Anda di halaman 1dari 30

ANALISA DAN TINDAK LANJUT

MASALAH LAYANAN KESEHATAN DALAM ISU PERUMAHSAKITAN


DI RUMAH SAKIT A

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan dan Isu Perumahsakitan

Oleh :
Anita Yulanda Kasih
(188020108)

Pembimbing :
dr. Deswara.,MMRS

Program Magister Manajemen Rumah Sakit


Universitas Pasundan
Angkatan XVII
Tahun 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan rahmatNya
hingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah yang berjudul “Analisa dan Tindak Lanjut Masalah Layanan Kesehatan Dalam
Isu Perumahsakitan di Rumah Sakit A” ini berisi tentang hasil analisis permasalahan di Rumah
Sakit disertai strategi pemecahan masalah serta prioritas tindak lanjutnya. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi Tugas Semester Ganjil Mata Kuliah Isu Perumahsakitan.
Dalam makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada teman-teman yang
membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini, dan khususnya kepada dr. Deswara.,MMRS,
yang telah memberikan tugas dan bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.

Namun demikian penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan
saran sangat penulis harapkan demi perbaikan dikemudian hari.

Bandung, Agustus 2019


Penulis

Anita Yulanda Kasih

1
20DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR………………………………………………………........................1
DAFTAR ISI ……………………..………………………………………..........................2
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………….....................3
1.1 Latar Belakang ……….……………………………………………...................3
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………….…..3
1.3 Tujuan ……………………………………………………………………….…3
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………………………....4
2.1 Jasa Pelayanan …….…………………………………………………………...4
2.2 Kepuasan Pelanggan ……..……….…………. ………………………………..7
2.2.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan ……………………………………..7
2.2.2 Jenis Pelanggan ………………………………………………………7
2.2.3 Kepuasan Pelanggan Eksternal …………………………………….. 8
2.2.4 Kepuasan Pelanggan Internal ……………………………………….11
2.3 Strategi Pemasaran Jasa …..…………………………………………………..16
2.3.1 Pengertian Pemasaran Jasa ………………………………………… 16
2.3.2 Karakteristik Pemasaran Jasa ……………………………………… 16
2.3.3 Jenis Pemasaran Jasa ………………………………………………. 17
2.3.4 Strategi Pemasaran ………………………………………………… 18
BAB III PEMBAHASAN ………………………………………………………….……..22
3.1 Identifikasi Masalah, Mencari Penyebab Masalah, dan Akar Masalah ………22
3.2 Solusi Dan Tindak Lanjut Masalah …………………………………………...23
BAB IV KESIMPULAN & SARAN ….……………………….………………………... 27
BAB V DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………28

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Rumah Sakit A merupakan sebuah Rumah Sakit Ibu dan Anak yang terletak di Kota B
dengan jumlah tempat tidur sebanyak 100 TT. Jumlah karyawan sebanyak 300 karyawan dengan
rata – rata masa kerja karyawan lebih dari 3 tahun. Pergantian direktur baru dilaksanakan dua bulan
terakhir, dengan ditemukan permasalahan sebagai berikut :
a. Sebagian besar gaji karyawan masih dibawah UMR
b. Turn over pegawai lebih dari 35%
c. Laba bersih per bulan sebesar 4%
d. Rumah sakit belum terakreditasi dan BPJS mengancam akan memutuskan kontrak
e. Hubungan yang kurang harmonis antara bagian pelayanan dan bagian keuangan
f. Beredar informasi tuntutan dari karyawan tertentu untuk meminta mundur direktur yang
baru
g. Manajer pelayanan kurang peduli dan mementingkan praktek dirumahnya
h. Ditemukan komplain dari bagian pemasaran dengan keluhan : dokter sering telat datang,
perawat yang tidak ramah, administrasi yang berbelit – belit, dan ruangan yang kotor

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian masalah diatas, rumusan masalah penulisan makalah ini adalah :
1. Bagaimana strategi dalam memecahkan masalah tersebut?
2. Bagaimana urutan prioritas masalah yang harus segera ditindaklanjuti?
3. Bagaimana solusi atau tindak lanjut yang akan diterapkan?

1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui strategi dalam memecahkan masalah
2. Mengetahui urutan prioritas masalah yang harus segera ditindaklanjuti
3. Mengetahui penerapan tindak lanjut dari permasalahan

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 JASA PELAYANAN

Menurut Kotler (2011 :21), pelayanan merupakan segala kegiatan atau kegiatan yang dapat
diberikan seseorang kepada pihak lain, yang dalam hal ini berupa pelayanan dan tidak
mempengaruhi hak milik oleh siapapun. Menurut Payne (2011:30), pelayanan adalah rasa
menyenangkan atau tidak menyenangkan yang oleh penerima pelayanan pada saat memperoleh
pelayanan. Payne juga mengatakan bahwa pelayanan pelanggan mengandung pengertian:

1. Segala kegiatan yang dibutuhkan untuk menerima, memperoses, mentransfer dan


memberikan jasa kepada pihak lain dan untuk memberikan pelayanan pada setiap
kegiatan .
2. Ketepatan dan cara penyampaian jasa kepada pelanggan sesuai dengan harapan
mereka.
3. Serangkaian kegiatan yang meliputi semua bidang bisnis yang terpadu untuk
menyampaikan produk-produk dan jasa tersebut sedemikian rupa sehingga
digambarkan dapat memberikan kepuasan kepada pihak lain dan memcapai target dari
tujuan perusahaan.
4. Seluruh pesanan yang ada dan seluruh hubungan dengan pelanggan.
5. Penyampaian jasa tepat waktu dan akurat dengan segala tindak lanjut serta keterangan
yang valid.

Pelayanan publik berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah untuk


memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik dan berkualitas sebagai konsekuensi dari tugas dan
fungsi pelayanan yang diembannya, berdasarkan hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat dalam
rangka mencapai tujuan pemerintahan dan pembangunan. Menurut Lewis & Booms dalam
Tjiptono & Chandra (2012 ; 38), kualitas pelayanan sebagai ukuran tingkat service yang diberikan
mampu sesuai dengan harapan pelanggan. Sedangkan menurut Tjiptono (2010 :29), kualitas
pelayanan adalah peringkat mengenai keuntungan yang diharapkan dan pengawasan atas tingkat
kecanggihan untuk memberikan service sesuai keinginan pelanggan.

4
Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai seberapa besar adanya perbedaan antara
realitas dan ekspektasi para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Apabila jasa yang
dirasakan sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas pelayanan tersebut akan dipandang baik
atau positif. Jika jasa yang dibayangkan melebihi jasa yang diharapkan, maka kualitas jasa
dikatakan sebagai kualitas ideal. Demikian juga sebaliknya apabila jasa yang dipandang lebih jelek
dibandingkan dengan jasa yang diharapkan maka kualitas jasa dikatakan negatif atau buruk. Maka
baik tidaknya kualitas dari pelayanan tergantung pada besarnya kemampuan pemberi jasa dalam
memberikan pelayanan yang sesaui dengan harapan pelanggannya secara konsisten.

Untuk mempermudah penilaian dan pengukuran kualitas pelayanan dikembangkan suatu


alat ukur kualitas layanan yang di sebut SERQUAL (servive quality). SERQUAL ini merupakan
skala multi item yang dapat digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan atas kualitas layanan
yang meliputi lima dimensi yaitu:

1. Tangibles (bukti langsung), yaitu besarnya kemampuan satu pihak dalam memberikan
service kepada pihak eksternal. Performance dan daya kekuatan dalam memberikan
berbagai fasilitas dan bentuk nyata dari perusahaan serta kehidupan disekitarnya adalah
bukti nyata dari service yang diberikan .
2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memenuhi kebutuhan yang
dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
3. Responsiveness (daya tangkap), yaitu kemampuan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada para pelanggan dengan
penyampaian informasi yang jelas.
4. Assurance (jaminan), adalah pengetahuan yang harus dimiliki pegawai untuk
menumbuhkan ketergantungan para pelanggan kepada pelayanan perusahaan yang
memiliki beberapa komponen antara lain:
a. Communication (komunikasi), yaitu selalu memberikan informasi secara terus
menerus dengan kata kata yang sopan dan tata bahasa yang dapat dimengerti oleh
konsumen.
b. Credibility (kredibilitas),adanya jaminan atas kepercayaan yang diberikan kepada
pelanggan, sifat kejujuran.

5
c. Security (keamanan), adanya keyakinan yang tinggi dari pelanggan akan
pelayanan .
d. Competence (kompetensi) yaitu adanya kemampuan yang dimiliki dan dibutuhkan
agar dapat memberikan pelayanan kepada pelanggan
e. Courtesy (sopan santun) dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Adanya
jaminan akan keramahtamahan yang ditawarkan. 5. Empathy (empati), yaitu dapat
memahami keinginan dari pelanggan

8 Hal yang perlu dilakukan dalam Pemulihan Jasa (Heskett, Sasser & Hart (1990)

1. Rekruitment Karyawan  Keunggulan Pemulihan Layanan


2. Aktif menampung Keluhan
3. Mengukur biaya pelanggan yang tidak puas
4. Memberdayakan Karyawan Lini depan  Pemulihan
5. Membuat Jalur Komunikasi pelanggan dan manajer
6. Memberikan penghargaan terhadap Karyawan uang kreatif
7. Keunggulan layanan sebagai bagian strategi bisnis perusahaan
8. Komitmen top Manajemen thd :
- Melakukan sesuatu yang benar sejak pertama kali
- Mengembangkan program pemulihan layanan yang efektif

6
2.2 KEPUASAN PELANGGAN

2.2.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan

Menurut UU Pelanggan adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia
dimasyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan. Pelanggan adalah orang/lembaga yang melakukan pembelian
produk/jasa kita secara berulang-ulang.
Kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang
diharapkan. Jika kinerja berada di bawah harapan maka pelanggan tidak puas. Jika kinerja
memenuhi harapan maka pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan maka pelanggan amat
puas atau senang (Kotler 2016: 177). Jadi, kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan
atas kinerja dan harapan.
Menurut Lovelock dan Wirtz (2011:74) “Kepuasan adalah suatu sikap yang diputuskan
berdasarkan pengalaman yang didapatkan. Kepuasan merupakan penilaian mengenai ciri atau
keistimewaan produk atau jasa, atau produk itu sendiri, yang menyebabkan tingkat kesenangan
konsumen berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi konsumen. Kepuasan konsumen
dapat diciptakan melalui kualitas, pelayanan dan nilai. Kunci untuk menghasilkan kesetiaan
pelanggan adalah memberikan nilai pelanggan yang tinggi.

2.2.2 Jenis Pelanggan


Jenis-jenis Pelanggan adalah sebagai berikut:
a. Pelanggan Internal
Pelanggan internal merupakan pelanggan yang tidak mengonsumsi suatu barang
ataupun jasa secara langsung. Pelanggan tipe ini membeli barang ataupun jasa untuk dijual
kembali oleh orang lain. Pelanggan jenis ini dapat berupa produsen suatu barang ataupun
agen penjualan yang bekerja sama dengan perusahaan penyedia barang ataupun jasa.
Pelanggan jenis ini akan didapatkan oleh perusahaan dengan jalan memberikan berbagai
keuntungan untuknya. Dengan memberikan keuntungan yang lebih untuk pelanggan ini,
maka pelanggan ini akan tetap setia menjadi pelanggan perusahaan Kita.

7
b. Pelanggan Eksternal
Pelanggan eksternal merupakan pelanggan yang secara aktif langsung
mengonsumsi barang ataupun jasa yang mereka beli. Pelanggan jenis ini sering juga
disebut sebagai konsumen akhir. Pelanggan tipe ini biasanya berhasil didapatkan oleh
sebuah perusahaan dikarenakan mutu dan kualitas dari barang ataupun jasa yang dirasakan
oleh pelanggan ini. Dengan memberikan kualitas terbaik dari barang ataupun jasa yang kita
jual, kita akan mendapatkan komitmen yang besar dari pelanggan eksternal ini.

Dari kedua jenis pelanggan tersebut, pada dasarnya pelanggan yang memberikan
keuntungan lebih besar adalah pelanggan internal. Pelanggan internal lebih memiliki andil yang
besar dalam proses penemuan pelanggan-pelanggan baru untuk perusahaan, sedangkan pelanggan
eksternal cenderung tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap pertambahan pelanggan
sebuah perusahaan.

c. Pelanggan Antara
Pelanggan Antara adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara,
bukan sebagai pemakai akhir produk.

3.2.3 Kepuasan Pelanggan Eksternal


Dalam hal memahami pengertian kepuasan pelanggan ekternal yang dimaksud adalah
pembeli jasa, beberapa hal yang berkaitan dengan tercapainya kepuasan pelanggan.
Menurut Hawkins dan Looney dikutip dalam Tjiptono (2004: 101) atribut pembentuk
kepuasan terdiri dari :
1) Kesesuaian harapan
2) Minat berkunjung kembali
3) Kesediaan merekomendasikan
Faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan pelanggan menurut Gasperz
(2005: 95) yaitu :
1) Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal – hal yang dirasakan pelanggan
ketika pelanggan sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen atau pemasok

8
produk (perusahaan). Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginan besar, harapan atau
ekspekstasi pelanggan akan tinggi, demikian pula sebaliknya.
2) Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing
– pesaingnya. Perusahaan tersebut harus memberikan manfaat yang sesuai dengan apa
yang dibutuhkan oleh pelanggannya.
3) Pengalama dari teman – teman, dimana mereka akan menceritakan kualitas produk
yang akan dibeli oleh pelanggan. Hal itu jelas mempengaruhi persepsi pelanggan
terutama pada produk – produk yang dirasakan berisiko tinggi.

Dalam memberikan pelayanan, untuk mencapai kepuasan pelanggan banyak aspek yang
mempengaruhi seperti yang terlihat pada bagan dibawah ini.

1. Pemberi layanan
Manajemen mempersepsikan ekstpektasi pelanggan tidak akurat. Penyebabnya dapat
berupa informasi kurang akurat, interpretasi kurang tepat, tidak ada analisis permintaan,
buruknya informasi ke atasan, terlalu berjenjangnya manajerialatau terdapat perubahan
penyampaian informasi dari bawahan

9
2. Persepsi manajemen atas persepsi pelanggan
Spesifikasi Kualitas jasa tidak konsisten antara persepsi manajemen dan ekspektasi
kualitas. Penyebabnya dapat berupa tidak ada SOP, kesalahan Perencanaan, manajemen
perencanaan yang buruk, kurangnya penetapan tujuan yang jelas, kurang dukungan dan
komitment manajemen puncak, kekurangan SDM, permintaan yang berlebihan
3. Spesifikasi kualitas jasa
Spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam penyampaian jasa. Penyebabnya
dapat berupa spesifikasi kualitas terlalu rumit sehingga karyawan tidak dapat
memenuhinya, spesifikasi tidak sesuai dengan budaya korporate, manajemen operasi jasa
buruk, fasilitas tidak sesuai dengan spesifikasi, kurang terlatihnya karyawan, beban yang
terlalu berat atau beban yang bertumpuk
4. Komunikasi eksternal kepada pelanggan
Janji yang disampaikan kepada pelanggan tidak konsisten. Penyebabnya dapat berupa
pemasaran dengan pemberi pelayanan tidak sinergi, kurang koordinasi antara pemasaran
dengan pemberi pelayanan, tidak ada spesifikasi kualitas, sementara muncul over promise
dengan berakibat pada harapan pelanggan yang tinggi
5. Jasa yang dipersepsikan
Jasa yang dipersepsikan tidak sesuai dengan jasa yang diharapkan. Penyebabnya dapat
berupa pelanggan menginterpretasikan kinerja pelayanan dengan kriteria berbeda atau
keliru dalam memahami kualitas jasa

Jika ditemukan respon terhadap suatu ketidakpuasan pelanggan maka aktivitas


pemulihan layanan menurut Bowen dan Johnson, 1999:
a. Respon : pengakuan, empathi, cepat, dan melibatkan manajemen
b. Informasi : penjelasan, mendengarkan keluhan pelanggan, dan menjamin tidak akan
terulang lagi
c. Tindakan : koreksi kesalahan, langkah perbaikan, apabila terkait fasilitas lakukan
koordinasi dengan pihak terkait untuk perbaikan fasilitas, tindak lanjut, dan berkoordinasi
dengan ketua komite medik terkait kinerja para dokter.
d. Kompensasi (bila diperlukan)

10
2.2.4 Kepuasan Pelanggan Internal

Salah satu pelanggan internal pada suatu perusahaan adalah Karyawan. Karyawan menjadi
bagian dan berperan penting dalam suatu organisasi , mereka dapat menjadi perencana, pelaksana
dan pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan perusahaan. Karyawan
menjadi pelaku yang menunjang tercapainya tujuan, mempunyai pikiran, perasaan, dan keinginan
yang dapat dipengaruhi sikap – sikapnya terhadap pekerjaannya (Dessler, 2015).
Setiap orang yang bekerja memiliki tujuan dan harapan tertentu dari tempatnya bekerja.
Tujuan dan harapan tersebut yang berhubungan dengan kepuasan dan ketidakpuasan kerja sesuai
dengan persepsi karyawan itu sendiri sehingga mempengaruhi motivasi dan produktivitas kerja.
Persepsi adalah suatu proses dimana seorang individu memberikan respon terhadap stimulus
yang didapat dari lingkungan. Stimulus dari lingkungan kerja dapat berupa : gaya kepemimpinan,
teknologi, kebisingan, rekan kerja, gaji, kompensasi, dan jenjang karir. Sedangkan respon yang
terjadi adalah kebutuhan, sikap, perasaan, dan motivasi. Hal ini yang dinamakan Self-perception
Theory, menyatakan bahwa sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu.

Menurut Davis dan Newstrom (1994) dalam Sinambela (2016: 302) kepuasan kerja
karyawan adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan
mereka. Menurut Robins, kepuasan kerja atau job satisfaction diidentikkan dengan hal – hal yang
bersifat individual. Karena itu, tingkat kepuasan setiap orang berbeda – beda dan hal ini terjadi

11
apabila beberapa faktor terpenuhi yaitu kebutuhan individu serta kaitannya dengan derajat
kesukaan dan ketidaksukaan karyawan (Robins, 1999).
Selain terdapat definisi dari kepuasan kerja, ada juga beberapa ahli membuat teori – teori
mengenai kepuasan kerja seorang karyawan, bagaimana tingkat kepuasan seorang karyawan dapat
diukur dari beberapa teori – teori yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli tersebut. Menurut
Mangkunegara (2012: 120) ada beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu :
a. Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Menurut teori ini, puas atau tidak puas karyawan merupakan hasil dari membandingkan
antara input-outcome dirinya dengan input-outcome karyawan lain.
b. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
Menurut teori ini, bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung
selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan.
c. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fullfilment Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bergantung pada terpenuhi atau tidaknya
kebutuhan karyawan. Semakin besar kebutuhan karyawan terpenuhi, makin puas pula
karyawan tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan karyawan tidak terpenuhi,
karyawan akan merasa tidak puas.
d. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kebutuhan kerja karyawan bukanlah bergantung pada pemenuhan
kebutuhan saja, tetapi bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para
karyawan dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut dijadikan tolak
ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, karyawan akan merasa puas
apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok
acuan.
e. Teori Penghargaan (Exceptancy Theory)
Menurut teori ini, menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana
seseorang menginginkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.
f. Teori dua faktor dari Frederick Herzberg
Menurut teori ini, dua faktor yaitu faktor higienitas (Ketidakpuasan) dan Motivator
(Pemuas). Faktor higienitas dan motivator perlu disajikan dengan tujuan bagi para
karyawan untuk merasa termotivasi. Faktor higienitas adalah kondisi ekstrinsik dari

12
konteks kerja dan termasuk gaji, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur
perusahaan, kualitas supervisi teknis dan kualitas dari hubungan interpersonal diantara
rekan kerja, atasan dan bawahan. Faktor motivator, di sisi lain adalah kondisi intrinsik dari
isi kerja yang membuat pekerjaan berarti dan memuaskan termasuk prestasi,
pengenalan,tanggung jawab, kemajuan, kerja itu sendiri dan kemungkinan untuk tumbuh.
Beberapa implikasi manajerial yang penting dari teori dua faktor Herzberg
termasuk:
a) Tidak ada ketidakpuasan kerja, kepuasan kerja tinggi.
b) Tidak ada ketidakpuasan kerja, tidak ada kepuasan kerja.
c) Ketidakpuasan pekerjaan tinggi, tidak ada kepuasan kerja.
Model Herzberg pada dasarnya berasumsi bahwa kepuasan kerja adalah bukan
konsep unidimensi. Penelitiannya mengarahkan pada kesimpulan bahwa dua faktor
tersebut diperlukan untuk secara benar menafsirkan kepuasan kerja. Sebelum karya
Herzberg, mereka yang mempelajari motivasi dipandang sebagai kepuasan kerja sebagai
konsep unidimensi; yaitu, mereka menempatkan kepuasan kerja pada akhir suatu
keberlanjutan dan ketidakpuasan kerja pada hasil lainnya. Sebagai contoh, satu konsep
yang muncul dari karya Herzberg adalah Job Enrichment atau Pengayaan Kerja adalah
didefinisikan sebagai proses membangun prestasi personal, pengenalan, tantangan,
tanggungjawab dan kesempatan untuk tumbuh kedalam suatu pekerjaan dari seseorang.
Menururt Schermerhorn (2005) menyatakan bahwa ada lima aspek dalam
kepuasan kerja, antara lain :
a. Pekerjaan itu sendiri
Mengacu bagaimana sebuah pekerjaan memiliki daya tarik untuk dikerjakan dan
diselesaikan. Pekerjaan tersebut juga bisa dijadikan sebagai kesempatan untuk belajar
dan mengemban tanggungjawab.
b. Pengawas (supervisi)
Aspek ini menunjukkan sejauh mana kemampuan penyelia dalam menunjukkan
kepedulian pada karyawan seperti memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku.

13
c. Rekan kerja
Sumber kepuasan kerja yang paling sederhana ialah memiliki rekan kerja yang
kooperatif. Rekan kerja maupun tim kerja yang menyenangkan dan mendukung akan
membuat pekerjaan menjadi efektif.
d. Kesempatan promosi
Berkaitan dengan kesempatan karyawan untuk lebih maju dalam organisasi. Promosi
atas dasar senioritas akan memberikan kepuasan berbeda bila dibandingkan promosi
atas dasar kinerja.
e. Gaji
Merupakan imbalan yang diperoleh berdasarkan hasil/ usaha kerja yang dilakukan.
Gaji digunakan karyawan dalam memenuhi kebutuhan – kebutuhan dalam hidupnya
termasuk sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan hidup yang tercukupi akan dapat
memberikan kepuasan dalam diri karyawan.

Respon terhadap ketidakpuasan ini akan bermacam – macam tergantung dengan


persepsi dan tujuan karyawan itu sendiri. Menurut Robins dan Judge ada 4 respon dengan
dua dimensi; konstruktif/ destruktif dan aktif/ pasif yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Voice
Voice adalah aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi yang ada.
Dalam hal ini karyawan menyarankan adanya perbaikan, berdiskusi dengan top
management dan sejumlah kegiatan dalam serikat pekerja
2. Loyalty
Loyalty adalah Bersifat pasif namun optimis menanti perbaikan kondisi, mereka
sangat percaya pada organisasi dan langkah para top management yang
dianggapnya “pasti benar”
3. Exit
Merupakan langkah berani dengan keluar/meninggalkan perusahaan atau
berupaya untuk mencari perkerjaan baru di perusahaan lain.

14
4. Neglect
Neglect atau tidak peduli, merupakan tindakan yang sebenarnya sangat
berbahaya, dimana karyawan bersikap tidak peduli lagi dengan kondisi sekitar
dan biasanya akan bertingkah laku buruk dalam menyikapi kondisi yang buruk.

Dalam menyikapi berbagai respon karyawan terhadap ketidakpuasan, maka sebagai


Top Manajer dapat mengimplementasikan teori motivasi kontemporer ‘Goal setting’,
untuk dapat melakukan motivasi lain selain hanya uang atau insentif semata agar
mendorong karyawan menyelesaikan tugasnya dan menekan ketidakpuasan kerja.
Motivasi lain yang dapat digunakan, antara lain :

 Pengakuan, para karyawan harus dipuji dan diakui untuk prestasi mereka oleh
manajer
 Reward, bagi karyawan yang melampaui pencapaian dan target dari tugas yang
diberikan, maka manajer memberikan reward bagi mereka.
 Pertumbuhan dan ruang promosi, harus ada peluang pertumbuhan dan kemajuan
dalam sebuah organisasi guna memotivasi karyawan untuk memberikan kinerja
yang baik.
 Tanggung jawab, karyawan harus di berikan bertanggung jawab lebih akan atas
tugas yang dimiliki, seperti mendapatkan delegasi tugas manjer agar karyawan
merasa lebih dipercaya atau dapat diandalkan.
 Kebermaknaan pekerjaan, pekerjaan itu sendiri harus bermakna, menarik dan
menantang bagi karyawan untuk melakukan dan mendapatkan motivasi.

15
2.3 STRATEGI PEMASARAN JASA

2.3.1 Pengertian Pemasaran Jasa

Menurut Lupiyoadi (2006:5), pemasaran jasa adalah setiap tindakan yang


ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lain yang secara prinsip intangible dan tidak
menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun.

Menurut Yazid (2008:13), pemasaran jasa merupakan penghubung antara


organisasi dengan konsumennya. Peran penghubung ini akan berhasil bila semua upaya
pemasaran diorientasikan kepada pasar. Keterlibatan semua pihak, dari manajemen puncak
hingga karyawan non-manajerial, dalam merumuskan maupun mendukung pelakasanaan
pemasaran yang berorientasi kepada konsumen tersebut merupakan hal yang tidak bisa
ditawar-menawar lagi.

Menurut Daryanto (2011:236), pemasaran jasa adalah mengenai janji-janji. Janji-


janji yang dibuat kepada pelanggan dan harus dijaga. Kerangka kerja strategis diketahui
sebagai service triangle yang memperkuat pentingnya orang dalam perusahaan dalam
membuat janji mereka dan sukses dalam membangun customer relationship.

2.3.2 Karakteristik Pemasaran Jasa

Menurut Nasution (2004:8), terdapat empat karakteristik pemasaran jasa yang perlu
diketahui dalam pemasaran jasa, yaitu:

a. Intangibillty (tidak berwujud)


Jasa bersifat tidak berwujud (intangibility), artinya tidak dapat melihat, mencium, meraba,
mendengar dan merasakan hasilnya sebelum mereka membelinya. Nilai tidak berwujud dari jasa
dapat berupa kenikmatan, rasa aman, serta kepuasan. Untuk mendapat semua itu biasanya
konsumen akan mencari terlebih dahulu infomasi dari jasa yang akan digunakannya seperti lokasi,
harga, serta bentuk pelayanan yang akan diberikan.

b. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)


Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparability) artinya jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, yaitu
perusahaan jasa yang menghasilkannya dengan konsumen yang menggunakan jasa tersebut.
Interaksi antara penyedia jasa dengan konsumen terjadi ketika jasa diproduksi dan dikonsumsi

16
pada saat bersamaan. Jika konsumen membeli suatu jasa maka ia akan berhadapan langsung
dengan sumber atau penyedia jasa.

c. Variabillity/heterogeneity (berubah-ubah)
Jasa yang diberikan sering kali berubah-ubah tergantung siapa yang menyajikannya, kapan dan
dimana penyaji jasa tersebut dilakukan. Konsumen sebelum mengambil keputusan untuk
menggunakan suatu jasa biasanya akan meminta pendapat orang lain, oleh karena itu penyedia
jasa akan terus berlomba-lomba menawarkan bervariasi jasa dengan kualitas yang baik guna
menciptakan kepuasan dari konsumennya.

d. Perishabbility (tidak tahan lama)


Jasa tidak dapat disimpan sehingga tidak dapat dijual pada masa yang akan datang. Dalam hal ini
jasa berbeda dengan barang, karena biasanya barang dapat disimpan dan digunakan berulang-
ulang kali maka tidak demikian dengan jasa, apabila jasa tidak langsung digunakan maka jasa
tersebut akan berlalu begitu saja. Suatu jasa yang diberikan oleh penyedia jasa tergantung dari
permintaan pasar yang berubah-ubah.

2.3.3 Jenis-jenis Pemasaran Jasa

Menurut Tjiptono (2014:36), pemasaran jasa dapat diklasifikasikan menjadi tujuh kriteria
yaitu sebagai berikut:

a. Segmen pasar

Berdasarkan pada segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada konsumen akhir
(misalnya asuransi jiwa dan pendidikan) dan jasa kepada organisasi misalnya jasa akuntansi dan
perpajakan, jasa konsultasi manajemen dan jasa konsultan hukum.

b. Tingkat Keberwujudan

Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen.
Berdasarkan kriteria tersebut jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu sebagai berikut:

1. Rented goods service. Dalam jenis ini konsumen hanya menyewa dan menggunakan
produk-produk tertentu.

17
2. Owned goods service. Barang-barang yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan
atau ditingkatkan, dan dipelihara oleh perusahaan jasa.
3. Non goods service. Jasa ini adalah jasa personal bersifat intangible yang ditawarkan pada
konsumen.

c. Keterampilan Penyedia Jasa

Berdasarkan tingkat keterampilan jasa terdiri dari jasa profesional (misalnya konsultan
manajemen, konsultan pajak, konsultan hukum, dokter, perawat, arsitek, dan lain-lain) yang
memiliki pelanggan yang selektif dan jasa non-profesional (misalnya supir taksi dan security).

d. Tujuan Organisasi Jasa

Berdasarkan tujuan organisasinya tiap perusahaan jasa

e. Regulasi

Dari aspek ini jasa dapat dibagi menjadi regulated service dan non regulated service.

f. Tingkat Intensitas Karyawan

Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat


dikembangkan menjadi dua macam, yaitu equipment based service.

g. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan

Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi high contact
service dan low contact service.

2.3.4 Strategi Pemasaran Jasa

Menurut Kotler dan Amstrong (2008:293), perusahaan jasa yang baik perlu menggunakan
strategi pemasaran untuk memposisikan diri secara kuat dalam pasar sasaran terpilih yaitu sebagai
berikut:

a. Rantai Laba-Jasa

Dalam bisnis jasa, pelanggan dan karyawan jasa lini depan berinteraksi untuk menciptakan
jasa. Hasilnya, interaksi efektif bergantung pada keahlian karyawan jasa lini depan dan proses

18
pendukung yang menyokong karyawan-karyawan ini. Oleh karena itu perusahaan jasa harus
memusatkan perhatian pada keduanya, pelanggan dan karyawan, agar berhasil. Perusahaan jasa
memahami rantai laba-rugi (service-profit chain), yang menghubungkan laba perusahaan jasa
dengan karyawan dan kepuasan pelanggan.

b. Mengelola Diferensiasi Jasa

Perusahaan jasa bisa mendiferensiasikan hantaran jasa mereka dengan memiliki orang
yang berhubungan langsung dengan pelanggan yang lebih mampu dan dapat dihandalkan, melalui
pengembangan lingkungan fisik yang baik dimana produk jasa dihantarkan atau dengan
merancang proses penghantaran yang baik.

c. Mengelola Kualitas Jasa

Perusahaan jasa dapat mendiferensiasikan dirinya dengan menghantarkan kualitas yang


lebih tinggi secara konsisten dibandingkan pesaingnya, dimana penyedia jasa harus
mengidentifikasi apa yang diharapkan pelanggan sasaran terhadap kualitas jasa.

d. Mengelola Produktivitas Jasa

Dengan biaya yang meningkat cepat, perusahaan jasa mendapat tekanan besar untuk
meningkatkan produktivitas jasa. Hal ini dapat dilakukan dalam beberapa cara, seperti melatih
karyawan lama dengan lebih baik atau mempekerjakan karyawan baru yang akan bekerja lebih
keras atau lebih terampil, meningkatkan kuantitas jasa mereka dengan mengurangi sejumlah
kualitas jasa, juga dapat mengindustrialisasi jasa dengan menambahkan perlengkapan dan
menetapkan standar produksi, dan yang terakhir, penyedia jasa bisa mempergunakan kekuatan
teknologi.

Bagi perusahaan, melakukan segmentasi pasar memiliki tujuan untuk mengelompokkan


individu-individu yang memiliki kebutuhan, keinginan serta respon yang sama terhadap produk
ataupun layanan yang ditawarkan perusahaan. Selain itu dengan melakukan segmentasi pasar
perusahaan juga dapat merangsang pelanggan potensial agar bisa menjadi konsumen yang loyal
terhadap produk yang ditawarkan. Dengan mengetahui secara pasti para pelanggan loyal dan
spesifik inilah, pihak perusahaan dapat mengoptimalkan kegiatan pemasaran dan pelayanannya.

19
Menurut Morrison, Market segmentation is the division of the overall market for a service
into groups with common characteristics. Sedangkan menurut Kotler (1994) segmentasi pasar
adalah “suatu proses untuk membagi pasar menjadi kelompok-kelompok konsumen yang lebih
homogen, dimana tiap kelompok konsumen dapat dipillih sebagai target pasar untuk dicapai
perusahaan melalui strategi bauran pemasarannya.

Ada beberapa syarat yang bisa dijadikan sebagai acuan agar proses segmentasi pasar dapat
berjalan secara efektif. Menurut Kotler, Bowen dan Makens, beberapa syarat tersebut diantaranya
adalah :
1. Measurable (dapat diukur), artinya segmen pasar yang dituju dapat diukur, baik jumlahnya
maupun ciri dan sifatnya. Semakin akurat ukuran yang digunakan maka akan semakin
mudah kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan
2. Accessible (dapat dijangkau), yaitu segmen pasar dapat dicapai / diakses sehingga
perusahaan dapat dengan mudah mengarahkan usaha pemasarannya pada segmen tersebut.
Kemudahan akses ini bisa berupa jarak tempuh yang dekat, kemudahan transportasi, luas
wilayah yang dijadikan target dan lain-lain.
3. Substantiable (cukup besar), yaitu segmen pasar yang dituju harus cukup besar, karena
dengan segmen pasar yang besar maka perusahaan akan memiliki peluang yang lebih
besar dan dapat memberi keuntungan lebih besar.
4. Diferentiabel (dapat dibedakan), yaitu segmen pasar secara jelas dapat dibedakan dengan
segmen lainnya. Menentukan perbedaan ini bisa dari jenis kelamin, status perkawinan, latar
belakang pendidikan dan lain sebagainya.
5. Actionable (dapat dilaksanakan), yaitu semua program pemasaran dan pelayanan
perusahaan dapat dilaksanakan pada segmen pasar yang dituju.
6. Profitable (dapat memberi keuntungan), yaitu bahwa segmen pasar yang dituju dapat
memberikan keuntungan secara finansial buat perusahaan, baik secara langsung maupun
tidak langsung.

20
Setelah syarat-syarat diatas dapat terpenuhi, segmentasi pasar dapat dilakukan dengan
mengklasifikasikan setiap segmen berdasar beberapa variabel. Menurut Kotler (1995), beberapa
variabel yang bisa digunakan untuk mengklasifikasikan kategori segmentasi pasar adalah sebagai
berikut:
a. Berdasarkan peta demografis
b. Berdasarkan peta geografis
c. Berdasarkan perilaku atau sifat pelanggan
d. Berdasarkan Psikografis (keyakinan, nilai, kepribadian, dan gaya hidup pelanggan)

Bagi perusahaan, melakukan segmentasi pasar bisa menjadi satu cara untuk melakukan
pemasaran secara lebih efektif. Selain itu ada banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan
melakukan segmentasi pasar ini yakni:

1. Perusahaan akan dapat mendeteksi secara dini dan tepat mengenai kecenderungan-
kecenderungan dalam pasar yang senantiasa berubah.
2. Dapat mendesign produk yang benar-benar sesuai dengan permintaan pasar.
3. Dapat menentukan kampanye dan periklanan yang paling efektif.
4. Dapat mengarahkan dana promosi yang tersedia melalui media yang tepat bagi segmen
yang diperkirakan akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar.
5. Dapat digunakan untuk mengukur usaha promosi sesuai dengan masa atau periode-periode
dimana reaksi pasar cukup besar.
6. Dapat membedakan antara segmen yang satu dengan segmen lainnya.
7. Dapat digunakan untuk mengetahui sifat masing-masing segmen.
8. Dapat digunakan untuk mencari segmen mana yang potensinya paling besar.
9. Dapat digunakan untuk memilih segmen mana yang akan dijadikan pasar sasaran.

21
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 IDENTIFIKASI MASALAH, MENCARI PENYEBAB MASALAH DAN AKAR


MASALAH
Dari seluruh masalah yang ada, dapat dilihat jika seluruhnya saling berhubungan sebab
akibat, seperti bagan dibawah ini.

22
Dari hasil pemetaan masalah diatas, penyebab awal akar masalah dari kasus ini yaitu gaji
karyawan yang masih dibawah UMR. Ketidaksesuaian gaji yang diinginkan oleh karyawan dan
beban kerja termasuk salah satu penyebab ketidakpuasan kerja karyawan, dimana selain gaji kita
terdapat faktor lain yang dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja karyawan, seperti pekerjaan itu
sendiri, promosi, supervisi atasan, rekan kerja, serta lingkungan dan kondisi kerja.
Ketidakpuasan kerja karyawan akan meyebabkan motivasi dan kinerja menjadi menurun
yang berakibat kepada kepuasan pelanggan (pasien) sehingga muncul complain dari penerima
pelayanan, jumlah kunjungan turun dan laba RS menjadi turun. Akreditas juga menjadi factor
terhadap pelayanan, karena akreditasi menjadi standar pelayanan yang harus diberikan.
Dalam memberikan pelayanan jasa, yang harus diperhatikan tidak hanya kepuasan
pelanggan ekternal (pasien) tetapi kepuasan pelanggan internal (karyawan) sehingga pelayanan
bersifat service excellence.
Sesuai dengan teori dua faktor Frederick Herzberg, pada kasus ini diketahui adanya faktor
ketidakpuasan pada karyawan yang muncul adalah factor intrinsic seperti gaji masih dibawah
UMR, supervisi manajer kurang, hubungan karyawan dan pimpinan yang kurang, serta kondisi
lingkungan kerja yang tidak harmonis seperti perawat tidak ramah, dokter terlambat, turn over
>35%. Ketidakpuasan kerja karyawan akan berdampak pada motivasi dan kinerja yang menurun
sehingga terjadi ketidakpuasan pelanggan dalam bentuk complain.

3.2 SOLUSI DAN TINDAK LANJUT MASALAH


Berdasarkan pemetaan diatas, penulis menetapkan prioritas utama masalah yang harus
ditindaklanjuti bukan pada akar masalah yang didapat, dikarenakan perbaikan akar masalah pada
kasus ini membutuhkan jangka waktu yang cukup panjang dan membutuhkan kerjasama dari
seluruh karyawan perusahaan. Sehingga prioritas tindak lanjut kasus ini adalah pada:
1. Perbaikan ketidakpuasan Pelanggan eksternal (pasien)
Hal ini menjadi prioritas dikarenakan :
a. Pelanggan (Pasien) adalah faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan, berbeda
dengan karyawan.
b. Negosiasi lebih sulit dibandingkan dengan pihak internal perusahaan
c. Mencegah nilai RS menjadi turun sehinggan pasien tidak datang lagi dan diinfokan
kebanyak orang.

23
Aktivitas pemulihan layanan menurut Bowen dan Johnson, 1999:
e. Respon : pengakuan, empathi, cepat, dan melibatkan manajemen
f. Informasi : penjelasan, mendengarkan keluhan pelanggan, dan menjamin tidak akan
terulang lagi
g. Tindakan : koreksi kesalahan, langkah perbaikan, apabila terkait fasilitas lakukan
koordinasi dengan pihak terkait untuk perbaikan fasilitas, tindak lanjut, dan berkoordinasi
dengan ketua komite medik terkait kinerja para dokter.
h. Kompensasi (bila diperlukan)

2. Perbaikan Internal
a. Ketidakpuasan internal (Karyawan)
b. Perbaikan sistem pelayanan RS
c. Perbaikan metode dan strategi marketing

Ketidakpuasan internal (Karyawan)

Dari kasus diatas dan teori yang dibahas, maka selaku Direktur Rumah Sakit yang
pertama dilaksanakan untuk menyelesaikan permasalahan internal tersebut yaitu :
1. Melakukan Attitude Survey guna mengetahui tanggapan dari karyawan melalui kuesioner
tentang bagaimana perasaan mereka mengenai pekerjaan mereka, kelompok kerja,
supervisor, dan organisasi
2. Menyamakan persepsi para karyawan terhadap perusahaan dengan memberikan
pemahaman langsung kepada para karyawan terkait masalah yang sedang dihadapi
rumah sakit dan membangun employee engangement. Dimana 7th Key Driver Of
Employee Engangement yaitu:
1) Persepsi karyawan mengenai pentingnya pekerjaan mereka
2) Kejelasan karyawan mengenai harapan atas pekerjaan
3) Peningkatan karier
4) Feedback dan dialog berkala dengan atasan
5) Hubungan yang berkualitas antara teman kerja, atasan, dan bawahan
6) Persepsi mengenai etos dan nilai – nilai organisasi
7) Komunikasi yang efektif antar anggota organisasi

24
3. Direktur RS menjabarkan kendala yang dan di RS dan langkah – langkah strategi untuk
menangani atau memperbaiki masalah yang dihadapi RS, melibatkan para karyawan
untuk bekerja sama dalam melakukan tindak lanjut, dan membuat target harian,
disosialisasikan ke seluruh jajaran RS dan harus dipantau setiap hari. Serta menanamkan
kepada seluruh karyawan bahwa perbaikan ini bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan karyawan, dimana berujung untuk meningkatkan gaji karyawan sehingga
tidak dibawah UMR.
4. Dengan menumbuhkan persepsi yang baik terhadap perusahaan, diharapkan adanya
perubahan sikap, perilaku kerja, dan motivasi para karyawan dalam bersama – sama
memperbaiki situasi RS, sehingga produktivitas pun meningkat.
Namun satu hal yang perlu diingat saat akan memotivasi seseorang yaitu seperti yang
disebutkan oleh Maslow, Jika ingin memotivasi seseorang, anda harus memahami tingkat
hierarki dimana orang tersebut berada saat ini dan fokus untuk memenuhi kebutuhan di
tingkat tersebut sehingga tindak lanjutnya sesuai dengan kebutuhan karyawan.

Perbaikan Sistem di RS

Setelah memperbaiki SDM (karyawan) maka sebagai Direktur RS, kita harus memikirkan
sistem yang baik agar mempermudah seluruh karyawan dan mempermudah pasien. Karena pada
kasus diatas terdapat komplen tentang administasi yang berbelit – belit, sehingga diharapkan
terciptanya kepuasan internal dan eksternal.

1. Memfaatkan teknologi atau IT yang dapat mempermudah proses administasi, membuat


media informasi untuk pasien sehingga pasien paham alur admnistasi.
2. Membuat media informasi tentang alur pelayanan sehingga pasien paham dan perawat
tidak perlu menjelaskan.
3. Menjalankan sistem pelayanan yang sesuai standar menurut Akreditasi, selain untuk
tercipta pelayanan yang bermutu dan juga dalam persiapan melakukan akreditasi agar
kontrak dengan BPJS tidak terputus.
4. Melakukan efisiensi dengan mulai menerapkan Program Lean Management di setiap unit
rumah sakit

25
5. Melakukan audit keuangan, melakukan analisa, dan menerapkan Program Cost
Containment dari setiap bidang atau bagian rumah sakit
6. Menentukan target pendapatan harian, dan melakukan pemantauan secara periodic (harian,
mingguan, bulanan, dan triwulan) disesuaikan juga dengan analisa kunjungan pasien
rumah sakit bersama tim pemasaran.

Perbaikan Strategi Pemasaran

Melakukan analisa terhadap pencapaian RS angka kunjungan pasien, dan menentukan target
harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap, dan melakukan pemantauan harian. Selain itu
secara simultan melakukan:
a. Menyesuaikan pelayanan dengan segmentasi pasar, yaitu memilih target market yang tepat
dengan cara :
 Tinjau kembali apakah segmentasi pasar sudah sesuai
 Membuat target market, tentukan segmen yang berprospek cerah
 Definisikan kemampuan kita, analisa SWOT
 Cocokkan antara kemampuan kita dengan target pasar
 Lakukan survei kebutuhan segmentasi pasar bidikan
 Siapkan produk menyesuaikan dengan kebutuhan pasar bidikan
b. Dengan semakin banyaknya pasien yang beralih dari asuransi swasta menjadi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN-BPJS), semakin meningkatkan kerjasama dengan perusahaan
dan asuransi – asuransi swasta lainnya.
c. Melakukan negosiasi dengan BPJS untuk memberi jangka waktu pelaksanaan akreditasi di
RS, sehingga jumlah pasien tidak menurun dan pelayanan pasien JKN dapat terus
dilakukan hingga RS melakukan akreditasi. Tetapi pelayanan BPJS harus diimbangi
dengan pemantauan oleh pihak manajemen RS.

26
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan masalah layanan kesehatan dalam isu
perumahsakitan di Rumah Sakit A diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Akar masalah dari kasus Rumah Sakit A tersebut yaitu berawal dari ketidakpuasan kerja
karyawan yang disebabkan oleh gaji yang didapat oleh para karyawan masih dibawah
UMR, dan sehingga menyebabkan motivasi dan kinerja menurun sehingga terjadi
ketidakpuasan pelanggan.
2. Prioritas penyelesaian masalah dari kasus Rumah Sakit A yaitu :
a. Perbaikan Eksternal yaitu Ketidakpuasan Pelanggan (complain)
b. Perbaikan Internal yaitu Ketidakpuasan Kerja Karyawan, Pebaikan sisten dan
Perbaikan Strategi Pemasaran.
3. Direksi dan jajaran manajemen melibatkan seluruh karyawan untuk mengatasi
permasalahan rumah sakit, dengan berawal membentuk persepsi yang baik atas perusahaan
dan para atasan sehingga dapat meningkatkan motivasi para karyawan dalam berkerja dan
mampu berkontribusi secara optimal bagi produktivitas.

2.1 SARAN
1. Dibutuhkan survey kepuasan karyawan berkala, untuk mengetahui tingkat kepuasan
karyawan agar dapat dilakukan evaluasi dan tindaklanjut
2. Manajemen mengutamakan pelayanan yang bermutu dan focus pada patient safety
3. Tiap karyawan di Rumah Sakit sebaiknya memiliki kemapuan dalam Handling Complain
dan Service Excellence
4. Manajemen bersifat terbuka sehingga seluruh karyawan merasa menjadi bagian dari RS
dan bersama mencapai misi RS

27
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong dan Philip Kotler. 2003. Manajemen Pemasaran Edisi Kesembilan. Jakarta: PT Indeks
Gramedia

Daryanto. 2011. Manajemen Pemasaran: Sari Kuliah. Bandung: Satu Nusa.

Dessler, Gary. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat

Fandy Tjiptono. 2004. Strategi Pemasaran, ed 2. Yogyakarta: PT Andi

Fred, Luthans. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Sepuluh. Yogyakarta: PT Andi

Gibson & Ivancevich & Donnely. 1994. Organisasi dan manajemen. Perilaku, Struktur, Proses.
Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga

Hasibuan. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.

Konopaske:DKK. 2018. Organizational Behavior and Managment Eleventh Edition. New York:
McGraw-Hill Education.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran (Jilid 1 dan Jilid 2). Jakarta: PT Indeks.

Lovelock & Wirtz. 2011. Pemasaran Jasa-Perspektif Indonesia Jilid 2. Edisi Ketujuh. Jakarta:
Erlangga.

Lupiyoadi, Hamdani. 2006. Manajemen Pemasaran Jasa (Edisi Kedua). Jakarta: Penerbit Salemba
Empat

Maslow, Abraham H. 1994. Motivasi dan Kepribadian (Teori Motivasi dengan Pendekatan
hierarki Kebutuhan Manusia). Jakarta: PT PBP

Nasution, M. N. 2004. Manajemen Jasa Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia.

Robbins, Stephen P. 1999. Prinsip – prinsip Perilaku Organisasi Edisi ke 5. Jakarta: Erlangga.

Robbins, Stephen P & Judge, Timothy A. 2013. Organizational Behavior Edition 15. New Jersey:
Pearson Education.

Schermerhorn, John D., James G Hunt, Richard N Osborn. 2005. Organizational Behavior. John
Willey and Son Inc.

Sinambela, Lijan Poltak. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara

28
Sobirin, Achmad. 2015. Perilaku Organisasi, ed.2. ISBN 9789790119550. Jakarta: Universitas
Terbuka.

Tjiptono dan Chandra G. 2012. Pemasaran Strategik.. Yogyakarta: PT Andi

Tjiptono, Fandy. 2014. Pemasaran Jasa - Prinsip, Penerapan dan Penelitian. Yogyakarta:
AndiOffset.

Yazid. 2008. Pemasaran Jasa. Yogyakarta: Ekonisia Kampus.

29

Anda mungkin juga menyukai