TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Samudera Indonesia, dan Boenyamin Setiawan lewat Kalbe Group. Proses kedua,
budaya terbentuk sebagai upaya menjawab tantangan dan peluang dari lingkungan
internal dan eksternalnya. Perusahaan yang mempraktikkan cara ini adalah Coca
Cola, Astra International, Bank BNI, dan Indosat. Proses ketiga adalah budaya
diciptakan oleh tim manajemen sebagai cara untuk meningkatkan kinerja perusahaan
secara sistematis. Contoh paling populer adalah ketika Jack Welch didaulat menjadi
CEO General Electric kemudian bersama tim manajemen menyusun budaya
perusahaan yang baru. Perusahaan lokal yang mempraktikkan cara ini adalah Bank
NISP, Adira Finance dan Wijaya Karya.
Kotter dan Heskett dalam Soetjipto (2007:74) berdasarkan penelitian yang
dilakukan selama sebelas tahun menghasilkan kesimpulan bahwa budaya sangat
mempengaruhi kinerja jangka panjang organisasi (perusahaan), yakni menghasilkan
peningkatan pendapatan dan pendapatan bersih yang jauh lebih besar (682% versus
166% dan 756% versus 1%). Semakin kuat (strong) budaya, semakin besar
pengaruhnya. Kekuatan budaya organisasi dapat dilihat dari tiga faktor berikut ini :
1. Stabilitas. Budaya organisasi yang kuat mampu membuat organisasi tak
terombang-ambing keadaan, baik internal maupun eksternal, karena budaya yang
kuat mampu memberikan identitas pada (orang-orang di dalam) organisasi.
2. Kedalaman. Budaya organisasi yang kuat mampu menjelma menjadi nilai yang
dianut oleh para individu di dalam organisasi. Nilai ini secara tidak disadari
mengatur perilaku kerja mereka.
tingkat kedua yang mempunyai tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada
artifak. Pada tingkat ini, baik organisasi maupun anggota organisasi memerlukan
tuntunan strategi, tujuan dan filosofi dari pemimpin organisasi untuk bersikap dan
bertindak. Oleh karena itu, untuk memahami expoused values ini, seringkali
dilakukan wawancara dengan anggota kunci organisasi misalnya, atau
menganalisa kandungan artifak seperti dokumen.
kegiatan-kegiatan
organisasi
serta
menjadi
stimulasi
untuk
1. Inisiatif Individual
Yang dimaksud inisiatif individual adalah tanggung jawab, kebebasan atau
independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif
individu tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi
sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi/
perusahaan.
2. Toleransi terhadap Tindakan Berisiko
Dalam budaya organisasi perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai
dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil risiko. Suatu
budaya organisasi dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada
anggota para pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan
organisasi/ perusahaan serta berani mengambil risiko terhadap apa yang
dilakukannya.
3. Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi/ perusahaan dapat
menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan
tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat
berpengaruh terhadap kinerja organisasi/ perusahaan.
4. Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi/ perusahaan dapat
mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
imbalan yang didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong pegawai/
karyawan suatu organisasi/ perusahaan untuk bertindak dan berperilaku inovatif dan
mencari prestasi kerja yang maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang
dimilikinya. Sebaliknya, sistem imbalan yang didasarkan atas senioritas dan pilih
kasih, akan berakibat tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dan keahlian dapat
berlaku pasif dan frustasi. Kondisi semacam ini dapat berakibat kinerja organisasi/
perusahaan menjadi terhambat.
9. Toleransi terhadap Konflik
Sejauh mana para pegawai/ karyawan didorong untuk mengemukakan konflik
dimana kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering
terjadi dalam suatu organisasi/ perusahaan. Namun, perbedaan pendapat atau kritik
yang terjadi bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan
startegi untuk mencapai tujuan suatu organisasi/ perusahaan.
10. Pola Komunikasi
Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.
Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi
antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.
2.1.6. Sumber-sumber Budaya Organisasi
Isi dari suatu budaya organisasi terutama berasal dari tiga sumber (Robbins
2002), yaitu :
a. Pendiri organisasi. Pendiri sering disebut memiliki kepribadian dinamis, nilai
yang kuat, dan visi yang jelas tentang bagaimana organisasi seharusnya. Pendiri
mempunyai peranan kunci dalam menarik karyawan. Sikap dan nilai mereka siap
diteruskan kepada karyawan baru. Akibatnya, pandangan mereka diterima oleh
karyawan dalam organisasi, dan tetap dipertahankan sepanjang pendiri berada
dalam organisasi tersebut, atau bahkan setelah pendirinya meninggalkan
organisasi.
b. Pengalaman
organisasi
mengahadapi
lingkungan
eksternal.
Penghargaan
budaya
apabila
dikaitkan
dengan
kehidupan
organisasi,
seyogyianya dijadikan sebagai budaya organisasi dengan peran dan fungsi antara lain:
1. Pengendalian diri masing-masing anggota organisasi.
2. Perekat anggota organisasi untuk membangun kepentingan organisasi dan
kepentingan bersama.
3. Perekat solidaritas antara anggota organisasi untuk hidup saling menghargai,
menghormati dan saling mendukung.
Budaya organisasi yang berfungsi seperti itu dalam suatu organisasi akan
menjadikan alat untuk menyemangati dan mendorong aktivitas-aktivitas pada SDM
tersebut dalam rangka mewujudkan cita-cita dan perjuangan organisasinya.
Prinsip saling mendukung dalam kehidupan organisasi tidak kalah
pentingnya, oleh karena esensinya adalah terwujudnya kebersamaan dalam rangka
melaksanakan tugas, fungsi dan atau misi suatu organisasi.tanpa kebersamaan jangan
diharapkan dapat terwujudnya tujuan organisasi sebagaimana telah ditetapkan.
Kebersamaan dalam organisasi, dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu
kebersamaan terhadap intern organisasi dan kebersamaan terhadap ekstern organisasi
atau pihak-pihak terkait (stakeholders). Di antara kedua dimensi itu perlu dipelihara
dan dikembangkan sehingga saling bersinergi, saling mendukung yang pada akhirnya
memberi manfaat terhadap peningkatan produktivitas organisasi (organization
performance). Apabila berbicara mengenai kebersamaan, maka tidak dapat
dilepaskan dari budaya organisasi yang telah ditetapkan dan menjadi komitmen
masing-masing individu atau semua pihak dalam organisasi. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kerjasama baik yang dituangkan dalam bentuk kerja tim, hubungan
kerja sebagai akibat fungsionalisasi, maupun karena sinergisme akan sangat
bermanfaat dan merupakan sarana yang handal untuk meningkatkan produktivitas
organisasi.
Variabel dimensi budaya organisasi yang dijadikan dasar pengukuran
diturunkan dari 6 (enam) dimensi budaya organisasi yang dikemukakan oleh
Hofstede (1994:102) yang meliputi :
tinggi
nilai-nilai
profesionalisme
semua
pekerjaan
akan
3. Kepercayaan kepada rekan sekerja, yaitu interaksi yang terbina antar sesama
pekerja dalam organisasi. Sikap yang terbuka, ramah dalam pergaulan dan
perilaku yang menunjukkan rasa persaudaraan yang tinggi diantara sesama
pekerja, karena merasa senasib dan seperjuangan akan menumbuhkan
kepercayaan dan perilaku yang positif. Dengan adanya rasa percaya kepada rekan
sekerja yang tertanam dengan baik, masalah-masalah pekerjaan ataupun masalah
pribadi akan dapat diatasi dengan perhatian dari rekan-rekan sekerja yang rela
membantu memberikan saran.
4. Keteraturan, yaitu kondisi lingkungan kerja yang menunjukkan adanya aturanaturan atau ketentuan yang harus dipatuhi oleh anggota organisasi. Tujuannya
adalah untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaan, memudahkan
koordinasi dan pengawasan. Adanya aturan yang ditetapkan oleh organisasi harus
berlaku sama untuk semua orang atau departemen dalam organisasi, sehingga
mencerminkan adanya rasa keadilan.
5. Konflik, yaitu adanya pertentangan dan ketidakharmonisan dalam suatu
organisasi yang menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja. Ini berpotensi
pada penurunan motivasi kerja dan berdampak negatif terhadap perilaku pekerja.
Kompetisi yang tidak sehat antardepartemen dalam suatu organisasi, dimana
orang-orang mungkin saling merasa curiga yang menyebabkan terhambatnya
komunikasi dan koordinasi serta sulitnya bergaul antar individu. Di samping itu
karyawan baru mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk beradaptasi,
diterima sebagai anggota organisasi dan merasa nyaman bekerja pada lingkungan
barunya tersebut.
6. Integrasi, yaitu iklim yang terbentuk dalam organisasi dimana pekerja merasa
memiliki ikatan yang kuat dengan organisasi. Dalam kondisi seperti ini, pekerja
akan menunjukkan loyalitas kepada organisasi. Pekerja akan merasa bangga
karena menjadi bagian dari organisasi dan merasa aman dengan pekerjaannya
karena merasa dihargai dan dipenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan kerja
yang menyenangkan ini juga didukung oleh kerja sama yang terjalin baik di
antara sesama pekerja atau sesama departemen.
Pengertian Pengawasan
Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan,
assignments to men and carrying them out. Get reports of what is being done,
compare it with what ought to be done, and do something about it if the two arent
the same.
Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat
para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua
pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan
membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan
(das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen.
Berikut beberapa pengertian tentang pengawasan dari para ahli:
Controlling is a systematic effort by business management to compare
performance to predetermined standard, plans, or objectives to determine
whether performance is in line with theses standards and presumably to take
any remedial action required to see that human and other corporate resources
are being used in the most effective and efficient way possible in achieving
corporate objectives.
Konsep pengawasan dari Mockler dalam Certo (2006:480) menyebutkan
pengawasan menekankan pada tiga hal, yaitu (1) harus adanya rencana, standar atau
tujuan sebagai tolak ukur yang ingin dicapai, (2) adanya proses pelaksanaan kerja
untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (3) adanya usaha membandingkan mengenai
apa yang telah dicapai dengan standard, rencana, atau tujuan yang telah ditetapkan,
dan (4) melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Dengan demikian konsep
pengawasan dari Mockler ini terlihat bahwa ada kegiatan yang perlu direncanakan
Pengorgani
sasian
Penyusunan
Personalia
Pengarah
an
Pengawasan
PENGAWASAN
Sumber : Handoko (2004)
Gambar 2.3 Hubungan Pengawasan dengan Fungsi Manajerial lainnya
Sedangkan
pendapat
Newman
dalam
Sujamto
(2003:47)
mengenai
pengawasan adalah :
Control is assurance that the performance conform to plan (Pengawasan
adalah suatu usaha untuk menjamin agar pelaksanaan sesuai dengan
rencana).
Proses Pengawasan
Proses
pengawasan
menurut
Stoner
(2006:75)
disebutkan
proses
pengawasan adalah menetapkan standar dan metode, mengukur prestasi kerja dan
mengambil tindakan korektif.
Tidak
Standar dan
2.3.1.
Metode yang
ditetapkan
Mengukur
prestasi kerja
Apakah prestasi
memenuhi standar
Ambil
tindakan
korektif
Ya
Standar dan
Metode yang
ditetapkan
Sumber : Stoner dan Wankel (2006)
Gambar 2.4 Proses Pengawasan
Berdasarkan gambar 2.4. dapat diambil pernyataan dari pendapat Stoner dan
Wankel untuk dijadikan sebagai indikator yang dapat mengukur pengawasan yaitu :
1. Pengawasan harus menetapkan standar dan memilih metode apa yang akan
dipakai dalam upaya mengukur hasil yang akan dicapai.
2.2.3
Ciri-ciri Pengawasan
Untuk mencapai efektivitas pengawasan, tidak hanya didasarkan pada
prosedur dan teknik pengawasan yang harus dimiliki oleh berbagai pihak yang
terlibat dalam pengawasan, terutama untuk diketahui dan dijadikan pedoman bagi
para pengawas.
Siagian (2004:23) mengemukakan bahwa :
Pengawasan akan efektif apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Pengawasan harus merefleksikan sifat dan berbagai kegiatan yang
diselengggarakan.
2. Pengawasan harus segera diberikan petunjuk tentang kemungkinan
adanya deviasi dari rencana.
3. Pengawasan harus menunjukkan pengecualian pada titik-titik strategi
tertentu.
4. Objektivitas dalam melakukan pengawasan.
5. Keluwesan pengawasan.
6. Pengawasan harus memperhitungkan pola dasar organisasi.
7. Efisiensi pelaksanaan pengawasan.
8. Pemahaman sistem pengawasan oleh semua pihak yang terlibat.
Dengan
bimbingan
individu
para
bawahan
dapat
meningkatkan
2.3
adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi
mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien.
Jadi dalam pengertian ini produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara
keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu, yang secara matematis
dinyatakan dengan bilangan, sebagimana diungkapkan Whitemore dalam Hasibuan
(2003:115) yaitu : Productivity is measure of the use of the resources of an
organization and is usually expressed as a ratio of the resources employed.
Dewan Produktivitas Nasional dalam Rivianto (2005:25) mendefinisikan
Produktivitas sebagai suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa
mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik
dari hari ini. Definisi tersebut memiliki indikator: (1) cerdas (2) profesional (3)
kreatif dan inovatif (4) berprestasi (5) semangat kerja.
Berdasarkan uraian dan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
Produktivitas kerja pegawai adalah perbandingan antara output yang
dihasilkan dengan segala sumber daya baik sumber daya manusia maupun sumber
daya lainnya (input), dalam pencapaian tujuan organisasi secara efektif dalam
pelaksanaan tugasnya dan efisien dalam penggunaan sumber-sumber daya, yang
meliputi jumlah, mutu hasil kerja yang ditandai oleh adanya kemampuan
menyelesaikan pekerjaan, kemampuan memanfaatkan sarana dan kemampuan dalam
mengatasi masalah pekerjaan.
2.3.2
Jenis-Jenis Produktivitas
Menurut Kusriyanto (2005:15), model pengukuran produktivitas yang paling
sederhana adalah pendekatan dengan menggunakan rasio output dibagi dengan input.
Pengukuran produktivitas berdasarkan pendekatan ini, akan menghasilkan dua jenis
ukuran produktivitas, antara lain :
1. Produktivitas Parsial
Produktivitas parsial sering juga disebut dengan produktivitas faktor tunggal
(single-factor produkctivity) yang menunjukkan perbandigan antara output dengan
salah satu faktor yang dipergunakan untuk menghasilkan output tersebut.
Berikut ini adalah beberapa contoh dari produktivitas parsial, yaitu :
a. Produktivitas Tenaga Kerja merupakan ukuran produktivitas parsial bagi input
tenaga kerja yang diukur berdasarkan :
Produktivitas Tenaga Kerja =
Output Total
Input Tenaga Kerja
Produktivitas tenaga kerja sering kali disebut sebagai man hour yang berarti
sejumlah pekerjaan yang dikerjakan oleh seorang pekerja dengan kemampuan
rata-rata dalam waktu satu jam. Input yang dimaksud adalah total waktu yang
dibutuhkan oleh pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya tanpa adanya
interupsi apapun. Adapun jenis-jenis interupsi yang dimaksud adalah istirahat,
makan dan kegiatan-kegiatan tubuh lainnya yang tidak dapat dicegah. Oleh
karenanya disini digunakan waktu yang dibutuhkan oleh pekerja untuk
menyelesaikan pekerjaannya tanpa ada interupsi tetapi juga ditambahkan waktu
Output Total
Input Modal
Output Total
Input Material
Output Total
Input Energi
Output Total
Target Produksi
Mudah dipahami, data mudah diperoleh, dan mudah dalam menghitung indeks
produktivitas.
Beberapa indikator data produktivitas parsial (seperti output per jam kerja)
tersedia atau mudah didapat pada perindutrian pada umumnya.
Bila yang digunakan hanya pengukuran ini saja, hasilnya belum dapat dijadikan
patokan perbaikan sehingga dapat menyebabkan kerugian.
2. Produktivitas Total
Produktivitas yang menunjukkan perbandingan atara total output dengan
jumlah dari semua faktor input. Jadi pengukuran produktivitas total merupakan semua
bagian yang tergolong input dalam upaya menghasilkan output (Kusriyanto, 2005).
Produktivitas = Output Total/ Input Total
Keuntungan pengukuran produktivitas total adalah :
Mempertimbangkan semua faktor output dan input yang dapat dihitung, sehingga
lebih akurat dalam mencerminkan keadaan ekonomi perusahaan yang
sesungguhnya.
Data untuk perhitungan relatif sulit diperoleh pada level produk dan level
konsumen.
2.3.3
lainnya. Beberapa kriteria mungkin memiliki nilai lebih penting daripada kriteria
lainnya. Pembobotan adalah suatu cara untuk menunjukkan hal ini. Misalnya, di
beberapa sektor perbankan, pencapaian target dana maupun penyaluran kredit
memiliki bobot lebih besar dibandingkan dengan pengadministrasian maupun
pelayanan.
Pada saat mengukur produktivitas, adalah penting menentukan kriteria yang
relevan. Umumnya, kriteria itu relevan ketika difokuskan pada aspek yang paling
penting dari pekerjaan si karyawan. Sebagi contoh, menilai seorang petugas
pelayanan kepuasan konsumen dalam suatu perusahaan dari penampilan, tentu saja
kurang relevan dibandingkan dengan jumlah telepon yang ditanganinya. Contoh ini
menekankan bahwa kriteria pekerjaan yang terpenting harus diidentifikasi dan
dikaitkan dengan deskripsi pekerjaan.
Operasional organisasi yang tinggi, baik menyangkut masalah sumber daya
manusia maupun yang lainnya sebagai input tidak diimbangi denga keluaran (output)
yang tinggi atau dengan kata lain hasil kerja yang tidak meningkat, berarti
produktivitas suatu organisasi akan menurun. Bila dilihat dari segi personil,
menurunnya produktivitas disebabkan kurangnya pengawasan dan disiplin kerja yang
rendah. Untuk mengubah perilaku semacam itu diperlukan waktu, tenaga dan biaya
yang memadai. Upaya tersebut misalnya dengan mengikutsertakan pekerja dalam
pendidikan dan pelatihan.
mempunyai hak-hak yang asasi dan tidak ada manusia lain (termasuk manajemen)
yang dibenarkan melanggar hak tersebut. Hak-hak tersebut yaitu hak menyatakan
pendapat, hak berserikat, hak memperoleh pekerjaan yang layak, hak memperoleh
imbalan yang wajar dan hak mendapat perlindungan; (c) penerapan gaya manajemen
yang partisipasif melalui proses berdemokrasi dalam kehidupan berorganisasi. Dalam
hal ini pimpinan mengikutsertakan para anggota organisasi dalam proses
pengambilan keputusan.
Keempat, kondisi fisik tempat bekerja yang menyenangkan. Kondisi fisik
tempat kerja yang menyenangkan memberikan kontribusi nyata dalam peningkatan
produktivitas kerja, antara lain: (a) ventilasi yang baik; (b) penerangan yang cukup;
(c) tata ruang rapi dan perabot tersusun baik; (d) lingkungan kerja yang bersih; dan
(e) lingkungan kerja vang bebas dari polusi udara.
Kelima, umpan balik. Pelaksanaan tugas dan karier karyawan tidak dapat
dipisahkan dari penciptaan, pemeliharaan, dan penerapan sistem umpan balik yang
objektif, rasional, baku, dan validitas yang tinggi. Objektif dalam arti didasarkan pada
norma-norma yang telah disepakati bukan atas dasar emosi, senang atau tidak senang
pada seseorang. rasional dalam arti dapat diterima oleh akal sehat. Jika seseorang
harus dikenakan sanksi disiplin, status berat-ringannya disesuaikan dengan jenis
pelanggarannya. Validitas yang tinggi, dalam arti siapapun yang melakukan penilaian
atas kinerja karyawan didasarkan pada tolok ukur yang menjadi ketentuan.
Menurut Dessler (1997:10), pentingnya peningkatan produktivitas dalam
kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi adalah: (a) peningkatan produktivitas dapat
berarti peningkatan hasil yang dicapai dengan penggunaan sumberdaya secara efektif
dan efisien; dan (b) hal tersebut akan memberikan sumbangan besar dalam
pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih kuat. Kaitannya dengan upah meliputi: (a)
aspek peningkatan produktivitas dapat berupa penurunan biaya produksi dan
peningkatan kemampuan bersaing karena hasil jumlah produksi bertambah dan harga
ditekan lebih rendah; (b) apabila hal tersebut dibarengi dengan pembinaan pasar maka
keuntungan akan meningkat; (c) bertambah besarnya keuntungan antara lain dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan tingkat upah dan perluasan usaha. Hubungannya
dengan aspek kesejahteraan mencakup: (a) peningkatan produktivitas dapat
mempengaruhi kenaikan taraf hidup dan (b) jika upah meningkat maka dapat untuk
membiayai kebutuhan hidup akan lebih baik.
2.4
Kerangka Konseptual
Setiap perusahaan mendambakan adanya suatu budaya organisasi yang
pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan
tingkat pengawasan pada seorang pekerja.
Budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi lain. Sistem makna
bersama ini, bila diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik
utama yang dihargai oleh organisasi itu. Riset yang dilakukan Chatman dan John
dalam Tunggal (2004) mengemukakan dimensi-dimensi budaya organisasi yang
digambarkan sebagai berikut :
Inovasi dan
Mengambil Risiko
Perhatian pada
detail
Rendah..Tinggi
Rendah..Tinggi
Stabilitas
Rendah..Tinggi
Orientasi Hasil
Budaya
Organisasi
Rendah..Tinggi
Orientasi
Individu
Agresivitas
Rendah..Tinggi
Orientasi Tim
Rendah..Tinggi
Rendah..Tinggi
untuk inovatif dan mengambil risiko; 2). Perhatian terhadap detail. Sejauh mana para
karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian
terhadap detail; 3). Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen lebih fokus pada hasilhasil dan keluaran dari pada kepada teknik-teknik dan proses yang digunakan untuk
mencapai keluaran tertentu; 4). Orientasi terhadap individu. Sejauh mana keputusankeputusan yang diambil manajemen ikut untuk mempertimbangkan efek-efek hasil
terhadap individu yang ada dalam organisasi; 5). Orientasi tim. Sejauh mana
kegiatan-kegiatan kerja lebih diorganisasi dalam tim, bukan secara perorangan; 6).
Agresivitas. Sejauh mana orang-orang berlaku agresif dan bersaing dan tidak bersikap
santai, dan 7). Stabilitas, sejauh mana kegiatan-kegiatan keorganisasian lebih
menekankan status quo dibanding dengan pertumbuhan.
Dengan perubahan global sekarang ini, organisasi menghadapi tantangan
untuk mengadopsi budaya organisasi yang tidak hanya harus fleksibel, tetapi juga
harus sensitif terhadap berbagai perbedaan budaya yang dihadapi oleh anggota
organisasi. Djokosantoso (2003) menyatakan bahwa : ada keterkaitan hubungan
antara budaya organisasi dengan kinerja organisasi. Semakin baik kualitas faktorfaktor yang terdapat dalam budaya organisasi, maka makin baik kinerja organisasi
tersebut.
Fungsi pengawasan adalah merupakan fungsi yang inheren dalam sistem dan
dalam diri semua orang yang terlibat dalam organisasi yang sepakat untuk mencapai
tujuan. Handoko (2004) menyatakan bahwa Pengawasan sebagai suatu proses untuk
menjamin tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Beliau juga mengatakan
bahwa pada pokoknya controlling atau pengawasan adalah keseluruhan dari kegiatan
yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan
dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Kedua hal tersebut (budaya organisasi dan pengawasan) mendukung
tercapainya tujuan suatu organisasi. Dalam hal ini, tujuan suatu organisasi digerakkan
oleh sumber daya manusianya yaitu pegawai. Hal yang dapat diukur dan diteliti dari
pegawai adalah produktivitas. Pemikiran ini dituangkan dalam gambar berikut :
Budaya Organisasi
Produktivitas kerja
Pengawasan
Gambar 2.6. Kerangka Berpikir