tertentu dari perusahaan dimana individu tersebut bekerja (Miner, 1988:
138). Dalam penentuan prestasi kerjanya, (Timpe, 1992: 64) mengemukakan tiga
peran prestasi kerja yaitu: 1) Ketrampilan yang meliputi kemampuan, dan
kecakapan individu, 2) Tingkat upaya yang diperlihatkan untuk menyelesaikan
pekerjaan yang berkaitan dengan apa yang dilakukan karyawan, dan 3) Kondisi
eksternal dan internal yang mendukung produktivitas karyawan. Hal ini
menunjukkan bahwa prestasi kerja bergantung pada ketiga faktor tersebut, jika
salah satu cukup atau tidak mendukung satu dengan yang lain maka prestasi kerja
akan terganggu. Demikian juga terbentuknya budaya organisasi yang baik
diharapkan dapat menunjang dan meningkatkan prestasi kerja yang maksimal.
Kesamaan persepsi terhadap penyesuaian sikap dan perilaku, peran dari
lingkungan kerja, budaya organisasi dan motivasi yang baik diperlukan guna
melakukan fungsi-fungsi dalam organisasi sehingga diperoleh kepuasan kerja
karyawan. Langkah ini penting dilakukan dalam rangka memperbaiki citra hotel
yang bersangkutan, apabila ditelusuri dan dicari penyebabnya yang menonjol
adalah adanya sikap individu karyawan yang negatif terhadap pekerjaannya,
adanya perbedaan antara harapan dan kenyataan yang diterima sehingga
menyebabkan rasa tidak puas.
Melihat kondisi di Grand Orchid Hotel Surakarta dari lingkungan kerja
yang cukup mendukung namun juga perlu pembenahan-pembenahan yang dapat
menyelesaikan permasalahan dalam organisasi, budaya organisasi yang
terbentuk tercermin dari ciri sikap perilaku disiplin masuk kerja, kekompakan,
loyal terhadap atasan dan hasil kerja karyawan dalam menyelesaikan tugas yang
diacu dari program kerja yang dibuat oleh masing-masing karyawan, dan
kegiatan tatap muka yang dilakukan sebagai wujud komunikasi formal, dimana
kondisi seperti ini dapat diduga adanya hubungan antara variabel lingkungan
kerja, budaya organisasi dan motivasi dengan tingkat prestasi kerjanya.
Permasalahan yang sering timbul berkaitan dengan pelayanan terhadap
konsumen hotel yang dilaksanakan oleh karyawan di Grand Orchid Hotel
Surakarta adalah: 1) masih ditemuinya keterlambatan penanganan konsumen yang
memerlukan pelayanan cepat, karena keterbatasan kemampuan kerja karyawan
sehingga mereka harus berkonsultasi dengan pimpinannya atau dengan sesama
karyawan yang lebih mampu; 2) adanya karyawan yang kurang serius bekerja,
sementara ada karyawan lainnya yang bekerja dengan beban kerja cukup tinggi,
sementara karyawan yang bekerja sebagai pendukung kegiatan tersebut kurang
bekerja dengan serius.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini ditentukan judul:
“PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, BUDAYA ORGANISASI DAN
MOTIVASI TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN DI GRAND
ORCHID HOTEL SURAKARTA”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan ruang lingkup permasalahan yang ada, maka dalam penelitian
ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh antara lingkungan kerja terhadap prestasi kerja di
Grand Orchid Hotel Surakarta?
2. Apakah terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap prestasi kerja di
Grand Orchid Hotel Surakarta?
3. Apakah terdapat pengaruh antara motivasi terhadap prestasi kerja di Grand
Orchid Hotel Surakarta?
4. Apakah terdapat pengaruh antara lingkungan kerja, budaya organisasi dan
motivasi terhadap prestasi kerja karyawan di Grand Orchid Hotel Surakarta?
5. Manakah diantara lingkungan kerja, budaya organisasi dan motivasi yang
paling dominan pengaruhnya terhadap prestasi kerja karyawan di Grand
Orchid Hotel Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh antara lingkungan kerja terhadap prestasi kerja
pegawai di Grand Orchid Hotel Surakarta.
2. Untuk mengetahui pengaruh antara budaya organisasi terhadap prestasi kerja
pegawai di Grand Orchid Hotel Surakarta.
3. Untuk mengetahui pengaruh antara motivasi terhadap prestasi kerja pegawai
di Grand Orchid Hotel Surakarta.
4. Untuk mengetahui pengaruh antara lingkungan kerja, budaya organisasi dan
motivasi terhadap prestasi kerja pegawai di Grand Orchid Hotel Surakarta.
5. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan pengaruhnya diantara
lingkungan kerja, budaya organisasi dan motivasi terhadap prestasi kerja
karyawan di Grand Orchid Hotel Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan input bagi perusahaan dalam
menentukan langkah yang tepat di dalam mengelola sumber daya manusia
yang baik.
2. Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan bahan pertimbangan/ informasi
dalam menetapkan kebijaksanaan perusahaan dimasa yang akan datang,
terutama dalam penanganan masalah lingkungan kerja, budaya organisasi, dan
motivasi kerja pengaruhnya terhadap prestasi kerja karyawan.
3. Bagi peneliti yang lain, dapat dijadikan referensi dan pertimbangan untuk
penelitian yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia khususnya pengaruh
lingkungan kerja, budaya organisasi, dan motivasi terhadap prestasi kerja.
E. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini disusun dengan menggunakan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan yang ingin
dicapai, manfaat dari hasil penelitian, serta sistematika penulisan
skripsi yang digunakan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori yang meliputi penelitian terdahulu, pengertian manajemen
personalia, kemampuan kerja, budaya organisasi, prestasi kerja serta
referensi yang mendukung dan berhubungan dengan permasalahan
yang dikemukakan.

BAB III METODE PENELITIAN


Disini dikemukakan tentang kerangka pemikiran, definisi operasional
dan pengukuran, hipotesis, populasi, sampel dan sampling, sumber dan
jenis data, teknik pengumpulan data, dan rencana analisis data yang
dilakukan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, sejarah berdirinya
perusahaan, struktur organisasi, serta proses analisa terhadap data yang
ada.
BAB V
PENUTUP
Penulisan akan menyimpulkan permasalahan yang dibahas
berdasarkan analisa yang telah dilakukan, disertai saran-saran sebagai
masukan demi kelanjutan dan perkembangan perusahaan.

PENGARUH STRUKTUR ORGANISASI, BUDAYA ORGANISASI,


KEPEMIMPINAN, ALIANSI STRATEGIS TERHADAP INOVASI
ORGANISASI DAN KINERJA ORGANISASI HOTEL BINTANG TIGA
DI JAWA TIMUR
FALIH SUAEDI
Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Unair
Abstract
To days, adaptive and innovative organizations are required within
business environment which is more competitive, so that they will be able to take
care of organization performance. This research aims to study the factors
influencing organizational innovation and its influence to organizational
performance of three star hotel in East Java. Such factors are organizational
structure, organizational culture, strategic alliance and leadership.
Research results indicate that organizational innovation is directly
influenced significantly by organizational structure, organizational culture,
leadership, and strategic alliance. Organizational performance is also influenced
directly and significantly by organizational structure, organizational culture,
leadership, and strategic alliance. Organizational innovation influences the
organizational performance of three star hotel in East Java directly and
significantly. For more details, the result of this research are that organizational
structure have a positively direct significant ly effect on organizational innovation.
Key Words: organizational structure, organizational culture, leadership, strategic
alliance, organizational innovation, and organizational performance.
Latar Belakang Masalah
Perkembangan sektor pariwisata cukup menggembirakan, namun krisis
ekonomi di pertengahan tahun 1997 dan berkembang menjadi krisis politik telah
mempengaruhi jumlah penerimaan devisa, dimana pada tahun 1998 turun sebesar
13,5%. Mestinya, krisis ekonomi membawa berkah tersembunyi bagi sektor
pariwisata sebab dengan terdepresiasinya rupiah terhadap dollar Amerika
membuat perjalanan dan biaya hidup di Indonesia jauh lebih murah dari

Page 2
sebelumnya. Namun aspek keamanan yang buruk seiring dengan krisis politik
yang makin tak menentu, menyebabkan sektor pariwisata terpuruk.
Pengaruh krisis ekonomi di Indonesia terhadap kedatangan wisatawan
mancanegara (wisman), adalah makin menurunnya jumlah wisatawan
mancanegara pada tahun 1998 dan tahun 1999. Pada tahun 2002 jumlah
wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia hanya mencapai 4,05 juta
orang (Serikat Pekerja Mandiri, 2003). Dari sisi pasar wisman, jelas hal demikian
tak menguntungkan bagi lingkungan bisnis industri pariwisata, khususnya bisnis
di bidang industri perhotelan (hospitality industry) di Indonesia.
Terpuruknya industri perhotelan ini dapat dilihat pula dari menurunnya
tingkat hunian hotel terutama di daerah-daerah tujuan wisata (DTW). Secara
nasional, tingkat hunian hotel pada tahun 1997 tercatat rata -rata 47 persen, namun
tahun 1998 menurun jadi hanya 38 %, tahun 1999 naik lagi jadi 41 % dan pada
tahun 2000 meningkat jadi 44 %, dan pada tahun 2001 turun lagi menjadi hanya
40 %. Sejak terjadinya tragedi bom di Bali, tingkat hunian hotel kembali
menurun dan stagnan pada kisaran 35 % (Tempo Interaktif, 6 Mei 2003).
Penurunan tingkat hunian kamar hotel ini terutama terjadi pada hotel berbintang,
sedangkan hotel melati justru masih bisa bertahan dan bahkan mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya.
Turunnya tingkat hunian kamar hotel terutama pad a hotel berbintang saja,
hal ini mengingat mayoritas pengunjungnya adalah wisatawan mancanegara yang
sejak terjadinya krisis politik dan keamanan cenderung berkurang drastis.
Sedangkan untuk pengunjung di hotel tingkat melati relatif stabil atau bahkan
meningkat, mengingat pengunjungnya adalah wisatawan nusantara. Wisatawan
nusantara yang melakukan perjalanan di Indonesia pada tahun 1991 sebesar 64
juta orang. Diperkirakan rata-rata per tahun meningkat sebesar 2%. Kenyataannya
wisatawan nusantara yang melakukan perjalanan justru meningkat lebih besar dari
angka itu, sehingga perkiraan wisatawan nusantara yang bepergian pada tahun
1998 sebesar 84 juta orang, sudah dapat dicapai pada tahun 1995 (Mulahela,
1998: 3).
Dua unsur sumber pangsa pasar yaitu wisatawan mancanegara (wisman)
dan wisatawan nusantara (wisnus), telah merangsang investor untuk melakukan
penanaman modalnya di bidang akomodasi hotel. Investor juga melihat angka -
angka hasil operasi hotel berbintang yang dianggap sangat memuaskan. Likuiditas
tinggi, dimana rata-rata pengumpulan piutang tamu relatif cepat. Laba departemen
kamar rata-rata antara 88% sampai 90%. Laba departemen lain seperti, makanan
dan minuman, telepon, laundry dan lain-lain cukup tinggi. Diperkirakan tingkat
pengembalian investasi (Pay back Period) hanya memerlukan waktu enam sampai
delapan tahun. Maka lirikan investor ini akhirnya berubah menjadi meningkatnya
aplikasi permohonan penanaman modal dalam negeri maupun modal asing dalam
bisnis perhotelan.
Optimisme industri pariwisata terhadap prospek bisnis perhotelan ini
terlihat dari makin meningkatnya jumlah hotel dan jumlah kamar. Namun krisis
moneter yang membuat daya beli masyarakat Indonesia turun drastis serta
keamanan yang tidak terjamin telah membuyarkan optimisme tersebut. Terbukti
dari menurunnya jumlah devisa pada tahun 1998, menurunnya jumlah wisatawan

manca negara serta menurunnya tingkat okupansi hotel. Dengan demikian


profitabilitasnya jelas menurun, secara nasional penurunan profitabilitas
diperkirakan mencapai rata-rata 30%, sementara di Jawa Timur tidak jauh dari
angka tersebut yakni sekitar rata -rata 33-35% .
Dengan mencermati tingkat okupansi yang hanya 34,90% pada tahun 1998
serta angka pertumbuhan yang melorot hingga – 23,96% pada tahun tersebut,
memberi gambaran konkrit yang tidak berbeda jauh dengan kondisi pariwisata
secara nasional pada tahun yang sama. Perkembangan pada tahun selanjutnya juga
belum menunjukkan perubahan yang signifikan.
Dengan rata-rata tingkat okupansi selama lima tahun yang mencapai
39,47% maka dapat dikatakan bahwa mendatangkan tamu untuk menginap di
hotel merupakan tugas yang sangat berat. Kondisi demikian merupakan hasil
konfigurasi aspek lingkungan eksternal dan kemampuan serta upaya aspek
internal masing-masing organisasi hotel. Jumlah tamu yang menginap memberi
kontribusi sangat besar pada tingkat profitabilitas hotel karena sebagian besar
pendapatan hotel berasal dari tamu yang menginap maka dapat dikatakan bahwa
tingkat okupansi juga mempengaruhi kinerja hotel.
Menyangkut pertumbuhan wisatawan mancanegara juga mengalami hal
sama, dimana daya serap jumlah kedatangan di Jawa Timur terhadap total
kedatangan wisman secara nasional pada tahun 1997 sebesar 9,01 % (saat
terjadinya krisis ekonomi) dan terus mengalami penurunan.
Kontribusi Jawa Timur dalam menarik wisman semakin menurun drastis.
Bila dilihat perkembangan dari tahun 1997 ke tahun 1998, baik dari dari aspek
persentase kontribusi terhadap kedatangan wisman secara nasional maupun
kedatangan wisman ke Jawa Timur (dari 454.216 wisman pada tahun 1997
menjadi 175.266 wisman pada tahun 1998, terjadi penurunan sebesar 61,41%).
Hal demikian bila dikaitkan dengan lingkungan industri perhotelan cenderung
tidak kondusif. Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali meningkatkan daya saing
melalui penciptaan inovasi di bidang pelayanan ataupun produk-produk
penunjang lainnya di era persaingan yang makin keras dan perjuangan untuk
mempertahan hidup perusahaan semakin berat.
Tabel 1. PERKEMBANGAN KEDATANGAN WISMAN DI JAWA TIMUR
MENGINAP DI HOTEL BINTANG TAHUN 1994 - 1999
Tahun
Jumlah
Pertumbuhan
1994
192.542
+ 10,23 %
1995
267.622
+ 38,99%
1996
289.557
+ 8,20%
1997
300.819
+ 3,89%
1998
161.652
- 46,26%
1999
124.992
- 34,12%
Sumber : Pariwisata Jatim Dalam Angka, Kanwil Deparsenibud 1999 dan sumb er
lain, diolah kembali.
Tahun 1997 masih menunjukkan perkembangan yang baik, diperkirakan
kinerja tahun tersebut akan jauh lebih baik apabila Indonesia tidak dilanda krisis
ekonomi – awal krisis terjadi seputar bulan Agustus 1997. Pada Tahun 1998,
terjadi perkembangan yang makin merosot hingga minus 46,26% dan berlanjut
hingga tahun 1999 yang masih jauh dari fenomena “recovery” yaitu dengan
perkembangan minus 34,12%. Dari sisi pasar wisatawan manca negara, pihak
hotel bintang di Jawa Timur mengalami penurunan jumlah tamu yang cukup
konsisten. Bila dihubungkan dengan rata-rata lamanya tamu tinggal tahun 1999
Average Length of Stay (LOS) hanya mencapai 1,90 hari. Bila dicermati lebih
lanjut, ternyata rata-rata Lama Tinggal sebelum krisis (tahun 1997) dan
sesudahnya terdapat perbedaan yang signifikan yaitu 2,54 hari sebelum krisis dan
1,92 hari sesudah tahun 1977.
Tekanan lingkungan bisnis terhadap industri perhotelan --khususnya hotel
bintang di Jawa Timur-- makin berat dan hal demikian akan sangat mengganggu
kinerja perusahaan. Ternyata tak hanya pelanggan asing saja yang ‘menekan’
industri perhotelan, pelanggan ‘lokal’ yaitu wisatawan nusantara (wisnus) juga
besar tekanannya. Hal ini disebabkan daya beli masyarakat secara umum
berkurang.
Krisis ekonomi yang melanda Asia (termasuk Indonesia) telah
menyebabkan tingkat okupansi hotel menurun tajam, di sisi lain persaingan antar
hotel semakin ketat (mengingat jumlah hotel yang terlanjur meningkat) akibatnya
dunia perhotelan menghadapi suatu tantangan dan tekanan serta perubahan
lingkungan yang dramatis. Krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun
1997 memberi pengaruh pada perolehan tamu yang berasal dari wisatawan
nusantara, bahkan secara nyata terjadi pertumbuhan minus sebesar 79% pada
tahun 1998. Mulai tahun 1999 terlihat tanda-tanda perkembangan yang positif
yaitu terjadinya kenaikan pertumbuhan sebesar 13,56 %.
Dari sejumlah hotel bintang di Jawa Timur, ternyata hotel bintang tiga
menempati jumlah yang cukup dominan yaitu sebanyak 20 buah atau hampir
mencapai 32% dari jumlah hotel bintang di Jawa Timur yang mencapai 63 buah,
dengan ‘pemain’ yang begitu banyak maka persainganpun makin keras untuk
meningkatkan jumlah kunjungan tamu ke hotel. Dengan jumlah kamar yang
mencapai 2.354 buah (34%) dari jumlah k amar pada hotel bintang di Jawa Timur
yang berjumlah 6.912 kamar serta penyerapan tenaga kerja mencapai 40% (3.204
orang) dari jumlah tenaga kerja yang tertampung pada hotel bintang di Jawa
Timur sebesar 9.073 orang (BPS Propinsi Jawa Timur, 2001), maka dapat
dikatakan perubahan dan tekanan lingkungan yang dramatis pada hotel bintang di
Jawa Timur sebagian besar mengenai hotel bintang tiga.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah maka disusun rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah Struktur Organisasi berpengaruh langsung secara signifikan
terhadap Inovasi Organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur ?
2. Apakah Budaya Organisasi berpengaruh langsung secara signifikan
terhadap Inovasi Organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur ?
3. Apakah Kepemimpinan berpengaruh langsung secara signifikan terhadap
Inovasi Organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur ?
4. Apakah Aliansi Strategis berpengaruh langsung secara signifikan terhadap
Inovasi Organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur ?
5. Apakah Struktur Organisasi berpengaruh langsung signifikan terhadap
Kinerja Organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur?
6. Apakah Budaya Organisasi berpengaruh langsung signifikan terhadap
Kinerja Organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur ?
7. Apakah Kepemimpinan berpengaruh langsung signifikan terhadap Kinerja
Organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur?

8. Apakah Aliansi Strategis berpengaruh langsung signifikan terhadap


Kinerja Organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur?
9. Apakah Inovasi organisasi berpengaruh langsung signifikan terhadap
Kinerja organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur ?
Landasan Teori
.Jelaslah kiranya bahwa Hotel sebagai sebuah organisasi harus terus melakukan
inovasi di tengah gencarnya arus perubahan agar tetap mampu mempertahankan
kinerjanya atau bahkan meningkatkannya. Inovasi adalah suatu gagasan baru yang
diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk, proses atau jasa
(Van de Ven,1986:590-607). Adanya hubungan yang jelas antara inovasi dengan
pengembangan keunggulan bersaing dan perolehan keuntungan di atas rata-rata,
banyak perusahaan tertarik mempelajari bagaimana menghasilkan inovasi dan
mengelola proses inovasi tersebut dengan efektif (Lengnick -Hall, dalam Hitt,et
al.,:1997:383). Dalam industri, dimana lingkungan yang dinamis telah menjadi
kenyataan hidup, inovasi terkait erat dengan keefektifan organisasi
(Robbins,1990:436).
Walaupun demikian tidak mudah melahirkan ide-ide inovatif, apalagi
menerapkannya. Banyak faktor yang mempengaruhi penerapan inovasi
organisasional secara efektif. Aspek struktural, budaya dan sumberdaya manusia
merupakan karakteristik yang selalu muncul bila peneliti mempelajari organisasi
yang inovatif (Robbins,1996:336). Apa yang dikatakan Robbins ternyata
didukung oleh suatu tinjauan menyeluruh atas persoalan inovasi yaitu struktur
organik secara positif mempengaruhi inovasi (Damanpour,1991:557). Struktur
organik ini lebih rendah dalam diferensiasi vertikal, formalisasi dan sentralisasi,
organisasi organik mempermudah fleksibilitas, penyesuaian dan inter aksi silang
yang membuat penerapan inovasi lebih mudah. Dalam struktur organik juga
mendorong terjadinya komunikasi antar unit tinggi, misalnya saja ada komite,
satuan tugas, tim silang - fungsional dan mekanisme lain yang mempermudah
interaksi melintasi garis-garis departemental (Monge, et al:1992:250 -274).
Organisasi mampu melaksanakan inovasi jika ditunjang oleh budaya
organisasinya artinya organisasi inovatif cenderung mempunyai budaya yang
serupa yaitu budaya yang mendorong eksperimentasi (Robbins,1996 :337), dimana
mendudukkan kesuksesan dan kegagalan dalam bobot yang ‘sama’ dan bahkan
‘merayakan’ kekeliruan. Sayang, dalam banyak organisasi, orang diberi imbalan
untuk tidak adanya kegagalan dan bukannya untuk hadirnya kesuksesan. Budaya
semacam ini memadamkan dan menyurutkan terjadinya pengambilan resiko,
inisiatif, kreativitas serta inovasi. Para individu akan menyarankan dan mencoba
gagasan baru hanya jika mereka merasa perilaku semacam itu tidak mendatangkan
hukuman. Dari hal ini sangat mungkin budaya organisasi secara potensial bersifat
disfungsional –teristimewa budaya yang kuat—pada keefektifan suatu organisasi
(Miller, 1994:11-38).
Menumbuhkan kreativitas dan menerapkannya dalam bentuk inovasi
sebagai respons terhadap tuntutan dan kebutuhan perusa haan atau organisasi agar
tetap survive merupakan keharusan pada era dimana lingkungan bisnis
berkembang, berubah serta bergejolak dengan sangat dinamis, kompleks dan sulit
diprediksi. Namun upaya-upaya untuk menumbuhkan dan menerapkan inovasi
sering tidak didukung oleh para manajer di perusahaan tersebut. Para manajernya
seringkali terperangkap dalam pemikiran bahwa hanya ada satu resep yang benar,
memproyeksikan masa lalu ke masa depan, percaya bahwa ancangan lama –yang
membawa keberhasilan—masih relevan, menganggap industrinya stabil (Baden-
Fuller and Stopford:1996:28). Padahal kemajuan yang sesungguhnya hanya dapat
dicapai dengan membuat orang bertindak secara berbeda didalam bisnis, hanya
permainan inovatif yang akan berhasil dalam mengubah posisinya se cara radikal .
Memahami bagaimana membuat inovasi bekerja membutuhkan investasi yang
besar dan perubahan pada model mental yang dianut para manajernya (Baden -
Fuller and Stopford,1996:89). Dengan demikian , pola pikir, model mental dari
manajer yang cenderung mempertahankan status-quo akan mempengaruhi
inovasi. Oleh William Davis hal demikian dikatakan sebuah ironi dimana
halangan terbesar untuk melakukan inovasi justru datang dari individu yang
mempunyai peran besar lebih dahulu dalam melakukan inovasi. Buk annya mereka
tak suka atas saran dan tindakan yang lebih baik namun lebih dari itu ada
kepentingan tertentu untuk mempertahankan status -quo (Henry and
Walker,1991:143). Oleh sebab itu manajer yang dibutuhkan untuk menunjang
terjadinya proses inovasi adalah yang mempunyai kharakteristik kepemimpinan
transformasional yaitu yang memberi inspirasi dan energi kepada orang lain
melalui stimulasi intelektual (Yukl,1994:297; Robbins,1996:337).
Kecenderungan besar dalam aktivitas bisnis dewasa ini adalah kemitraan
atau kerjasama, tanpa menghilangkan esensi bisnis itu sendiri yaitu persaingan.
Strategi kemitraan antara sesama pelaku bisnis pada dasarnya dimaksudkan untuk
meningkatkan keunggulan bersaing dari setiap perusahaan tanpa ada yang merasa
kalah (win-win solution). Selain itu, ada beberapa alasan mengapa suatu
perusahaan menerapkan strategi kemitraan. Pertama, makin gencarnya tuntutan
konsumen terhadap kualitas, waktu penyerahan dan keanekaragaman produk dan
jasa. Kedua, tidak ada perusahaan yang mampu menjadi yang terbaik dalam
segala hal. Dunia usaha semakin kompleks, sehingga untuk dapat berusaha dan
menghasilkan yang terbaik, perusahaan perlu memiliki kompetensi terbaik di
bidangnya masing-masing. Ketiga, sifat persaingan bisnis kini berkembang sangat
kompleks, suatu perusahaan tak mungkin lagi berbisnis sendiri tanpa kerja sama
dengan perusahaan lain (Usahawan,1996:2). Dari model kemitraan itu akan
timbul suatu kebutuhan untuk saling memberi dan menerima, melengkapi, tukar
pengalaman, transfer pengetahuan dan teknologi serta interaksi proses-proses
binis lainnya. Penelitian yang dilakukan Goes dan Park (1997:673-696)
menunjukkan bahwa interorganizational link –terutama pada aspek struktural,
institusional dan resource-based—mempunyai hubungan yang kuat dengan
terjadinya inovasi pelayanan dan teknologi pada industri rumah sakit. Pennings
dan Harianto (1992:29-46) mendapatkan bukti bahwa interorganizational link
memperkuat terjadinya hubungan dengan peningkatan inovasi pelayanan di dunia
perbankan. Sementara Saxton (1997:443) membuktikan bahwa reputasi organisasi
partner, bekerjasama dalam pengambilan keputusan dengan partner, kesamaan
strategi partner berhubungan positif dengan perolehan (outcomes) aliansi strategi
yaitu performance dan initial satisfaction. Dengan demikian aliansi strategis

mampu mendorong terjadinya inovasi organisasional dan sekaligus juga kinerja


organisasi.
3.2. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka proses
berfikir serta landasan teori maka disusu n hipotesis penelitian sebagai berikut :
1. Ada pengaruh langsung signifikan antara Struktur organisasi terhadap Inovasi
Organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur.
2. Ada pengaruh langsung signifikan antara Budaya organisasi terhadap Inovasi
Organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur.
3. Ada pengaruh langsung signifikan antara Kepemimpinan terhadap Inovasi
Organisasi Hotel bintang di Jawa Timur.
4. Ada pengaruh langsung signifikan antara Aliansi Strategis terhadap Inovasi
Organisasi Hotel bintang di Jawa Timur.
5. Ada pengaruh langsung signifikan antara Struktur Organisasi terhadap kinerja
organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur.
6. Ada pengaruh langsung signifikan antara Budaya organisasi terhadap Kinerja
Organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur.
7. Ada pengaruh langsung signifikan antara Kepemimpinan terhadap Kinerja
Organisas Hotel bintang tiga di Jawa Timur.
8. Ada pengaruh langsung signifikan antara Aliansi strategis terhadap Kinerja
Organisasi Hotel bintang tiga di Jawa Timur.
9. Ada pengaruh langsung signifikan antara Inovasi organisasi terhadap Kinerja Organisasi
Hotel bintang tiga di Jawa Timur.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksplanatory. Menurut
Faisal (1995) penelitian eksplanatoris adalah untuk menguji hubungan antar
variabel yang dihipotesiskan. Menurut tingkat eksplanasinya termasuk penelitian
asosiatif yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau
lebih (Sugiyono, 2002: 10). Dengan penelitian ini maka akan dapat dibangun
suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu
gejala. Sementara itu ada juga yang memakai istilah penelitian korelasional
(Indriantoro dan Supomo, 1999: 27).
Ruang lingkup kajian dan pengujian adalah perusahaan hotel bintang tiga
di Jawa Timur yang telah terdaftar secara resmi pada Perhimpunan Hotel dan
Restoran Indonesia (PHRI) Propinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan
pendekatan cross sectional model (Arikunto, 2002: 76) yaitu untuk mengetahui
beberapa variabel yang membentuk kinerja organisasi hotel bintang tiga di Jawa
Timur. Beberapa variabel yang diidentifikasi adalah variabel struktur organisasi,
budaya organisasi, kepemimpinan, dan aliansi strategis. Di samping variabel yang
telah disebutkan di atas, diidentifikasi terdapat variabel antara (intervening
variable) yang dalam penelitian ini adalah variabel inovasi organisasi. Selain
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi, penelitian
ini juga bertujuan untuk menilai inovasi organisasi.
Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam dua tahap, meliputi: (1) persiapan
dan fisibilitas data yang akan dikumpulkan, (2) pengumpulan data sekunder dari
pencatatan yang ada serta wawancara dengan karyawan tetap hotel bintang tiga.
Pelaksanaan penelitian selama 9 bulan. Sebelum dilakukan penelitian, kajian
terhadap fisibilitas data yang diambil dilakukan studi pendahuluan di 5 hotel
bintang tiga di Jawa Timur.
4.2. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
4.2.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah industri hotel bintang tiga di Jawa
Timur yang seluruhnya berjumlah 20 hotel beserta seluruh karyawan pada hotel
bintang tiga di Jawa Timur tersebut.
4.2.2. Penentuan Sampel dan besar sampel penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok sampel yaitu sampel hotel
bintang tiga dan sampel karyawan tetap hotel bintang tiga di Jawa Timur. Untuk
sampel hotel bintang tiga memakai metode pengambilan sampel yaitu Total
Sampling atau Sensus. Peneliti berasumsi sebaiknya mempertimbangkan untuk
menginvestigasi seluruh elemen populasi, jika elemen-elemen populasi relatif
sedikit dan variabilitas setiap elemen relatif tinggi (heterogen) (Indriantoro dan
Supomo,1999:126; Cooper and Emory,1996:200). Dengan demikian seluruh hotel
bintang tiga di Jawa Timur yang berjumlah 20 buah akan menjadi subyek
penelitian. Kemudian, penentuan besarnya sampel karyawan ( sample size) atas
karyawan hotel bintang di Jawa Timur yang berjumlah 3.338 orang, mendasarkan
diri pada rumus Issac dan Michael (Arikunto, 2002; Sugiyono,2002) sebagai
berikut:
Χ 2 NP (1 – P)
S=
d 2 (N – 1) + Χ 2 P(1 – P)
dimana : S = Ukuran sampel
N = Ukuran Populasi
P = Proporsi dalam Populasi
D = Ketelitian (error)
Χ2
=
Harga Tabel Chi-kuadrat untuk α tertentu
Dari rumus tersebut Issac dan Michael menerbitkan tabel tentang
penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu dengan taraf kesalahan, 1, 5, dan
10 % . Dari tabel tersebut terlihat bahwa dengan N = 3.338 –di tabel dibulatkan
menjadi 3.500--, taraf kesalahan 5% maka didapat jumlah sampel sebanya k 317
orang (9,5% dari ukuran populasi).
Melihat kenyataan tersebut maka peneliti memutuskan untuk mengambil
sampel sebanyak 15% dari jumlah karyawan hotel bintang tiga di Jawa Timur
yaitu sebesar 501 karyawan. Hal tersebut sesuai dengan ukuran sampel yang harus
dipenuhi dalam pemodelan SEM adalah minimum 100 responden.
4.2.3. Teknik Pengambilan Sampel
Setelah ditentukan jumlah sampel maka langkah selanjutnya adalah
menentukan teknik penarikan sampel yaitu Proporsional Simple Random
Sampling. Teknik pengambilan sampel proporsi atau sampel imbangan ini
dilakukan untuk memperoleh sampel yang lebih representative, pengambilan
subyek dari setiap wilayah ditentukan seimbang atau sebanding dengan
banyaknya subyek dalam masing-masing wilayah tersebut (Arikunto,2002: 116) .
Dengan demikian setiap hotel bintang tiga di Jawa Timur diambil sebanyak 15%
karyawan sebagai responden dari seluruh jumlah karyawan yang ada di hotel
tersebut secara random dan akhirnya diperoleh sebanyak 501 karyawan.
4.3. Instrumen penelitian
Pada penelitian ini variabel laten (latent variables) diukur melalui
pengukuran variabel teramati (observable variables). Pengukuran variabel
teramati pada penelitian ini dilakukan dengan cara langsung meminta kepada
responden untuk memberikan penilaiannya terhadap daftar pertanyaan
(kuesioner). Kuesioner sebagai alat pengumpul data merupakan sejumlah daftar
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
berdasarkan hal-hal yang diketahui. Variabel laten dalam penelitian ini adalah
kinerja organisasi, sedangkan variabel teramati adalah struktur organisasi, budaya
organisasi, kepemimpinan, aliansi strategis dan inovasi organisasi. Selain
menggunakan kuesioner, penelitian ini juga mendayagunakan beberapa data
sekunder. Semua pengukuran variabel, terutama menyangkut data ordinal yang
digunakan dalam kuesioner akan diuji reliabilitas dan validitasnya.
4.5.Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen
kuesioner melalui wawancara tatap muka. Teknik wawancara tatap muka
mempunyai kelebihan yaitu bagi pewawancara dapat memahami kompleksitas
masalah dan menjelaskan maksud penelitian kepada responden (Indriantoro dan
Supomo, 2002:153).
Data yang dianalisis merupakan data primer yang bersumber dari hasil
kuesioner melalui wawancara tatap muka. Periode waktu yang diamati tahun
2000. Pembatasan periode waktu tersebut dilakukan sebab adanya keterbatasan
informasi data yang ada di lapangan serta keterbatasan peneliti terutama
menyangkut waktu, tenaga dan biaya.
4.6.Teknik Analisis Data
Berdasarkan hipotesis dan rancangan penelitiannya, data yang terkumpul
dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan beberapa model
analisis. Model analisis yang dipergunakan adalah Structural equation Modelling
(SEM). Seluruh analisis data akan dihitung dengan menggunakan program
aplikasi komputer program SPSS 10.0 for Windows dan program AMOS 4.01.
4.7.1. Langkah-Langkah Pemodelan SEM untuk Analisis Jalur
Sebuah pemodelan SEM yang lengkap pada dasarnya terdiri dari
Measurement Model dan Structural Model. Measurement Model atau Model
Pengukuran ditujukan untuk mengkonfirmasi dimensi yang dikembangkan pada
sebuah faktor. Structural Model adalah mengenai struktur hubungan yang
membentuk atau menjelaskan kausalitas antara faktor.
4.7.2. Pengujian Hipotesis Dan Hubungan Kausal
a) Pengaruh langsung (Koefisien Jalur) diamati dari bobot regresi terstandar,
dengan pengujian signifikansi pembanding Nilai CR (Critical Ratio) yang
sama dengan Nilai t hitung dengan t table apabila t hitung lebih besar
daripada t table berarti signifikan Intepretasi juga dapat dilakukan dengan
mengamati nilai propability (p), dengan ketentuan apabila nilai p lebih kecil
sama dengan 0,05 signifikan.
b) Dari keluaran program AMOS 4 (Analysis of Moment Structure) juga akan
diamati hubungan kausal antar variabel dengan melihat efek langsung dan
efek tak langsung serta efek totalnya.
4.7.3. Pengujian model dengan Two-Step Approach
Two-Step Approach digunakan untuk mengatasi masalah sampel data yang
kecil jika dibandingkan dengan jumlah butir instrumentasi yang digunakan
(Hartline dan Ferrell, 1996), dan keakuratan reliabilitas indikator -indikator terbaik
dapat dicapai dalam two-step approach ini. Two-Step Approach bertujuan untuk
menghindari interaksi model pengukuran dan model struktura l (Hair et al., 1988).
Sampel data dalam penelitian ini berjumlah 501. Yang dilakukan dalam Dalam
two step approach to SEM adalah: Estimasi terhadap measurement model dan
Estimasi terhadap structural model (Anderson dan Gerbing, 1988).
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
Hasil Analisis Data
Penelitian ini menggunakan data cross sectional yang dikumpulkan dari
20 hotel berbintang tiga di Jawa Timur. Data diperoleh dengan menggunakan
instrumen kuesioner yang dilengkapi dengan Indepth Interview dan Observasi.
Sebelum kuesioner digunakan dalam penelitian, dilakukan pengujian terhadap 30
pegawai tetap hotel berbintang tiga di Jawa Timur yang direncanakan menjadi
responden. Setelah itu dilakukan pengujian terhadap validitas dan reliabilitas
instrumennya. Dari hasil analisis diketahui item-item pertanyaan yang disajikan
ternyata valid dan reliabel. Kuesioner disebarkan kepada 501 responden
berdasarkan sampel yang telah ditentukan. Dari 501 kuesioner yang terkumpul,
semuanya memenuhi syarat untuk dianalisis dengan menggunakan Structural
Equation Modelling sebagaimana yang disarankan oleh Hair et al. (1998).
5.1.1. Evaluasi Asumsi SEM
5.1.1.1. Evaluasi Asumsi Normalitas Data
Uji normalitas sebaran dilakukan dengan Skweness Value dari data yang
digunakan yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif. Nilai statistik untuk
menguji normalitas itu disebut z-value. Bila nilai-z lebih besar dari nilai kritis,
maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal. Nilai kritis dapat
ditentukan berdasarkan tingkat signifikansi 0,01 (1%) yaitu sebesar 2,58.
Hasilnya diperoleh nilai C.r. dari Skweness Value pada variabel berada di bawah 
2,58 dan itu berarti asumsi normalitas terpenuhi dan data layak untuk digunakan
dalam estimasi selanjutnya.
5.1.1.2. Evaluasi Outlier Data
Uji outlier data dilakukan dengan mendeteksi terhadap univariat outliers
yaitu mengamati nilai z score, semua kasus yang memiliki nilai z score 3,0
berarti outliers dan deteksi terhadap multivariat outliers dengan menggunakan
Jarak Mahalanobis pada tingkat p < 0,001. Jarak Mahalanobis itu dievaluasi
dengan menggunakan 2 pada derajat bebas sebesar jumlah variabel yang
digunakan dalam penelitian. Bila kasus yang mempunyai jarak Mahalanobis lebih
besar dari nilai chi-square pada tingkat signifikansi 0,001 maka terjadi
multivariate outliers. Dalam penelitian ini diketahui ada 32 variabel yang
digunakan, sehingga jarak mahalanobis pada derajat bebas pada tingkat
signifikansi 0,001 atau 2 (32, 0,001) = 37,6. Hasil penelitian menunjukkan semua
kasus berada di bawah 37,6 sehingga tidak terjadi multivariate outliers.
5.1.1.3. Evaluasi Multicolonierity dan Singularity
Pengujian terhadap gejala multikolinieritas antar variabel bebas
memperlihatkan tidak adanya gejala multikolinieritas yang merusak model.
Terlihat dari determinant of sample covariance matrix 5,8618e+001 dan angka ini
jauh dari nol. Disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas atau singularitas
dalam data ini sehingga asumsi terpenuhi.
5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
5.2.1. Uji Validitas
Dalam perpektif confirmatory factor analysis (CFA) sebagaimana yang
dianjurkan Bollen (1989) dan lainnya dalam Mueller (1996), pengujian validitas
dari indikator dalam konstruk-konstruk latent dapat dilakukan dengan mengamati
besarnya loading factor antara variabel teramati (observed variable) dan variabel
laten (latent variable). Nilai loading factor yang tinggi atau signifikan
menunjukkan bahwa variabel-variabel yang diobservasi dapat digunakan atau
valid untuk digunakan sebagai indikator dari varabel/faktor/konstruk latent.
5.2.2. Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas untuk multi-indikator sebagaimana dianjurkan Hair
et.al (2000) menggunakan composite reliability atau construct reliability dan
extracted variance. Construct reliability dapat diterima apabila memiliki nilai
minimal 0,7 dan extracted variance diterima dengan nilai minimal 0,5. Hasil
pengujian reliabilitas pada semua konstruk laten dengan construct reliability atau
composite reliability dan extracted variance menunjukkan hasil yang reliabel
yang ditunjukkan dengan semua n ilai construct reliability di atas 0,7.
5.2.2.1. Faktor Struktur Organisasi
Variabel yang diajukan sebagai indikator Struktur Organisasi adalah
spesialisasi (X1.1), formalisasi (X1.2), rentang kendali (X1.3), sentralisasi (X1.4), tim
silang fungsional (X1.5) dan tingkat distribusi informasi (X1.6).
Untuk mengetahui apakah model pengukuran memiliki kesesuaian dengan
data, berikut ini disajikan evaluasi Goodness of Fit Indices (Tabel 5.16).
Tabel 5.16. EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES FAKTOR
STRUKTUR ORGANISASI
Kriteri
a
Hasil
Nilai Kritis *)
Evaluasi Model
Chi-
Square
178,963
Relatif Kecil
Kurang Baik
Probabi
lity
0,000
≥0,05
Kurang Baik
RMSE
A
0,194
≤0,08
Kurang Baik
CMIN/
DF
19,885
≤2,00
Kurang Baik
GFI
0,881
≥0,90
Kurang Baik
TLI
0,315
≥0,95
Kurang Baik
CFI
0,589
≥0,94
Kurang Baik
Dari hasil evaluasi terhadap model yang diajukan ternyata dari seluruh
kriteria yang digunakan menunjukkan hasil yang kurang baik, berarti model tidak
sesuai dengan data. Dengan demikian model tersebut perlu di modifik asi dengan
berpedoman pada modification indices. Untuk mengetahui apakah model
pengukuran memiliki kesesuaian dengan data, berikut disajikan evaluasi
Goodness of Fit Indices (Tabel 5.17).
Tabel 5.17. EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES FAKTOR
STRUKTUR ORGANISASI (MODIFIKASI)
Kriteria
Hasil
Nilai Kritis *)
Evaluasi Model
Chi-Square
14,839
Relatif Kecil
Baik
Probability
0,022
≥0,05
Kurang Baik
RMSEA
0,054
≤0,08
Baik
CMIN/DF
2,473
≤2,00
Kurang Baik
GFI
0,990
≥0,90
Baik
TLI
0,947
≥0,95
Baik
CFI
0,979
≥0,94
Baik

Page 24
Dari tabel Goodness of Fit beserta nilai kritisnya dapat dikemukakan dari
berbagai kriteria model yang diajukan telah memiliki kesesuaian dengan data.
Selanjutnya untuk mengetahui variabel yang dapat digunakan sebagai indikator
Stuktur Organisasi dapat diamati dari nilai loading factor atau koefisien lamda
(Tabel 5.18).
Tabel 5.18. LOADING FACTOR () PENGUKURAN STRUKTUR
ORGANISASI
Variabel indikator
Loading
Factor (λ)
T
hitung
Probabilit
y (p)
Keteran
gan
Spesialisasi (X1.1)
1,000
Signifika
n
Formalisasi (X1.2)
0,495
12,581
0,000
Signifika
n
Rentang Kendali (X1.3)
0,625
16,929
0,000
Signifika
n
Sentralisasi (X1.4)
0,992
172,698
0,000
Signifika
n
Tim Silang Fungsional
(X1.5)
0,993
166,538
0,000
Signifika
n
Tingkat Distribusi
Informasi (X1.6)
0,851
35,136
0,000
Signifika
n
Dari Tabel 5.9 terlihat bahwa variabel indikator spesialisasi (X 1.1),
formalisasi (X1.2), rentang kendali (X1.3), sentralisasi (X1.4), tim silang fungsional
(X1.5) dan tingkat distribusi informasi (X1.6) adalah signifikan, yang terlihat dari
nilai t hitung dengan nilai probability (p) < 0,05.
5.2.2.2. Faktor Budaya Organisasi
Variabel yang diajukan sebagai indikator Budaya Organisasi adalah
tingkat toleransi terhadap tindakan berisiko (X 2.1), sistem imbalan (X2.2), pola
komunikasi (X2.3), visi dan misi (X2.4) dan tingkat kontrol (X2.5). Untuk
mengetahui apakah model pengukuran tersebut memiliki kesesuaian dengan data,
berikut ini disajikan evaluasi Goodness of Fit Indices (Tabel 5.19).
Tabel 5.19.EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES FAKTOR
BUDAYA ORGANISASI
Kriteria
Hasil
Nilai Kritis *)
Evaluasi
Model
Chi-Square
333,947
Relatif Kecil
Kurang
Baik
Probability
0,000
≥0,05
Kurang
Baik
RMSEA
0,363
≤0,08
Kurang
Baik
CMIN/DF
66,789
≤2,00
Kurang
Baik
GFI
0,829
≥0,90
Kurang
Baik
TLI
0,057
≥0,95
Kurang
Baik
CFI
0,529
≥0,94
Kurang
Baik
Dari hasil evaluasi terhadap model yang diajukan ternyata dari seluruh
kriteria yang digunakan menunjukkan hasil kurang baik, berarti model tidak
sesuai dengan data. Dengan demikian model tersebut perlu dimodifikasi. Untuk
mengetahui apakah model pengukuran memiliki kesesuaian dengan data, berikut
ini disajikan evaluasi goodness of Fit Indices (Tabel 5.20).
Tabel 5.20. EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES FAKTOR
BUDAYA ORGANISASI (MODIFIKASI)
Kriteria
Hasil
Nilai Kritis *)
Evaluasi
Model
Chi-Square
3,092
Relatif Kecil
Baik
Probability
0,213
≥0,05
Baik
RMSEA
0,033
≤0,08
Baik
CMIN/DF
1,546
≤2,00
Baik
GFI
0,997
≥0,90
Baik
TLI
0,992
≥0,95
Baik

Page 26
CFI
0,998
≥0,94
Baik
Dari tabel Goodness of Fit Indices beserta nilai kritisnya dapat
dikemukakan bahwa dari berbagai kriteria model yang diajukan telah memiliki
kesesuaian dengan data. Untuk mengetahui variabel yang dapat digunakan sebagai
indikator Budaya Organisasi dapat diamati dari nilai loading factor atau
koefisien lamda (Tabel 5.21).
Tabel 5.21. LOADING FACTOR () PENGUKURAN BUDAYA ORGANISASI
Variabel
indikator
Loading
Factor (λ)
T
hitung
Probabilit
y (p)
Ketera
ngan
Tindakan
Berisiko (X2.1)
0,453
Signifik
an
Sistem Imbalan
(X2.2)
0,195
3,610
0,000
Signifik
an
Pola
Komunikasi
(X2.3)
0,940
7,582
0,000
Signifik
an
Visi dan Misi
(X2.4)
0,464
7,654
0,000
Signifik
an
Tingkat Kontrol
(X2.5)
0,541
8,434
0,000
Signifik
an
Dari Tabel 5.21. terlihat bahwa indikator tingkat toleransi terhadap
tindakan berisiko (X2.1), sistem imbalan (X2.2), pola komunikasi (X2.3), visi dan
misi (X2.4) dan tingkat kontrol (X2.5) adalah signifikan, yang terlihat dari nilai t
hitung dengan nilai probability (p) < 0,05.
5.2.2.3. Faktor Kepemimpinan
Variabel yang diajukan sebagai indikator Kepemimpinan adalah kualitas
pribadi (X3.1), tindakan administratif (X3.2), penggunaan nilai (X3.3), pemberian
penghargaan (X3.4) dan pemecahan masalah (X3.5). Untuk mengetahui apakah

Page 27
model pengukuran memiliki kesesuaian dengan data, berikut ini disajikan evaluasi
Goodness of Fit Indices.
Tabel 5.22. EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES FAKTOR
KEPEMIMPINAN
Kriteria
Hasil
Nilai Kritis *)
Evaluasi
Model
Chi-Square
74,279
Relatif Kecil
Kurang
Baik
Probability
0,000
≥0,05
Kurang
Baik
RMSEA
0,166
≤0,08
Kurang
Baik
CMIN/DF
14,856
≤2,00
Kurang
Baik
GFI
0,939
≥0,90
Baik
TLI
0,857
≥0,95
Kurang
Baik
CFI
0,929
≥0,94
Kurang
Baik
Dari hasil evaluasi terhadap model yang diajukan ternyata dari seluruh
kriteria yang digunakan menunjukkan hasil kurang baik, berarti model tidak
sesuai dengan data. Dengan demikian model perlu dimodifikasi. Untuk
mengetahui apakah model pengukuran memiliki kesesuaian dengan data, berikut
ini disajikan evaluasi Goodness of Fit Indices (Tabel 5.23)
Tabel 5.23. EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES FAKTOR
KEPEMIMPINAN (MODIFIKASI)
Kriteria
Hasil
Nilai
Kritis *)
Evaluasi
Model
Chi-Square
0,143
Relatif
Kecil
Baik
Probability
0,705
≥0,05
Baik
RMSEA
0,000
≤0,08
Baik
CMIN/DF
0,143
≤2,00
Baik
GFI
1,000
≥0,90
Baik
TLI
1,009
≥0,95
Baik

Page 28
CFI
1,000
≥0,94
Baik
Dari tabel Goodness of Fit Indices beserta nilai kritisnya dapat
dikemukakan bahwa dari berbagai kriteria model yang diajukan telah memiliki
kesesuaian dengan data. Untuk mengetahui variabel yan g dapat digunakan sebagai
indikator Kepemimpinan dapat diamati dari nilai loading factor atau koefisien
lamda (Tabel 5.24).
Tabel 5.24. LOADING FACTOR () PENGUKURAN KEPEMIMPINAN
Variabel indikator
Loading
Factor (λ)
T
hitung
Probabilit
y (p)
Keteran
gan
Kualitas
Pribadi
(X3.1)
1,091
Signifika
n
Tindakan
Administratif (X3.2)
0,547
9,727
0,000
Signifika
n
Penggunaan Nilai
(X3.3)
0,659
11,090
0,000
Signifika
n
Pemberian penghrg
(X3.4)
0,567
10,047
0,000
Signifika
n
Pemecahan mslh
(X3.5)
0,357
7,333
0,000
Signifika
n
Dari Tabel 5.24. terlihat bahwa variabel kualitas pribadi (X 3.1), tindakan
administratif (X3.2), penggunaan nilai (X3.3), pemberian penghargaan (X3.4) dan
pemecahan masalah (X3.5) adalah signifikan, yang terlihat dari nilai t hitung
dengan nilai probability (p) < 0,05.
5.2.2.4. Faktor Aliansi Strategis
Variabel yang diajukan sebagai indikator Aliansi Strategis adalah
kesesuaian tujuan (X4.1), keseimbangan kontribusi mitra kerja (X4.2), seleksi atas
partner (X4.3), kejelasan peran (X4.4), dan frekuensi umpan balik kinerja (X4.5).

Page 29
Untuk mengetahui apakah model pengukuran memiliki kesesuaian dengan data,
berikut ini disajikan evaluasi Goodness of Fit Indices (Tabel 5.25).
Tabel 5.25.EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES FAKTOR
ALIANSI STRATEGIS
Kriteria
Hasil
Nilai Kritis *)
Evaluasi Model
Chi-Square
227,154
Relatif Kecil
Kurang Baik
Probability
0,000
≥0,05
Kurang baik
RMSEA
0,298
≤0,08
Kurang baik
CMIN/DF
45,431
≤2,00
Kurang Baik
GFI
0,834
≥0,90
Kurang Baik
TLI
0,463
≥0,95
Kurang Baik
CFI
0,731
≥0,94
Kurang Baik
Dari hasil evaluasi terhadap model yang diajukan ternyata dari seluruh
kriteria yang digunakan menunjukkan hasil kurang baik, berarti model tidak
sesuai dengan data yang dengan demikian model perlu dimodifikasi. Untuk
mengetahui apakah model pengukuran memiliki kesesuaian dengan data berikut
ini disajikan evaluasi Goodness of Fit Indices (Tabel 5.26)
Tabel 5.26.EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES FAKTOR
ALIANSI STRATEGIS (MODIFIKASI)
Kriteria
Hasil
Nilai
Kritis *)
Evaluasi
Model
Chi-Square
0,240
Relatif
Kecil
Baik
Probability
0,625
≥0,05
Baik
RMSEA
0,000
≤0,08
Baik
CMIN/DF
0,240
≤2,00
Baik
GFI
1,000
≥0,90
Baik
TLI
1,009
≥0,95
Baik
CFI
1,000
≥0,94
Baik
Dari tabel Goodness of Fit Indices beserta nilai kritisnya dapat
dikemukakan bahwa dari berbagai kriteria model yang diajukan telah memiliki
kesesuaian dengan data.

Page 30
Untuk mengetahui variabel yang dapat digunakan sebagai indikator
Aliansi Strategis dapat diamati dari nilai loading factor atau koefisien lamda
(Tabel 5.27).
Tabel 5.27. LOADING FACTOR () PENGUKURAN ALIANSI STRATEGIS
Variabel indikator
Loading
Factor (λ)
T
hitung
Probabilit
y (p)
Keteran
gan
Kesesuaian tujuan (X4.1)
0,635
Signifika
n
Keseimbangan
kontribusi (X4.2)
0,528
12,621
0,000
Signifika
n
Seleksi partner (X4.3)
0,364
4,794
0,000
Signifika
n
Kejelasan Peran (X4.4)
0,665
11,419
0,000
Signifika
n
Frekuensi umpan balik
kinerja(X4.5)
0,845
11,110
0,000
Signifika
n
Dari Tabel 5.27 terlihat bahwa variabel indikator kesesuaian tujuan (X 4.1),
keseimbangan kontribusi (X4.2), seleksi atas partner (X4.3), kejelasan peran (X4.4),
dan frekuensi umpabn balik kinerja (X4.5) adalah signifikan, yang terlihat dari
nilai t hitung dengan nilai probability (p) < 0,05.
5.2.2.5. Faktor Inovasi Organisasi
Variabel yang diajukan sebagai indikator Inovasi Organisasi adalah
jumlah produk-produk/jasa-jasa baru (X5.1), perputaran penjualan dari produk/jasa
baru (X5.2), perbaikan masa penggarapan (X5.3), adaptasi produk-produk/jasa-jasa
yang sudah ada (X5.4), pengenalan mesin-mesin baru (X5.5), pengenalan sistem-
sistem baru (X5.6). Untuk mengetahui apakah model pengukuran memiliki
kesesuaian dengan data, berikut ini disajikan evaluasi Goodness of Fit Indices
(Tabel 5.28).

Page 31
Tabel 5.28. EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES FAKTOR
INOVASI ORGANISASI
Kriteria
Hasil
Nilai
Kritis *)
Evaluasi Model
Chi-Square
217,580
Relatif
Kecil
Kurang Baik
Probability
0,000
≥0,05
Kurang Baik
RMSEA
0,215
≤0,08
Kurang Baik
CMIN/DF
24,176
≤2,00
Kurang Baik
GFI
0,855
≥0,90
Kurang Baik
TLI
0,120
≥0,95
Kurang Baik
CFI
0,472
≥0,94
Kurang Baik
Dari hasil evaluasi terhadap model yang diajukan ternyata dari seluruh
kriteria yang digunakan menunjukkan hasil kurang baik, berarti model tidak
sesuai dengan data yang dengan demikian model perlu dimodifikasi. Untuk
mengetahui apakah model pengukuran memiliki kesesuaian dengan data berikut
ini disajikan evaluasi Goodness of Fit Indices (Tabel 5.29)
Tabel 5.29. EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES FAKTOR
INOVASI ORGANISASI (MODIFIKASI)
Kriteria
Hasil
Nilai
Kritis *)
Evaluasi Model
Chi-Square
3,731
Relatif
Kecil
Baik
Probability
0,444
≥0,05
Baik
RMSEA
0,000
≤0,08
Baik
CMIN/DF
0,933
≤2,00
Baik
GFI
0,998
≥0,90
Baik
TLI
1,003
≥0,95
Baik
CFI
1,000
≥0,94
Baik
Dari tabel Goodness of Fit Indices beserta nilai kritisnya dapat
dikemukakan bahwa dari berbagai kriteria model yang diajukan telah memiliki
kesesuaian dengan data.

Page 32
Untuk mengetahui variabel yang dapat digunakan sebagai indikator
Inovasi Organisasi dapat diamati dari nilai loading factor atau koefisien lamda
(Tabel 5.30).
Tabel 5.30. LOADING FACTOR () PENGUKURAN INOVASI ORGANISASI
Variabel indikator
Loading
Factor (λ)
T
hitung
Probabilit
y (p)
Ketera
ngan
Produk/Jasa Baru (X5.1)
0,526
Signifik
an
Perputaran
Penjualan
Produk/Jasa Baru (X5.2)
0,778
10,734
0,000
Signifik
an
Perbaikan masa penggarapan
(X5.3)
0,356
5,592
0,000
Signifik
an
Adaptasi Produk/Jasa yang
sudah ada (X5.4)
0,636
10,097
0,000
Signifik
an
Pengenalan Mesin Baru (X5.5)
0,799
10,319
0,000
Signifik
an
Pengenalan Sistem Baru (X5.6)
0,546
9,251
0,000
Signifik
an
Dari Tabel 5.30 terlihat bahwa variabel indikator jumlah produk-
produk/jasa-jasa baru (X5.1), perputaran penjualan dari produk/jasa baru (X 5.2),
perbaikan masa penggarapan (X5.3), adaptasi produk-produk/jasa-jasa yang sudah
ada (X5.4), pengenalan mesin-mesin baru (X5.5), pengenalan sistem-sistem baru
(X5.6) adalah signifikan, yang terlihat dari nilai t hitung dengan nilai probability
(p) < 0,05.
5.2.2.6. Faktor Kinerja Organisasi
Variabel yang diajukan sebagai indikator Kinerja Organisasi adalah
Pengembangan Personil (X6.1), produktivitas (X6.2), nilai dan sikap karyawan
(X6.3), public responsibility (X6.4), tingkat okupansi (X6.5). Untuk mengetahui

Page 33
apakah model pengukuran memiliki kesesuaian dengan data, berikut ini disajikan
evaluasi Goodness of Fit Indices (Tabel 5.31).
Tabel 5.31. EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES FAKTOR
KINERJA ORGANISASI
Kriteria
Hasil
Nilai Kritis *)
Evaluasi
Model
Chi-Square
390,602
Relatif Kecil
Kurang
Baik
Probability
0,000
≥0,05
Kurang
Baik
RMSEA
0,393
≤0,08
Kurang
Baik
CMIN/DF
78,120
≤2,00
Kurang
Baik
GFI
0,872
≥0,90
Kurang
Baik
TLI
0,743
≥0,95
Kurang
Baik
CFI
0,871
≥0,94
Kurang
Baik
Dari hasil evaluasi terhadap model yang diajukan ternyata dari seluruh
kriteria yang digunakan menunjukkan hasil kurang baik, berarti model tidak
sesuai dengan data. Dengan demikian model perlu dimodifikasi.
Untuk mengetahui apakah model pengukuran memiliki kesesuaian dengan
data berikut ini disajikan evaluasi Goodness of Fit Indices (Tabel 5.32.)
Tabel 5.32. EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES FAKTOR
KINERJA ORGANISASI (MODIFIKASI)
Kriteria
Hasil
Nilai Kritis *)
Evaluasi
Model
Chi-Square
3,770
Relatif Kecil
Baik
Probability
0,52
≥0,05
Baik
RMSEA
0,074
≤0,08
Baik
CMIN/DF
3,770
≤2,00
Baik
GFI
0,997
≥0,90
Baik
TLI
1,004
≥0,95
Baik

Page 34
CFI
1,000
≥0,94
Baik
Dari tabel Goodness of Fit Indices beserta nilai kritisnya dapat
dikemukakan bahwa dari berbagai kriteria model yang diajukan telah memiliki
kesesuaian dengan data. Untuk mengetahui variabel y ang dapat digunakan sebagai
indikator Kinerja Organisasi dapat diamati dari nilai loading factor atau
koefisien lamda (Tabel 5.33).
Tabel 5.33. LOADING FACTOR () PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI
Variabel indikator
Loading
Factor (λ)
T
hitung
Probabilit
y (p)
Ketera
ngan
Pengembangan
Personil (X6.1)
0,536
Signifik
an
Produktivitas (X6.2)
1,000
13,944
0,000
Signifik
an
Nilai dan sikap
karyawan (X6.3)
0,978
14,378
0,000
Signifik
an
Pertanggungjawaban
public (X6.4)
0,600
8,527
0,000
Signifik
an
Tingkat Okupansi
(X6.5)
0,845
15,589
0,000
Signifik
an
Dari Tabel 5.33 terlihat bahwa variabel indikator pengembangan personil
(X6.1), produktivitas (X6.2), nilai dan sikap karyawan (X6.3), pertanggungjawaban
publik (X6.4), tingkat okupansi (X6.5) adalah signifikan, yang terlihat dari nilai t
hitung dengan nilai probability (p) < 0,05.

Page 35
5.2. Pengaruh Struktur Organisasi, Budaya Organisasi, Kepemimpinan,
Aliansi Strategis dan Inovasi Organisasi terhadap Kinerja Hotel
Berbintang Tiga di Jawa Timur.
Selanjutnya dengan memasukkan indikator variabel yang signifikan,
dilakukan pengujian model lengkap yang menjelaskan pengaruh Struktur
Organisasi, Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Aliansi Strategis dan Inovasi
Organisasi terhadap Kinerja Hotel bintang Tiga di Jawa Timur dengan model
persamaan struktural (structural equation modeling).
Tabel 5.34. EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES MODEL
LENGKAP
Kriteria
Hasil
Nilai Kritis *)
Evaluasi
Model
Chi-Square
4340,143
Relatif Kecil
Kurang
Baik
Probability
0,000
≥0,05
Kurang
Baik
CMIN/DF
723,357
≤2,00
Kurang
Baik
RMSEA
1,202
≤0,08
Kurang
Baik
GFI
0,183
≥0,90
Kurang
Baik
TLI
-1,661
≥0,95
Kurang
Baik
CFI
0,000
≥0,94
Kurang
Baik
Dari hasil evaluasi terhadap model yang diajukan ternyata dari seluruh
kriteria yang digunakan ada dua kriteria yang kurang baik, berarti model kurang
sesuai dengan data. Oleh karena itu, model perlu dimodifikasi. Evaluasi terhadap
model di atas dapat dilihat pada Tabel 5.35.

Page 36
Tabel 5.35. EVALUASI KRITERIA GOODNESS OF FIT INDICES MODEL
LENGKAP MODIFIKASI
Kriteria
Hasil
Nilai Kritis *)
Evaluasi
Model
Chi-Square
8,103
Relatif Kecil
Baik
Probability
0,017
≥0,05
Kurang
Baik
RMSEA
0,075
≤0,08
Baik
GFI
0,995
≥0,90
Baik
TLI
0,989
≥0,95
Baik
CFI
0,999
≥0,95
Baik
Dari tabel di atas dapat dikemukakan bahwa model dapat diterima atau
sesuai dengan data. Untuk menguji hipotesis Pengaruh Struktur Organisasi,
Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Aliansi Strategis dan Inovasi Organisasi
terhadap Kinerja Hotel Berbintang Tiga di Jawa Timur berikut disajikan koefisian
jalur yang menunjukkan hubungan kausal antara variabel tersebut.
Tabel 5.36. KOEFISIEN JALUR (REGRESI TERSTANDAR) HUBUNGAN
ANTAR VARIABEL
Jalur
Koefisien
Jalur
T hitung
Probability
(p)
Keterangan
Stor --> Inor
0,442
12,234
0,000
Positif
Signifikan
Bud --> Inor
0,927
3326,854
0,000
Positif
Signifikan
Kep --> Inor
10,209
Positif
Signifikan
Alstra --> Inor
0,671
Positif
Signifikan
Stor --> Kinor
0,965
Positif
Signifikan
Bud --> Kinor
0,888
Positif
Signifikan
Kep --> Kinor
9,774
Positif
Signifikan
Alstra --> Kinor
0,642
2273,893
0,000
Positif
Signifikan

Page 37
Inor --> Kinor
0,291
8,182
0,000
Positif
Signifikan
Sumber : Hasil Analisis
Pengujian hipotesis (alternatif) dilakukan dengan membandingkan nilai
probability (p) dikatakan signifikan apabila nilai p ≤0.05. Dengan kriteria
tersebut terlihat semua jalur signifikan.
Selanjutnya, untuk melihat efek langsung, efek tidak langsung dari
masing-masing variabel, dapat dilihat rekap efek langsung, efek tak langsung dan
efek total antar variabel yang dite liti pada Tabel 5.37.
Tabel 5.37. REKAP EFEK LANGSUNG, EFEK TAK LANGSUNG, DAN EFEK
TOTAL ANTAR VARIABEL
Struktur
Organisasi
Budaya
Organisasi
Aliansi
Strategis
Kepemimpinan
Inovasi
Organisasi
EL ETL ET EL ETL ET EL ETL ET EL ETL ET EL
ET
L
ET
Inor
0,4
42
0,00
0
0,4
42
0,9
27
0,00
0
0,9
27
0,6
71
0,00
0
0,6
71
10,2
09
0,00
0
10,2
09
0,0
00
0,0
00
0,0
00
Kin
or
0,9
65
-
0,12
8
0,8
37
0,8
88
-
0,26
9
0,6
18
0,6
42
-
0,19
5
0,4
47
9,77
4
-
2,96
7
6,80
8
0,2
91
0,0
00
0,2
91
Sumber : Hasil Analisis
Keterangan:
- EL :Efek Langsung
- ETL : Efek Tak Langsung
- ET :Efek Total
Dari Tabel 5.37 dapat dijelaskan bahwa terdapat efek langsung struktur
organisasi terhadap inovasi organisasi sebesar 0,442 dan terhadap kinerja
organisasi sebesar 0,965. Efek tidak langsung struktur organisasi terhadap kinerja
organisasi yang dimediasi oleh inovasi organisasi adalah sebesar –0,128. Efek
total struktur organisasi terhadap inovasi organisasi sebesar 0,442 sama besarnya
dengan efek langsungnya, karena tidak ada hubungan lain yang dapat

Page 38
mempengaruhi inovasi organisasi, Efek total struktur organisasi terhadap kinerja
organisasi sebesar 0,837 lebih kecil dari efek langsungnya.
Efek langsung budaya organisasi terhadap inovasi organisasi sebesar 0,927
dan terhadap kinerja organisasi sebesar 0,888. Efek tidak langsung budaya
organisasi terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh inovasi organisasi
adalah sebesar –0,269. Efek total budaya organisasi terhadap inovasi organisasi
sebesar 0,442 sama besarnya dengan efek langsungnya, karena tidak ada
hubungan lain yang dapat mempengaruhi inovasi organisasi, Efek total budaya
organisasi terhadap kinerja organisasi sebesar 0,618 lebih kecil dari efek
langsungnya.
Efek langsung aliansi strategis terhadap inovasi organisasi sebesar 0,671
dan terhadap kinerja organisasi sebesar 0,642. Efek tidak langsung aliansi
strategis terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh inovasi organisasi adalah
sebesar –0,195. Efek total struktur organisasi terhadap inovasi organisasi sebesar
0,671 sama besarnya dengan efek langsungnya, karena ti dak ada hubungan lain
yang dapat mempengaruhi inovasi organisasi, Efek total struktur organisasi
terhadap kinerja organisasi sebesar 0,447 lebih kecil dari efek langsungnya.
Efek langsung kepemimpinan terhadap inovasi organisasi sebesar 10,209
dan terhadap kinerja organisasi sebesar 9,774. Efek tidak langsung aliansi
strategis terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh inovasi organisasi adalah
sebesar –2,967. Efek total kepemimpinan terhadap inovasi organisasi sebesar
10,209 sama besarnya dengan efek langsungnya, karena tidak ada hubungan lain

Page 39
yang dapat mempengaruhi inovasi organisasi, Efek total kepemimpinan terhadap
kinerja organisasi sebesar 6,808 lebih kecil dari efek langsungnya.
Efek langsung inovasi organisasi terhadap kinerja organisasi sebesar
0,291. Efek total inovasi organisasi terhadap kinerja organisasi sebesar 0,291
sama besarnya dengan efek langsungnya, karena tidak ada hubungan lain yang
dapat mempengaruhi inovasi organisasi.
5.3. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis
Hasil evaluasi model dengan beberapa kriteria Goodness of Fit Indices
menunjukkan hasil yang kurang baik maka model dimodifikasi dengan
berpedoman pada modification indices. Hasil modifikasi ini ternyata model dapat
diterima. Langkah berikutnya adalah dengan mengintepretasikannya dengan
menjelaskan hubungan kausal antar variabel termasuk melalui efek langsung dan
efek tak langsungnya. Melalui model tersebut dapat dijelaskan relevansinya
dengan fakta empiris, teori–teori yang ada, serta dengan penelitian–penelitian
sebelumnya. Dari hasil pengujian signifikansi masing-masing variabel beserta
indikatornya maka sembilan hipotesis yang diajukan dapat diterima.
Ringkasan hasil pengujian hipotesis dapat dilihat dalam Tabel 5.38.
berikut:
Tabel 5.38. RINGKASAN PENGUJIAN HIPOTESIS
Hasil pengujian
Hipote
sis
Pengujian
Hipotesis
Penerimaan
H1
Struktur organisasi terhadap
inovasi organisasi
Berpengaruh
positif
Diterima/
positive
significant
H2
Budaya organisasi terhadap
inovasi organisasi
Berpengaruh
positif
Diterima/
positive
significant

Page 40
H3
Kepemimpinan
terhadap
inovasi organisasi
Berpengaruh
positif
Diterima/
positive
significant
H4
Aliansi strategis terhadap
inovasi organisasi
Berpengaruh
positif
Diterima/
positive
significant
H5
Budaya organisasi terhadap
kinerja organisasi
Berpengaruh
positif
Diterima/
positive
significant
H6
Struktur organisasi terhadap
kinerja organisasi
Berpengaruh
positif
Diterima/
positive
significant
H7
Kepemimpinan
terhadap
kinerja organisasi
Berpengaruh
positif
Diterima/
positive
significant
H8
Aliansi strategis terhadap
kinerja organisasi
Berpengaruh
positif
Diterima/
positive
significant
H9
Inovasi organisasi terhadap
kinerja organisasi
Berpengaruh
positif
Diterima/
positive
significant
Sumber : Hasil Analisis

Page 41
Dari berbagai analisis dan pembuktian secara kuantitatif dan kualitatif
empirik maka dalam studi ini disusun kesimpulan dan saran sebagai berikut :
7.1. Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1) Struktur organisasi berpengaruh langsung positif signifikan terhadap inovasi
organisasi. Struktur yang dimaksud adalah struktur organisasi yang organis
yaitu yang rendah spesialisasinya, rendah formalisasinya, rentang kendali yang
luas, sentralisasi yang rendah, adanya tim silang fungsional serta menyebarnya
distribusi informasi. Hasil ini menolak tesis tentang hubungan strategi
menentukan struktur.
2) Budaya organisasi berpengaruh langsung positif signifikan terhadap inovasi
organisasi. Berarti budaya organisasi hotel bintang tiga di Jawa Timur ‘adaptif’
sehingga mampu memberi kontribusi pada inovasi organisasi. Budaya yang
dimaksud adalah yang mempunyai tingkat toleransi terhadap tindakan berisiko,
mendukung system imbalan yang kompetitif, pola komunikasi yang tidak
hirarkhial, visi dan misi jelas, tingkat kontrol yang rendah. Dengan system
pengertian dan nilai-nilai dominant yang diterima secara bersama itulah,
budaya organisasi berpengaruh langsung positif signifikan terhadap inovasi
organisasi.

3) Kepemimpinan berpengaruh langsung positif signifikan terhadap inovasi


organisasi. Kepemimpinan para manajer di semua level organisasi memberi
pemengaruhan terhadap perilaku bawahan sehingga dengan pola
kepemimpinan yang berorientasi pada perubahan, yang inovatif dan
transformative memberi dukungan dan distribusi terhadap terwujudnya inovasi
organisasi. Kepemimpinan dalam hal ini ditinjau dari kualitas pribadi, tindakan
administrative, penggunaan nilai, pemberian penghargaan dan pemecahan
masalah. Dengan demikian para manajer dengan kepemimpinannya, mampu
menjadi agen perubahan dalam mendorong, memotivasi, mempengaruhi,
mendapatkan komitmen, kepercayaan, dan kredibilitas dari bawahan menuju
perubahan yang inovatif.
4) Aliansi strategis berpengaruh langsung positif signifikan terhadap inovasi
organisasi. Dengan melakukan aliansi strategis yang efektif akan terjadi
interaksi dengan mitra kerja menuju proses saling belajar, saling tukar
sumberdaya, teknologi, pengalaman sehingga mampu mendorong munculnya
nilai-nilai baru yang mendukung dan mendorong terjadinya inovasi organisasi.
Dalam hal ini, inovasi organisasi ditinjau dari kesesuaian tujuan, keseimbangan
kontribusi, seleksi atas partner, kejelasan peran, umpan balik kinerja. Dengan
demikian, aliansi strategis yang dilakukan hotel bintang tiga di Jawa Timur
mampu menjadi arena proses pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi
sehingga mampu memberi kontribusi atas terwujudnya inovasi organisasi.
5) Struktur organisasi berpengaruh langsung positif signifikan terhadap kinerja
organisasi. Struktur organisasi pada hotel bintang tiga di Jawa Timur, lebih
menunjukkan struktur yang organis yaitu struktur yang rendah spesialisasi,
rendah formalisasi, rentang kendali yang longgar, desentralisasi, adanya tim
silang fungsional dan distribusi informasi yang merata mampu mendorong
berkembangnya dinamika dalam lingkungan kerja, semangat kerja dan
produktivitas kerja. Salah satu yang terdapat dalam struktur yang organis
adalah adanya tim lintas fungsional. Tim ini mampu membangun spirit dan
membangun sinerji untuk menghasilkan karya yang lebih baik, karena bisa
mewujudkan interaksi untuk saling belajar dengan bagian -bagian struktur yang
lain dalam rangka memperkaya nilai-nilai baru yang lebih holistic. Dengan
demikian mampu memberi kontribusi yang bes ar pada kinerja organisasi.
6) Budaya organisasi berpengaruh langsung positif signifikan terhadap kinerja
organisasi. Budaya organisasi pada organisasi hotel bintang tiga di Jawa
Timur, lebih mencerminkan dan memberi ruang pada terjadinya perubahan
dengan demikian lebih mudah beradaptasi terhadap dinamika lingkungan,
budaya yang mendorong terjadinya proses pembelajaran sehingga mampu
mendukung kinerja organisasi. Hal demikian didukung oleh studi Kotter dan
Heskett bahwa budaya yang tepat secara kontekstual da n strategis tidak akan
mempromosikan kinerja organisasi selama periode yang panjang kecuali kalau
budaya tersebut mengandung norma dan nilai yang dapat membantu
perusahaan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah.
7) Kepemimpinan berpengaruh langsung positif signifikan terhadap kinerja
organisasi. Pembuktian ini mempertegas penelitian-penelitian sebelumnya
bahwa kepemimpinan dari korporasi dapat mempunyai suatu kekuatan yang

cukup terhadap kinerja organisasi. Dengan kekuatan, kekuasaan serta enerji


yang dipunyainya, pemimpin dapat bertindak sebagai agen perubahan menuju
kondisi yang diinginkannya. Melalui pemengaruhan yang dibangun, para
manajer mampu mendapatkan dukungan, komitmen dan kredibilitas dalam
mendorong perilaku produktif untuk meningkatkan k inerja organisasi. Fungsi
sebagai agen perubahan akan efektif jika mampu mendapatkan dukungan,
komitmen, kepercayaan dan kredibilitas dari bawahan. Melalui bawahan,
kepemimpinan transformative para manajer mampu memberikan kontribusi
pada kinerja organisasi.
8) Aliansi strategis berpengaruh langsung positif signifikan terhadap kinerja
organisasi. Melakukan aliansi strategis yang efektif akan meningkatkan
kapabilitas dan kompetensi organisasi sehingga mampu memberi kontribusi
terhadap kinerja organisasi. Efisiensi yang mampu ditingkatkan dalam
interaksi dengan mitra kerja merupakan hasil dari proses saling belajar, adopsi
teknologi, pertukaran sumberdaya, pertukaran pengalaman. Efisiensi tersebut
diantaranya dapat berupa biaya rendah, menekan risiko financial, share cost,
kemampuan baru, meminimalisasi biaya transaksi, memaksimalkan nilai
percepatan, lebih responsif.
9) Inovasi organisasi berpengaruh langsung positif signifikan terhadap kinerja
organisasi. Dalam lingkungan yang berubah dengan cepat, inovasi organis asi
sebagai suatu strategi dipandang cukup tepat untuk meningkatkan kinerja.
Organisasi belajar (learning organization) menjadi fokus dalam inovasi
organisasi artinya inovasi organisasi yang berhasil merupakan pencerminan
dari keberhasilan proses belajar untuk meningkatkan kapabilitas organisasi dan
kompetensi organisasi. Tanpa dukungan dari aspek struktur organisasi yang
organis, budaya organisasi yang adaptif, kepemimpinan yang transformative,
aliansi strategis yang efektif maka inovasi organisasi tak aka n terwujud. Dari
keempat aspek tersebut, semuanya memberi ruang yang lebih besar untuk
terjadinya proses belajar dan mendorong terjadinya kreatifitas dan perubahan.
Inovasi organisasi mampu memberi kontribusi terhadap kinerja organisasi,
namun agar kontribusinya bisa maksimal maka dalam implementasinya harus
memperhatikan prinsip bahwa inovasi organisasi adalah proses multikomponen
dan positioning strategis serta tidak sekedar mengejar efektivitas operasional.
10)
Dari analisis dan pembuktian secara parsial tersebut secara terintegrasi
dapat disimpulkan bahwa variabel struktur organisasi, budaya organisasi,
kepemimpinan, aliansi strategis berpengaruh signifikan terhadap inovasi
organisasi dan juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja organisasi. Inovasi
organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja organisasi, namun besar
pengaruhnya paling rendah. Dengan demikian hasil studi ini lebih memperkuat
pendapat Robbins (1996), Burnside (1990), Damanpour (1996), West (1997)
serta Hunter (2002), Ekval (1993), Davenport (1995), Nadler dan Tushman
(1990), Goes dan Park (1997), Macy dan Izumi (1993), Kotter dan Heskett
(1997), Deshpande et al. (1993), Barrick et al. (1991), Copper dan Lybrand
(1997), Newell et al. (2002). Hasil studi ini juga menolak teori yang sudah
mapan dari Chandler tentang thesis strategi menentukan struktur, hasil yang
diperoleh studi ini justru sebaliknya, serta adanya penjelasan tentang paling
rendahnya kekuatan hubungan antara inovasi organisasi dengan kinerja
organisasi yaitu disebabkan tidak memperhatikan aspek multi komponen
(West,1997) dan hanya menonjolkan aspek efektivitas opersional (Porter,
1996).
7.2. S a r a n
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka berikut ini dikemukakan
beberapa saran yang akan menjadi implikasi dari hasil penelitian ini, yaitu :
1) Merubah dan mendayagunakan struktur organisasi yang lebih organis, lebih
fleksibel, yang memberikan ruang lebih besar untuk terjadinya interaksi,
partisipasi dengan membentuk tim kerja lintas fungsi, dan program
multiskilling (misalnya), yang memungkinkan terjadinya proses belajar dan
empowerment, merupakan tindakan yang strategis di organisasi hotel bintang
tiga di Jawa Timur karena akan menghasilkan situasi yang kondusif untuk
timbulnya kreatifitas dan kepuasan kerja sehingga hal demikian dapat dipakai
sebagai instrumen untuk mendukung keberhasilan implementasi strategi
perusahaan yang dinamis dan juga meningkatkan kinerja organisasi. Dalam
situasi persaingan yang sangat dinamik, dimana strategi kerap kali disesuaikan
dengan lingkungan eksternal maka agar struktur organisasi tidak membebani
pilihan-pilihan strategi maka perlu diciptakan struktur organisasi yang lebih
organis.
2) Mengubah, mendorong dan mendayagunakan budaya organisasi yang lebih
mempunyai nilai-nilai adaptif terhadap perubahan merupakan kebutuhan bagi
organisasi hotel bintang tiga di Jawa Timur karena hanya dengan budaya
organisasi yang adaptif terhadap perubahan, budaya tersebut akan mendorong
anggota organisasi untuk selalu belajar dengan nilai-nilai baru, kreatif,
partisipatif sehingga budaya organisasi akan mendukung perubahan dan
implementasi strategi dan meningkatkan kinerja organisasi. Misalnya lebih
toleran terhadap perbedaan pendapat, menyusun system yang kompetitif,
mengurangi kontrol. Perubahan strategi yang t idak sesuai dan karenanya tidak
didukung oleh budaya organisasi akan menimbulkan cultural shock dan
pembakangan.
3) Kepemimpinan para manajer di semua lini sangat strategis oleh karenanya
kekuasaan dan enerji pemengaruhan yang dimilikinya harus diarahkan untu k
mendorong terjadinya proses pembelajaran pada nilai-nilai perubahan bukan
mempertahankan status quo. Misalnya, mulai tindakan dalam memberikan
perhatian, reaksi terhadap krisis, pemodelan peran, alokasi imbalan -imbalan,
kriteria menseleksi, memberi pendapat tentang suatu kejadian, memuji,
mengkritik, mengkomunikasikan prioritas-prioritas dan sebagainya. Dengan
cara-cara demikian para manajer mampu mendorong terjadinya perubahan
yang lebih baik dari pada sebelumnya.
4) Melakukan aliansi strategis merupakan kebutuhan, bukan beban. Oleh sebab
itu bagi industri perhotelan terutama hotel bintang tiga di Jawa Timur,
melakukan aliansi strategis yang efektif dapat menjadi alternative untuk
mendongkrak kemampuan organisasi dalam mengembangkan kompetensinya.
Aliansi strategis dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan proses belajar
dengan lebih baik melalui pengembangan ketrampilan, pengetahuan, dan
teknologi baru, proses yang lebih inovatif.
5) Dalam lingkungan yang cepat berubah, inovasi organisasi merupakan suatu
pilihan
yang strategis. Namun untuk memformulasikan dan
mengimplementasikan inovasi organisasi dengan efektif, hotel bintang tiga di
Jawa Timur khususnya, harus mendapatkan dukungan dari struktur
organisasinya, budaya organisasinya, pola kepemimpinannya, dan aktivitas
aliansi strategisnya. Tanpa struktur organisasi yang organis, budaya organisasi
yang adaptif, pola kepemimpinan yang transformative dan aliansi strategis
yang efektif dimana keempat aspek tersebut akan mampu mendorong
terjadinya proses pembelajaran maka inovasi organisasi akan diformulasikan
dan diimplementasikan. Dalam mengimplementasikan inovasi organisasi, perlu
dilakukan lebih integrated, tidak parsial atau bagian per bagian namun harus
menyangkut multi komponen. Disamping itu, pelaksanannya tidak cukup
dengan menonjolkan aspek efektivitas operasional yaitu melakukan aktivitas
yang sama secara lebih baik dari yang dilakukan oleh pesaing, tetapi harus
lebih dari pada itu yaitu melakukan aktivitas yang tidak sama dengan yang
dilakukan pesaing atau melakukan aktivitas yang sama tetapi dengan cara yang
berlainan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, P.K., 1998, “Culture and climate for innovation”, Eroupean Journal of
Innovation Management.
Aldrich, H.R.,1979, Organizational and environment, Prentice-Hall, Englewood
Cliffs, New York.
Aldrich, H.E.,and Whetten, D.A.,1981, Organization-sets, Action-sets, and
networks: making the most of simplicity, In P.C. Nystrom & W.H.
Starbuck, (Eds.), Hand book of Organizational Design,Vol. 1., Oxford
University Press, New York.
Alliance Management International Ltd., 1999, ”Creating strong alliances”,
http://www.amiltd.com/NewCreating .
Alves, J.R.,1982, ”The prediction of small business failure utilizing financial and
non financial data”, in Richard B.Robinson Jr. ,Academy of Management
Journal, 25, 1, 82-112
Anderson, Carl R.,1988, “Management: Skills, Functions, and Organization
Performance”, second edition, Allyn and Bacon, Inc., Needham Heights,
MA.
Anggraini, N., 1995, Analisis hubungan antara budaya perusahaan dan kepuasan
kerja: Studi kasus pada Kantor Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perum
Kereta Api Bandung, Laporan internship, Program Studi Magister
Manajemen, Universitas Gadjah Mada.
Arikunto, 1995, Manajemen Penelitian, Rinaka Cipta, Jakarta.
Baden-Fuller, Charles, and John M.Stopford, 1996, “Rejuvenating The Mature
Business”, Harvard Business School Press.
Barrick, M.R., et al., 1991, ”Assesing the utility of executive leadership”,
Leadership Quarterly,2, 107-118.
Barden, R., 1998, “Hotel Occupancy Performance and the Marketing of Hotels ”,
unpublished PhD thesis, University of Bradford, Bradford.
Bass, B.M., dan B.J. Avolio, 1994, “Improving Organizational Effectiveness
Through Transformational Leadership”, SAGE Publications,
Inc.,Thousand Oaks.
Bateman, T.S., Crant, J.M., 1993, “The proactive component of organizational
behaviour a measure and correlates”, Journal of Organizational
Behaviour, 14, 103-118.
Bloom, Matt, Milkovich, George T.,1998, ”Relationships among risk, incentives
pay, and organizational performance”, Academy of Management Journal,
41,3, 283-297.
Bodaracco, Jr., J.L.,1991, “The Knowledge Link:How Firms Compete Through
Strategic Alliance”, Harvard Business School Press, Boston.
Bragg and Andrews, 1986, Kepemimpinan: Teori dan pengembangannya, Charles
Keating, Kanisius, Yogyakarta.
Brander-Brown, J., McDonnell, B., 1995, ”The balanced score -card:short term
guest or long term resident ?”, International Journal of Contemporary
Hospitality Management, 7, 2,3, 7-11.
Burnside, R.M., 1990, ”Improving corporate climates for creativity”, West,M.A.,
Farr,J.L., Innovation and Creativity at Work, Wiley, Chichester.
Biro Pusat Statistik, Jatim, 2001.
Business Week, Can Traditional Batik Service, Nopember 7, 1994 hal. 140-141
Chatman,J.A., K.A., Jehn, 1994, ”Assessing the Relationship Between Industry
Characteristics and Organizational Culture: How Different Can You Be”,
Academy of Management Journal, 37, 522-553..
Cohen, Allan R., 1994, The Portable MBA: Manajemen, terjemahan, Binarupa
Aksara, Jakarta.
Cohen, A., Jordan, J.M., 1993, “Electrinic Comerce:The Next Generation”, Young
Center for Business Innovation, Chicago, IL.
Collins and Porras, 1994, ”Organisational vision and visionary organizations”,
California Management Review, 37, 123-136..
Cooper, D.R., and C.W.,Emory, 1996, Business Research Methods, 5th Edition,
Richard D. Irwin, Inc., USA.
Coopers, and Lybrand, 1997, “Strategic aliances”, Coopers and Lybrand
Barometer.
Covin, J.G., Slevin, D.P., 1986, “The developm ant and testing of an
organizational-level entrepreneurship scale”, Rondstandt, R. Hornaday, J.,
Peterson, R., Vesper, K., Frontier of Entrepreneurship Research, Babson
Centre for Entrepreneurship research, Wellesley, MA, 628-639.
Covin, J.G., Slevin, D.P., 1988, “The influence of organizational structure on the
utility of an entrepreneurial top management style ”, Journal of
Management Studies,25,217-237.
Creech, Bill, 1996, Lima Pilar TQM, terjemahan, Binarupa Aksara, Jakarta.
Cummings, T.G., 1984, “Transorganizational Development, in B.Staw &
L.Cummings, (Eds.)”, Research in Organizational Behavior.6, 367 -422.
Day, D.V., dan R.G.Lord, 1988, “Executive leadership and organizational
performance: Suggestions for a new theory and methodology”, Journal of
Management, 14, 79-87.
Damanpour, F.,1991, “Organizational Innovation: A Meta -Analysis of Effects of
Determinants and Moderators”, Academy of Management Journal, 34,
553-569.
Danandjaja, Andreas A., 1986, Sistem Nilai Manajer Indonesia: Tinjauan kritis
berdasar penelitian, PPM, Jakarta.
Das, Somnath, Pradyot Sen & Sanjit Sengupta, 1998, ”Impact of strategic
alliances onfirm valuation”, Academy of Management Journal, 41, 1, 27-
41.
Davenport, Thomas H., 1995, Process Innovation, Ernst & Young., Center for
Information Technology and Strategy, Harvard Business School Press.
deBrentani, 1989, “Succes and Failure in New Industrial Service”, Journal of
Product Innovation Management, 6, 239-258.
Deninson, D.R., 1990, Sample Design in Busisiness Research, New York : John
Wiley & Sons.
Deshpande, R., Farley, J.U., Webster, F.E.,1993, ”Corporate culture, customer
orientation and innovativeness in Japanese firm: a quadrad analysis”,
Journal of Marketing, 53, 3-15.
Devlin, Bleakleyi, 1988, “Strategic aliances -guidelines for success”, Long Range
Planning, 21, 5, 18-23.
Drucker, Peter F., 1985, Innovation and Entrepreneurship Practice and Principle ,
Harper & Row Publishers, New York.
Dyer, J. H., 1997, ”Effective collaboration: how firms maximise transaction cost
and minimse transaction value”, Strategic Management Journal, 18,7,
535-536.
Edmister, R.O.,”Financial ratios as predictors of small business failure”, in
Richard B.Robinson, Academy of Management Journal, 25,1, 82-112.
Eisenbach, R., K.Watson dan R. Pillai,1999, ”Trans formational Leadership in the
Context of Organizational Change”, Journal of Organizational Change
Management,12, 79-84.
Elmuti, Dean, and Kathawala, Yunus, 2001, ”An overview of strategic alliances”,
Management Decision, 39,3, 205-218.
European Commission, 1995, ”Green Paper on Innovation”, in Andy Neely, et
al., 2001, ”A framework for analyzing business performance, firm
innovation and related contextual factors: perceptions of managers and
policy makers in two European regions”, Integrated Manufacturing
Systems, 12, 2, 114-124.
Evans, M, McDonagh, P, Moutinho, L, 1989, “The coastal hotel sector
performance and perseption analysis”, Built Environment, 18, 1, 67-78 .
Faisal, S, 1995, Format-Format Penelitian Sosial : Dasar-Dasar dan Aplikasi,
Rajawali, Press, Jakarta.
Fahey, Randal, 1995, The Portable MBA Strategi, terjemahan, PT. Bina Aksara,
Jakarta.
Frederickson, James W., 1986, “The Strategic Decision Process and
Organizational Structure”, Academy of Management Review, 11, 282-296.
Friedman, E, 1993, Strategic Management, terjemahan, PT. Gramedia, Jakarta.
Friedlander, F., Pickle, H.,1982, ”Componens of effectiveness in small
organizations”, in Richard B.Robinsons, Academy of Management
Journal, 25,1, 82-112.
Gargan, E.A.,1994, “Virtual Companies Leave the manufacturing to others”, New
York Times, 17 Juli.
Geringer, J. Michael, and Louis Hebert, 1991, ”Measuring performance of
international joint ventures”, Journal Of International Business, 20,2, 249-
263.
Gibson, James L., John M.Ivancevich, James H.Donnely, Jr.,1993, Organisasi
dan Manajemen, terjemahan, Erlangga, Jakarta.
Goes, James B., and Seung Ho Park, 1997, “Interorganizational Links and
Innovation: The Case of Hospital Services”, The Academy of Management
Journal, 40, 3, June, 673-696..
Goran, Ekvall, 1993, ”Creativity in project work: a longitudinal study of product
development project”, Creativity and Innovation Management, 17, 356-
368.
Gordon, 1985, ”The relationship between corporate culture to industry sector and
corporate performance”, Kilman, R.H., at al., Gaining Control of
Corporate Culture, Jossey-Bass, San Francisco, CA.
Gray, Matear, S,Boshoff, Matheson, 2000, Developing a better model of Market
orientation European, Journal of Marketing, 32, 9. 884-903.
Gru, L.G., ”Financial ratios, multiple discriminant analysis, and the prediction of
small corporate failure”, in Richard B.Robinson , Academy of Management
Journal, 25,1, 82-112
Hammer, Michael, dan James Champy, 1994, Rekayasa Ulang Perusahaan,
terjemahan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakart a.
Hamel, G., Prahalad, C.K., 1993, “Strategy as stretch and leverage”, Harvard
Business Review, 75-84.
Harris, Michael P., 1998, ”Amoco Saves $ million in deepwater drillings
operations”, Oil & Gas Journal, May,4, 65 .
Hartanto, Frans Mardi, 1993, “Suatu perspektif etikal atas peran dan tanggung
jawab pucuk pimpinan eksekutif dalam bisnis global yang kompetitif”,
Manajemen &Usahawan, No:03 Th XXII Maret.
Harell, H., 1996, “Deferences in perception of employee empowerment between
managers and non-managers in the hotel industry”, Tourism Recreation
Research, 21,2,69-75.
Harvey, D. and Bowin, R.B, 1996, Human Resources Management An
Experiential Approach, Bakersfiled, Prentice-Hall International, Inc.
Haynes, Peter., Fryer, Glenda, 2000, “Human Resources Serv ice Quality and
Performance: a Case Study”, International Journal of Contemporary
Hospitality Management, MCB University Press, 12,4, 240 -248.
Henry, Jane, and David Walker, 1991, Managing Innovation, SAGE Publications
Ltd., London.
Hersey, Paul, dan Blanchard,Ken, 1992, Manajemen Perilaku Organisasi:
Pendayagunaan Sumberdaya Manusia, terjemahan, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Hitt, Michael A., R.Duane Ireland dan Robert E.Hoskisson, 1997, Manajemen
Strategis: Menyongsong era persaingan dan globalisasi , terjemahan,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hofstede, G.H., 1980, Culture’s Consequences: International Differences in
Work- Related Values, Sage Publications, Beverly Hills, London.
Hogedoorn, J., 1993, ”Understanding the rationale of strategic technology
partnering: International modes of cooperation and sectoral differences”,
Strategic Management Journal, 14, 371-385.
House, R.J., dan J.V. Singh, 1987, ”Organizational behavior: Some new directions
for I/O psychology”, Annual Reviews of Psychology, 38, 246-255.
Hung, C.L., 1992, “Efective collaboration: how firms maximise transaction costs
and minimise transaction value”, Strategic Management Journal, 32, 345-
361.
Hunter, Judi, 2002, “Improving Organizational Performance Through the Use
Effective Elements Organizational Structure”, International Journal of
Health Care Quality Assurance Incorporating Leadership in Health
Service, MCB University Press.
Huse, Edgar F., dan James L.Bowditch,1997, Behavior in Organizations, A
Systems Approach to managing, second ed., Addison-Wesley Publishing
Company, Massachusetts.
Hymowitz, C., 1989, ”Which Culture Fits You ?”, Wall Street Journal, 17 Juli,
23,1.
Indiarto, R.,2000, “Menyikapi Kebijakan Pola Pemasaran Pariwisata Jawa
Timur”, Makalah dalam Seminar Strategi Pemasaran Pariwisata Jawa
Timur di Surabaya.
Indriantoro, Nur, Bambang Supomo,1999, Metodologi Penelitian Bisnis, BPFE,
Yogyakarta.
Ingram, Hadyn, 1997, ”Performance management: processes, quality and
teamworking”, International Journal of Contemporary Hospitality
Management, 9,7, 259-303.
Iverson, Roderick D., Deery, Margaret, 1977, ”Turnover culture in Hospitality
industry”, Human Resources Management Journal,7,4.hal
Ivancevich, J.M., Matteson, M.T., 1993, Organizational Behaviour and
Management, Richard D. Irwin Inc.Homewood IL.
James, B.G., 1985, “Alliance: the new strategic focus”, Long Range Planning, 18,
76-81.
Jarillo, JC., 1988, “On strategig networks”, Strategic Management Journal, 9, 31-
41.
Jarrat, D.G., 1998, “A Strategic Classification of business aliances: a qualitative
perspective built from a study of small and medium-sized enterprises”,
Qualitative Market Research: An InternationalJournal, 1, 1, 39-49.
Jarratt, D.G., Murphy, T., Lowry, D., 1997, “Building costumer relationships: a
model of vocational education and training delivery”, in Jarratt, Denise G.,
1998, “A strategic classification of business alliances: aqualitative
perspective built from a study of small and medium- sized enterprises,
Qualitative Market Research: An International Journal , 1, 1, 39-49.
Jeffrey & Barden, 2000, “An Analysis of Daily Occupancy Performance: a Basis
for Effective Hotel Marketing?”, International Journal of Contemporary
Hospitality Management, 12, 3, 179-189.
Johne, A., Storey, C, 1998, “New service development: a review o f the literature
and annotated bibilograpi”, Aeropean Journal of Marketin, 32, 3/ 4, 184-
251.
Johnson, 1987, “Exploring Corporate Strategy-Text and Cases, 3rd “, Prentice-
Hall, Hemel Hempstead, Hertfordshire.
Jones, C.R., 1996, “ Improving your key business processes”, The TQM
Magazine, 6, 2.
Joreskog, K.G., Sorbom, D., 1993, LISREL VII: A Guide to the Program and
Aplications, SPSS, Chicago, IL.
Kanter, R.M., 1984, ”The Change Masters- Innovation for Productivity in The
American Corporation”, Simon and Schuster, New York, NY.
--------------, 1985, “Supporting innovationand venture development in established
companies”, Journal of Business Venturing, September, 47-60.
--------------., 1993, “The age of the Specialized Generalist”, Training,
Desember,No.4.
--------------, 1995, “World Class: Thriving Locally in the Global Economy ”,
Simon and Schuster, New York, NY.
Kantor Wilayah Deparsenibud Jawa Timur, 1997, Analisa Pemasaran Pariwisata
Jawa Timur.
Kantor Wilayah Deparsenibud Jawa Timur, 1998 , Analisa Daerah Operasi
Pariwisata, Seni dan Budaya Propinsi Jawa Timur.
Katz, D., Robert, L., Khan, 1978, The Social Psychology of Organizations, New
York: Wiley.
Keating, Charles J., 1986, Kepemimpinan: Teori dan Pengembangannya,
terjemahan, Kanisius, Yogyakarta.
Kotter, John P., 1997, Menjadi Pionir Perubahan, terjemahan, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Kotter, John P., and James L. Heskett, 1997, Corporate Culture and
Performance: Dampak Budaya Perusahaan terhadap Kinerja , terjemahan,
PT. Prenhallindo, Jakarta.
Kouzes, James M., dan Barry Z.Posner, 1997, Kredibilitas, terjemahan,
Professional Books, Jakarta.
Kolter, Philip, 1988, Manajemen Pemasaran : Analisis Perencanaan,
Implementasi dan Pengendalian, Terjemahan, Edisi 9e. BukuI dan II, PT.
Prenahallindo, Jakarta.
Kep.Men Parpostel, No. KM.37/PW.304/MPT/1986
Kep.Men. Kebudayaan dan Pariwisata RI. No.KM.3/HK.001/MKP.02. Tentang
Penggolongan Kelas Hotel Bintang (1 -5) dan Golongan Kelas Hotel Melati
hanya terdiri atas satu kelas sebagai Hotel Melati.
Lei, D., and J.W.Slocum Jr.,1992, ”Global strategy, competence building and
strategic alliance”, California Management Review, 35 No.1, 81-97.
Leonard-Barton, D.A., 1995, “Wellsprings of Knowledge: Building and
Sustaining the Sources of Inovation”, Harvard Business School Press,
Boston, MA.
Lorange, P., Ros, J., Bronn, PS., 1992, “Building successful strategic alliances”,
Long Range Planning, 25, 6, 10-17.
Lockwood, D., 1997, How to Manage Your Hotel, First Edition, PT. Gunung
Agung, Jakarta.
McDonald, R.P., Marsh, H.W., Bella, J.R., 1990, “Goodness-of-fift indexes in
confirmatory factor nalysis: the effect of sample size ”, Psychological
Bulletin, 103, 391-410.
McClenahen, 1989, “Managing More people in the ‘90s”, Industri Week, 20
Maret.
McHugh, Christopher, eds., 1992, “The 1992 Bankrupty Yearbook and Almanac”,
New generation Research, Boston.
McKee, Daryl O., P.Rajan Varadarajan & William M.Pride, 1989, ”Strategic
adaptability and Firm Performance: A Market Contingent Perspective”,
Journal of Marketing, 52, 21-32.
Mintzberg, Henry, 1983,
“Structure in Fives: Designing Effective
Organizations”, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New York.
Miller, D.,1994, ”What Happens After Succes: The Perils of Excellence”, Journal
of Management Studies, 31/2, 224-237.
Mirza, Teuku,1996, “Aliansi Strategis:Konsep lama kemasan baru”, Manajemen
dan Usahawan, September.
Moeljono, D., 2003, Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi, PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta.
Monge, PR.,M.D.Cozzens and NS.Contractor,1992, “Communication and
Motivational Predictors of the Dynamics of Organizational Innovation”,
Organization Science, 1, 135-148.
Morgan, Michael,1996, Strategi Inovasi Sumber Daya Manusia, terjemahan, PT.
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Mulahela, 1988, “Tantangan bisnis hotel di tahun 1999 ”, Usahawan No.11
Muluk, Mujibur R.K., 1999, “Budaya Organisasi dan pengaruhnya terhadap
kepuasan kerja”, Thesis, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya,
Malang.
Mulyadi, Setyawan, 1999, Sisem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen,
Edisi 1, PT. Aditya Media, Yogyakarta.
Munandar, A.S., 1981, Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam rangka
Pembangunan Nasional, LPPM, Jakarta.
Murray, E.A., Mahon, J.F., 1993, “Strategic aliances: gateway to the new
Europe?”, Long Range Planning, 26, 4, 102-111.
Nadler, D.A., and Tushman, M.L., 1979, “Competing by Design: The Power of
Organizational Architecture”, Oxford University Press, New York, NY.
-------------, 1990, “Beyond the Charismatic Leader: Leadership and
Organizational Change”, California Management Review, Winter 32:2, 77
– 97.
Nanus, Burt, 1992, “Visionary Leadership”, Jossey-Bass Publishers, San
Fransisco.
Neely, Andy, Filipini, Roberto, et al., ”A framework for analyzing business
performance, firm innovation and related contextual factors: perceptions of
managers and policy makers in two European regions”, Integrated
Manufacturing Systems, 12, 2, 114-124.
Nonaka, I., Hirotaka, T., 1995, The Knowlegde Creating Company, Oxford
University Press, New York, NY.
Nonaka, Ikujiro, 1990, ”Redundant,Overlapping Organi zation: A Japanese Way”,
California Management Review 32:3, 107-119.
Nohria, N., and Accles,R.G.,1992, “Networks and Organization”, Harvard
Business School Press, Boston.
Norkett, P, 1985, “Financial success: elusive goal for the hotel trade”,
Accountancy, 96, 69-74.
O’Farrel, P.N., Wood,P.A.,(1999), ”Formation of strategic alliances in business
services”, Service Industry Journal, 3, 1, 142.
O’McKee, Daryl, et al.,1989, “Strategic Adaptability and Firm Performance: A
Market Contingent Perspective”, Journal of Marketing, .52, 87-99.
O’Reilly III,C.A.,J.Chatman dan D.F.Caldwell,1991, “People and Organizational
Culture: A Profile Comparison Approach to Assesing Person -Organization
Fit”, Academy of Management Journal, 34, 487-516.
Ouchi, W.G., Kremen-Bolton, M., 1988, “The logic of joint research and
development”, California Mangement Review, 30, 9 – 33.
Permutter, H.V., Heenan, D., 1986, “Thinking ahead”, Harvard Business Review,
2, 136-152.
Pearce II, John A., Richard B.Robinson,1989, Management, Mc Graw-Hill
International Edition, San Francisco.
Pennings, J.M., & Harianto,F.,1992, “The diffusion of technological innovation in
the commercial banking industry”, Strategic Management Journal, 13, 459
-474.
Pfeffer, J., & Salancik,G.R., 1978, “The external control of organizations”,
Harper & Row, New York.
Pillinger, T., West,M.,1995, “Innovation in UK Manufacturing”, Institute of Work
Psychology, University of Sheffield and The Centre for Economic
Performance, London School of Economics and Political Sciences.
Porter, M.E., 1986, “Compettive Advantage: Creating and Sustaining Superior
Performance”, Free Press, New York, NY.
---------------., 1985, “Competitive Advantage”, Free Press, New York.
Ramanujam, Vasudevan, N.Venkatraman, 1988, ”Excellence, Planning, and
Performance”, Strategic Management Planning, 9, 25-39.
Reimann, Bernard C.,1990, ”Dimensions of Structure in Effective Organizations:
Some Empirical Evidence”, in Stephen P. Robbins, Organization Theory:
Structure, Design and Applications, Prentice-Hall,Inc., Englewood Cliffs,
New Jersey.
Robbins, Stephen, 1990, Organization Theory: Structure,Design and
Applications, Prentice-Hall,Inc., Englewood Clifs, New York.
______________,
1996,
Organizational
Behavior:Concepts,Controversies,Applications , Seventh Edition, Prentice
Hall,Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Roberts, Edward B., 1988, “Managing Invention and Innovation”, Research
Technology Management,31, 1, Januari-Pebruari, 11 – 29.
Robinson Jr., Richard B., 1982, ”The importance of ‘Outsiders’ in Small Firm
Strategic Planning”, Academy of Management Journal, 25,1, 80-112
Robinson Jr., Richard B., Moragea Y. Salem, et al., 1986, ”Planning activities
related to independent retail firm performance”, American Journal of Small
Business, Summer, 12, 84-97.
Rothschild, J., and C.Davies, 1994, ”Organizations Throught the Lens of Gender:
Introduction to the special issue", Human Relation, Musim Panas, 585-
599.
Russo, J.A., 2000, “Variance analysis: evaluating hotel room sales”, Cornel Hotel
& Restourant Administration Quarterly, 31, 4, 60-65.
Saleh, Hedi Wahidin, 2000, “Kesiapan SDM bidang Pariwisata dalam
pembangunan kepariwisataan Jawa Timur”, Makalah dalam seminar
Strategi Pemasaran Pariwisata Jatim di Surabaya.
Saxton, Todd,1997, ”The Effect of Partner and Relations hip Characteristics on
Alliance Outcomes”, The Academy of Management Journal, 40, April,
442-438.
Schein, Edgar H., 1985, How can organizations learn faster? The challenge of
entering the green room, in Morrison, Michael 1997,, Larissa Mezentseff,
Learning alliances- a new dimension of strategic alliances, Management
Decision, 35, 5, 351-357.
--------------------, 1992, Organizational Culture and Leadership, San Francisco:
Jossey-Bass.
Schemerhorn,Jr.,1996, Management, Fourth Edition, John Wiley & Sons, Inc.,
New York.
Sheth, J.N., Parvatiyar, A., 1992, “Towards a theory of business alliance
formation”, Scandinavian International Business Review, 1,3, 71-87.
Slocum, Jr., 1992, Unlearning The Organization , Organizational Dynamics,
Autumn, 42-51.
Singarimbun, Masri, 1989, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta.
Sugiyono, 2002, Metode Penelitia Administratif, Alfabeta, Bandung,
Steers, Richard M., 1985, Efektivitas Organisasi, terjemahan, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Stoner, James, A.F.,Freemen, R.E., Gilbert, JR., 1996, Manajemen, terjemahan,
PT. Prenhallindo, Jakarta.
Sularso, Andi R., 1988, “Analisis Faktor-Faktor Yang Dipertimbangkan oleh
konsumen untuk menginap sehubungan dengan strategi pemasaran pada
hotel berbintang di Jawa Timur”, Disertasi, Program Pascasarjana
Universitas Airlangga Surabaya.
Szeto, Elson, 2000, ”Innovation capacity: working towards a mechanism for
improving innovation within an inter-organizational network”, The TQM
Magazine, Vol 12, 2, p.150.
Takeuchi, 1995, ”Knowledge-creating company:How Japanese companies create
the dynamic of inovation”, Oxford University Press, Oxford.
Tichy, N.M., Devanna, M.A., 1986, The Transformational Leader, John Wiley,
New York.
Tjiptono, Syakhroza, 1999, Manajemen Jasa, And Offset, Yogyakarta.
Trice, H.M., dan J.M. Bayer,1991, “Cultural Leadership in organizations”,
Organization Science, Vol. 2, 150-162.
Thomas, A.B., 1988, ”Does leadership make a difference to organizational
performance?”, Administrative Science Quarterly, 33, 76-89.
Van de Ven, A., 1986, “Control Problem in the Management of Innovation”,
Management Science,32, 590-607.
Vyas, Niren M., et al., ”An analysis of strategic alliances: forms, functions and
frame work”, Journal of Business & Industrial Marketing, 10,3, 47-60.
West, Michael A., 1997, Developing Creativity in Organizations, BPS Books,
Published by The British Psichological Society, Leicester, UK.
West, M.A. Farr, J.l., 1990, “Innovation at work”, West, M.A., Farr,. J.L.,
Innovation and Creativity at Work: Psychological and Organizational
Strategies, Wiley, Chicester, 3-13.
Worley, Christoper G., et al.,1993, “The dynamic of strategic change in hospitals :
Managed care strategies, organization design, and performance”,
Organization Science, Vol.4, 114-126.
Yukl, Gary, 1994, Leadership In Organizations, third edition, Prentice-Hall, Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Zuboff, Shoshana, 1988, In the Age of the Smart Machine:The Future of Work
and Power, Basic Books, New York.
Zhuang, L., 1995, “Bridging the gap between technology business strategi: a pilot
study on the innovation process”, Management Decision, 33, 8, 13-21.
Zheitaml, V.A. and Bittner, M.J., 1996, Service Marketing, New Jersy: Prentice
Hall.
Usahawan, 1996, No.7.
-------------, 1998, No.5
--------------, 1998, No.11
Business Week, 7 Nopember 1994
Jawa Pos 22 Mei 1999

Anda mungkin juga menyukai